Anda di halaman 1dari 9

Nama : Muhammad Nopriyansyah

NIM : 03031281621035
Shift : Selasa (13.00-16.00 WIB)
Kelompok : 1

JENIS JENIS ASAM LEMAK

Lemak merupakan triester asam lemak dengan gliserol. Trigliserida alami


adalah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun
utama lemak hewan dan nabati. Lemak tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam
pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzen. Lemak dan minyak dapat
dikonsumsi, didalam tubuh lemak berfungsi sebagai sumber energi jika disimpan
dalam jaringan adiposa. (Handajani, 2010).
Titik leleh lemak dan minyak bergantung pada strukturnya, biasanya
meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Semua jenis lemak tersusun dari
asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol, asam lemak tersusun atas jumlah atom
karbon dan hidrogen yang berbeda-beda. Keseragaman jenis trigliserida bersumber
dari kedudukan asam lemak, yaitu trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat
dari gliserol dan tiga molekul asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan
tiga molekul asam stearat akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril
tristearat atau tristearin. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran,
yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda (Tambunan, 2006).
Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang yang
mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling banyak adalah C-
16 dan C-18. Asam lemak dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya
ikatan rangkap dan isomer cis-trans (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).

1. Klasifikasi asam lemak berdasarkan panjang rantai karbon.


Asam lemak ini dibedakan menjadi tiga yaitu asam lemak rantai pendek
(short chain fatty acids) dengan jumlah atom karbon C-4, asam lemak rantai sedang
(medium chain fatty acids) dengan jumlah atom karbon C-10 sampai C-12, asam
lemak rantai panjang (long chain fatty acids), dengan jumlah atom karbon C-14 atau
lebih (Silalahi dan Siti Nurbaya, 2011).
2. Klasifikasi asam lemak berdasarkan banyaknya ikatan rangkap.
Asam lemak ini dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam
lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, hanya mengandung ikatan
tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi)
daripada asam lemak tak jenuh. Sedangkan asam lemak tidak jenuh dibedakan menjadi tiga golongan
yaitu, asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acids) dan asam lemak tak jenuh jamak
(polyunsaturated fatty acids). Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen
(Suhartati, 2013; Tambunan, 2006).
Asam lemak dengan gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati dan merupakan bahan
baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini banyak dijumpai pada minyak masak (goreng),
margarin atau lemak hewan. Asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh berbeda dalam energi yang
dikandungnya dan titik leburnya. Karena asam lemak tak jenuh mengandung ikatan karbon hidrogen
yang lebih sedikit dibandingkan dengan asam lemak jenuh pada jumlah atom karbon yang sama, asam
lemak tak jenuh memiliki energi yang lebih sedikit. Asam lemak jenuh dapat tersusun dalam susunan
yang rapat, sehingga asam lemak jenuh dapat dibekukan dengan mudah dan berwujud padatan pada
temperatur ruangan. Tetapi ikatan rangkap yang kaku dalam lemak tak jenuh mengubah kimia dari
lemak (Suhartati, 2013).
3. Klasifikasi asam lemak berdasarkan isomer trans-cis.
Isomer dengan kedua bagian dari rantai pada sisi yang sama (cis). Isomer cismencegah lemak
