Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

NAMA : PINESTI
NIM : 19334728
KELAS :L

I. JUDUL : SINTESIS DAN IDENTIFIKASI ASPIRIN


II. TEORI
A. Sintesis Aspirin
Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin
juga merupakan zat anti-inflammatory, untuk mengurangi sakit pada cedera ringan
seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipiretik yang
berfungsi untuk mengurangi demam. Tiap tahunnya, lebih dari 40 juta pound aspirin
diproduksi di Amerika Serikat, sehingga rata-rata penggunaan aspirin mencapai 300
tablet untuk setiap pria, wanita serta anak-anak setiap tahunnya. Penggunaan aspirin
secara berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis
yang cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing
dan bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0.3-1 gram, dosis yang mencapai 10-30
gram dapat mengakibatkan kematian (George Austin, 1984 ).
Aspirin dibuat dengan cara mereaksikan asam salisilat dengan asetat anhidrat
menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4)  pekat sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat
adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya
asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda. Anhidrida asam
karboksilat dibentuk lewat kondensasi dua molekul asam karboksilat. Berikut ini
beberapa cara atau metode yang ditemukan oleh beberapa tokoh :
1. Sintesa Aspirin menurut Kolbe
Pembuatan asam salisilat dilakukan dengan Sintesis Kolbe, metode ini ditemukan
oleh ahli kimia Jerman yang bernama Hermann Kolbe. Pada sintesis ini, sodium
phenoxide dipanaskan bersamakarbondioksida(CO2) pada tekanan tinggi, lalu
ditambahkan asam untuk menghasilkan asam salisilat. Asam salisilat yang dihasilkan
kemudian di reaksikan dengan asetat anhidrat dengan bantuan asam sulfat sehingga
dihasilkan asam asetilsalisilat dan asam asetat(George Austin, 1984 ).
2. Sintesa Aspirin Setelah Modifikasi Sintesa Kolbe oleh Schmitt
Larutan sodium phenoxide masuk ke dalam revolving heated ball mill yang memiliki
tekanan vakum dan panas (130oC). Sodium phenoxide berubah menjadi serbuk halus
yang kering, kemudian dikontakkan dengan CO2 pada tekanan 700 kPa dan
temperatur 100oC sehingga membentuk sodium salisilat. Sodium salisilat dilarutkan
keluar dari mill lalu dihilangkan warnanya dengan menggunakan karbon aktif.
Kemudian ditambahkan asam sulfat untuk mengendapkan asam salisilat, asam
salisilat dimurnikan dengan sublimasi(George Austin, 1984 ).
Untuk membentuk aspirin, asam salisilat di reflux bersama asetat anhidrat di dalam
pelarut toluen selama 20 jam. Campuran reaksi kemudian di dinginkan dalam tangki
pendingin aluminium, asam asetil salisilat mengendap sebagai kristal besar. Kristal
dipisahkan dengan cara filtrasi atau sentrifugasi, dibilas, dan kemudian dikeringkan.
Berdasarkan proses ini, untuk menghasilkan 1 ton asam salisilat, dibutuhkan phenol 800
kg, NaOH 350 kg, CO2 500 kg, Seng 10 kg, Seng Sulfat 20 kg, dan karbon aktif 20 kg
(George Austin, 1984 ).
Reaksi asetilasi merupakan suatu reaksi yang memasukkan gugus asetil ke dalam suatu
substrat yang sesuai. Gugus asetil adalah R-C-OO (dimana R merupakan alkil atau aril).
Aspirin disebut juga asam asetil salisilat atau acetylsalicylic acid, dapat dibuat dengan
cara asetilasi senyawa phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan anhidrida
asetat dengan bantuan sedikit asam sulfat pekat sebagai katalisator(Baysinger,2004).
Pada pembuatan aspirin, asam salisilat (o-hydroxiy benzoic acid) berfungsi sebagai
alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Aspirin (asam asetil salisilat)
bersifat analgesik yang efektif sebagai penawar nyeri. Selain itu, aspirin juga merupakan
zat anti-inflamasi untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka
yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipretik yang berfungsi sebagai obat
penurun demam. Biasanya aspirin dijual dalam bentuk garam natriumnya, yaitu natrium
asetil salisilat(Baysinger,2004).
B. Proses Kristalisasi dan Rekristalisasi
Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu larutan atau suatu
lelehan. Disamping untuk pemisahan bahan padat dari larutan, kristalisasi juga sering
digunakan untuk memurnikan bahan padat yang sudah berbentuk kristal. Proses
pemurnian ini disebut kristalisasi ulang atau rekristalisasi. Jika suatu larutan senyawa
tersebut dijenuhkan dalam keadaan panas dan kemudian didinginkan,senyawa terlarut
akan berkurang kelarutannya dan mulai mengendap, membentuk kristal yang murni dan
bebas dari pengotor. Kemurnian zat ini disebabkan oleh pertumbuahan kristal zat telarut,
sehingga za-zat ini dapat dipisahkan dari pengotornya (Austin, 1984).
Sebagian materi padat baik alami maupun buatan terdapat dalam bentuk kristal. Bentuk
dari kristal dapat berupa kubik, orthorhombic, heksagonal, monoklinik, triklinik, dan
trigonal. Namun banyak dari kristal ini berupa polycrystalline yang juga terbentuk dari
kristal tunggal. Dalam kehidupan sehari-hari, kristal tunggal yang sering dikonsumsi oleh
manusia, antara lain kristal garam dan gula(Austin, 1984).
Seperti dijelaskan di atas, proses kristalisasi dimulai dengan menambahkan senyawa yang
akan dimurnikan dengan pelarut panas sampai kelarutan senyawa tersebut berada pada
level super jenuh. Pada keadaan ini, bila larutan tersebut didinginkan, maka molekul-
molekul senyawa terlarut akan saling menempel, tumbuh menjadi kristal-kristal yang
akan mengendap di dasar wadah. Sementara kotoran-kotoran yang terlarut tidak ikut
mengendap(Austin, 1984).
Pembentukkan kristal itu sendiri terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah nukleasi
primer atau pembentukkan inti, yaitu tahap dimana kristal-kristal mulai tumbuh namun
belum mengendap. Tahap ini membutuhkan keadaan superjenuh dari zat terlarut. Saat
larutan didinginkan, pelarut tidak dapat menahan semua za-zat terlarut, akibatnya
molekul-molekul yang lepas dari pelarut saling menempel dan mulai tumbuh menjadi inti
kristal. Semakin banyak inti-inti yang bergabung, maka akan semakin cepat pula
pertumbuhan kristal tersebut.Tahap kedua setelah nukleasi primer adalah nukleasi
sekunder. Pada tahap ini petumbuhan kristal semakin cepat, yang ditandai dengan saling
menempelnya inti-inti menjadi kristal-kristal padat(Austin, 1984).
Rekristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristalin. Seringkali senyawa
yang diperoleh dari hasil suatu sintesis kimia memiliki kemurnian yang tidak terlalu
tinggi. Untuk memurnikan senyawa tersebut perlu dilakukan rekristalisasi. Untuk
merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang cocok dengan senyawa
tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian
dipanaskan (refluks) sampai semua senyawanya larut sempurna. Apabila pada temperatur
kamar, senyawa tersebut telah larut sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi
dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau
tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar. Salah satu faktor penentu keberhasilan
proses kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut (Austin, 1984).
Apabila zat atau senyawa yang akan kita kristalisasi atau rekristalisasi tidak dikenal
secara pasti, maka kita setidaknya harus mengenal komponen penting dari senyawa
tersebut. Jika senyawa tersebut adalah senyawa organik, maka yang kita ketahui
sebaiknya adalah gugus fungsional senyawa tersebut. Dengan kata lain, kita minimal
harus mengetahui polaritas senyawa yang akan kita kristalisasi atau rekristalisasi(Austin,
1984).

