: Sintesis Asetanilida
Tujuan Percobaan
Pendahuluan
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan
sebagai amida primer, diman suatu atom hidrogen pada anilin digantiakan dengan satu gugus
asetil. Asetanilida berbentuk butiran yang berwarna putih (kristal) tidak larut dalam minyak
parafin dan larut dalam air dengan bantuan klorat anhidrat. Asetanilida atau disebut
phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16
g/mol. Beberapa proses pembuatan asetanilida antara lain adalah:
1. Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrida dan anilin
2. Pembuatan asetanilida dari anilin dan asam asetat
3. Pembuatan asetanilida dari ketena dan anilin
(Pramushinta, 2011).
Proses pembuatan asetanilida pada intinya adalah mereaksikan anilin dengan asam
asetat berlebih yang berlangsung sesuai dengan reaksi sebagai berikut:
H
NH
H
anilina
H
N
Zn
O
C
H
O
C
asetat anhidrida
()
Anilin merupakan amina aromatis primer. Reaksi substitusi terhadap amina aromatis dapat
berupa substitusi pada cincin benzena atau substitusi pada gugus amina. Asetilasi amina
aromatis primer atau sekunder banyak dilakukan dengan klorida asam dalam suasana basa
atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat anhidrat. Anilin primer bereaksi dengan
asetat anhidrat panas menhasilkan turunan monoasetat (amida). Reaksi antara anilin dan asetat
anhidrat menghasilkan asetanilida. Asetat anhidrat yang digunakan berlebih dan pemanasan
dilakukan pada waktu yang lama menyebabkan sejumlah turunan diasetil akan terbentuk.
Turunan diasetil tidak stabil dengan kehadiran air dan mengalami hidrolisis menghasilkan
senyawa monoasetil. Amida dapat mengalami reaksi hidrolisa dalam suasana asam
membentuk asam karboksilat dan garam amida, sedangkan dalam suasana basa membentuk
ion karboksilat dan amida (Tim penyusun, 2014).
Amina dapat diubah menjadi amida dengan suatu reaksi asetilasi atau dapat pula
dengan mereaksikan antara karboksilat dengan menambahkan agen penghidrasi untuk
menyerap air. Agen penghidrasi ini biasanya menggunakan DDC (dicyclohexycarboiimide),
pembuatan amida biasanya juga menggunakan reaksi asetilasi. Contoh dari suatu amina
adalah anilin, sedangkan amida dapat dicontohkan dengan asetanilida. Amina akan mudah
teroksidasi daripada amida karena amina merupakan suatu basa yang lemah. Elektron bebas
dari atom nitrogen dapat berpindah ke cincin benzena dan meningkatkan rapat elktron di
dalam cincin terutama pada posisi orto dan para. Struktur resonansi untuk anilin menunjukkan
bahwa gugus NH2 itu bersifat melepas elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom
elektronegatif. Akibat stabilisasi resonansi anilina ialah bahwa cincin akan menjadi negatif
sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m-, p-) pada cincin
anilin teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik. Namun pada posisi o- dan p- lebih
teraktifkan daripada posisi m-. Struktur resonansi yang dipaparkan di atas menunjukkan
bahwa posisi-posisi o- dan p- memiliki muatan negatif parsial (Fessenden, 1999).
Amina dapat membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen N-HN lebih lemah
daripada ikatan hidrogen antara O-HO karena N kurang elektronegatif dibandingkan dengan O
dan karena ikatan NH kurang polar. Pengikat hidrogen yang lemah antara molekul amina
menyebabkan titik didihnya berada diantara senyawa tanpa ikatan hidrogen dengan senyawa
yang memiliki iaktan hidrogen kuat (seperti alkoohol) pada berat molekul yang sama. Amina
primer, sekunder dan tersier dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air karena memilki
pasangan elektron bebas yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan hidrogen
(Fessenden, 1999).
Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan
dari material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi hanyalah sebuah proses lanjut dari
kristalisasi. Rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada suhu kamar,
namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni
dapat menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni. Langkah-langkah
rekristalisasi sebagai berikut:
1. Melarutkan zat pada pelarut
2. Melakukan filtrasi graviti
3. Mengambil kristal zat terlarut
yang
digunakan
sebaiknya
memiliki
titik
didih
rendah
agar
dapat
O
H
+ H2N
C
O
tetrahedral intermediat NH
asetat anhidrida
anilina
O
C
H
O
HN
H
H
O
O
C
H
asam asetat
asetanilida
NH
O
H
Alat
Labu alas bulat, set alat refluks, batang pengaduk, beaker gelas, erlenmeyer 500 mL, gelas
ukur 10 mL, corong Buchner, kertas saring, vacum pump, corong biasa dan cawan petri.
Bahan
Anilin, asetat anhidrida, abu zink, asam asetat glasial, aquades dan karbon aktif (norit).