dari penumpukan seperti halnya yang terjadi pada ikatan jenuh. Hal ini menurunkan gaya intermolekul
diantara molekul lemak, sehingga menyebabkan lemak cis tak jenuh lebih sulit untuk membeku
(Suhartati, 2013).
Isomer dengan rantai yang berlawan pada ikatan ganda (isomer trans, biasanya merupakan
produk dari hidrogenasi dari asam lemak tak jenuh. Asam lemak trans yakni didalam ruminansia,
minyak yang dihidrogenasi sebagian (margarin), dan minyak yang telah dihilangkan baunya terutama
minyak yang mengandung asam
linolenik (kacang kedelai). Persyaratan yang diizinkan bahwa batas asam lemak trans
adalah sekitar 1%, asam lemak trans dapat meningkatkan LDL juga menurunkan
kadar lipoprotein yang protektif HDL dan menaikkan kadar lipoprotein yang
menambah resiko penyakit kardiovaskular (Silalahi dan Siti Nurbaya 2011; Tuminah,
2009).
Asam lemak trans, sebenarnya merupakan golongan asam lemak tak jenuh.
Asam lemak tidak jenuh dapat mengandung satu ikatan rangkap atau lebih .
Asam lemak tak jenuh dikelompokkan dalam tiga jenis; yaitu asam lemak tak jenuh
tunggal (monounsaturated fatty acids) dengan satu ikatan rangkap, asam lemak tak
jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids) mempunyai lebih dari satu ikatan rangkap,
dan asam lemak trans (trans fatty acids).19 Sebagai contoh adalah asam oleat
mengandung satu ikatan rangkap, asam linoleat mempunyai dua ikatan rangkap,
sedangkan asam linolenat mempunyai tiga ikatan rangkap, asam elaidat adalah asam
lemak trans, yang merupakan isomer non alami dari asam oleat.
Adanya ikatan rangkap tersebut memungkinkan terjadinya isomer geometrik
yang bergantung pada orientasi atom atau gugus disekeliling sumbu ikatan rangkap,
jika rantai asil berada pada sisi yang sama, senyawa tersebut adalah tipe cis. Bentuk
atau konfigurasi cis memiliki dua bagian rantai karbon yang cenderung berhadapan
satu sama lain, sedangkan bentuk trans memiliki dua bagian dari rantai karbon yang
hampir linier. Asam- lemak tak jenuh rantai panjang yang terdapat di alam hampir
semuanya memiliki konfigurasi cis, di mana molekulnya tertekuk 120 derajat pada
ikatan rangkapnya. Pada temperatur rendah, rantai karbon pada asam lemak tak jenuh
membentuk suatu pola zig- zag bila diekstensikan. Pada temperatur yang lebih tinggi,
sebagian ikatan mengadakan rotasi sehingga terjadi pemendekan rantai. Sifat- sifat
yang demikian inilah yang menyebabkan asam lemak trans memiliki konfigurasi dan
sifat yang hampir menyerupai asam- asam lemak jenuh. Jadi asam oleat mempunyai
konfigurasi cis, yang berbentuk seperti huruf L, sedangkan asam elaidat adalah tipe
trans, berbentuk lurus pada ikatan rangkap transnya, dan merupakan isomer non alami
dari asam oleat. Asam lemak di dalam minyak terdapat dalam bentuk isomer cis dan
trans.
Peningkatan jumlah ikatan rangkap cis dalam asam lemak menghasilkan
sejumlah konfigurasi molekul khusus , misalnya asam arakhidonat, dengan 4 ikatan
rangkap cis, bisa mempunyai bentuk terpilin atau bentuk U. Bentuk ini mempunyai
makna penting pada bungkus (packing) molekul dalam membran atau pada posisi
yang ditempati oleh asam lemak di dalam molekul yang lebih kompleks seperti
fosfolipid. Adanya ikatan rangkap trans akan mengubah hubungan spasial ini dan
menyebabkan asam lemak tak jenuh tersebut mempunyai sifat khas.
Salah satu sifat yang penting adalah bahwa ikatan rangkap tersebut relatif
rentan terhadap perubahan- perubahan kimia, antara lain oksidasi, polimerisasi dan
reaksi- reaksi lainnya, oleh sebab itu, asam lemak tak jenuh akan lebih mudah
mengalami perubahan fisik dan kimia selama proses pengolahan dibanding asam
lemak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen
