Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI DASAR

SEMESTER GANJIL 2020-2021

SINTESIS ASAM ASETIL SALISILAT

Hari / Jam Praktikum : Rabu / 13.00-16.00 WIB

Tanggal Praktikum : 18 November 2020

Kelompok :9

Asisten : 1. Mamay Krisman

2. Randy Rassi Prayoga

ATHOYA DELAROSA 260110200050 VI-IX

DELA NURZANAH 260110200054 II-IV, IX

MICHELLE DARMAWAN 260110200052 I,V,VIII-X

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
I. Tujuan
1.1 Memahami proses reaksi esterifikasi
1.2 Mensintesis aspirin dari asam salisilat dengan asetat anhidrida

II. Prinsip
2.1 Asetilasi (Esterifikasi)
Asetilasi merupakan pengenalan gugus asetil ke berapa agen nukleofilik seperti
alkohol, fenol, dan amina dimana atom H dari gugus fungsi OH dan NH2 digantikan oleh
gugus asetil (Groggins, 1985).
2.2 Kristalisasi
Kristalisasi adalah suatu proses pemisahan, dimana akan terjadi peristiwa alih
massa dari fase cair menuju kristal padat murni berdasarkan prinsip perbedaan kelarutan
senyawa pada suhu yang berbeda-beda (Rubiyanto, 2017).
2.3 Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah Teknik pemurnian suatu zat padat dari pengotornya dengan
cara mengkristalkan kembali zat yang sudah dilarutkan dalam pelarutnya (Vale, 2015).
2.4 Adsorpsi
Proses perpindahan fasa yang banyak digunakan untuk menyisihkan suatu
komponen dari fasa fluida (gas atau cairan) (Setianingsih, 2018).

III. Reaksi

(Fessenden dan fessenden, 1995)


