Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fly Ash (Abu Terbang Batubara)


Abu terbang merupakan limbah padat hasil dari proses pembakaran di
dalam furnace pada PLTU yang kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa
pembakaran serta di tangkap dengan mengunakan elektrostatic precipitator. Fly
ash merupakan residu mineral dalam butir halus yang dihasilkan dari pembakaran
batu bara yang dihaluskan pada suatu pusat pembangkit listrik. Fly ash terdiri dari
bahan inorganik yang terdapat di dalam batu bara yang telah mengalami fusi
selama pembakarannya. Bahan ini memadat selama berada di dalam gas-gas
buangan dan dikumpulkan menggunakan presipitator elektrostatik karena partikel-
partikel fly ash umumnya berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang
terkumpul pada presipitator elektrostatik biasanya berukuran silt (0.074 – 0.005
mm). Bahan ini terutama terdiri dari silikon dioksida (SiO 2), aluminium oksida
(Al2O3) dan besi oksida (Fe2O3). (Koesnadi, Heri, 2008)

Pemanfaatan dan peningkatan kualitas salah satu limbah industri


pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yaitu Fly ash (abu terbang) batubara yang
tersedia dalam jumlah sangat banyak mampu menjawab kedua isu di atas, yaitu
mampu untuk membantu mengatasi krisis energi dan polusi udara (meningkatkan
efisiensi pembakaran), juga dapat mengatasi permasalahan besar yang sedang
dihadapi industri-industri tersebut. Sebagai contoh, PLTU Tarahan yang memiliki
2 unit pembangkit berkapasitas 100 MW per unit menggunakan batu bara
sebanyak 40 ton/jam per unit. Pembakaran batu bara dihasilkan sekitar 5 %
polutan padat berupa abu (fly ash dan bottom ash), dimana sekitar 10-20% adalah
bottom ash dan 80-90% fly ash dari total abu yang dihasilkan. Dengan demikian,
berdasarkan pernyataan di atas, setiap harinya PLTU tarahan menghasilkan fly ash
sebanyak 5% x 80 ton/jam x 24 jam/hari x 80% = 76,8 ton/hari. Artinya, semakin
hari akan semakin besar lahan yang dibutuhkan (Wardani, 2008) Sebagai tempat
penumpukan limbah fly ash tersebut. Hal ini berbanding terbalik dengan
pertumbuhan manusia yang terus meningkat yang berarti kebutuhan akan tempat
tinggal pun semakin tinggi. Selain itu, pencemaran lingkungan akibat limbah fly
ash juga dapat menyebabkan berbagai penyakit gangguan saluran pernafasan
seperti silikosis dan antrakosis. Jumlah limbah yang sangat banyak ini, tentu akan
menyebabkan permasalahan besar seperti di atas, yang harus diselesaikan dan
dicarikan solusinya oleh PLTU Tarahan Propinsi Lampung (Dafi, 2009). a. Sifat-
sifat Fly Ash (Abu Terbang) Abu terbang mempunyai sifat-sifat yang sangan
menguntungkan di dalam menunjang pemanfaatannya yaitu : 1. Sifat Fisik Abu
terbang merupakan material yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara
pada alat pembangkit listrik, sehingga semua sifat-sifatnya juga ditentukan oleh
komposisi dan sifat-sifat mineral-mineral pengotor dalam batubara serta proses
pembakarannya. Dalam proses pembakaran batubara ini titik leleh abu batu bara
lebih tinggi dari temperatur pembakarannya. Dan kondisi ini menghasilkan abu
yang memiliki tekstur butiran yang sangat halus. Abu terbang batubara terdiri dari
butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel
abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075mm.
Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area
spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170
sampai 1000 m2 /kg. Adapun sifat-sifat fisiknya antara lain: Warna: abu-abu
keputihan, Ukuran butir: sangat halus yaitu sekitar 88 %. 2. Sifat Kimia
Komponen utama dari abu terbang batubara yag berasal dari pembangkit listrik
adalah silikat (SiO2), alumina(Al2O3), dan besi oksida(Fe2O3), sisanya adalah
karbon, kalsium, magnesium, dan belerang. Sifat kimia dari abu terbang batubara
dipengaruhi oleh jenis batubara yang dibakar dan teknik penyimpanan serta
penanganannya. Pembakaran batubara lignit dan sub/bituminous menghasilkan
abu terbang dengan kalsium dan magnesium oksida lebih banyak dari pada
bituminus. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang lebih
sedikit daripada bituminous. Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang
umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil
pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075 mm. Kerapatan abu
terbang berkisar antara 2100-3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya antara 170-
1000 m2 /kg. (Koesnadi, 2008)
b. Pemanfaatan Fly Ash (Abu Terbang) Berbagai penelitian mengenai
pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai
ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat ini
umumnya abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu
bahan campuran pembuat beton selain itu, sebenarnya abu terbang batubara
memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam: 1. penyusun beton untuk jalan
dan bendungan 2. penimbun lahan bekas pertambangan 3. recovery magnetik,
cenosphere dan karbon 4. bahan baku keramik, gelas, batubata, dan refraktori 5.
bahan penggosok (polisher)

