SINTESIS ASPIRIN
Hari / Jam Praktikum: Rabu / 13.00-16.00 WIB
Kelompok :4
I. Tujuan
1.1 Mahasiswa dapat memahami reaksi esterifikasi
1.2 Mahasiswa dapat mensintesis aspirin dari asam salisilat dengan asetat anhidrida
II. Prinsip
2.1 Esterifikasi
Esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol yang menghasilkan
suatu ester dengan menggunakan katalis asam. Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi yang
bersifat reversible (dapat bolak-bailk) (Fessenden & Fessenden, 1986).
2.2 Asetilasi
Asetilasi adalah proses terjadinya penggantian atom H pada gugus -OH atau -NH3 oleh
gugus asetil. Ketena, asetat anhidrat dan asetil klorida adalah zat yang biasanya digunakan untuk
pengasetilasi. Reaksi asetilasi reaksi yang terjadi antara alkohol dan asam yang menghasilkan
suatu ester dan air. (Groggins,1985).
2.3 Kristalisasi
Kristalisasi adalah suatu proses pemisahan komponen pada partikel zat padat yang
terlarut pada suatu larutan. Zat padat tersebut berubah menjadi kristal (Prasojo, 2010).
2.4 Rekristalisasi
Teknik pemurnian zat kimia dimana pengotor dan senyawa dilarutkan
dalam pelarut yang sesuai (Nask, 2015).
III. Reaksi
(Fisher, 1967)
`
Anhidrida asetat adalah senyawa kimia dengan rumus molekul (CH3CO)2O yang
merupakan anhidrida paling sederhana yang dapat diisolasi dari asam karboksilat dan banyak
digunakan sebagai pereaksi dalam sintesis organik . Senyawa ini memiliki berat molekul 102,09
gram/mol, berwujud cairan tak berwarna yang sangat berbau asam asetat, merupakan molekul
fleksibel dengan struktur non polar, serta memiliki karakter elektrofilik karena gugus keluarnya
adalah asam karboksilat (Goddard et al., 2016).
Aspirin (asam asetil salisilat/asetosal) merupakan senyawa yang memiliki sifat analgesik,
yaitu efektif sebagai penghilang rasa sakit. Aspirin juga bersifat anti-inflammatory yang dapat
`
digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit pada cedera-cedera yang sifatnya
ringan seperti luka yang memerah dan bengkak. Selain itu, aspirin merupakan zat antipiretik
yang dapat berfungsi untuk menurunkan demam. Penggunaan aspirin secara berlebihan dapat
menimbulkan efek buruk yakni terjadinya pendarahan pada bagian lambung. Apabila dikonsumsi
dalam jumlah yang cukup besar, maka akan dapat mengakibatkan diare, mual, bahkan
berhalusinasi. Dosis rata-rata yang digunakan adalah 0,3-1 gram. Dosis yang mencapai 10,30
gram dapat menyebabkan kematian (Austin, 1984).
Asam asetil salisilat atau dikenal dengan nama aspirin dapat disintesis dari asam salisilat
yang direaksikan dengan asam asetat anhidrida dengan menggunakan katalis asam kuat berupa
asam fosfat. Reaksi yang terjadi dinamakan reaksi asetilasi dan esterifikasi. Asam salisilat ini
dapat mengalami dua reaksi, yaitu reaksi asam dan reaksi basa karena dalam senyawa ini
terdapat gugus hidroksil (-OH) dan gugus karboksil (-COOH) (Furnis, 1989).
Reaksi asetilasi merupakan reaksi memasukkan gugus asetil ke dalam suatu substrat yang
sesuai. Gugus asetil adalah R-C-OO, dimana R merupakan alkil atau aril. Aspirin atau yang
disebut juga asam asetil salisilat atau acetylsalicylic acid dapat dibuat dengan cara mengikatkan
gugus asetil pada senyawa fenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan anhidrida asetat
dengan bentukan sedikit asam pekat sebagai katalisator dan penyumbang ion H+ (Baysinger,
2004).