IV. Teori Dasar
Asam asetil salisilat atau biasa disebut aspirin merupakan hasil reaksi antara asam
karboksilat dengan asam asetat anhidrida menggunakan metode sintesis dengan bantuan
katalis asam sulfat (H2SO4), proses pembuatannya disebut dengan asetilasi (Noviyanti,
2018). Aspirin memiliki rumus kimia C9H8O4 dan memiliki bentuk seperti jarum atau
serbuk hablur serta berwarna putih. Aspirin memiliki sifat kelarutan sukar larut dalam air
namun mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter. Sifat fisik dari aspirin yaitu berbentuk
kristal jarum atau serbuk dengan berat molekul sebesar 180,16 gram/mol. Selain itu, aspirin
tidak memiliki bau ataupun berbau lemah. Asetosal merupakan nama lain dari aspirin.
Asetosal bersifat stabil pada udara kering, sedangkan pada saat berada di udara lembab,
asetosal akan terhidrolisis menjadi asam salisilat dan asam asetat (Kemenkes RI,2013).
Aspirin (asam asetil salisilat/asetosal) memiliki sifat analgesik, yaitu efektif sebagai
penghilang rasa sakit. Aspirin juga merupakan zat ​anti-inflammator​y, yang digunakan untuk
menghilangkan/mengurangi rasa sakit pada cedera ringan seperti luka yang memerah dan
bengkak. Aspirin juga sebagai antipiretik, yang berfungsi untuk menurunkan panas demam.
Penggunaan aspirin secara berulang-ulang akan mengakibatkan pendarahan pada lambung.
Apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup besar, maka akan dapat mengakibatkan diare,
mual, bahkan berhalusinasi pada pasien. Dosis rata-rata yang digunakan adalah 0.3-1 gram.
Dosis yang mencapai 10.30 gram dapat menyebabkan kematian (Austin, 1984).
Asam salisilat merupakan senyawa yang mudah larut dalam etanol serta eter dan sukar
larut dalam air serta benzena. Asam salisilat merupakan senyawa yang bifungsional yaitu
gugus fungsi hidroksil dan gugus fungsi karboksil. Dengan ini asam salisilat dapat berfungsi
sebagai fenol dan juga dapat berfungsi sebagai asam benzoat. Baik sebagai fenol maupun
sebagai asam benzoat, asam salisilat dapat mengalami reaksi esterifikasi. Bila direaksikan
dengan asetat anhidrida akan menghasilkan aspirin. Bila direaksikan dengan alkohol
menghasilkan metil salisilat (Kristian, 2007). Asetat anhidrat merupakan suatu anhidrat dan
asam asetat. Asetat anhidrat ini memiliki struktur molekul yang simetris. Senyawa ini dapat
berfungsi sebagai pelarut organik dan berperan dalam proses asetilasi dan pembuatan aspirin
(asam asetil salisilat). Asetat anhidrat ini banyak digunakan dalam industri selulosa asetat
yang menghasilkan serat asetat, plastik, dan serat kain (Baysinger, 2004).
Aspirin merupakan hasil dari reaksi esterifikasi atau asetilasi. Reaksi asetilasi
merupakan reaksi masuknya gugus asetil (CH3COO-) ke dalam suatu molekul organik
seperti OH dan NH2. Reaksi asetilasi merupakan reaksi yang setimbang dan sama dengan
reaksi esterifikasi (Groggin, 1985). Proses asetilasi yang menggunakan larutan asetat
anhidrida dengan asam sulfat sebagai katalis, dapat diukur keberhasilannya yaitu dapat
dilihat dari perbedaan massa awal dengan massa akhir (Krisdianto, 2012). Reaksi esterifikasi
merupakan reaksi yang terjadi antara suatu senyawa asam karboksilat dengan alkohol yang
menghasilkan ester. Ester merupakan salah satu jenis senyawa organik. Ester memiliki nama
lain yaitu alkil alkanoat (Fessenden dan Fessenden, 1982). Reaksi esterifikasi yang terjadi
dalam proses pembuatan aspirin adalah asam salisilat memiliki peran sebagai alkohol karena
memiliki gugus OH. Sedangkan anhidrida asam asetat berperan sebagai anhidrida asam
(Fieser, 1987).
Ester yang terbentuk dari reaksi ini adalah asam asetil salisilat atau biasa disebut
aspirin. Gugus asetil CH3COO berasal dari anhidrida asam asetat. Sedangkan hasil samping
dari reaksi ini adalah asam asetat. Hasil samping tersebut akan terhidrasi sehingga
membentuk anhidrida asam asetat kembali. Anhidrida asam asetat ini akan bereaksi lagi
dengan asam salisilat yang kemudian membentuk aspirin. Reaksi ini akan berhenti apabila
asam salisilat habis karena adanya asam sulfat pekat (Fieser, 1987). Asetat anhidrat
merupakan suatu anhidrat dan asam asetat. Asetat Anhidrat ini memiliki struktur molekul
yang simetris. Senyawa ini dapat berfungsi sebagai pelarut organik dan berperan dalam
proses asetilasi dan pembuatan aspirin (asam asetil salisilat). Asetat anhidrat ini banyak
digunakan dalam industri selulosa asetat yang menghasilkan serat asetat, plastik, dan serat
kain. Nama lain dari aspirin adalah metil ester asetanol karena diperoleh dari esterifikasi
asam salisilat sehingga merupakan asam asetat dan fenil asetat. (Baysinger, 2004).
Apabila pada reaksi ini tidak digunakan katalis seperti asam sulfat maka reaksi akan
berlangsung sangat lambat. Reaksi esterifikasi ini bersifat ​reversible atau bolak-balik. Hal
ini dikarenakan pada proses esterifikasi ini dihasilkan produk berupa air (H2O). Air ini dapat
menyebabkan terjadinya hidrolisis kembali pada ester yang telah terbentuk menjadi asam
karboksilat yang merupakan pembentuknya. Hal ini dapat dinamakan dengan proses asetilasi
fischer. Oleh karena itu, proses sintesis atau pembuatan aspirin haruslah dilakukan pada
kondisi yang bebas air (Fessenden dan Fessenden, 1982).
Dalam proses sintesis aspirin, metode yang digunakan adalah kristalisasi dan
rekristalisasi. Kristalisasi merupakan suatu proses pembentukan partikel-partikel zat padat
dalam suatu fase yang homogen. Kristalisasi dari suatu larutan dapat terjadi apabila suatu
padatan terlarut dalam keadaan yang berlebih di luar sistem kesetimbangan dan sistem
tersebut akan mencapai kesetimbangan dengan membentuk kristal. (Wong, et al., 2013).
Metode kristalisasi dibagi menjadi dua tahap, yaitu nukleasi dan pertumbuhan kristal.
Pada tahap nukleasi, terjadi pembentukan inti kristal, dimana atom-atom pada senyawa
mengalami penataan ulang pada strukturnya. Faktor pendorong terhadap laju nukleasi dan
laju pertumbuhan kristal yaitu supersaturasi. Tahap nukleasi dan pertumbuhan kristal tidak
dapat berlangsung dalam larutan jenuh maupun tak jenuh (Pinalia, 2011).
Kristal dapat dimurnikan melalui metode rekristalisasi. Rekristalisasi merupakan suatu
metode yang digunakan untuk memurnikan suatu senyawa organic dengan pembentukan
kembali kristal yang telah dilarutkan. Prinsip utama yang mendasari terjadinya rekristalisasi
adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat
pencampur atau pengotornya. Larutan yang terbentuk kemudian dipisahkan melalui
proses-proses filtrasi, kemudian larutan yang terbentuk dari zat yang diinginkan dikristalkan,
yaitu dengan cara mencapai kondisi supersaturasi atau larutan lewat jenuh. Dalam
rekristalisasi apabila .belum diketahui secara pasti jenis suatu zat atau senyawa, maka perlu
diketahui polaritas suatu zat dengan memperhatikan gugus fungsional (Agustina, 2013).
Keunggulan rekristalisasi pelarut adalah penggunaan suhu rendah dan mudah
diaplikasikan dengan peralatan sederhana. Pelarut digunakan pada tahap rekristalisasi. Pada
tahap ini terjadi proses rekristalisasi komponen-komponen yang tidak larut dalam pelarut
dan mempunyai titik beku yang lebih tinggi dari suhu yang digunakan akan membeku dan
membentuk kristal (Ahmadi, 2010).