Prosedur Kerja
Skema kerja
a. Sintesis Asetanilida
Labu alas bulat 500 mL
- dimasukkan 20,5 gram anilin, 21,5 gram asetat anhidrida, 0,1 gram abu zink dan 21
gram asam asetat glasial
- direfluks selama 30 menit
- dituangkan sambil diaduk secara cepat kedalam gelas piala yang berisi air es
- disaring dengan penyaring Buchner penghisap dan dicuci dengan air dingin
- dikeringkan
Hasil
b. Rekristalisasi Asetanilida
Erlenmeyer 500 mL dan corong
- dihangatkan/dpanaskan
- dipasang kertas saring
- disaring larutan asetanilida
- dicuci endapan karbon dengan air panas 5 mL
- didinginkan filtratnya dengan memasukkannya ke dalam penangas air es hingga 25
menit
- digores-gores dinding erlenmeyer hingga terbentuk kristal
- disaring kristal dengan corong Buchner
- dicuci kristal dengan sedikit air dingin
- diletakkan kristal pada gelas arloji
- dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 5-10 menit
- ditimbang massanya
- diuji titik lebur asetanilida
- dibandingkan titik lebur crude asetanilida
Hasil
Prosedur kerja
Dimasukkan 20,5 g anilin;21,5 g asetat anhidrida; 0,1 g abu zink dan 21 g asam asetat glasial
ke dalam labu alas bulat 500 mL yang dilengkapi dengan pendingin. Campuran direfluks
selama 30 menit, kemudian dituangkan sambil diaduk secara cepat ke dalam gelas piala yang
berisi air es. Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaring Buchner penghisap dan dicuci
dengan air dingin. Hasilnya dikeringkan. Ditentukan titik leburnya. Siapkan erlenmeyer 500
mL dan corong yang sudah dihagatkan/dipanaskan. Disaring larutan asetanilida, kemudian
dicuci endapan karbon dengan air panas 5 mL. Didinginkan filtratnya dengan pelan-pelan
memasukkan ke dalam penangas air es selama 25 menit. Digores-goreskan dinding erlenmeyer
untuk merangsang pembentukan kristal. Disiapkan corong buchner dan kertas saringnya yang
sebelumnya sudah diketahui massanya, kemudian dilakukan penyaringan. Dicuci kristal pada
corong buchner dengan sedikit air dingin. Ditimbang hasil kristalnya dan diuji titik leburnya,
kemudian dibandingkan dengan titik lebur crude asetanilida.
Waktu yang dibutuhkan
No
Kegiatan
Waktu
21 menit
Refluks
30 menit
Pembentukan kristal
6 menit
15 menit
Pengeringan
28 menit
8 menit
Rekristalisasi
5 menit
Penyaringan
10 menit
Oven
10 menit
10
11 menit
Total waktu
= 20 mL
Mr Anilin
= 93,13 g/mol
= 20 mL
Mr Anhidrida asetat
= 102,09 g/mol
Mol Anilin =
=
= 0,22 mol
144 menit
+ anhidrida asetat
C6H5NH2(aq
C4H6O3(aq)
asetanilida
C6H5NH(COCH3)
asam asetat
CH3COOH
0,22 mol
0,21 mol
0,21 mol
0,21 mol
0,21 mol
0,21 mol
0,01 mol
0 mol
0,21 mol
0,21 mol
Mr asetanilida
= 135,17 g/mol
Asetanilida
0,20 mol =
=
m = 28,38 g
massa asetanilida keseluruhan
= 34,73 g
= 0,7 g
34,73 g
x gram
1 gram
0,44 gram
=
x gram
= 24,31 gram
Rendemen =
x 100%
= 85 %
Hasil
No
Perlakuan
Hasil
Larutan berwarna
coklat, terjadi reaksi
eksoterm, terdapat
gas dan berbau
menyengat
Gambar
Berwarna coklat
pudar
Kristal berwarna
coklat pudar
Kristal berwarna
putih
Pembahasan Hasil
Sintesis asetanilida meliputi reaksi asilasi friedel craft di mana dalam hal ini terjadi
reaksi asetilasi antara anhidrida asam asetat dan anilin membentuk senyawa asetanilida
dengan pemanasan (refluks). Selain itu juga direaksikan dengan asam asetat glasial agar
campuran bersifat asam. Keasaman larutan menyebabkan gugus karbonil pada asetat
anhidrida lebih elektropositif. Akibatnya, gugus karbonil tersebut akan semakin mudah
diserang oleh nukleofil pasangan elektron bebas dari gugus amina pada anilin. Penambahan
asam asetat glasial tidak boleh berlebih karena dapat menyebabkan terbentuknya diasetil.
Asam asetat befungsi sebagai katalis serta untuk menetralkan muatan oksida sehingga
asetanulida yang terbentuk tidak terhidrolisis kembali karena pengaruh air. Reaksi anilin
dengan asam asetat merupakan reaksi eksoterm karena reaksi ini menghasilkan panas
sehingga panas dilepas ke lingkungan. Penambahan Zn (Abu Zink) dalam reaksi ini berfungsi
sebagai katalis untuk mempercepat reaksi. Gugus amina pada anilin akan bereaksi dengan
asetat anhidrida menghasilkan asetamida tersubtitusi dengan benzena sebagai substituennya.
Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
H
NH
H
anilina
H
N
Zn
O
C
H
O
C
asetat anhidrida
Metode refluks yang dilakukan bertujuan agar ketiga campuran dapat tercampur dengan
sempurna. Hal ini karena anilin dapat bereaksi dengan asetat anhidrat pada suhu yang relatif
tinggi. Refluks merupakan suatu proses pendidihan yang pemanasannya didasarkan pada
kesetimbangan uap cairnya. Hal ini menyebabkan volume reaktan tetap dan titik didih cairan
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama sehingga dihasilkan campuran senyawa
yang diinginkan. Karena asetanilida merupakan senyawa turunan karboksilat yang mudah
terhidrolisis menjadi senyawa penyusunnya, maka saat mereaksikan ketiga senyawa tersebut
harus terbebas dari air.
Berdasarkan hasil percobaan sintesis asetanilida, diperoleh suatu zat padatan berwarna
coklat pudar dan titik lebur yang dihasilkan ialah 1200C, di mana zat ini diasumsikan sebagai
senyawa asetanilida crude. Menurut literatur dijelaskan bahwa asetanilida mempunyai titik
lebur 1130C dan berwarna putih sebesar 34,73 gram. Sehingga hasil yang diperoleh masih
belum sesuai dengan yang diharapkan karena masih belum murni.
Proses sintesis bisa saja menghasilkan reaksi samping (pengotor) yang tidak
diinginkan sehingga diperlukan proses pemurnian untuk mendapatkan zat murni dari hasil
sintesis. Oleh karena itu dilakukan proses rekristalisasi asetanilida. Proses rekristalisasi
asetanilida didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa asetanilida dan pengotornya.
Pelarut yang digunakan dalam proses rekristalisasi ini ialah air. Pemilihan air sebagai pelarut
karena air memberikan perbedaan daya larut yang besar antara pengotor dengan kristal yang
dimurnikan. Selain itu, air tidak bereaksi dengan kristal sehingga tidak mengubah struktur
kristal. Dalam hal ini, pengotor memiliki kelarutan yang lebih rendah dengan air daripada
kristal asetanilida sehingga pengotor dapat dipisahkan dari kristal asetanilida dengan cara
disaring menggunakan kertas saring. Penyaringan ini harus dilakukan dalam kondisi panas
agar kristal asetanalida yang disaring bisa larut semua, sehingga hanya pengotor yang
tersaring menjadi residu. Penambahan norit bertujuan untuk menghilangkan zat pengotor
yang berwarna kuning. Norit ini berupa karbon aktif yang merupakan zat pengabsorbsi zat
berwarna. Norit akan mengabsorbsi warna kuning pada kristal asetanilida sehingga bisa
dipisahkan dari kristal asetanilida. Kristal yang dihasilkan dari proses rekristalisasi ini
kemudian disaring menggunakan corong Buchner dan dipanaskan dalam oven untuk
menghilangkan kadar air yang diberikan pada proses rekristalisasi asetanilida sehingga
diperoleh kristal asetanilida padat.
Kristal asetanilida yang dihasilkan dari proses rekristalisasi ini sebesar 0,7 g dari 1
gram asetanilida crude (Rendemen = 85%). Proses ini menghasilkan kristal asetanilida murni,
terlihat dari warnanya yang putih dan dengan titik lebur yang sesuai dengan literatur yaitu
1130 C.
Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimplkan bahwa:
1. Asetanilida dapat disintesis dari anilin dan anhidrida asetat, prinsip dari sintesis ini adalah
asetilasi yang mana merupakan proses penggantian satu atom hidrogen dengan gugus
asetat.
2. Asetanilida yang diperoleh dari proses rekristalisasi berwujud kristal yang berwarna putih
yang tidak berbau dengan rendemen sebesar 85% dari total keseluruhan yang telah
diperoleh dan titik lebur sebesar 113oC.
Referensi
Fessenden, Fesenden. 1984. Kimia Organik edisi kedua Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, Ralph. 1999. Kimia Organik Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Pramushinta, Diah. 2011. Asetanilida. http://inuyashaku.wordpress.com [diakses tanggal 15
oktober 2014].
Tim penyusun. 2014. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. FMIPA UNEJ:Jember.
Saran
Praktikkan sebaiknya lebih teliti lagi dalam melakukan percobaan agar mendapatkan hasil
yang lebih valid. Sebaiknya saat praktikum berlangsung diusahakan ada air yang mengalir
untuk mencuci peralatan dan pertolongan pertama bagi praktikan di dalam laboratorium agar
praktikum dapat berjalan dengan lancar.
Nama Praktikan
Anni Fiqrotus Zakkiyah (121810301013)