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat :
 Labu bundar
 Gelas kimia
 Kondensor refluks
 Gelas Ukur
 Corong Buchner
 Batang pengaduk
 Aspirator
 Corong
B. Bahan :
 Asam salisilat
 Anhidrida asetat
 Asam sulfat pekat
 FeCl3
 Kloroform
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Aspirin
Hasil
Asam salisilat + asam asetat anhidrat à putih keruh + H2SO4 pekat à bening
Refluks dan pendinginan à putih keruh
Hasil penyaringan à endapan aspirin
Reaksi

Pembahasan
Sintesa asam asetil salisilat berdasarkan reaksi asetilasi antara asam salisilat
dengan asetatglasial dengan menggunakan asamsulfat pekat sebagai katalisator.
Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –
COOH.
Digunakan asam asetat anhidrat atau asam asetat glasial dimaksudkan karena
asam asetat anhidrat tidak mengandung air dan mudah menyerap air sehingga air
yang dapat menghidrolisis aspirin menjadi salisilat dan asetat dapat dihindari.
Penggunaan asam asetat anhidrat juga dimaksudkan agar mencegah adanya air,
karena jika terdapat air maka kristal dari aspirin akan terurai menjadi asam
salisilat dan asam asetat anhidrat kembali atau dengan kata lain reversible (reaksi
bolak balik). Penambahan asam sulfat pekat pada larutan campuran asam salisilat
dengan asam asetat anhidrat adalah berfungsi sebagai kataliastor, jadi asam sulfat
berfungsi untuk mempercepat terjadinya sintesa dengan cara menurunkan energi
aktivasi sehingga energi yang diperlukan dalam sintesa sedikit.
Setelah asam salisilat tercampur sempurna maka larutan di refluks dan dipanaskan
pada suhu 60oC-70oC hal ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat pengotor
yang ada pada bahan sehingga aspirin yang diperoleh nanti memiliki kemurniaan
tinggi. Selain itu fungsi dari pemanasan adalah untuk memepercepat kelarutan
dari asam salisilat sehingga dapat bercampur dengan sempurna, hal ini
dikarenakan proses pemanasan akan mempercepat gerak kinetik dari molekul-
molekul yang ada dalam larutan sehingga laju reaksi akan semakin cepat dan
reaksi berjalan cepat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum mereaksikan bahan-bahan, yaitu alat-alat
yang digunakan harus bebas air (kering),jika aspirin yang sudah terbentuk terkena
air, maka aspirin akan berubah kembali menjadi asam asetatdan tidak dapat
dipakai kembali.Reaksi akan berlangsung dengan baik pada suhu 600C-700C. Pada
suhu tersebut merupakan suhu optimal pada pembentukan aspirin (reaksi
berlangsung cepat tetapi ikatan ester aspirin tidak lepas). Jika suhu yang
digunakan terlalu tinggi maka ester yang terbentuk dapat terurai sehingga aspirin
tidak terbentuk. Dikarenakan titik leleh aspirin di atas 70 0C. dan bila suhu yang
digunakan terlalu rendah maka reaksi yang terjadi akan berlangsung lambat

B. Rekristalisasi
Hasil
Penambahan etanolà melarutkan endapan aspirin + air panas + pendinginan
(kulkas) à terbentuk kristal produk aspirin
Pembahasan
Proses rekristalisasi menggunakan dua pelarut (alkohol dan air) supaya
mendapatkan kristal yang bagus dan hasil yang maksimum. Jika suatu larutan
senyawa tersebut dijenuhkan dalam keadaan panas dan kemudian didinginkan,
senyawa terlarut akan berkurang kelarutannya dan mulai mengendap, membentuk
kristal yang murni dan bebas dari pengotor. Kemurnian zat ini disebabkan oleh
pertumbuahan kristal zat telarut, sehingga zat-zat ini dapat dipisahkan dari
pengotornya. Dalam hal ini alkohol berperan untuk melarutkan sedangkan air
berperan untuk mengkristalkan. Syarat pelarut rekristalisasi adalah dalam keadaan
panas maupun dingin, aspirin tetap larut dalam alkohol sehingga perlu
ditambahkan air untuk membantu mengkristalkan aspirin. Akan tetapi
penambahan air dilakukan setelah aspirin larut dalam etanol. Karena aspirin akan
berubah menjadi asam asetat jika terkena air langsung. Filtrat hasil penyaringan
mengandung aspirin murni didinginkan dan dibiarkan membentuk kristal aspirin,
setelah tidak lagi terbentuk kristal. Kristal disaring dan dikeringkan

C. Identifikasi Aspirin
Hasil
Penambahan FeCl3 akan mengakibatkan perubahan warna menjadi bening atau
kuning/keunguan.
Reaksi