V. Alat dan Bahan


5.1. Alat
a. Batang Pengaduk e. Heating mantle h. Oven
b. Corong Buchner f. Labu Alas Bulat i. Pipet Tetes
c. Gelas Beaker g. Melting Point j. Spatula
d. Gelas Ukur Apparatus k. Thermometer
l. Timbangan
Analitik

5.2. Bahan
a. Asam Asetat Anhidrat d. Aquadestillata
b. Asam Posfat e. Batu Didih
c. Asam Salisilat f. Etanol

5.3. Gambar Alat

j.
a. e.

k.

b.
f.

l.
c.
g.

h.
d.

i.
VI. Prosedur
6.1 Pembuatan Asam Asetil Salisilat
Sebanyak 5 gr asam salisilat dan 18 g asetat anhidrat (larutan) ditimbang kemudian
dimasukan ke dalam labu refluks. Tambahkan asam posfat sebagai katalis jika diperlukan.
Masukkan batu didih kemudian refluks pada suhu 80°C selama 15 menit. Dinginkan larutan
pada suhu ruang kemudian tambahkan 25 ml air dingin ke dalam labu. Bila perlu simpan
labu di dalam tangas es. Tunggu hingga terbentuk Kristal. Aduk perlahan untuk
mempercepat pembentukan Kristal. Saring Kristal atau endapan yang terbentuk dengan
menggunakan vakum. Cuci Kristal yang terbentuk dengan pelarut yang sesuai. Keringkan
dan hitung rendemen Kristal yang diperoleh.
6.2 Rekristalisasi Asam Asetil Salisilat
Pemurnian dilakukan dengan rekristalisasi. Masukkan kristal ke dalam gelas kimia
100 mL. Larutkan kristal dengan 15 ml alkohol 96%. Tambahkan 40 mL aquadest panas di
atas kristal. Didinginkan perlahan-lahan dan akan diperoleh kristal berbentuk jarum. Saring
kristal yang terbentuk. Kumpulkan kristal di kaca arloji, kemudian tempatkan di oven untuk
mengeringkan kristal selama 10 menit pada suhu 50 ° C. Dengan menggunakan penjepit,
keluarkan kaca arloji dari oven dan biarkan mencapai suhu kamar. Timbang kristalnya.
Hitung titik leleh dari kristal kering. (Suprianto, 2017)

VII. Hasil Identifikasi

No Prosedur Hasil

Pembuatan asam asetil salisilat

1. Menimbang 5 gram asam salisilat dan 18 Telah dilakukan penimbangan asam


gram asetat anhidrat kemudian catat berat salisilat sebanyak 5 gram dan asetat
yang didapatkan anhidrat sebanyak 18 gram

2. Memasukkan asam salisilat sebanyak 5 Telah dimasukkan asam salisilat dan asetat
gram dan asetat anhidrat sebanyak 18 ke anhidrat ke dalam labu refluks
dalam labu refluks

