Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA I


Kinetika Reaksi

Dosen Pembimbing : Dr. Idral Amri , ST., MT


NIP : 19710213 199903 1 001

Disusun Oleh :
Kelompok IX
Muhammad Shaza 1707113692
Siti Arumnika 1707113836
Syabrinur Fadilah 1707122680

LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2019
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum
Laboratorium Instruksional Teknik Kimia I

Kinetika Reaksi

Dosen Pengampu Praktikum dengan ini menyatakan bahwa:


Kelompok IX
Muhammad Shaza 1707113692
Siti Arumnika 1707113638
Syabrinur Fadilah 1707122680

1. Telah melakukan perbaikan-perbaikan yang disarankan oleh Dosen


Pengampu / Asisten Praktikum.

2. Telah menyelesaikan laporan lengkap praktikum Kinetika Reaksi dari


praktikum Laboratorium Instruksional Teknik Kimia I yang di setujui oleh
Dosen Pengampu / Asisten Praktikum.

Catatan Tambahan :

Pekanbaru,
Dosen Pengampu

Dr. Idral Amri , ST., MT


NIP : 19710213 199903 1 001

i
ABSTRACT
Calcium acetate is a calcium salt of acetic acid. Calcium acetate is widely used in
the pharmaceutical industry. The purpose of this experiment is to obtain kinetics of
the reaction of calcsium acetate formation from calcite and acetic acid. This
experiment was started with as much as 500 ml of acetic acid with varying
concentrations (0.6 M; 0.7 M; and 0.8 M) put into the beaker. Then it is heated to
a temperature variation of 30oC, 35oC and 40oC. Calcite in excess of 25% of the
stoichiometric requirements is added after constant temperature. Samples were
taken at the time concerned and analyzed for concentration. The value of the flow
rate constant obtained in the first experiment with the temperature used 30oC and
the concentration of acetic acid 0.6 M was 2.488 for the second experiment with
the temperature used 35oC and the concentration of acetic acid 0.7 M was 1.934
and the third experiment with the temperature used 40oC and 0.8 M acetic acid
concentration is 1.452. Meanwhile, the value of its activation energy is – 42444.63
J/mol.
Keywords: Calcium Acetate, Reaction Kinetics, Titration

ABSTRAK
Kalsium asetat merupakan garam kalsium dari asam asetat. Kalsium asetat banyak
digunakan dalam industri farmasi. Tujuan percobaan ini adalah untuk memperoleh
data kinetika reaksi pembentukan kalsium asetat dari kalsit dan asam asetat.
Percobaan ini diawali dengan sebanyak 500 ml asam asetat dengan konsentrasi
yang divariasikan (0,6 M ; 0,7 M ; dan 0,8 M) dimasukkan ke dalam gelas beker.
Kemudian dipanaskan dengan variasi suhu 30oC, 35oC dan 40oC. Kalsit berlebih
25% dari kebutuhan stoikiometri ditambahakan setelah suhu konstan. Sampel
diambil pada waktu yang bersesuaian dan dianalisa konsentrasinya. Nilai konstanta
laju alir yang diperoleh pada percobaan pertama dengan suhu yang digunakan 30oC
dan konsentrasi asam asetat 0.6 M adalah 2,488 untuk percobaan kedua dengan
suhu yang digunakan 35oC dan konsentrasi asam asetat 0.7 M adalah 1,934 dan
percobaan ketiga dengan suhu yang digunakan 40oC dan konsentrasi asam asetat
0.8 M adalah 1,452. Sementara itu, nilai energi aktivasinya sebesar - 42444,63
J/mol.
Kata Kunci : Kalsium Asetat, Kinetika Reaksi, Titrasi

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i


ABSTRAK ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Pernyataan Masalah ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................ 2
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 3
2.1 Kinetika reaksi .................................................................................... 3
2.1.1 Metode dalam Penentuan Orde Reaksi ............................................ 4
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi ............................ 5
2.2 Orde reaksi .......................................................................................... 5
2.3 Enegi aktivasi ...................................................................................... 5
2.4 Reaksi Netralisasi ................................................................................ 6
2.5 Analisa Bahan .................................................................................... 7
2.5.1 Kalsit ................................................................................................ 7
2.5.2 Asam Asetat ..................................................................................... 7
2.5.3NaOH ................................................................................................ 9
2.5.4 Indikator PP (fenolftalein) .............................................................. 9
2.6 Kalsium Asetat .................................................................................... 10
2.7 Teori Tumbukan .................................................................................. 11
BAB III METODOLOGI ................................................................................... 15
3.1 Bahan .................................................................................................. 15
3.2 Alat ...................................................................................................... 15
3.3 Prosedur .............................................................................................. 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 17
4.1 Hasil .................................................................................................... 17
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 21
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 21
5.2 Saran .................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22
LAMPIRAN A LAPORAN SEMENTARA
LAMPIRAN B PERHITUNGAN
LAMPIRAN C DOKUMENTASI

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Pengaruh Konsentrasi Awal Asam Asetat ....................................... 14


Gambar 4.2 Pengaruh Suhu ................................................................................. 15
Gambar 4.3 Grafik ln k terhadap 1/T ................................................................ . 16

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Volume NaOH yang Dibutuhkan untuk Menitrasi Sampel ................ 13
Tabel 4.2 Konsentrasi CH3COOH Setelah Bereaksi (CA).................................... 13
Tabel 4.3 Data Perhitungan Energi Aktivasi ...................................................... . 16

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Kinetika reaksi adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari
berlangsungnya suatu reaksi. Kinetika reaksi menerangkan dua hal yaitu
mekanisme reaksi dan laju reaksi. Dalam kehidupan konsep laju reaksi sudah
banyak diterapkan dalam kegiatan sehari-hari, dan yang menjadi prinsipnya adalah
semakin luas bidang sentuh maka akan semakin cepat laju reaksinya, seperti contoh
penduduk pedesaan membelah kayu gelondongan menjadi beberapa bagian
sebelum dimasukkan ke tungku perapian. Sedangkan dalam bidang industri konsep
pengaruh luas permukaan bidang sentuh terhadap laju reaksi diterapkan pada
beberapa industri seperti industri alumunium, logam alumunium diperoleh dari
mineral bauksit melalui proses peleburan dan elektrolisis. Pada industri semen
konsep laju reaksi konsep laju reaksi diterapkan saat batu kapur dihancurkan
menggunakan mesin penghancur sampai halus. Penghancuran ini bertujuan
mempercepat reaksi pada proses selanjutnya.
Dalam ilmu kimia persamaan laju reaksi hanya dapat dinyatakan
berdasarkan data hasil percobaan. Dari data tersebut akan didapat cara untuk
menentukan orde reaksi dan konstata laju reaksi. Persamaan laju reaksi ditentukan
berdasarkan konsentrasi awal setiap zat dipangkatkan orde reaksinya. Nilai orde
reaksi tak selalu sama dengan koefisien reaksi zat yang bersangkutan, karena orde
reaksi merupakan penjumlahan dari orde reaksi setiap zat pereaksi. Mekanisme
reaksi dipakai untuk menerangkan bagian langkah suatu reaktan berubah menjadi
suatu produk.
Orde reak si berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang
berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut
orde reaksi nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi
tunggal dalam hukum laju, dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan yang
paling umum dari hukum laju reaksi orde dua adalah konsentrasi tunggal
berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing berpangkat satu. Salah satu
metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju reaksi awal dari sederet
percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang tepat dari fungsi

