Anda di halaman 1dari 12

ACC NILAI

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


REKRISTALISASI
Tujuan Percobaan :
Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyaawa organik.

Pendahuluan
Senyawa organik padat yang diisolasi dari reaksi organik jarang didapatkan dalam bentuk
murni. Senyawa tersebut biasanya terkontaminasi dengan sedikit pengotor atau senyawa lain
(impuritis) yang dihasilkan selama reaksi berlangsung. Pemurnian senyawa organik dapat dilakukan
dengan rekristalisasi yang didasarkan pada perbedaan kelarutannya dalam pelarut tertentu atau
campuran pelarut (Sulistyaningsih, 2010).
Kemurnian suatu zat ditentukan oleh beberapa sifat fisiknya yaitu titik leleh, kelarutan, titik
didih, tekanan uap, densitas dan lain-lain. Sifat fisik adalah karakteristik zat yang bisa diamati dan
diukur tanpa mengubah komposisi kimianya. Kelarutan adalah sifat zat padat apabila berhadapan
dengan zat cair yang berfungsi sebagai pelarut. Jumlah zat yang bisa larut pada temperatur tertentu
dalam sistem pelarut tertentu adalah spesifik (Svehla, 1979).
Pengotor yang ada pada kristal dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pengotor yang terdapat
pada permukaan kristal dan pengotor yang terdapat di dalam kristal. Pengotor yang terdapat pada
permukaan kristal berasal dari larutan induk yang terbawa pada permukaan kristal pada saat proses
pemisahan padatan dari larutan induknya (retentionliquid). Pengotor pada permukaan kristal ini dapat
dipisahkan hanya dengan pencucian. Cairan yang digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat
dapat melarutkan pengotor tetapi tidak melarutkan padatan kristal. Pengotor yang berada di dalam
kristal tidak dapat dihilangkan hanya dengan cara pencucian. Cara yang dapat digunakan
untuk menghilangkan pengotor yang ada di dalam kristal yaitu dengan cara rekristalisasi
(Puguh, 2003).
Rekristalisasi merupakan teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya
yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut
(solven) yang cocok atau sesuai. Suatu pelarut dapat dikatakan cocok atau pelarut yang baik dalam
proses kristalisasi yaitu pelarut yang dapat memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar antara
zat yang dimurnikan dengan zat pengotor dan mudah dipisahkan dari kristalnya. Prinsip dasar
rekristalisasi yaitu perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat
pencampur atau pengotornya. Larutan yang terbentuk dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan
zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya (mencapai kondidi supersaturasi atau
larutan lewat jenuh) (Agustina, 2018). Kristal dapat dipisahkan dari larutannya yang telah jenuh
dengan penyaringan. Penyaringan umumnya dilakukan dibawah tekanan menggunakan corong
Buchner. Pemisahan zat murni dengan pengotornya dapat dibantu dengan proses menambahkan norit
ke dalam larutan agar terjadi proses adsorpsi. Adsorpsi adalah proses penggumpalan zat terlarut
dalam larutan, oleh permukaan bahan penyerap. Zat yang terlibat dalam proses adsorpsi diantaranya
disebut adsorbat yaitu zat yang terserap pada permukaan zat lain yang dan adsorben yaitu zat yang
permukaannya dapat menyerap zat lain. Dengan demikian, zat pengotornya dapat teradsorpsi dan zat
murni tetap dalam larutan (Brady, 1998)
Menurut Horizon (2003), secara umum tahap-tahap rekristalisasi adalah :
1. Pemilihan pelarut
Pelarut yang terbaik adalah pelarut dimana senyawa yang dimurnikan hanya larut sedikit pada
suhu kamar tetapi sangat larut pada suhu yang lebih tinggi, misal pada titik didih pelarut itu. Pelarut
harus melarutkan secara mudah zat-zat pengotor dan mudah menguap, sehingga dapat dipisahkan
secara mudah dari materi yang dimurnikan. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh
padatan untuk mencegah pembentukan minyak.
2. Kelarutan senyawa padat dalam pelarut panas
Padatan yang akan dimurnikan dilarutkan dalam sejumlah minimum pelarut panas. Pada titik
didihnya, sedikit pelarut ditambahkan sampai terlihat bahwa tidak ada tambahan materi yang
terlarut kagi. Hindari penambahan berlebih.
3. Penyaringan larutan
Larutan jenuh yang telah dipanaskan selanjutnya disaring menggunakan kertas saring yang
ditempatkan dalam suatu corong.
4. Kristalisasi
Filtrat hasil penyaringan selanjutnya dibiarkan kering. Zat padat murni akan memisah sebagai
kristal. Kristalisasi sempurna jika kristal yang terbentuk banyak. Larutan harus dalam keadaan
jenuh karena jika larutan telah mencapai derajat saturasinya, maka di dalam zat padat akan
terbentuk zat padat kristal. Apabila kristalisasi tidak terbentuk selama pendinginan filtrat dalam
waktu cukup lama maka larutan harus dibuat lewat jenuh.
5. Pemisahan dan pengeringan kristal
Kristal dipisahkan dari larutan induk dengan penyaringan. Penyaringan umumnya dilakukan
dibawah tekanan menggunakan corong Buchner. Kristal yang telah tersaring dicuci dengan pelarut
dingin murni untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Kristal kemudian dikeringkan
dengan menekan kertas saring atau dioven.