Dalam pembuatan aspirin, jika suasana prosesnya berair maka tidak akan ada dihasilkan
produk yang baik dikarenakan asam salisilat yang terbentuk akan terhidrolisis menjadi asam
salisilat berair. Reaksi asetilasi yang terjadi pada pembuatan asam asetil salisilat tidak
melibatkan ikatan C-O yang kuat dari fenol Akan tetapi, bergantung pada pemakaian ikatan
gugus –OH. Jika dipakai, asam karboksilat untuk asetilasi biasanya akan terbentuk rendemen
rendah. hasil yang diperoleh akan lebih baik jika digunakan suatu derivate yang lebih reaktif
menghasilkan ester asetat. Nama lain dari aspirin yaitu metil ester asetanol. Penamaan ini
dikarenakan dari esterifikasi asam salisilat sehingga merupakan asam asetat dan fenil asetat
(Svehla, 1985).
Esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol yang menghasilkan
suatu ester dengan menggunakan katalis asam. Reaksi ini juga sering disebut esterifikasi Fischer.
`
Ester sendiri merupakan senyawa yang mengandung gugus -COOR dengan R dapat berbentuk
alkil maupun aril. Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi yang bersifat reversible (dapat
bolak-balik) (Fessenden & Fessenden, 1986).
Ester merupakan campuran organik, dengan simbol R’ yang mensubstitusi suatu atom
hidrogen.. Ester memiliki titik didih dan titik beku yang lebih rendah daripada titik didih dan titik
beku asam karboksilatnya. Beberapa ester berwujud zat cair dan memiliki harum yang khas
seperti aroma buah-buahan. Sifat kimia dari ester adalah netral dan tidak bereaksi dengan logam
natrium maupun PCl3 dapat terhidrolisis menjadi asam karboksilat dan alkohol, hidrolisis ester
suku tinggi dengan NaOH atau KOH menghasilkan sabun dan gliserol (reaksi penyabunan),
dapat mengalami reduksi menjadi alkohol, dan reduksi terhadap ester tak jenuh suku tinggi
(minyak/ lemak cair) yang akan menghasilkan mentega (Hoffman, 2004).
Produksi ester secara industri dilakukan dengan cara mereaksikan asam anhidrat asetat
dan alkohol. Esterifikasi berkatalis asam yaitu reaksi yang reversible atau bolak-balik. Asam
anhidrat yaitu keturunan dari asam dengan mengambil air dari dua gugus karboksilat dan
menghubungkan frgamen-fragmennya. Ester yang dibentuk dengan cara ini yaitu asam asetil
salisilat. Sintesis aspirin ini harus dilakukan dalam kondisi bebas air. Dengan sifatnya yang
higroskopis, asam sulfat juga berperan dalam penyerapan air (Fessenden & Fessenden, 1986).
5.2. Bahan
a. Asam salisilat
b. Asetat anhidrat
c. Asam fosfat
d. Aquades
e. Etanol
f. FeCl3
a.
b.
c.
`
d.
e.
f.
g.
h.
`
i.
j.
k.
l.
`
m.
n.
o.
VI. Prosedur
6.1 Prosedur Sintesis Aspirin
Sebanyak 5 gr asam salisilat dan 18 g asetat anhidrat (larutan) ditimbang kemudian
dimasukan ke dalam labu refluks. Tambahkan asam fosfat sebagai katalis jika diperlukan.
Masukan batu didih kemudian refluks pada suhu 80°C selama 15 menit. Dinginkan larutan pada
suhu ruang kemudian tambahkan 25 ml air dingin ke dalam labu. Bila perlu simpan labu di
dalam tangas es. Tunggu hingga terbentuk Kristal. Aduk perlahan untuk mempercepat
pembentukan Kristal. Saring Kristal atau endapan yang terbentuk dengan menggunakan vakum.
Cuci Kristal yang terbentuk dengan pelarut yang sesuai.
kristal yang telah terbentuk. Kemudian, hasil kristal tersebut dikeringkan di dalam oven. Setelah
kering, ditentukan titik leburnya menggunakan alat melting point apparatus.