1
konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapatkan grafik garis lurus(Hiskia,
1992).
Pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi berguna dalam
mengontrol kecepatan reaksi berlangsung cepat, seperti pembuatan amoniak dari
nitrogen dan hidrogen, atau dalam pabrik menghasilkan zat tertentu. Akan tetapi
kadangkala kita ingin memperlambat laju reaksi, seperti mengatasi berkaratnya
besi, memperlambat pembusukan makanan oleh bakteri, dan sebagainya (Syukri,
1999).
Penyakit gagal ginjal merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita
oleh masyarakat. Gagal ginjal merupakan suatu kondisi ketika ginjal gagal
menjalankan fungsi sebagaimana mestinya jumlah penderita penyakit gagal ginjaldi
indonesia meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(RAKESDAS) 2018, jumlah penderita penyakit ini naik sebanyak 1,8%
dibandingkan tahun sebelumnya.
Kalsium asetat merupakan obat yang digunakan untuk mengobati hiper
fosfademia yaitu kadar fosfat berlebih dalam darah. Kondisi tersebeut dialami oleh
penderita gagal ginjal. Obat ini bekerja dengan membatasi penyerapan fosfat dalam
saluran pencernaan dengan mengikat fosfat dengan kalsium membentuk kalsium
fosfat yang dikeluarkan melalui feses, sehingga kadar fosfat dalam tubuh menurun.
Kalsiumasetat memiliki fungsi yang sangat penting, untuk itu perlu dipelajari cara
menyintesisnya dan diketahui data kinetika reaksinya. Data tersebut dibutuhkan
untuk merancang reaktor yang sesuai untukmenyintesis kalsium asetat tersebut agar
diperoleh hasil yang baik. Data – data kinetika reaksi tersebut meliputi temperatur
reaksi, waktu reaksi dan laju reaksi.
1.2 Tujuan Percobaan
1. Dapat mensintesis kalsium asetat dari kalsit dan asam asetat.
2. Dapat memahami mekanisme reaksi sinstesis kalsium asetat dari kalsit dan
asam asetat.
3. Dapat memperoleh data kinetika reaksi kalsit dan asam asetat.
4. Dapat mengolah data kinetika reaksi yang diperoleh dan dapat menentukan
persamaan kinetika yang sesuai, konstanta kecepatan reaksi dan energi
aktivasi reaksi pada Arrhenius.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinetika reaksi
Kinetika adalah studi tentang tingkat di mana proses terjadi serta Perubahan
kimia (dekomposisi obat, pembusukan radiokimia) atau fisik (transfer melintasi
batas, seperti lapisan usus atau kulit). Studi Kinetik berguna dalam memberikan
informasi untuk memberikan wawasan tentang mekanisme dari perubahan yang
terlibat, dan memungkinkan prediksi tingkat perubahan yang akan terjadi setelah
waktu tertentu telah berlalu. Secara umum, teori dan hukum kinetika reaksi
didirikan dengan baik dan memberikan dasar yang kuat untuk penerapan studi
tersebut untuk masalah farmasi yang melibatkan reaksi kimia, misalnya
dekomposisi senyawa medis ( Aulton, 1988 ).
Reaksi diklasifikasikan sesuai dengan nomor jenis campuran yang bereaksi.
Konsentrasi larutan tersebut yang menentukan tingkat reaksi yaitu, berada pada
orde berapa reaksi tersebut terjadi. Orde nol, dimana tingkat kerusakan tidak
bergantung pada konsentrasi salah satu reaktan. Orde satu, dimana leju reaksi
ditentukan dengan salah satu istilah konsentrasi, dan orde dua, dimana reaksi ini
ditentukan dengan konsentrasi dua larutan yang bereaksi ( Florence, 2006 ).
Kinetika kimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang proses
yang berhubungan dengan kecepatan atau suatu laju reaksi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi. Dalam praktek suatu reaksi kimia dapat berlangsung
dengan laju atau kecepatan yang berbeda-beda. Reaksi yang berlangsung sangat
cepat misalnya adalah reaksi terbentuknya endapan perak klorida dari larutan perak
nitrat dengan larutan natrium klorida. Contoh lain misalnya adalah reaksi antara
larutan natrium tiosulfat dengan asam klorida encer yang akan membentuk endapan
belerang beberapa saat kemudian (Usman, 2004).

2.1.1 Metode dalam Penentuan Orde Reaksi


1. Metode Integrasi penentuan orde reaksi
Salah satu untuk menentukan orde reaksi untuk menentukan orde reaksi
adalah dengan jalan mencocokkan persamaan laju reaksi. Masalah utama dalam
metode ini adalah adanya reaksi samping dan reaksi kebalikan yang dapat

3
mempengaruhi hasil percobaan. Tetapi cara ini merupakan cara penentuan orde
reaksi yang paling tepat ( Bird, 1993 ).
2. Metode Laju Reaksi Awal
Dengan metode ini, masalah reaksi samping dan reaksi kebalikan dapat
ditiadakan. Dalam metode ini,presedur yang dilakukan adalah mengukur laju reaksi
awal dengan konsentrasi awal reaktan yang berbeda-beda.Namun, dengan cara ini,
sulit untuk memperoleh nilai orde reaksi yang tepat ( Bird, 1993).
3. Metode Waktu Paruh
Secara umum, untuk suatu reaksi yang berordo n, waktu paruh reaksi
sebanding dengan . Dimana adalah konsentrasi awal reaktan. Jadi, data hasil
percobaan dimasukkan kedalam persamaan tersebut, kemudian dibuat kurva yang
terbentuk garis lurus dengan cara yang sama seperti pada metode integrasi. Seperti
halnya pada metode integrasi, adanya reaksi samping mempengaruhi kecapatan
metode ini ( Bird, 1993 ).

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi


Menurut Syukri (1920), faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yaitu:
1. Konsentrasi
Dua molekul yang akan bereaksi harus bertabrakan langsung. Jika
konsentrasi pereaksi diperbesar, berarti kerapatannya bertambah dan akan
memperbanyak kemungkinan tabrakan sehingga akan mempercepat reaksi. Akan
tetapi harus diingat bahwa tidak selalu pertambahan konsentrasi pereaksi
meningkatkan laju reaksi, karena laju reaksi dipengaruhi juga oleh faktor lain.

2. Suhu
Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu
pada suatu rekasi yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel
semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering,
menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka
partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil.
3. Pengaruh Tekanan
Banyak reaksi yang dapat melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan
dari pereaksi seperti itu juga dipengaruhi akan tekanan. Penambahan tekanan

4
dengan memperkecil sebuah volume akan memperbesar konsentrasinya, dengan
yang dilakukan tersebut akan dapat juga memperbesar laju reaksinya.
4. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi kimia pada
suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau juga terpakai oleh reaksi itu sendiri.
Suatu katalis berperan penting dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun
juga produk. Katalis juga memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau
memungkinkan reaksi pada saat suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicu
kepada pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan sebuah energi
aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk
keberlangsungnya sebuah reaksi.
5. Luas Permukaan Sentuh
Luas permukaan sentuh juga memiliki peranan yang sangat penting dalam
laju reaksi tersebut, sebab semakin besar luas permukaan bidang sentuh antar
partikelnya, maka semakin banyak juga tumbukan yang terjadi, sehingga
menyebabkan laju reaksi tersebut semakin cepat. Begitu juga sebaliknya, apabila
semakin kecil luas permukaan bidang sentuhnya, maka semakin kecil tumbukan
yang terjadi antar partikelnya, sehingga laju reaksi pun akan semakin kecil.