MSDS (Material Safety Data Sheet)


Asam Salisilat (C7H6O3)
Asam salisilat berwujud padatan kristal granula, berwarna putih dan memiliki berat molekul
sebesar 138,12 g/mol. Bahan ini dapat larut dalam aseton. Titik didih asam salisilat sebesar 211℃
dan titik lelehnya sebesar 159℃. Penanganan yang dapat dilakukan jika terkena mata yaitu dibilas
dengan air mengalir minimal selama 15 menit (Sciencelab, 2018).
Akuades (H2O)
Akuades merupakan hasil penyulingan air sehingga tidak terdapat kandungan mineral
didalamnya. Akuades berupa zat yang berfase cair, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
Akuades termasuk bahan yang stabil sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus. Akuades tidak
berbahaya jika terhirup maupun tertelan dan tidak menyebabkan korosi jika terjadi kontak dengan
tubuh (Sciencelab, 2018).
Asam Benzoat (C6H5COOH)
Asam benzoat merupakan padatan tidak berwarna yang berat molekul sebesar 122,12 g/mol,
sedang titik didih dan titik leburnya adalah 249,2℃ dan 122,4℃. Asam benzoat larut dalam air
dingin. Asam benzoate sebaiknya disimpan dalam lemari asam dan dijauhkan dari pamas. Berbahaya
apabila terkena mata, kulit, tertelan dan terhirup dan seger basuh dengan air mengalir apabila terkena
mata atu kulit kemudian tutupi anggota tubuh yang terkontaminasi dengan krim anti bakteri
(Sciencelab, 2018).
Asetanilida (CH3CONHC6H5)
Asetanilida berwujud padatan tidak berwarna, tidak berasa yang mudah larut dalam air dingin.
Berat molekul asetanilida sebesar 135,16 g/mol. Titik didih dan titik leleh astanilidia sebesar 304℃
dan 114,3℃. Asetanilida tidak mengkorosi gelas. Penanganan bila terjadi kontak terhadap mata dan
kulit, segera basuh dengan air mengalir selama 15 menit (Sciencelab, 2018).
Etanol 95%
Etanol dalam keadaan suhu kamar berwujud cair tidak berwarna. Etanol memiliki berat molekul
sebesar 46,07 g/mol dan titik didih serta titik lelehnya sebesar 78℃ dan -155℃. Etanol dapat larut
dalam air, eter, aseton, dan asam. Etanol mudah menguap jika dipanaskan sedikit. Penanganan jika
terjadi kontak dengan tubuh segera basuh dengan air selama 15 menit, jika bahan tertelan jangan
memaksakan untuk dimuntahkan, segera cari bantuan medis (Sciencelab, 2018).
Aseton (C3H6O)
Aseton dalam suhu kamar berwujud cairan tidak berwarna, memiliki bau dan rasa. Berat
molekul aseton adalah 58,08 g/mol, titik didihnya sebesar 56,2℃ dan titik lelehnya sebesar -96,35℃.
Aseton mudah larut dalam air panas maupun dingin. Penanganan bila terjadi kontak terhadap mata
dan kulit, segera basuh dengan air mengalir selama 15 menit (Sciencelab, 201).
Etil Asetat (C6H8O2)
Etil asetat memiliki wujud cair yang berbau dan berasa. Bahan ini mudah larut dalam air panas
dan dingin, dietil eter, aseton, benzene, alcohol. Berat molekul etil asetat sebesar 88,11 g/mol, titik
didih dan titik lelehnya adalah 77℃ dan -83℃. Penanganan yang dapat dilakukan jika terkena mata
yaitu dibilas dengan air mengalir minimal selama 15 menit (Sciencelab, 2018).
N-Heksana (C6H14)
Heksana dalam suhu kamar berwujud cairan dan memiliki bau seperti minyak. Heksana
memiliki berat molekul sebesar 86,18 g/mol, sedangkan titik didih dan titik lelehnya adalah 68℃ dan
-95℃. Hekasana larut dalam dietil eter, aseton dan tidak larut dalam air. Heksana harus disimpan
ditempat yang tidak terpapar sinar matahari langsung. Penanganan yang dapat dilakukan jika terjadi
kontak dengan tubuh, segera basuh dengan air selama 15 menit (Sciencelab,2018).
Toluena (C6H5CH3)
Toluena memiliki wujud cair dan bau seperti benzena. Berat molekul toluene adalah 92,14
g/mol dan titik didihnya sebesar 110,6℃. Toluene larut dalam dietil eter, aseton dan tidak larut dalam
air dingin. Penanganan yang dapat dilakukan jika terjadi kontak dengan tubuh, segera basuh dengan
air mengalir selama 15 menit dan jika bahan tertelan segeralah meminta pertolongan tim medis
(Sciencelab, 2018).
Karbon Aktif (C)
Karbon aktif atau arang aktif adalah zat padat berbentuk bubuk, berwarna hitam, tidak berbau,
larut dalam air, dan memiliki pH berkisar 5.0-10.0. Luas permukaan karbon yang sangat besar
diperoleh denga mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Satu gram karbon aktig, menghasilkan
suatu material yang memiliki permukaan sebesar 500 A. Biasanya pengaktifan hanya bertujuan untuk
memperbesar luas permukaan saja, namun beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan
kemamouan adsorpsi karbon aktif itu sendiri (Sciencelab, 2018).