2.2 membran keramik

Membran Keramik Keramik adalah suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami
proses pembakaran. Keramik memiliki karakteristik yang memungkinkan dapat
digunakan dalam berbagai aplikasi yang meliputi kapasitas yang baik, konduktivitas
panas rendah, tahan korosi, keras, kuat namun agak rapuh. Disamping karakteristik
tersebut, keramik juga memiliki sifat kelistrikan yang meliputi insulator, semikonduktor,
sifatnya dapat magnetik dan non magnetik. Umumnya senyawa keramik lebih stabil
dalam lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemenya. Bahan baku keramik yang
umumnya dipakai adalah felspard. Ball clay, kwarsa, kaolin dan air.

Kelebihan membran keramik terletak pada stabilitas termalnya terhadap senyawa kimia,
degradasi biologis ataupun mikroba. Sifat-sifatnya menunjukkan keunggulan bila
dibandingkan dengan membran yang terbuat dari senyawa polimer, dan relatif mudah
untuk dibersihkan dengan cleaning agent. Ketahanan terhadap zat kimia menyebabkan
membran keramik banyak digunakan pada processing makanan, produk bioteknologi
dan farmasi (Nasir, Subriyer 2011). Selain membutuhkan lahan yang tidak terlalu luas,
keunggulan membran yang lain terdapat pada material bahan baku membran. Material
bahan baku membran sangat bervariasi sehingga mudah diadaptasikan pemakaiannya
salah satunya adalah silika. Silika merupakan bahan yang menarik untuk penggunaan
bahan baku membran anorganik karena struktur silikanya relative stabil dalam rentang
temperature yang luas hingga 1000 °C. (Puspayana, Dwi Rukmana dan Aliya Damayanti,
2013)
Kekurangan membran keramik terutama timbul dari proses preparasinya dimana sangat
sulit mencapai kualitas produk akhir yang reproducible. Hal ini karena pada dasarnya
sifat brittle dari membran keramik membuatnya lebih mahal daripada sistem membran
polimer. Selain itu harga sistem membran meningkat signifikan seiring dengan
meningkatnya kebutuhan sifat-sifat produk, antara lain porositas, ukuran pori,
reproducibility, dan reliability. Kekurangan teknologi membran lainya adalah fluks dan
selektifitas, karena pada proses membran umumnya terjadi fenomena fluks berbanding
terbalik dengan selektivitasnya. Semakin tinggi fluks seringkali berakibat menurunnya
selektivitas dan sebaliknya. Sedangkan hal yang diinginkan dalam proses berbasis
membran adalah mempertinggi fluks dan selektivitas (Nasir, Subriyer 2011).

2.4.1 Metode Pembuatan Membran Keramik

Menurut Ismaniar (2014), membran keramik yang akan digunakan dalam penelitian ini
dibuat dengan metoda yang sama seperti pembuatan keramik. Secara garis besar
langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan keramik adalah : 1. Pemilihan bahan
dasar (raw material selection) Pada tahapan ini, bahan dasar dipilih berdasarkan
kebutuhan. Beberapa hal yang dipertimbangkan adalah karakteristik dari material yang
ingin dihasilkan, biaya dan kemudahan dalam memperoleh bahan tersebut. Bahan dasar
kemudian diolah lebih lanjut hingga siap untuk diproses menjadi powder. 2. Pembuatan
Powder (Powder Preparation) Umumnya bahan dasar pembuatan keramik selalu dalam
bentuk powder. Terdapat beberapa keuntungan dari dibuatnya powder, diantaranya
untuk memperkecil ukuran partikel dan memodifikasi distribusi ukurannya. Powder
harus dibuat dengan ukuran sekecil mungkin karena kekuatan mekanik dari keramik
berbanding terbalik dengan ukuran powder. Pembuatan powder dapat dilakukan
dengan menggunakan penggerusan manual seperti mortar atau ball mill.

3. Pencampuran Bahan baku atau sampel yang sudah menjadi powder dilakukan proses
pencampuran bahan baku sehingga homogen dengan bantuan sedikit air. 4. Pencetakan
Pencetakan dilakukan dengan menggunakan pencetak khusus untuk membuat membran
keramik, kemudian dilakukan proses pengeringan. 5. Pengeringan Pengeringan
pembuatan membran ini dilakukan dalam dua tahap yaitu dengan bantuan sinar
matahari dan pemanasan dengan suhu tinggi.

Anda mungkin juga menyukai