2.2 Orde reaksi


Kecepatan reaksi dianalisi secara kuantitatif dari segi tingkat reaksi. Suatu
reaksi disebut tingkat satu bila kecepatannya berbanding lurus dengan
konsentrasidua atau satu pengikut berpangkat dua. Reaksi disebut tingkat tiga bila
kecepatan reaksinya berbanding lurus dengan konsentrasi tiga pengikut, satu
pangkat pengikut dua dan satu pengikut berpangkat dua dan satu pengikut pangkat
satu. Reaksi disebut pangkat nol bila kecepatan reaksi tidak bergantung pada
konsentrasi pengikut reaksi (Sukardjo, 2002).

2.3 Enegi aktivasi


Energi aktivasi sangat dipengaruhi oleh konstanta laju reaksi, semakin besar
konstanta laju reaksi semakin kecil energy aktivasinya. Dengan energy aktivasi
yang kecil diharapkan reaksi semakin cepat berlangsung Pengaruhk onstanta laju
reaksi terhadap energi aktivasi dapat dilihat dari persamaan

5
Arrhenius yang semakin besar nilai kontanta laju reaksi, energi aktivasinya akan
semakin kecil (Desnelli, 2009).
k = AeEa/RT ........................................... (2.1)
Menurut teori tumbukan, sebelum terjadi reaksi, molekul pereaksi harus
saling bertumbukan.Sebagian molekul pada tumbukan ini, membentuk molekul-
molekul yang aktif. Molekul ini kemudian berubah menjadi hasil reaksi agar
pereaksi dapat membentuk komplek yang aktif. Molekul-molekul ini hanya
mempunyai energi minimum yang disebut energi aktivasi (Sukardjo, 2002).

2.4 Reaksi Netralisasi


Reaksi netralisasi disebut juga reaksi asam basa. Reaksi netralisasi adalah
reaksi yang membentuk unsur bersifat netral yaitu air (H2O) yang berasal dari zat
asam yang melepaskan ion H+ dengan zat basa yang melepaskan ion OH-. Namun
pada kenyataannya, reaksi netralisasi tidak hanya menghasilkan garam yang
bersifat netral, tetapi tergantung sifat asam atau basa yang lebih kuat. Reaksi
netralisasi terdiri dari empat jenis, yaitu antara asam kuat dan basa kuat, asam lemah
dan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, serta asam lemah dan basa lemah. Di
setiap reaksi memiliki hasil zat yang berbeda, meskipun sama-sama menghasilkan
air. Berikut ini ada penjelasan mengenai 4 macam reaksi netralisasi menurut (
Raymond, 2007 ).
1. Asam Kuat & Basa Kuat
Jika larutan asam kuat dan basa kuat dicampurkan, maka hasilnya adalah
garam dan air. Contoh persamaan reaksinya adalah:
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) .........................(2.2)

2. Asam Kuat & Basa Lemah


Jika larutan asam kuat dan basa lemah dicampurkan, maka hasilnya adalah
garam asam dan air. Contoh persamaan reaksinya adalah:
NH4OH(aq) + HCl(aq) → NH4Cl(aq) + H2O(l)..................... (2.3)

3. Asam Lemah & Basa Kuat


Jika larutan asam lemah dan basa kuat dicampurkan, maka hasilnya adalah
garam basa dan air. Contoh persamaan reaksinya adalah:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + H2O(l) ........... (2.4)

6
4. Asam Lemah & Basa Lemah
Jika larutan asam lemah dan basa lemah dicampurkan, maka hasilnya adalah
garam dan air. Contoh persamaan reaksinya adalah:
CH3COOH(aq) + NH4OH(aq) → NH4CH3COO(aq) + H2O(l) ........ (2.5)

Dari penjelasan di atas, terdapat kesimpulan bahwa hasil reaksi berupa


garam belum tentu bersifat netral. Dalam suatu campuran larutan, ada beberapa
kemungkinan kecenderungan sifat garam tergantung dari sifat larutan yang lebih
kuat.
1. Asam Kuat + Basa Kuat = Netral
2. Asam Lemah + Basa Lemah = Netral
3. Asam Kuat + Basa Lemah = Garam Asam
4. Asam Lemah + Basa Kuat = Garam Basa

2.5 Analisa Bahan


2.5.1 Kalsit
Kalsit adalah mineral pembentuk batuan dengan rumus kimia CaCO3.
Mineral ini sangat umum ditemukan di seluruh dunia dalam batuan sedimen,
metamorf dan batuan beku. Beberapa ahli geologi menganggap kalsit " Mineral
yang ada di mana-mana", salah satu yang ditemukan di mana-mana.Kalsit adalah
konstituen utama batu kapur dan marmer. Batuan ini sangat umum dan membuat
sebagian besar kerak bumi. Kalsit berperan sebagai salah satu repositori karbon
terbesar di planet kita. (Fessenden, 1991)
Sifat kalsit menjadikannya salah satu mineral yang paling banyak
digunakan. kalsit ini biasa digunakan sebagai bahan konstruksi, kasar, perlakuan
tanah pertanian, konstruksi, pigmen, farmasi dan masih banyak lagi. Kalsit
memiliki kegunaan yang lebih dari hampir semua mineral lainnya. (Fessenden,
1991)

2.5.2 Asam asetat


Asam asetat juga merupakan salah satu asam karboksilat yang amat
sederhana, nomor dua setelah asam format. Larutan asam asetat yang berada dalam
air merupakan asam lemah, itu artinya hanya terdisosiasi sebagian saja yang
menjadi ion H+ dan CH3COO–. Asam asetat juga merupakan pereaksi kimia dan

7
bahan baku industri yang amat begitu penting. Asam asetat bisa digunakan dalam
produksi polimer , contohnya polivinil asetat, polietilena tereftalat,dan selulosa
asetat, termasuk berbagai macam serat. Dalam industri makanan, asam aseta
memiliki kode aditif makanan E260.dan digunakan sebagai pengatur keasaman.
jika Di rumah tangga, asam asetat encer sering digunakan untuk pelunak air
(Fessenden, 1991).
1. Reaksi Kimia Asam Asesat
Asam asetat memiliki sifat korosif terhadap berbagai macam logam seperti
besi, serta seng dan magnesium, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat
atau disebut juga logam asetat. Logam asetat juga bisa diperoleh pada reaksi asam
asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang sering kita jumpai adalah reaksi
soda kue. (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. nyaris semua garam asetat
larut secara baik di dalam air (Fessenden, 1991).
Asam asetat mengalami reaksi asam karboksilat ,contoh mudahnya ialah
menghasilkan garam asetat jika bereaksi dengan alkali dan menghasilkan logam
etanoat jika bereaksi dengan logam dan menghasilkan logam etanoat. Asam asetat
bisa dikenali dengan baunya dengan ciri yang khas. Selain itu juga, garam-garam
dari asam asetat bereaksi pada larutan besi klorida dan menghasilkan warna merah
yang hilang bila larutan tersebut diasamkan (Fessenden, 1991).

2. Fungsi Asam Asetat


Sebagai pereaksi kimia, Pereaksi kimia dilakukan untuk menghasilkan
berbagai macam senyawa kimia. Asam asetat juga biasanya digunakan untuk
produksi monumel vinil. Selain itu digunakan juga untuk pereaksin kimia yang
lainnya Produksi polimer, Petan asam asetat dalam produksi polimer ini sangat
membantu,sebab itu perlu digunakannya asam asetat ini. Selain itu asam asetat juga
memang memiliki berbagai macam fungsI Sebagai pengatur keasaman, biasanya
asam asetat digunakan sebagainpengatur keasaman pada industri makanan Sebagai
pelunak air, jika dalam industri makanan kebanyakan asam asetat digunakan untuk
mengatur keasaman, beda dengan dirumah tangga biasanya asam asetat digunakan
sebagai pelunak air (Fessenden, 1991).