Prinsip Kerja
Prinsip percobaan ini yaitu memurnikan senyawa organik berdasarkan teknik rekristalisasi yaitu
perbedaan kelarutan pada zat pengotornya serta pemilihan pelarut yang sesuai dengan sampel.
Alat
Tabung reaksi, mortar, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air, Erlenmeyer, pipet Pasteur,
corong Buchner, timbangan, dan alat penentu titik didih.

Bahan
Asam salisilat, asam benzoate, asetanilida, etanol 95%, etil asetat, aseton, n-heksana, toluene,
akuades, norit dan kapas.

Prosedur Kerja
A. Pemilihan Pelarut
Langkah pertama yang dilakukan yaitu sampel yang telah dihaluskan dimasukkan pada 6
tabung reaksi masing-masing sebanyak 0,05 gram. Tabung berisi sampel ditambahkan dengan pelarut
yang berbeda diantaranya akuades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluene, dan n-heksana masing-
masing sebanyak 2 mL dan secara berurutan tabung tersebut diberi nomor 1-6. Tabung tersebut
digoyang-goyangkan dan diamati pelarutan setiap sampel pada suhu kamar. Tabung dengan sampel
yang tidak dipanaskan lalu digoyang dan dicatat jika sampel larut dalam pelarut panas. Masing-
masing pelarut dicatat dan ditentukan diantara keenam pelarut tersebut pelarut mana yang terbaik dan
sesui untuk proses rekristalisasi. Prosedur diatas diulangi untuk sampel unknown dan ditentukan
pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi sampel tersebut.
B. Rekristalisasi Sampel Unknown
Sample unknown sebanyak 0,05 gram dimasukkan kedalam erlenmeyer dan dilarutkan dalam 2
mL pelarut yang sudah ditentukan dari percobaan A.6. Campuran dipanaskan secara perlahan sambil
digoyang-goyangkan hingga semua padatan larut. Tambahkan sedikit pelarut (sekitar 0,5 mL) jika
padatan tidak larut sempurna, kemudian dipanaskan kembali. Diamati setiap penambahan pelarut
yang menyebabkan padatan lebih banyak larut atau tidak karena jika tidak banyak yang larut, bias
jadi disebabkan oleh adanya zat pengotor. Larutan yang telah dipanaskan disaring dengan penyaring
pipet Pasteur untuk menghilangkan pengotor yang tidak larut atau dapat pula menggunakan karbon
aktif. Pipet Pasteur untuk penyaringan disiapkan dengan memasukkan sedikit kapas pada pipet lalu
ditekan menggunakan kawat hingga kapas berada pada bagian bawah atau hingga menyumbat tip.
Pipet penyaring dipanaskan dan pelarut panas yang telah melewati pipet ditampung dalam wadah
penampung atau Erlenmeyer. Pipet diberi karet penghisap jika larutan tidak memenuhi pipet sehingga
dapat didorong dengan karet penghisap tersenut. Larutan sampel yang dilewatkan pada pipe
penyaring, harus diencerkan terlebih dahulu untuk mencegar terjadinya proses reklristalisasi selama
penyaringan. Pipet Pasteur dicucuo dengan sejunkah pelarut panas untuk recovery solute yang
kemungkinan terekristalisasi dalam pipet dan kapas. Wadah penampung dan Erlenmeyer ditutup dan
dibiarkan filtrat atau larutan menjadi dingin hingga larutan dalam suhu kamar dan tambahkan ice bath
untuk menyempurnakan proses rekristalisasi. Wadah larutan dimasukka kedalam ice bath dan
daiamati pembentukan rekristalisasinya. Kristal disaring dan dicuci dengan sejumlah pelarut dingin
menggunakan penyaring Buchner dan dilanjutkan penyaringan hingga kering. Timbang Kristal dan
hitung persen recovery-nya dan ditentukan titik leleh kristal dan dicatat.