3. Menambahkan asam fosfat ke dalam labu Telah ditambahkan asam fosfat ke dalam
refluks campuran asam salisilat dan asetat anhidrat

4. Masukkan batu didih ke dalam labu Telah dimasukkan batu didih untuk
kemudian refluks pada suhu 80°C selama mencegah bumping saat direfluks dan telah
15 menit direfluks labu berisi larutan pada suhu
sekitar 80°C selama 15 menit

5. Simpanlah labu yang telah dipanaskan Telah didinginkan labu yang berisi larutan
tadi di penangas es, kemudian tunggu dan terlihat pada larutan terbentuk kristal
hingga terbentuk kristal pada larutan, aspirin berwarna putih ketika larutan
untuk mempercepat pembentukan kristal diaduk
larutan dapat diaduk.

6. Saring Kristal atau endapan yang Kristal yang terbentuk tadi telah disaring
terbentuk dengan menggunakan vakum. menggunakan vakum sehingga terpisah
dengan filtratnya.

7. Mencuci kristal dengan pelarutnya Telah dicuci kristal yang terbentuk dan
kemudian dikeringkan dengan telah dikeringkan dengan oven sampai
menggunakan oven massa yang ditimbang benar-benar konstan

Rekristalisasi asam asetil salisilat

1. Masukkan kristal ke dalam gelas kimia Telah dilarutkan kristal aspirin dengan 15
100 mL dan larutkan kristal dengan 15 ml mL etanol 96% (Kristal menjadi terlarut
alkohol 96% sempurna kembali).

2. Tambahkan 40 mL aquadest panas Telah dituangkan aquades panas sebanyak


40 mL ke dalam gelas kimia dan diaduk
sampai semua larut (Kristal tetap larut
sempurna).

3. mendinginkan larutan dan akan diperoleh telah didinginkan larutan sampai terbentuk
kristal berbentuk jarum kristal
4. menyaring kristal yang terbentuk telah disaring kristal yang terbentuk

5. mengeringkan kristal di oven untuk kristal hasil penyaringan telah dimasukkan


selama 10 menit pada suhu 50 ° C. ke dalam oven selama 10 menit pada suhu
50 ° C agar kering

6. menentukan titik leleh kristal -

VIII. Perhitungan
Diketahui : Mr asetat anhidrat = 102,09 ; massa = 18 gram
Mr asam salisilat = 138,12 ; massa = 5 gram
Mr Aspirin = 180,16
18
Perhitungan : n asetat anhidrat = 102,09 = 0, 176
5
n asam salisilat = 138,12 = 0, 0362
Asetat anhidrat + Asam Salisilat → Aspirin + Asam Asetat
C4H6O3 C7H6O3 C9H8O4 C2H4O2

m: 0,176 0,0362 - -
b: 0,0362 0,0362 0,0362 0,0362

r: 0,1398 0 0,0362 0,0362


Massa teoritis Aspirin yang terbentuk = n x Mr = 0,0362 x 180,16 = 6,522 gram

1. Percobaan Athoya
● massa asam salisilat = 4,98 g
massa 4,98
n asam salisilat = Mr
= 138,12
= 0,0361 mol

● massa anhidrat asetat = 18,02 g


massa 18,02
n anhidrat asetat = Mr
= 102,09
= 0,177 mol

● massa aspirin hasil percobaan = 5,07 g


massa teoritis = 6,50 g
massa asil percobaan
%yield = massa teoritis
× 100%
5,07
%yield = 6,50
× 100%

= 78%

2. Percobaan Dela
● massa asam salisilat = 5,01 g
massa 5,01
n asam salisilat = Mr
= 138,12
= 0,0363 mol
● massa anhidrat asetat = 18,02 g
massa 18,02
n anhidrat asetat = Mr
= 102,09
= 0,177 mol
● massa aspirin hasil percobaan = 5,05 g
massa teoritis = 6,53 g

massa asil percobaan


%yield = massa teoritis
× 100%
5,05
%yield = 6,53
× 100%
= 77%

3. Percobaan Michelle
● massa asam salisilat = 5 g
massa 5
n asam salisilat = Mr = 138,12 = 0,0362 mol
● massa anhidrat asetat = 17,99 g
massa 17,99
n anhidrat asetat = Mr
= 102,09
= 0,176 mol