8
2.5.3 NaoH
Natrium hidroksida dengan rumus kimia NaOH biasa dikenal sebagai soda
kaustik, soda api, ataupun sodium hidroksida, ialah sejenis basa logam kaustik.
Natrium Hidroksida bisa terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan
dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat saat dilarutkan
ke dalam air (Baysinger, 2004).
Senyawa NaOH mungkin juga bisa dikatakan sebagai salah satu senyawa
yang paling umum dan paling kita kenal dalam reaksi asam basa seperti misalnya
reaksi penetralan. Senyawa ini bisa bereaksi dengan asam kuat dan asam lemah
untuk membentuk garam, seperti ditunjukkan oleh reaksi dibawah ini (Baysinger,
2004) :

a. Reaksi dengan Asam Kuat

HCl + NaOH → NaCl + H2O................................... (2.6)

b. Reaksi dengan Asam Lemah

CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O ..................... (2.7)

Selain bisa bereaksi dengan asam kuat maupun asam lemah, senyawa
natrium hidroksida juga bisa bereaksi dengan oksida-oksida pembentuk asam
seperti gas CO2 maupun SO2, berikut ialah persamaan reaksinya (Baysinger, 2004)
:

NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O ............................... (2.8)

NaOH + SO2 → Na2SO3 + H2O ............................... (2.9)

2.5.4 Indikator PP (fenolftalein)


Fenolftalein (phenolphthalein) adalah asam ringan yang bisa digunakan
untuk tujuan medis dan ilmiah.Ketika digunakan dalam kedokteran, senyawa ini
dikenal sebagai bahan dasar bagi obat pencahar.Di dalam laboratorium, fenolftalein
biasanya digunakan untuk menguji keasaman zat lainnya.Fenolftalein adalah bubuk
kristal berwarna putih tapi kadang memiliki semburat kuning.Bahan kimia ini
umumnya tidak berbau atau berasa, namun bisa menyebabkan batuk atau bersin jika

9
terhirup.Fenolftalein sering digunakan untuk titrasi. Titrasi adalah proses kimia
antara bahan kimia yang diketahui, yang direaksikan dengan bahan kimia lain yang
tidak diketahui, untuk mengetahui informasi dan sifat-sifatnya.Fenolftalein
umumnya tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam beberapa jenis alkohol
seperti etanol dan eter.Larutan yang mengandung fenolftalein untuk pengujian
kimia karena itu biasanya berbasis alkohol (Harold,1990).
Ketika percobaan dimulai, cairan harus berwarna bening. Jika larutan ini
dikombinasikan dengan bahan kimia yang memiliki pH, atau tingkat keasaman,
sekitar 8 atau kurang, biasanya laturan tetap berwarna bening.Jika larutan dicampur
dengan zat yang memiliki tingkat keasaman sekitar 8 sampai 10, warna akan
berubah menjadi merah atau pink.Jika kadar asam suatu zat melebihi pH 10, larutan
fenolftalein akan berubah menjadi ungu (Harold,1990).
Penggunaan lain fenolftalein adalah sebagai pencahar. Namun terdapat
keprihatinan bahwa fenolftalein mungkin menyebabkan kanker pada
manusia.Dugaan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan pada tikus yang
mengembangkan tumor setalah mendapatkan fenolftalein.Kekhawatiran ini
membuat banyak produsen farmasi mengganti fenolftalein dengan substansi lain
yang memiliki efek pencahar.Zat ini juga memiliki kegunaan lain yang tidak
banyak diketahui. Fenolftalein bisa digunakan dalam tes yang biasanya juga
melibatkan hidrogen peroksida.Fenolftalein juga lazim digunakan dalam
pembuatan beberapa jenis mainan (Harold,1990).
2.6 Kalsium Asetat
Kalsium asetat adalah garam kalsium dari asam asetat. Kalsium asetat
memiliki rumus Ca(C2H3OO)2. Nama bakunya adalah kalsium asetat, sedangkan
kalsium etanoat adalah nama sistematis IUPAC. Salah satu nama lamanya adalah
asetat kapur. Bentuk keringnya sangatlah higroskopis (Fessenden, 1991).
Jika alkohol ditambahkan ke dalam larutan jenuh kalsium asetat, akan
terbentuk gel semipadat yang mudah terbakar, produk ini dapat dijumpai di pasaran
dan lazim dikenal sebagai sterno. Guru kimia sering mempersiapkan "Bola Salju
Kalifornia", campuran larutan kalsium asetat dan etanol. Gel yang dihasilkan
berwarna keputih-putihan, dan dapat dibentuk menyerupai bola salju (Baysinger,
2004).

10
2.7 Teori Tumbukan
Teori tumbukan menggambarkan pertemuan partikel-partikel pereaksi
sebagai suatu tumbukan. Tumbukan ada yang menghasilkan reaksi dan ada yang
tidak menghasilkan reaksi. Tumbukan yang menghasilkan partikel-partikel produk
reaksi disebut tumbukan efektif. Faktor-faktor yang menentukan tumbukan efektif
yaitu energi kinetik partikel (molekul) dan orientasi atau arah partikel. Perhatikan
reaksi antara gas Nitrogen Oksida (NO) dengan ozon (O3) berikut ini(Rusli,2013):
NO (g) + O3 (g)→ NO2 (g) + O2 (g) ..............................................................(2.10)

Pada Laju Reaksi, terjadi sebagai akibat tumbukan antara molekul-molekul.


Jumlah tumbukan antara molekul-molekul per satuan waktu disebut frekuensi
tumbukan. Besar frekuensi tumbukan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain:
1. konsentrasi;
2. suhu, dan
3. luas permukaan bidang sentuh.
Semakin besar konsentrasi suatu larutan, semakin banyak molekul yang
terkandung di dalamnya. Dengan demikian, semakin sering terjadi tumbukan di
antara molekul-molekul tersebut. Hal itu berarti hanya sebagian dari tumbukan
molekul yang menghasilkan reaksi. Keadaan itu didasarkan pada 2 faktor, yaitu:
1. hanya molekul-molekul yang lebih energik yang akan menghasilkan reaksi
sebagai hasil tumbukan;
2. kemungkinan suatu tumbukan tertentu untuk menghasilkan reaksi kimia
tergantung dari orientasi molekul yang bertumbukan.
Energi minimum yang harus dimiliki molekul untuk dapat bereaksi disebut
energi pengaktifan (Ea). Berdasarkan teori kinetik gas, molekul-molekul gas dalam
satu wadah tidak mempunyai energi kinetik yang sama, tetapi bervariasi seperti
ditampilkan pada gambar 2.1 di bawah ini :

11
Gambar 2.1 Distribusi energi molekul-molekul gas.

Pada suhu yang lebih tinggi (T2), fraksi molekul yang mencapai energi
pengaktifan sebesar x2, distribusi energi melebar. Energi kinetik molekul rata-rata
meningkat dengan kenaikkan suhu sehingga lebih banyak molekul yang memiliki
energi lebih besar dari energi pengaktifan. Akibatnya, reaksi makin sering terjadi
dan laju reaksi juga semakin meningkat. Laju reaksi kimia tergantung pada hasil
kali frekuensi tumbukan dengan fraksi molekul yang memiliki energi sama atau
melebihi energi pengaktifan. Karena fraksi molekul yang teraktifkan biasanya
sangat kecil, maka laju reaksi jauh lebih kecil daripada frekuensi tumbukannya
sendiri. Semakin tinggi nilai energi pengaktifan, semakin kecil fraksi molekul yang
teraktifkan dan semakin lambat reaksi berlangsung. Perhatikan contoh reaksi
berikut.
A2(g) + B2(g) → 2AB(g) ................................(2.11)
Menurut pengertian teori tumbukan, selama tumbukan antara
molekul A2 dan B2 (dianggap) ikatan A–A dan B–B putus dan terbentuk ikatan A–
B. Pada gambar 2. ditunjukkan bahwa anggapan itu tidak selamanya berlaku untuk
setiap tumbukan.