Waktu yang Dibutuhkan


No Jam Keterangan Waktu
1 07.00-07.10 Pengisian presensi 10 menit

2 07.10-08.10 Percobaan pemilihan pelarut 1 jam


3 08.10-09.20 Percobaan Rekristalisasi sampel 1 jam 10 menit
4 09.20-09.40 Pengujian Titik Leleh 20 menit
Total 2 jam 40 menit

Data dan Perhitungan


A. Pemilihan Pelarut
Sampel A (Asam Salisilat 0,05 g)

No. Larutan Sebelum Pemanasan Pemanasan Setelah Pendinginan


1 Akuades Tidak larut Larut Mengkristal
2 Etanol 95% Tidak larut Tidak larut -
3 Etil asetat Larut - -
4 Aseton Larut - -
5 Toluene Larut - -
6 N-Heksana Tidak larut Tidak larut -

Sampel B (Asam Benzoat 0,05 g)

No. Larutan Sebelum Pemanasan Pemanasan Setelah Pendinginan


1 Akuades Larut Larut Mengkristal
2 Etanol 95% Tidak larut Tidak larut -
3 Etil asetat Tidak larut - -
4 Aseton Tidak larut Larut Tidak mengkristal
5 Toluene Larut - -
6 N-Heksana Tidak larut Tidak larut -
B. Rekristalisasi Sampel Unknown
Massa Sampel Massa Sampel
No. V Pelarut Titik Leleh % Recovery
Awal Akhir
1 0,152 g 0,0198 g 6 mL 158℃ 13,03%

Massa sampel awal = Massa sampel (dalam kertas saring)– massa kertas saring
= 0,663 g – 0,511 g
= 0,152 g
Massa sampel akhir = Massa sampel (dalam kertas saring)– massa kertas saring
= 0,5308 g – 0,511 g
= 0,0198 g
Persen recovery :
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 0,0198 𝑔
%Recovery = × 100% = × 100%= 13,03%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑤𝑎𝑙 0,152 𝑔

Hasil
Pelarutan Sampel dengan Larutan
Perlakuan Suhu Ruang Gambar
Asam salisilat Asam Benzoat A B
Akuades Tidak larut larut

Etanol Tidak Larut Tidak Larut

Etil Larut Tidak Larut


Asetat
-
Aseton Larut Sebagian Tidak Larut

Toluene Larut Tidak Larut

Heksana Tidak larut Tidak larut

Pemanasan Larutan
Perlakuan Dipanaskan Gambar
Asam Salisilat Asam Benzoat A B
Akuades Larut - -

Etanol Tidak Larut Larut

Etil - Larut -
Asetat
Aseton - Larut -

Toluene Larut Tidak Larut

Heksana Tidak larut Tidak larut

Pendinginan Larutan
Perlakuan Didinginkan Gambar
Asam Salisilat Asam Benzoat A B
Akuades Mengkristal - -