● massa aspirin hasil percobaan = 4,81 g


massa teoritis = 6,52 g

massa asil percobaan


%yield = massa teoritis
× 100%
4,81
%yield = 6,52
× 100%
= 74%
IX. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan sintesis asam asetil salisilat dengan tujuan memahami
proses reaksi esterifikasi antara asam salisilat dan asam asetat anhidrat. Aspirin merupakan hasil
dari reaksi esterifikasi atau asetilasi. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang terjadi antara
suatu senyawa asam karboksilat dengan alkohol yang menghasilkan ester. Ester merupakan salah
satu jenis senyawa organik. Ester memiliki nama lain yaitu alkil alkanoat. Reaksi esterifikasi
yang terjadi dalam proses pembuatan aspirin adalah asam salisilat memiliki peran sebagai
alkohol karena memiliki gugus OH. Sedangkan anhidrida asam asetat berperan sebagai anhidrida
asam. Ester yang terbentuk dari reaksi ini adalah asam asetil salisilat atau biasa disebut aspirin.
Gugus asetil CH3COO berasal dari anhidrida asam asetat. Sedangkan hasil samping dari reaksi
ini adalah asam asetat.

Sintesis Aspirin dimulai dengan mencampurkan 5 gram asam salisilat dengan 18 gram
larutan asetat anhidrat ke dalam labu alas bulat. Pada sintesis aspirin ini digunakan anhidrida
asetat untuk mencegah adanya air yang akan menyebabkan ester yang terbentuk (aspirin)
terhidrolisis kembali karena reaksi esterifikasi ini merupakan reaksi yang reversible​. Kemudian,
ditambahkan asam posfat sebagai katalis dan juga batu didih untuk meratakan panas ke seluruh
bagian campuran larutan agar tidak terjadi ​bumping.​ Setelah itu, campuran tersebut direfluks
pada suhu 80°C selama 15 menit. Pemanasan ini dilakukan untuk mempercepat reaksi yang
terjadi. Langkah selanjutnya adalah membiarkan campuran tersebut dingin pada suhu ruang,
kemudian ditambahkan 25 ml air agar menurunkan kelarutan aspirin sehingga kristal yang
terbentuk lebih banyak. Untuk mempercepat pembentukan kristal, dapat dilakukan pengadukan
serta menyimpan larutan di dalam penangas es. Setelah itu, kristal yang terbentuk disaring
dengan corong buchner, dicuci, dan dikeringkan. Namun, setiap kristal hasil sintesis dari
senyawa organik belumlah murni.

Selanjutnya, dilakukan prosedur rekristalisasi asam asetil salisilat yang bertujuan untuk
meningkatkan kemurnian kristal asam asetil salisilat yang dihasilkan. Prosedur ini dilakukan
karena prosesnya yang mudah dan tidak membutuhkan alat khusus untuk melakukannya. Prinsip
yang digunakan pada proses rekristalisasi ini yaitu perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan zat pencampurnya. Untuk proses rekristalisasi asam asetil salisilat ini
menggunakan kombinasi dua pelarut, yaitu alkohol dan air panas. Pertama-tama melarutkan
endapan aspirin yang telah disaring ke dalam 15 mL alkohol 96% panas pada gelas kimia 100
mL. Fungsi alkohol disini sebagai pelarut semi polar didasarkan pada sifat kelarutan aspirin.
Aspirin mudah larut dalam alkohol dan suhu hangat dapat menyebabkan kelarutannya
bertambah. Dalam memanaskan alkohol ada yang perlu diperhatikan yaitu, jangan dibiarkan
terbuka karena alkohol memiliki sifat ​volatile a​ tau mudah menguap. Maka, dalam pemanasan
alkohol ini dilakukan dalam gelas beaker lalu ditutup dengan kertas alumunium foil. Setelah itu,
tambahkan 40 mL aquades hangat yang berfungsi untuk membantu proses pelarutannya
sekaligus bereaksi memperbanyak endapan. Akan tetapi, penambahan aquades ini harus
dilakukan setelah semua padatan asam asetil salisilat larut sempurna di dalam alkohol. Hal ini
dikarenakan asam asetil salisilat akan berubah menjadi asam asetat jika langsung terkena air.
Aquades ini nantinya akan membantu proses perbanyakan endapan dalam pembentukan kristal
asam asetil salisilat. Selain itu, aquades ini juga dimaksudkan untuk menghidrolisis kelebihan
asam yang terdapat pada kristal asam asetil salisilat.