12
Gambar 2.2 Tumbukan molekul dan reaksi kimia (a) Tumbukan yang tidak
memungkinkan terjadinya reaksi. (b) Tumbukan yang memungkinkan
terjadinya reaksi.

Molekul-molekul harus mempunyai orientasi tertentu agar tumbukan efektif


untuk menghasilkan reaksi kimia. Pada gambar 2. ditunjukkan bahwa jumlah
tumbukan yang orientasinya tidak memungkinkan terjadi reaksi umumnya lebih
banyak daripada jumlah tumbukan yang memungkinkan terjadinya reaksi. Hal itu
berarti peluang suatu tumbukan tertentu untuk menghasilkan reaksi umumnya kecil
(Rusli,2013).
Menurut Harold (1990), Hubungan faktor-faktor yang mempercepat laju
reaksi dengan teori tumbukan yaitu :
1. Peningkatan konsentrasi pereaksi dapat mempercepat laju reaksi.
Peningkatan konsentrasi berarti jumlah partikel akan bertambah pada
volume tersebut dan menyebabkan tumbukan antar partikel lebih sering terjadi.
Banyaknya tumbukan memungkinkan tumbukan yang berhasil akan bertambah
sehingga laju reaksi meningkat.
2. Peningkatan suhu dapat mempercepat laju reaksi.
Suhu suatu sistem adalah ukuran dari rata-rata energi kinetik dari partikel-
partikel pada sistem tersebut. Jika suhu naik maka energi kinetik partikel-partikel
akan bertambah, sehingga kemungkinan terjadi tumbukan yang berhasil akan
bertambah dan laju reaksi meningkat.
3. Penambahan luas permukaan bidang sentuh akan mempercepat laju reaksi.
Makin besar luas permukaan, menyebabkan tumbukan makin banyak,
karena makin banyak bagian permukaan yang bersentuhan sehingga laju reaksi
makin cepat.

13
4. Katalis dapat mempercepat reaksi.
Katalis dapat menurunkan energi aktivasi (Ea), sehingga dengan energi yang
sama jumlah tumbukan yang berhasil lebih banyak sehingga laju reaksi makin
cepat.

14
BAB III

METODELOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan
1. Kalsit
2. Asam asetat
3. NaOH 0,1 N
4. Indikator PP
5. Akuades

3.2 Alat
1. Magnetic Stirrer Hot Plate
2. Beaker glass 1 liter
3. Neraca digital
4. Termometer
5. 1 set peralatan titrasi
6. Gelas ukur 10 ml
7. Erlenmeyer 250 ml
8. Corong
9. Pipet tetes

3.2 Prosedur
1. Sebanyak 500 ml asam asetat 0,6 M dimasukkan ke dalam gelas beker dan
diletakkan di hot plate. Pemanas dan pengaduk diyalakan, kecepatan
pengaduk diset 400 rpm dan suhu diatur seademikian hingga suhu 30oC
tercapai dan dapat dipertahankan paling tidak 15 menit.
2. Setelah suhu stabil dimasukkan kalsit, dianggap kalsit 100% CaCO3 dan
digunakan kalsit berlebih 25% dari kebutuhan stoikiometrisnya.
3. Sampel sebanyak 5 ml diambil dan sesegera mungkin diencerkan sampai
dengan volumenya 50 ml. Sampel dtitrasi dengan NaOH 0,1 N pada 20 ml
sampel yang telah diencerkan. Titrasi dilakukan 2 kali untuk setiap sampel.
nilai rata-rata hasil titrasi digunakan untuk menghitung konsentrasi sampel.
4. Sampel diambil pada menit ke 5, 10, 15, 25, 35, 45, 60

15
5. Dibuat tabel konsentrasi asam asetat di reaktor untuk setiap waktu yang
bersesuaian.
6. Prosedur diulang kembali untuk suhu 35oC dan 40oC

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Table 4.1 Volume NaOH yang Dibutuhkan untuk Menitrasi Sampel
Suhu (oC)
No Waktu 30 35 40
( menit) VNaOH (ml) VNaOH (ml) VNaOH (ml)
1 5 0,9 0,8 0,65
2 10 0,65 0,5 0,45
3 15 0,5 0,45 0,4
4 25 0,4 0,35 0,3
5 35 0,3 0,25 0,2
6 45 0,25 0,2 0,15
7 60 0,2 0,15 0,1

Tabel 4.2 Konsentrasi CH3COOH Setelah Bereaksi (CA)


Suhu (oC)
No Waktu 30 35 40
( menit) [ CH3COOH] [ CH3COOH] [ CH3COOH]
1 5 0,0045 0,004 0,00325
2 10 0,00325 0,0025 0,00225
3 15 0,0025 0,00225 0,002
4 25 0,002 0,00175 0,0015
5 35 0,0015 0,00125 0,001
6 45 0,00125 0,001 0,00075
7 60 0,001 0,00075 0,0005

4.2 Pembahasan
4.2.1 Faktor-faktor Pengaruh Laju Reaksi
Laju reaksi dapat didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau
produk persatuan waktu. Artinya terjadi pengurangan konsentrasi pereaksi atau
pertambahan konsentrasi produk tiap satuan waktu (Keenan, 1990). Laju reaksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya konsentrasi reaktan, suhu, tekanan,
katalis, dan luas permukaan sentuh. Pada percobaan ini variabel suhu dan
konsentrasi reaktan divariasikan untuk mengetahui pengaruh variabel tersebut
terhadap laju reaksi.
Asam asetat dibuat dengan mengencerkan larutan asam asetat murni dengan
variasi konsentrasi asam asetat yang digunakan yaitu 0,6 M, 0,7 M dan 0,8 M

17
sebagai konsentrasi awal (CA0). Asam asetat akan direaksikan dengan kalsit untuk
mensistesis kalsium asetat dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

CaCO3(S) + 2CH3COOH(aq) Ca(CH3COO)2(aq) + H2O(l) + CO2(g) .. (4.1)

Konsentrasi asam asetat akan mengalami pengurangan setiap waktu (C A) selama


proses berlangsung karena asam asetat akan bereaksi dengan kalsit membentuk
produk. Pengaruh variabel konsentrasi reaktan dan suhu terhadap perubahan
konsentrasi asam asetat setiap waktunya selama reaksi berlangsung ditunjukkan
pada gambar 4.1 dan 4.2

0.005
0.0045
0.004
0.0035
0.003
CA (M)

0.0025 0.6 M
0.002 0.7 M
0.0015 0.8 M
0.001
0.0005
0
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu (menit)

Gambar 4.1 Pengaruh Konsentrasi Awal Asam Asetat terhadap Perubahan


Konsentrasi Asam Asetat

Pada gambar 4.1 terlihat bahwa semakin besar konsentrasi reaktan semakin
besar pula perubahan konsentrasi reaktan tersebut tiap waktu. Perbedaan
penurunan konsentrasi reaktan tersebut disebabkan karena semakin besar konsetrasi
pereaksi, partikel atau molekul dalam larutan semakin banyak sehingga semakin
banyak molekul atau partikel yang saling bertumbukan dan semakin banyak
tumbukan akan menyebabkan laju reaksi semakin cepat (Chang, 2004).