Etanol - - - -
Etil - Tidak Mengkristal -
Asetat

Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari teknik rekristalisasi pada pemurnian senyawa
organik. Langkah pertama sebelum melakukan pemurnian yaitu memilih pelarut yang sesuai untuk
sampel dan dilanjutkan dengan rekristalisasi sampel dengan pelarut yang sesuai tadi. Sampel yang
digunakan ada 2 macam yaitu sampel A (asam salisilat) dan sampel B (asam benzoat). Pelarut yang
digunakan ada 6 macam yaitu akuades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, dan n-heksana.
Prosedur pertama yang dilakukan yaitu pemilihan pelarut yang cocok bagi masing-masing
sampel. Sampel A asam salisilat sebanyak 0,05 g pada 6 tabung reaksi dilarutkan dengan pelarut yang
berbeda dalam masing-masing tabung sebanyak 2 mL. Hal yang sama dilakukan pula terhadap sampel
B asam benzoat sebanyak 0,05 g yang dilarutkan dengan 6 pelarut berbeda. Asam salisilat tidak larut
pada suhu ruang dalam akuades, etanol, dan n-heksana sedangkan dalam etil asetat dan toluena dapat
larut dalam suhu ruang. Asam benzoat pada suhu ruang tidak dapat larut pada etanol, aseton, toluen,
n-heksana dan etil asetat sedangkan pada akuades dapat larut. Campuran yang tidak melarutkan
sampel pada suhu ruang, kemudian dipanaskan, dan apabila masih tidak dapat melarutkan berarti
larutan tersebut tidak dapat melarutkan sampel. Pemanasan bertujuan untuk meningkatkan kelarutan
larutan sehingga zat terlarut dapat larut. N-heksana tidak melarutkan sampel pada suhu ruang dan saat
dipanaskan hingga n-heksana habis menguap juga tidak melaurtkan sampel, artinya n-heksana tidak
dapat melarutkan sampel. Akuades dapat melarutkan asam salisilat setelah dilakukan pemanasan
sedangkan yang dapat melarutkan asam benzoat saat pemanasan yaitu aseton.
Larutan yang telah dipanaskan tersebut didinginkan dapat membentuk kristal kembali.
Pendinginan dengan bantuan es batu bertujuan agar proses pendinginan berlangsung. Larutan yang
membentuk kristal adalah larutan campuran akuades dengan asam salisilat. Campuran aseton dan
asam benzoat tidak membentuk kristal saat dilakukan pendinginana setelah pemanasan, hal ini dapat
disebabkan oleh kelarutan aseton yang tinggi setelah pemanasan sehingga larutan masih jauh dari
titik jenuh dan tidak mudah untuk dikristalkan kembali.
Prosedur pertama pelarutan sampel pada masing-masing larutan dipengaruhi oleh sifat
kelarutan tiap larutan sehingga hasil pelarutannya berbeda. Larutan yang mempunyai kelarutan tinggi
seperti aseton yang dapat melarutkan sampel pada suhu ruang, tidak cocok dijadikan sebagi pelarut
dalam proses rekristalisasi. Prinsip kerja rekristalisasi berdasarkan kelarutan senyawa dalam larutan.
Pemilihan pelarut yang cocok bagi sampel yaitu larutan yang tidak dapat melarutkan sampel pada
suhu ruang dan dapat melarutkan dengan bantuan pemanasan serta dapat membentuk kristal ketika
didinginkan. Berdasarkan data tersebut, larutan yang sesuai bagi sampel A asam salisilat yaitu
akuades karena hanya dapat melarutkan saat dipanaskan dan membentuk kristal setelah didinginkan
sedangkan pada sampel B asam benzoat tidak ada pelarut yang sesuai.
Hasil dari pemilihan pelarut tersebut kemudian dilanjutkan untuk prosedur yang berikutnya yitu
rekristalisasi sampel unknown menggunakan pelarut yang telah dipilih. Sampel sebanyak 0,152 gram
dilarutkan dalam 6 mL akuades kemudian karena tidak dapat larut pada suhu ruang, maka dipanaskan
hingga semua sampel larut. Campuran sampel yang telah dilarutkan kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring yang diisi norit dan corong yang telah dipanaskan. Tujuan penyaringan
tersebut yaitu untuk memurnikan sampel dari pengotor dengan bantuan proses adsorpsi oleh norit
yang akan mengadsorpsi pengotor dalam sampel. Pemanasan corong yang digunakan pada proses
filtrasi bertujuan agar larutan tidak mengkristal dalam corong atau dengan kata lain suhu larutan tetap
dalam keadaan panas sehingga tidak terjadi rekristalisasi dalam corong karena penurunan suhu.
Langkah berikutnya yaitu proses pendinginan untuk mendapatkan kristal dari larutan.
Campuran larutan yang telah difiltrasi tadi kemudian disaring kembali menggunakan kertas saring
yang telah diketahui massanya dan dengan corong yang dihubungkan dengan erlenmeyer dibawahnya
yang bersuhu dingin karena diberi es disekitarnya. Tujuannya adalah agar terjadi rekristalisasi
campuran larutan pada kertas saring dan massa kristal hasil rekristalisasi dapat diketahui. Kristal yang
telah diperoleh pada kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven sebelum ditimbang agar tidak
terdapat kandungan air didalamnya sehingga saat ditimbang hanya terukur massa sampel dan kertas
saringnya saja. Massa sampel dapat diperoleh dari selisih massa yang terukur di neraca dikurangi
massa kertas saring tadi, hasil rekristalisasi diperoleh massa sampel sebanyak 0,0198 g.
Persen recovery diperoleh dengan membandingkan massa sampel hasil rekristalisasi dan massa
sampel sesungguhnya sebelum rekristalisasi yang dikalikan den 100%. Hasil perhitungan diperoleh
%recovery percobaan ini adalah sebesar 13,03% yang berarti hanya 13,03% kandungan zat murni
dalam sampel dan sisanya sebanyak 86,97% adalah zat pengotor. Persen recovery yang sedikit ini
juga dapat disebabkan oleh proses pelarutan dan penyaringan yang tidak sempurna sehingga sampel
yang larut tidak sempurna dan hasil pengkristalan tidak maksimal, oleh karena itu diperoleh massa
sampel hasil rekristalisasi yang sedikit.
Prosedur berikutnya yaitu penentuan titik leleh sampel. Sampel yang telah diperoleh dari hasil
rekristalisasi diuji titik lelehnya dengan set alat penentu titik leleh. Hasil uji titik leleh sampel
diperoleh titik lelehnya sebesar 158℃. Berdasarkan data pada MSDS, asam salisilat mempunyai titik
leleh sebesar 159℃, titik leleh sampel unknown mendekati titik leleh asam salisilat, sehingga dapat
diperkirakan bahwa sampel unknown adalah asam salisilat.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa proses rekristalisasi menggunakan
prinsip kelarutan senyawa pada suatu larutan dan perbedaan daya larut senyawa dan pengotornya.
Kandungan senyawa murni sampel unknown dalam sampelnya adalah 13,03% dari 0,152 g sampel.
Sampel unknown diperkirakan merupakan asam salisilat berdasarkan titik leleh sampel yang
mendekati titik leleh asam salisilat yaitu 158℃.