Pembahasan
Penambahan FeCl3 ini akan menunjukan hasil positif bila terdapat gugus OH yang
terikat padacincin aromatis, sehingga suatu bahan yang gugus OHnya terikat pada
cincin aromatis akan menghasilkan warna ungu. Asam salisilat sendiri
mempunyaigugus OH yang terikat langsung pada cincin aromatis. Jika tidak
terdapat gugus fenol maka warna dari FeCl3  (kuning) tidak akan berubah, ini
menandakan bahwa asam salisilat telah berubah menjadi aspirin dan bereaksi
sempurna FeCl3 berfungsi untuk mengetahui apakah masih ada asam salisilat
yang tersisa (yang belum bereaksi dengan asetat anhidrat) untuk membentuk
aspirin. Jika masih ada asam salisilat, maka larutan yang telah ditambahkan FeCl3
akan berwarna kuning/ungu. Jika semua asam salisilat sudah berubah menjadi
aspirin maka larutan tersebut akan berwarna bening. Apabila masih ada asam
salisilat maka harus dilakukan rekristalisasi ulang sampai tidak berwarna ungu
lagi saat diuji dengan FeCl3

D. Identifikasi dengan KLT


Metode KLT untuk menentukan kemurnian dengan metode ini dilakukan
dengan melarutkan sedikit produk asam salisilat dan aspirin yang
didapat dengan menggunakan Kloroform. Kemudian pada plat KLT yang telah
disediakan dansebelumnya telah di garis bagian atas dan bawahnya ±0,5cm
dengan menggunakan pensil, totolkan produk aspirin dan asam salisilat yang telah
dilarutkan tersebutdengan menggunakan pipa kapiler pada garis batas sebelah
kanan dan totolkan standar asam salisilat dan juga aspirin yang telah disediakan
pada sisi kiri. Penotolan harus dilakukan secara tegak lurus karena ukuran totolan
mempengaruhi pergerakan zat uji. Kemudian celupkan plat TLC pada eluent yang
ada di beaker glass sampai batas bawah, tunggu hingga cairan naik dengan gaya
kapilaritas sampai batas atas plat TLC. Keringkan plat TLC .
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu contoh kromatografi planar. Fase
diamnya (Stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada
gelas/kaca,plastik, aluminium. Sedangkan fase geraknya (Mobile Phase) berupa
cairan atau campuran cairan, biasanya pelarut organik dan kadang-kadang juga
air. Mekanisme dari pengujian kemurnian menggunakan KLT dilakukan dengan
pemisahan secara adsorpsi. Mekanisme ini terjadi pada kromatografi dengan
fasediam berbentuk padat, sedangkan fase gerak dapat berbentuk cairan
atau gas. Interaksi antara linarut, fase diam dan fase gerak adalah terjadinya
ikatan hidrogen.Di permukaan silikagel terdapat ujung-ujung gugus OH (OH
bebas). Gugus inilahyang menyebabkan silika gel bersifat polar. Bila ada senyawa
polar (mempunyai gugus OH, C=O atau adanya atom dengan pasangan elektron
bebas) maka akan terjadi ikatan hidroden antara molekul linarut dengan OH fase
diam. Selain interaksiitu ada juga interaksi terbentuknya ikatan hidrogen antara
molekul fase gerak dengan linarut dan antara malekul fase gerak dengan fase
diam. Jika interaksi fase diam dengan linarut lebih kuat dibandingkan interaksi
yang lain, maka fase diam tersebut tertahan (teradsorpsi) lebih lama pada fase
diam. Sebaliknya jika interaksi fase gerak dengan molekul linarut lebih kuat maka
linarut tersebut mudah terelusi. Maka terjadi persaingan mana lebih kuat ikatan
hidrogen yang terjadi antara molekul linarut dengan fase diam atau linarut dengan
fase gerak, karena perbedaan afinitas dengan fase diam inilah senyawa-senyawa
dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.Perbedaan affinitas molekul-
molekul linarut dengan fase diam inilah dasar mekanisme adsorpsi.
Semakin tinggi kemurnian kristal produk aspirin, maka nilai Rf nya akan berbeda
nilai Rf pada kristal asam salisilat murni. Nilai Rf didapat dari rumus berikut

Rf = a/b (a = jarak noda ; b = jarak eluen)

V. DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Dosen Kimia Organik. Penuntun Praktikum Kimia Organik Fakultas
Farmasi. Institut Sains dan Teknologi Nasional. Jakarta: 2018
2. Austin, T. George. 1984. “Shreve's Chemical Process Industries”. Fifth Edition.
McGraw-Hill Book Company. New York
3. Baysinger, Grace. Et all. 2004. Handbook of Chemistry and Physics. 85th ed.
New York

Anda mungkin juga menyukai