18
0.005
0.0045
0.004
0.0035
CA (M) 0.003
0.0025 30˚C
0.002 35˚C
0.0015 40˚C
0.001
0.0005
0
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu (menit)

Gambar 4.2 Pengaruh Suhu terhadap Perubahan Konsentrasi Asam Asetat

Pada gambar 4.2 terlihat bahwa penurunan konsentrasi reaktan sebanding


dengan kenaikan suhu. Kenaikan suhu menyebabkan pengurangan konsentrasi
reaktan semakin cepat. Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi dapat meningkatkan
energi kinetik partikel-partikel reaktan sehingga tumbukan antar partikel untuk
berekasi semakin cepat (Chang, 2004).

4.2.2 Persamaan Kinetika Reaksi


Persamaan kinetika reaksi menyatakan hubungan antara konsentrasi reaktan
dengan laju reaksi. Secara umum persamaan laju reaksi pada percobaan ini dengan
persamaan reaksi 4.1 ditulikan sebagai berikut :
𝑑𝐶𝐴
− = k CAa CBb
𝑑𝑡

dari hasil perhitungan diperoleh persamaan kinetika reaksi untuk setiap percobaan
yaitu :

𝑑𝐶𝐴
percobaan I :− = (2,488 L2/mol2.menit) CA1,447CB
𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐴
percobaan II : − = (1,934 L2/mol2.menit) CA1,36CB
𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐴
percobaan III : − = (1,452 L2/mol2.menit )CA1,325CB
𝑑𝑡

19
Dari persamaan kinetika reaksi tersebut dapat diketahui bahwa nilai
konstanta reaksi berbanding lurus dengan orde reaksi dimana semakin kecil orde
reaksi maka konstanta laju reakinya semakin kecil.

4.2.3 Energi Aktivasi


Energi aktivasi didefinisikan sebagai energi yang harus dilampaui agar
reaksi kimia dapat terjadi. Energi aktivasi bisa juga diartikan sebagai energi
minimum yang dibutuhkan agar reaksi kimia tertentu dapat terjadi (Sukardjo,2002).
Energi aktivasi dan faktor tumbukan dapat dihitung menggunakan persamaan
Arrhenius yaitu :

k = Ae –Ea/RT .............................................(4.2)

Dengan menggunakan data tabel 4.3 dan dibuat grafik ln k vs 1/T dapat diperoleh
nilai energi aktivasi karena persamaan 4.2 tersebut apabila disusun kembali
persamaannya menjadi analog dengan persamaan garis lurus y = mx + c.

Tabel 4.3 Data Perhitungan Energi Aktivasi


No Suhu (K) 1/T K ln k
1 303 0.0033 2,488 0,911479
2 308 0.003247 1,934 0,65959
3 313 0.003195 1,452 0,372942

1
0.9 y = 5105.2x - 15.93

0.8
0.7
0.6
ln k

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0.00318 0.0032 0.00322 0.00324 0.00326 0.00328 0.0033 0.00332
1/T

Gambar 4.3 Grafik ln k terhadap 1/T

20
Dari grafik diatas diperoleh nilai energi aktivasi sebesar - 42444,63 J/mol maka
energi yang dibutuhkan untuk reaktan dapat bereaksi lebih besar dari - 42444,63
J/mol.

21
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Persamaan kinetika reaksi yang sesuai adalah
𝑑𝐶𝐴
percobaan I :− = (2,488 L2/mol2.menit) CA1,447CB
𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐴
percobaan II : − = (1,934 L2/mol2.menit) CA1,36CB
𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐴
percobaan III : − = (1,452 L2/mol2.menit )CA1,325CB
𝑑𝑡

2. Nilai kostanta untuk percobaan 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 2,488; 1,934


dan 1,452.
3. Nilai energi aktivasi reaksi pada percobaan ini adalah - 42444,63 J/mol.

5.2 Saran
1. Pastikan suhu dijaga konstan sesuai dengan variabel yang digunakan sebab
suhu sangat mempengaruhi nilai laju reaksi.
2. Pastikan titrasi dilakukan hingga tercapai titik ekivalen agar konsentasi
sampel yang didapat valid.
3. Untuk percobaan selanjutnya sebaiknya menggunakan variasi yang berbeda
misalnya adanya penggunaan katalis dan sebagainya agar lebih memahami
pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aulton, M.E, 1988, Pharmaceutics The Sciense Of Dosage Form Design, Churchill
Livingstone, London
Baysinger, Grace.Et, 2004, CRC Handbook Of Chemistry and Physics, 85th ed,
CRC Press, Florida
Bird, Toni, 1993, Kimia Fisik Untuk Universitas. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Chang, Raymond, 2007, Chemistry Ninth Edition, Mc Graw Hill, New York
Fessenden & Fessenden, 1991, Kimia Organik, Eralangga, Jakarta
Florence, Alexander T, 2006, Physicochemical Principles of Pharmacy.Mark,
Pharmaceutical Press, USA
Harold, Hart, 1990, Kimia Organik, Edisi Keenam, Jakarta, Erlangga
Sukardjo, 2002, Kimia Fisika, Bineka Cipta, Jakarta
Syukri, S, 1920, Kimia Dasar, ITB, Bandung.
Usman, H, 2004, Kimia Dasar, Universitas Hasanuddin, Makassar.

23
LAMPIRAN B
PERHITUNAN

B.1 Pengenceran larutan CH3COOH


Konsentrasi larutan induk CH3COOH = 17.5 M
a. Larutan CH3COOH 0,6 M dalam 1000 ml
M1V1 = M2V2
(17,5)(V1) = (0,6)(1000)
V1 = 34,28 ml
b. Larutan CH3COOH 0,7 M dalam 1000 ml
M1V1 = M2V2
(17,5)(V1) = (0,6)(1000)
V1 = 34,28 ml
c. Larutan CH3COOH 0,8 M dalam 1000 ml
M1V1 = M2V2
(17,5)(V1) = (0,6)(1000)
V1 = 34,28 ml

B.2 Menghitung CaCO3 25% berlebih dari kebutuhan stoikiometri


a. CH3COOH 0,6 M
CaCO3(S) + 2CH3COOH(aq) Ca(CH3COO)2(aq) + H2O(l) + CO2(g)
M 0,3 0,6 - - -
B 0,3 0,6 0,3 0,3 0,3
S - - 0,3 0,3 0,3
n CaCO3 25% berlebih = 1,25 x mol teoritis
= 1,25 x 0,3
= 0,375
𝑔𝑟
n = 𝑀𝑟

gr = n x Mr
= 0,375 x 100
= 37,5 gr
b. CH3COOH 0,7 M
CaCO3(S) + 2CH3COOH(aq) Ca(CH3COO)2(aq) + H2O(l) + CO2(g)
M 0,35 0,7 - - -
B 0,35 0,7 0,35 0,35 0,35
S - - 0,35 0,35 0,35
n CaCO3 25% berlebih = 1,25 x mol teoritis
= 1,25 x 0,35
= 0,4375
𝑔𝑟
n = 𝑀𝑟

gr = n x Mr
= 0,4375 x 100
= 43,75 gr

c. CH3COOH 0,8 M
CaCO3(S) + 2CH3COOH(aq) Ca(CH3COO)2(aq) + H2O(l) + CO2(g)
M 0,4 0,8 - - -
B 0,4 0, 0,4 0,4 0,4
S - - 0,4 0,4 0,4
n CaCO3 25% berlebih = 1,25 x mol teoritis
= 1,25 x 0,4
= 0,5
𝑔𝑟
n = 𝑀𝑟

gr = n x Mr
= 0,5 x 100
= 40 gr

B.3 Rata- rata volume NaOH yang digunakan untuk menitrasi sampel
Pada laporan sementara yang terlampir terlihat bahwa dari hasil percobaan
diperoleh volume NaOH yang digunakan untuk menitrasi setiap sampel yang
diambil pada waktu yang bersesuaian dan untuk setiap sampel titrasi dilakukan
sebanyak 2 kali, maka untuk menghitung volume rata-rata NaOH menggunakan
persamaan berikut :
∑𝑉
𝑉=
2