( mudah teroksidasi ), sehingga mudah menjadi tengik (rancid). Proses ini dikenal
sebagai kerusakan bahan yang mengandung lemak yang penyebabnya adalah reaksi
oksidasi terhadap asam lemak tak jenuh. Atas dasar tersebut , maka asam lemak tidak
jenuh sering direaksikan dengan hidrogen untuk menghilangkan ketidakjenuhannya,
dan reaksi inilah yang sering disebut sebagai reaksi penjenuhan atau reaksi
hidrogenasi.
Proses hidrogenasi akan merubah minyak sayur menjadi lemak yang semisolid
seperti margarin. Di bidang industri , sebenarnya proses hidrogenasi parsial selain
untuk membuat minyak menjadi semisolid, juga bertujuan untuk mencegah agar
minyak sayur tidak cepat menjadi rusak , lebih stabil, lebih tahan terhadap pengaruh
oksidasi dibanding asam lemak bentuk cis dan menambah cita rasa. Asam lemak trans
di dalam makanan berlemak dapat meningkat jumlahnya terutama dalam margarin
karena proses pengolahan seperti proses hidrogenasi, atau karena pemanasan dengan
temperatur tinggi.
2. Bensin
Bahan bakar bensin adalah senyawa hidrokarbon yang terdiri dari
hidrogen dan atom karbon. Pada mesin yang baik, oksigen mengubah semua
hidrogen dalam bahan bakar menjadi air dan mengubah semua karbon menjadi
karbon dioksida. Namun, pada kenyataannya, proses pembakaran ini tidak
selamanya berlangsung sempurna. Akibatnya, mesin kendaraan mengeluarkan
beberapa jenis polutan berbahaya, seperti hidrokarbon, nitrogen oksida, karbon
monoksida, karbon dioksida, belerang oksida.
Bensin didapat dari hasil dan proses destilasi minyak bumi menjadi fraksi-fraksi
yang diinginkan. Jangkauan titik didih senyawa ini antara lain 40 °C sampai 220
°C yang terdiri dari senyawa karbon C 5 sampai C12. Bensin tersebut berasal dan
berbagai jenis minyak mentah yang diolah melalui proses yang berbeda-beda baik
secara destilasi langsung maupun dan hasil perengkahan, reformasi, alkilasi dan
isomerisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komposisi kimia bensin
terdiri dan senyawa hidrokarbon tak jenuh (olefin), hidrokarbon jenuh (parafin)
dan hidrokarbon siklik atau hidrokarbon aromatik.
Bensin terdiri dari dua komponen utama, yaitu n-heptana (C7 H16) dan
isooktana (C8H18). Kualitas bensin dapat ditentukan dari banyaknya kandungan
isooktana atau yang disebut juga dengan nilai bilangan oktan. Bilangan oktan
adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan
sebelum bensin terbakar secara spontan. Tekanan ini disebut juga dengan sebutan
kompresi, jadi dalam proses pembakaran mesin, bahan bakar dan juga oksigen
akan disemprotkan kedalam ruang bakar, lalu kemudian kedua campuran ini akan
dikompresi atau dimampatkan saat piston melakukan langkah kompresi, yang
setelahnya busi akan memersikkan bunga api sehingga terjadilah proses
pembakaran. Tingginya kompresi mesin ini juga bisa secara otomatis membakar
campuran bahan bakar dan oksigen yang terkompresi didalam ruang bakar tanpa
harus dipantik dengan busi, dan kejadian ini pun akan menyebabkan timbulnya
knocking didalam ruang bakar yang jika dibiarkan secara terus menerus bisa
menyebabkan mesin mobil menjadi cepat rusak. Maka dari itulah kejadian
terbakarnya bahan bakar secara spontan ini harus sebaiknya dihindari untuk
menjaga mesin mobil tetap awet.
Penamaan oktan ini berasal dari nama unsur pembentuk bensin yaitu Oktana (C8)
dimana molekul ini memiliki sifat yang sangat bagus dalam hal kompresi. Oktana
ini dapat dikompres hingga volume paling kecil tanpa terjadi pembakaran secara
spontan, hal ini berbeda halnya dengan molekul Heptana yang bisa dengan mudah
terbakar walaupun ditekan dengan kompresi yang rendah.