Setelah larutan yang dipanaskan tersebut larut sempurna dan menjadi larutan yang
homogen, dinginkan dan diamkan larutan tersebut hingga terbentuk kristal jarum aspirin
(rhombic) pada suhu kamar. Tujuan pendinginan ini yaitu agar kelarutan aspirin dan campuran
alkohol dengan aquades mengalami penurunan. Saat didinginkan masukkan batang pengaduk
yang bertujuan untuk menyokong pembentukan inti endapan yang banyak sehingga yang
terbentuk berukuran kecil. Kristal yang terbentuk kemudian disaring dengan menggunakan
corong kaca dan kertas saring yang telah ditimbang sebelumnya untuk memisahkan pengotor
dengan larutan asam asetil salisilat. kertas saring yang digunakan ditimbang terlebih dahulu
untuk keperluan perhitungan ​yield percent.
Apabila proses penyaringan selesai dilakukan, kumpulkan kristal dalam kaca arloji dan
keringkan di dalam oven selama 10 menit pada suhu 50⁰C. Hal ini bertujuan untuk menguapkan
alkohol dan aquades yang masih berada pada endapan. Sehingga saat penimbangan massa aspirin
yang didapat murni tanpa adanya zat lainnya. Setelah kering, timbang kembali kertas saring
berisi kristal aspirin menggunakan timbangan analitik. Dari hasil perhitungan didapatkan 3 hasil
massa aspirin dari 3 praktikkan. Praktikkan pertama mendapatkan massa aspirin hasil percobaan
sebesar 5,07 gram sehingga didapat yield percent ​sebesar 78%. Praktikkan kedua mendapatkan
massa aspirin hasil percobaan sebesar 5,05 gram dengan ​yield percent ​sebesar 77%. Sementara
itu, praktikkan ketiga mendapatkan ​yield percent ​sebesar 74% dengan massa aspirin hasil
percobaan sebanyak 4,81 gram.
Setelah melakukan proses rekristalisasi, dilanjutkan dengan menguji kemurnian kristal
aspirin yang didapatkan melalui uji titik leleh menggunakan alat melting point apparatus.
Menurut literatur, kristal Aspirin murni memiliki rentang titik leleh 138°C-140°C.
Langkah-langkah penentuan titik leleh adalah sebagai berikut.
1. Masukkan sampel padat ke dalam pipa kapiler hingga mencapai panjang sekitar 0,5 cm.
Usahakan sampel mencapai bagian bawah pipa kapiler (bagian bawah adalah bagian yang
tertutup / buntu).
2. Memasukkan pipa kapiler ke dalam alat penentu titik leleh. Biasanya medium pemanas yang
digunakan adalah gliserin.
3. Pastikan padatan dalam pipa teramati lewat kaca pembesar alat.
4. Nyalakan alat (meliputi lampu dan pemanas), dan mulailah mengamati kenaikan suhu lewat
termometer.
5. Catatlah suhu jika padatan mulai meleleh, dan catatlah suhu sekali lagi saat seluruh padatan
meleleh (trayek pelelehan). Misal, jika padatan mulai meleleh pada suhu 66° C dan meleleh
sempurna pada suhu 68° C, maka titik leleh zat tersebut adalah 66°-68° C. Titik leleh juga dapat
digunakan sebagai acuan apakah senyawa tersebut murni atau tidak. Senyawa murni biasanya
mempunyai rentangan titik leleh tak lebih dari 3° Celcius. Misalnya, suatu bahan mempunyai
titik leleh 128°-136° C, maka dapat diketahui senyawa tersebut belum murni karena rentang titik
lelehnya adalah 8 derajat Celcius. (Dwi Winarto, 2013).

Data Senyawa Praktikum Berdasarkan FI VI


ASAM SALISILAT
BM : 138,12
Pemerian : Hablur putih; biasanya berbentuk jarum halus
atau serbuk halus putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di
udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika
dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan
atau merah muda dan berbau lemah mirip mint.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam benzen,larut dalam air mendidih;mudah larut dalam
etanol dan dalam eter; agak sukar larut dalam kloroform.