Sehingga diperoleh data seperti pada tabel 4.1

B.4 Menghitung konsentrasi CH3COOH setelah bereaksi (CA)

Untuk menghitung CA digunakan persamaan netralisasi yaitu:

Na x Va = Nb x Vb

Dengan,

Na = konsentrasi CH3COOH

Va = volume CH3COOH

Nb = konsentrasi NaOH

Vb = volume NaOH

Setelah dilakukan perhitungan diperoleh data seperti pada tabel 4.2

B.5 Menentukan persamaan kinetika reaksi

Pada percobaan ini diperoleh data seperti pada tabel B.1


Tabel B.1 Data CA
Percobaan
No Waktu I II III
( menit) CA CA CA
1 5 0,0045 0,004 0,00325
2 10 0,00325 0,0025 0,00225
3 15 0,0025 0,00225 0,002
4 25 0,002 0,00175 0,0015
5 35 0,0015 0,00125 0,001
6 45 0,00125 0,001 0,00075
7 60 0,001 0,00075 0,0005
Persamaan reaksi pada percobaan ini yaitu :

CaCO3(S) + 2CH3COOH(aq) Ca(CH3COO)2(aq) + H2O(l) + CO2(g) .. (B.1)

Maka persamaan umum kinetika reaksinya adalah

-rA = k CAa CBb


𝑑𝐶𝐴
− = k CAa CBb
𝑑𝑡

Namun, kelarutan CaCO3 dalam air kecil sehingga diasumsikan konsentrasi CB


tetap

k CBb = k1

maka persamaannya menjadi

𝑑𝐶𝐴
− = k1 CAa
𝑑𝑡

Untuk menentukan persamaan kinetika reaksi pada setiap percobaan yang


𝑑𝐶𝐴
dilakukan dapat menggunakan metode diferensial untuk menentukan nilai − 𝑑𝑡

Percobaan 1

t=0

dCA −3CA0 +4CA1 −CA2


=
dt 2∆t

−3(0,6)+4(0,0045)−(0.00325)
= 2(5)

= −0,1785

𝑑𝐶𝐴
− = 0,1785
𝑑𝑡

t=5

dCA CA2 − CA0


=
dt 2∆t

0,00325 − 0,6
= 2(5)

= −0,0596

𝑑𝐶𝐴
− = 0,0596
𝑑𝑡

t = 10

dCA CA3 − CA1


=
dt 2∆t
0,0025 − 0,0045
= 2(5)

= −0,0002

𝑑𝐶𝐴
− = 0,0002
𝑑𝑡

t = 15

dCA CA4 − CA2


=
dt 2∆t

0,002 − 0,00325
= 2(5)

= −0,000125

𝑑𝐶𝐴
− = 0,000125
𝑑𝑡

t = 25

dCA CA5 − CA3


=
dt 2∆t

0,0015 − 0,0025
= 2(10)

= −0,00005

𝑑𝐶𝐴
− = 0,00005
𝑑𝑡

t = 35

dCA CA6 − CA4


=
dt 2∆t

0,00125 − 0,002
= 2(10)

= −0,0000375

𝑑𝐶𝐴
− = 0,0000375
𝑑𝑡

t = 45

dCA CA7 − CA6


=
dt 2∆t
0,001 − 0,0015
= 2(10)

= −0,000025

𝑑𝐶𝐴
− = 0,000025
𝑑𝑡

t = 60

dCA CA5 −4CA6 +CA7


=
dt 2∆t

0,0015− 4(0,00125)+3(0.001)
= 2(15)

= −0,0000167

𝑑𝐶𝐴
− = 0,0000167
𝑑𝑡

Dari perhitungan diatas diperoleh data pada tabel B.2

Tabel B.2 Hasil Perhitungan pada Percobaan I


No CA ln CA 𝒅𝑪𝑨 ln −
𝒅𝑪𝑨
− 𝒅𝒕
𝒅𝒕
1 0,6 -0,510826 0,1785 -1,72317
2 0,0045 -5,403678 0,0596 -2,8201
3 0,00325 -5,7291 0,0002 -8,51719
4 0,0025 -5,991465 0,000125 -8,9872
5 0,002 -6,214608 0,00005 -9,90349
6 0,0015 -6,50229 0,0000375 -10,1912
7 0,00125 -6,684612 0,000025 -10,5966
8 0,001 -6,907755 0,0000167 -11,0001
Persamaan umum

𝑑𝐶𝐴
− = k1 CAa
𝑑𝑡

𝑑𝐶𝐴
ln − = ln k1 + a ln CA
𝑑𝑡

persamaan tersebut analog dengan persamaan garis regresi linier yaitu :

y = a + bx
maka untuk mencari nilai a dan k1 dapat menggunakan metode regresi linier

𝑛 ∑ 𝑋𝑌− ∑ 𝑋 ∑ 𝑌
b= 𝑛 ∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑋)2

= 1.43787
= 1.44
a = 𝑌̅ −𝑏𝑋̅
= -0.0691

a = ln k1
k1= 𝑒 𝑎
= 𝑒 −0,0691
= 0,933 L/mol.menit
k CBb = k1

𝑘
k = 𝐶 1𝑏
𝐵

0,933𝐿
𝑚𝑜𝑙.𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 0,375 𝑚𝑜𝑙/𝐿

= 2,488 L2/mol2.menit

Maka persamaan kinetika reaksi untuk Percobaan I adalah

𝑑𝐶𝐴
− = (2,488 L2/mol2.menit) CA1,447CB
𝑑𝑡

Percobaan II

t=0

dCA −3CA0 +4CA1 −CA2


=
dt 2∆t

−3(0,7)+4(0,004)−(0.0025)
= 2(5)

= −0,2086

𝑑𝐶𝐴
− = 0,2086
𝑑𝑡

t=5
dCA CA2 − CA0
=
dt 2∆t

0,0025 − 0,7
= 2(5)

= −0,0697

𝑑𝐶𝐴
− = 0,0697
𝑑𝑡

t = 10

dCA CA3 − CA1


=
dt 2∆t

0,00225 − 0,004
= 2(5)

= −0,000175

𝑑𝐶𝐴
− = 0,000175
𝑑𝑡

t = 15

dCA CA4 − CA2


=
dt 2∆t

0,00175 − 0,0025
= 2(5)

= −0,000075

𝑑𝐶𝐴
− = 0,000125
𝑑𝑡

t = 25

dCA CA5 − CA3


=
dt 2∆t

0,00125 − 0,00225
= 2(10)

= −0,00005

𝑑𝐶𝐴
− = 0,00005
𝑑𝑡

t = 35
dCA CA6 − CA4
=
dt 2∆t

0,001 − 0,00175
= 2(10)