3. Biodiesel
Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari
bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang
terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak
nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas/daur ulang. Biodiesel
merupakan salah satu bahan bakar mesin diesel yang ramah lingkungan dan dapat
diperbarui (renewable). Biodiesel tersusun dari berbagai macam ester asam lemak
yang dapat diproduksi dari minyak tumbuhan maupun lemak hewan. Minyak
tumbuhan yang sering digunakan antara lain minyak sawit (palm oil), minyak
kelapa, dan minyak jarak.
Biodiesel adalah bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat
seperti minyak diesel atau solar. Sebelum biodiesel dapat digunakan sebagai
bahan bakar, biodiesel ini harus diproses lagi untuk menurunkan kekentalannya.
Selain itu tangki bensin juga harus dilakukan perubahan agar biodiesel ini dapat
berfungsi dengan baik sebagai bahan bakar pada kendaraan tersebut. Namun jika
kendaraan sudah bermesin diesel, maka bahan bakar biodiesel ini sudah dapat
langsung digunakan. Dibandingkan dengan bahan bakar fosil, bahan bakar
biodiesel mempunyai kelebihan diantaranya bersifat biodegradable, non-toxic,
mempunyai angka emisi CO2 dan gas sulfur yang rendah dan sangat ramah
terhadap lingkungan (Marchetti dan Errazu, 2008).
Bahan bakar diesel dikehendaki relatif mudah terbakar sendiri (tanpa harus
dipicu dengan letikan api busi) jika disemprotkan ke dalam udara panas
bertekanan. Tolok ukur dari sifat ini adalah bilangan setana, yang didefinisikan
sebagai % volume n-setana di dalam bahan bakar yang berupa campuran n-setana
(n-C16H34) dan αmetil naftalena (α-CH3-C10H7) serta berkualitas pembakaran di
dalam mesin diesel standar. n-setana (suatu hidrokarbon berantai lurus) sangat
mudah terbakar sendiri dan diberi nilai bilangan setana 100, sedangkan α-metil
naftalena (suatu hidrokarbon aromatik bercincin ganda) sangat sukar terbakar dan
diberi nilai bilangan setana nol.
4. Perbedaan Bensin dan Biodiesel
Bensin dan biodiesel memiliki beberapa aspek yang membedakannya.
Pertama, perbedannya dapat dilihat dari bahan baku dan juga cara pembuatannya.
Bensin merupakan bahan bakar fosil yang didapatkan dari proses destilasi minyak
bumi menjadi fraksi-fraksi tertentu dengan jangkauan titik didih sebesar 40oC
hingga 220oC. Bensin yang dijual dipasaran berasal dan berbagai jenis minyak
mentah yang diolah melalui proses yang berbeda-beda baik secara destilasi
langsung maupun dan hasil perengkahan, reformasi, alkilasi dan isomerisasi.
Sumber bahan baku bahan bakar bensin tidak bisa diperbaharui sehingga suatu
saat bisa habis. Berbeda dari bahan baku bensin, biodiesel dapat dibuat dari
minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas atau daur ulang.
Bahan baku biodiesel mudah didapat dan dapat diperbaharui. Biodiesel dibuat
melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi trigliserida.
Perbedaan lainnya yaitu terdapat pada penggunaannya. Bensin merupakan
bahan bakar yang dipakai pada mesin bensin, sedangkan biodiesel dibuat untuk
dipakai pada mesin diesel sebagai bahan bakar alternatif pengganti solar. Ukuran
kualitas dari bensin dan biodiesel juga berbeda. Ukuran kualitas bensin dinyatakan
dengan angka oktan, sedangkan ukuran kualitas biodiesel dinyatakan dengan
angka setana.
Kandungan dan komposisi bensin dan biodiesel juga berbeda. Bensin
sebagai bahan bakar fosil memiliki komposisi kimia yang terdiri dan senyawa
hidrokarbon tak jenuh (olefin), hidrokarbon jenuh (parafin) dan hidrokarbon siklik
atau hidrokarbon aromatik. Biodiesel tersusun dari berbagai macam ester asam
lemak yang dapat diproduksi dari minyak tumbuhan maupun lemak hewan.
Perbedaan antara bensin dan biodiesel dapat ditinjau juga dari segi emisi
yang dihasilkan dari pembakaran. Biodiesel tidak mengandung sulfur (Moreno
dkk, 1999) dan senyawa benzena yang karsinogenik sehingga biodiesel
merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani
dibandingkan dengan solar. Emisi SO2, partikel, CO dan NOX. menurun secara
konsisten dengan peningkatan kandungan biodiesel dalam campuran bahan bakar,
akan tetapi karakteristiknya bervariasi tergantung dari jenis emisinya. Penurunan
kadar emisi paling signifikan dengan digunakannya biodiesel terjadi pada emisi
SO2 dan PM (Djamin dan Wirawan, 2010).

Anda mungkin juga menyukai