ASAM ASETILSALISILAT, Asetosal


BM : 180,16
Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau
lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau
atau berbau lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara
lembab secara bertahap terhidrolisis menjadi asam salisilat
dan asam asetat.
Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam kloroform dan dalam
eter; agak sukar larut dalam eter mutlak (FI VI,2020). 1 g sol in: 300 mL water at 25 °C, 100 mL
water at 37 °C, 5 mL alcohol, 17 mL chloroform, 10-15 mL ether; less sol in anhydrous ether
(The Merck Index, 2006).
Identifikasi :
A. Panaskan larutan zat selama beberapa menit, dinginkan dan tambahkan 1 atau 2 tetes besi(III)
klorida LP: terjadi warna merah ungu.
B. Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan
maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti pada Asam Asetilsalisilat BPFI.
Titik Leleh : 138°C-140°C (DrugBank, 2020)

X. Kesimpulan
10.1 Reaksi Esterifikasi dapat terjadi antara gugus fenol dari asam salisilat sebagai
nukleofil dengan gugus fungsi asam karboksilat pada asetat anhidrat.
10.2 Aspirin dapat diperoleh dari reaksi antara asam salisilat dan asetat anhidrat yang
kemudian dimurnikan melalui proses rekristalisasi dan dapat diuji titik leleh aspirin murni
yaitu 138°C-140°C.
Daftar Pustaka

Agustina., Waluyo., Warji., dan Tamrin. 2013. Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Koefisien
Difusi dan Sifat Fisik Kacang Merah. ​Jurnal Teknik Pertanian.​ 2(1): 35-42.
Ahmadi. 2010. Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah pada Pembuatan Konsetrat Vitamin E dari
Distilat Asam Lemak Minyak Sauce. ​Jurnal Teknologi Pertanian.​ Vol 11 (1) : 45-49.
Austin, G. T. 1984. ​Shereve’s Chemical Process Industries 5th Edition. Singapura: McGratlill
Book Co.
Baysinger, G. et all. 2004. ​CRC Handbook of Chemistry and Physics 85th edition.​ United States
of America: CRC Press.
Chang, R. 2005. ​Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti.​ Jakarta : Erlangga.
Drug Bank. 2020. “​Acetylsalicylic Acid”​ . Tersedia online di
https://go.drugbank.com/drugs/DB00945​. [Diakses pada 23 November 2020 Pukul 09.15
WIB].
Fessenden, R dan Fessenden, J. 1982.​ Dasar-Dasar Kimia Organik.​ Jakarta: Binarupa Aksara.
Fessenden, R. J dan Fessenden J.S. 1995. ​Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid II.​ Jakarta: Erlangga.
Fieser, L.K. 1987. ​Experiment In Organic Chemistry.​ Bocton: D.C. Iteath and Company.
Groggins, P.H. 1985. ​Unit Proccess in Organik Synthesis.​ Newyork: Mc Grawwhill.
Kemenkes RI. 2013. ​Farmakope Indonesia Edisi V.​ Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2020. ​Farmakope Indonesia Edisi VI​. Jakarta: ​Departemen Kesehatan​ RI.
Kristian, R. 2007. ​Asam Salisilat dari Phenol.​ Banten: Untirta.
Noviyanti, M.S. 2018. Pra Rancangan Pabrik Asam Asetil Salisilat (Aspirin) dari Asam Salisilat
dan Asetat Anhidrida dengan Proses Sintesis Kalsium Oksida Kapasitas 10.000
Ton/Tahun. Tersedia pada laman ​dspace.uii.ac.id ​[Diakses pada 18 November 2020]
O'Neil, M.J. (ed.). The Merck Index - An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals.
Whitehouse Station, NJ: Merck and Co., Inc., 2006., p. 140.
Pinalia, A. 2011. Penentuan Metode Rekristalisasi Yang Tepat untuk Meningkatkan Kemurnian
Kristal Ammonium Perklorat (AP). ​Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara.​ 5(2): 64-70.
Rubiyanto, D. 2017. ​Kromatografi- Prinsip Dasar Pembuatan Kromatografi​. Yogyakarta:
Deepublish
Setianingsih, T. 2018. ​Karakterisasi Pori dan Luas Muka Padatan.​ Malang: UB Press.
Suprianto, Afriadi, dan Purnomo D.S. 2017. ​Modul Praktikum Kimia Organik​. Medan: Yayasan
Helvetia
Winarto, Dwi. 2013. “Cara Menentukan Titik Leleh”. Tersedia online di
https://www.ilmukimia.org/2013/04/cara-menentukan-titik-leleh.html​ ​[Diakses pada 14
Oktober 2020 pukul 15.28 WIB].

Anda mungkin juga menyukai