= −0,0000375

𝑑𝐶𝐴
− = 0,0000375
𝑑𝑡

t = 45

dCA CA7 − CA6


=
dt 2∆t

0,00075 − 0,00125
= 2(10)

= −0,000025

𝑑𝐶𝐴
− = 0,000025
𝑑𝑡

t = 60

dCA CA5 −4CA6 +CA7


=
dt 2∆t

0,00125− 4(0,001)+3(0.00075)
= 2(15)

= −0,0000167

𝑑𝐶𝐴
− = 0,0000167
𝑑𝑡
Dari perhitungan diatas diperoleh data pada tabel B.3

Tabel B.3 Hasil Perhitungan pada Percobaan II


No CA ln CA 𝒅𝑪𝑨 ln −
𝒅𝑪𝑨
− 𝒅𝒕
𝒅𝒕
1 0,7 -0,356675 0,2086 -1,56734
2 0,004 -5,521461 0,0697 -2,66355
3 0,0025 -5,991465 0,000175 -8,65072
4 0,00225 -6,096825 0,000075 -9,49802
5 0,00175 -6,348139 0,00005 -9,90349
6 0,00125 -6,684612 0,0000375 -10,1912
7 0,001 -6,907755 0,000025 -10,5966
8 0,00075 -7,195437 0,0000167 -11,0001
Persamaan umum

𝑑𝐶𝐴
− = k1 CAa
𝑑𝑡

𝑑𝐶𝐴
ln − = ln k1 + a ln CA
𝑑𝑡

persamaan tersebut analog dengan persamaan garis regresi linier yaitu :

y = a + bx

maka untuk mencari nilai a dan k1 dapat menggunakan metode regresi linier

𝑛 ∑ 𝑋𝑌− ∑ 𝑋 ∑ 𝑌
b= 𝑛 ∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑋)2

= 1.391034
= 1.39
a = 𝑌̅ −𝑏𝑋̅
= -0.16652

a = ln k1
k1= 𝑒 𝑎
= 𝑒 −0,16652
= 0,846 L/mol.menit
k CBb = k1

𝑘
k = 𝐶 1𝑏
𝐵

𝐿
0,846
𝑚𝑜𝑙 .𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 0,4375 𝑚𝑜𝑙/𝐿

= 1,934 L2/mol2.menit

Maka persamaan kinetika reaksi untuk Percobaan II adalah

𝑑𝐶𝐴
− = (1,934 L2/mol2.menit) CA1,36CB
𝑑𝑡

Percobaan III

t=0

dCA −3CA0 +4CA1 −CA2


=
dt 2∆t

−3(0,8)+4(0,00325)−(0,00225)
= 2(5)

= −0,2389

𝑑𝐶𝐴
− = 0,2389
𝑑𝑡

t=5

dCA CA2 − CA0


=
dt 2∆t

0,00225 − 0,8
= 2(5)

= −0,0797

𝑑𝐶𝐴
− = 0,0797
𝑑𝑡

t = 10

dCA CA3 − CA1


=
dt 2∆t

0,002 − 0,00325
= 2(5)
= −0,000125

𝑑𝐶𝐴
− = 0,000125
𝑑𝑡

t = 15

dCA CA4 − CA2


=
dt 2∆t

0,0015 − 0,00225
= 2(5)

= −0,000075

𝑑𝐶𝐴
− = 0,000075
𝑑𝑡

t = 25

dCA CA5 − CA3


=
dt 2∆t

0,001 − 0,002
= 2(10)

= −0,00005

𝑑𝐶𝐴
− = 0,00005
𝑑𝑡

t = 35

dCA CA6 − CA4


=
dt 2∆t

0,00075 − 0,0015
= 2(10)

= −0,0000375

𝑑𝐶𝐴
− = 0,0000375
𝑑𝑡

t = 45

dCA CA7 − CA6


=
dt 2∆t
0,0005 − 0,001
= 2(10)

= −0,000025

𝑑𝐶𝐴
− = 0,000025
𝑑𝑡

t = 60

dCA CA5 −4CA6 +CA7


=
dt 2∆t

0,001− 4(0,00075)+3(0.0005)
= 2(15)

= −0,0000167

𝑑𝐶𝐴
− = 0,0000167
𝑑𝑡

Dari perhitungan diatas diperoleh data pada tabel B.4

Tabel B.4 Hasil Perhitungan pada Percobaan III


No CA ln CA 𝒅𝑪𝑨 ln −
𝒅𝑪𝑨
− 𝒅𝒕
𝒅𝒕
1 0,8 -0,223144 0,2389 -1,43171
2 0,00325 -5,7291 0,0797 -2,52949
3 0,00225 -6,096825 0,000125 -8,9872
4 0,002 -6,214608 0,000075 -9,49802
5 0,0015 -6,50229 0,00005 -9,90349
6 0,001 -6,907755 0,0000375 -10,1912
7 0,00075 -7,195437 0,000025 -10,5966
8 0,0005 -7,600902 0,0000167 -11,0001
Persamaan umum

𝑑𝐶𝐴
− = k1 CAa
𝑑𝑡

𝑑𝐶𝐴
ln − = ln k1 + a ln CA
𝑑𝑡

persamaan tersebut analog dengan persamaan garis regresi linier yaitu :

y = a + bx
maka untuk mencari nilai a dan k1 dapat menggunakan metode regresi linier

𝑛 ∑ 𝑋𝑌− ∑ 𝑋 ∑ 𝑌
b= 𝑛 ∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑋)2

= 1.325
a = 𝑌̅ −𝑏𝑋̅
= -0.31984

a = ln k1
k1= 𝑒 𝑎
= 𝑒 −0,31984
= 0,726 L/mol.menit
k CBb = k1

𝑘
k = 𝐶 1𝑏
𝐵

𝐿
0,726
𝑚𝑜𝑙 .𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 0,5 𝑚𝑜𝑙/𝐿

= 1.452 L2/mol2.menit

Maka persamaan kinetika reaksi untuk Percobaan I adalah

𝑑𝐶𝐴
− = (1,452 L2/mol2.menit )CA1,325CB
𝑑𝑡

B.6 Menghitung energi aktivasi

Energi aktivasi dan faktor tumbukan dapat dihitung menggunakan


persamaan Arrhenius

k = Ae –Ea/RT

ln k = ln A – Ea/RT

ln k = -Ea/R x 1/T + ln A

Persmaan tersebut analog dengan persamaan garis lurus

y= mx + c
maka untuk menghitung nilai energi aktivasi dari grafik lnk vs 1/T dengan data
seperti pada tabel B.5

Tabel B.5 Data Perhitungan Energi Aktivasi


No Suhu (K) 1/T k ln k
1 303 0.0033 2,488 0,911479
2 308 0.003247 1,934 0,65959
3 313 0.003195 1,452 0,372942

1
0.9 y = 5105.2x - 0.15
0.8
0.7
0.6
ln k

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0.00318 0.0032 0.00322 0.00324 0.00326 0.00328 0.0033 0.00332
1/T

Gambar B.1 Grafik ln k terhadap 1/T

dari grafik diperoleh persamaan y = 5105,2x – 15,93


maka
m = -Ea/R
Ea = -(m x R)

= - (5105,2 K x 8,314 J/molK)

= - 42444,63 J/mol

Ln A = C

A =eC

= e -0,15

= 0,86
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI

Gambar C.1 Persiapan Larutan Gambar C.2 Penimbagan CaCO3

Gambar C.3 Proses Pemanasan Gambar C.4 Penambahan CaCO3


Asam Asetat V

Gambar C.5 Proses Titrasi Gambar C.6 Hasil Titrasi

Anda mungkin juga menyukai