Referensi
Brady, James.E. 1998. Kimia Universitas Asas dan Struktur Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Horizon. 2003. Analisa Kuaitatif. Jakarta: Erlangga.
Agustina, dkk, (2013). Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak untuk Mencapai SNI Garam
Industri.Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri. Vol. 2, No.4.Universitas Diponegoro. Semarang.
Diakses tanggal 8 Desember 2014
Puguh. Dkk, (2003). Studi Eksperimental Pemurnian Garam NaCl dengan CaraRekristalisasi.
Universitas Surabaya
Svehla, G,. 1979. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Jilid I Edisi
Kelima. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.
Sulistyaningsih, Triastuti.Dkk, (2010). Pemurnian Garam Dapur Melalui Metode Kristalisasi Air
Tua dengan Bahan Pengikat Pengotor Na2C2O4-NaHCO3 dan Na2C2O4-Na2CO3.Vol.8, No.1
Universitas Negri Semarang

Saran
Saran yang dapat disampaikan dari percobaan ini yaitu saat melakukan pelarutan, praktikan
harus sangat teliti memastikan bahwa semua sampel larut dalam pelarut. Tujuannya agar hasil sampel
yang dikristalisasi merupakan kristal dari seluruh massa sampel yang terukur sesungguhnya sehingga
randemen yang diperoleh dapat akurat. Praktikan saat melakukan penyaringan juga dipastikan bahwa
corong dalam keadaan panas sehingga sampel seluruhnya tersaring.

Nama Praktikan
Erna Rosinawati N. (171810301043)

Anda mungkin juga menyukai