No Prosedur Hasil
2. Memasukkan asam salisilat dan asetat Didapatkan asam salisilat dan asetat
anhidrat dalam labu refluks, anhidrat sudah ada di dalam labu refluks
menambahkan asam fosfat sebagai katalis dengan menambahkan asam fosfat
(jika diperlukan) bertujuan untuk katalisator dan penyedia
suasana asam
3. Memasukkan batu didih dalam labu Didapatkan batu didih di dalam labu refluks
refluks dan refluks pada suhu 80°C untuk menghindari adanya bumping dan
selama 15 menit didapat larutan yang sudah direfluks pada
suhu 80°C
`
4. Mendinginkan larutan hingga mencapai Didapatkan suhu larutan sama dengan suhu
suhu ruang ruang untuk mengurangi konsentrasi
senyawa yang menghilang akibat
pemanasan
7. Mencuci kristal yang terbentuk dengan Didapatkan kristal yang sudah tercuci
pelarut yang sesuai
No Prosedur Hasil
1. Melarutkan padatan asam asetil salisilat Didapatkan larutan dari pelarutan padatan
dengan 15 mL etanol panas asam asetil salisilat dengan etanol panas
No Prosedur Hasil
1. Memasukkan sampel dalam percobaan Didapatkan sampel padat pada pipa kapiler
kali ini (padatan) ke dalam pipa kapiler
2. Menetapkan sampel dalam pipa kapiler Didapatkan sampel padat di dalam pipa
teramati oleh kaca pembesar kapiler bisa diamati oleh kaca pembesar
3. Menyalakan alat melting point apparatus Didapati alat melting point apparatus
menyala
5. Memperhatikan dan mencatat suhu ketika Didapati sampel mulai meleleh serta
padatan mulai meleleh didapati suhu ketika sampel mulai meleleh
6. Mencatat suhu ketika padatan meleleh Didapati sampel sudah meleleh secara
seluruhnya keseluruhan dan didapati suhu ketika
sampel meleleh seluruhnya.
No Prosedur Hasil
1. Melarutkan sampel kristal aspirin dengan Didapatkan sampel kristal aspirin dengan
alkohol tercampur
alkohol
3. Mengamati perubahan warna yang terjadi Didapatkan warna larutan yang berubah
VIII. Perhitungan
a. Asam Salisilat
Massa = 5,02 gram
`
Mr = 138 gram/mol
M assa (gram)
Mol = Mr
5,02 gram
= 138 gram/mol = 0,0364 mol
b. Asetat Anhidrat
Massa = 18,02 gram
Mr = 102 gram/mol
M assa (gram)
Mol = Mr
18,02 gram
= 102 gram/mol = 0,177 mol
Asam Salisilat + Asetat Anhidrat → Asam Asetil Salisilat (Aspirin) + Asam Asetat
C7H6O3 (CH3CO)2O C9H8O4 CH3COOH
M 0,0364 0,177 - -
B 0,0364 0,0364 0,0364 0,0364
4,73
= 6,55 x 100 %
= 72,21%
IX. Pembahasan
`
Pada praktikum kali ini dilakukan sintesis asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal
dengan aspirin dengan mereaksikan asam salisilat dan asetat anhidrat. Tujuan dari praktikum ini
adalah memahami reaksi esterifikasi serta dapat mensintesis aspirin dari asam salisilat dengan
asetat anhidrat. Aspirin (asam asetil salisilat/asetosal) merupakan senyawa yang memiliki sifat
analgesik, yaitu efektif sebagai penghilang rasa sakit. Aspirin juga bersifat anti-inflammatory
yang dapat digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit pada cedera-cedera yang
sifatnya ringan seperti luka yang memerah dan bengkak. Selain itu, aspirin merupakan zat
antipiretik yang dapat berfungsi untuk menurunkan demam. Asam asetil salisilat atau dikenal
dengan nama aspirin dapat disintesis dari asam salisilat yang direaksikan dengan asam asetat
anhidrida dengan menggunakan katalis asam kuat berupa asam fosfat. Reaksi yang terjadi
dinamakan reaksi esterifikasi.
Jika dalam reaksi digunakan asam fosfat sebagai katalis, maka akan terjadi transfer
proton dari katalis asam ke atom oksigen karbonil sehingga akan meningkatkan elektrofilisitas
dari atom karbon karbonil pada senyawa asetat anhidrat. Atom O pada asam salisilat yang
berperan sebagai nukleofil akan menyerang atom karbon pada asetat anhidrat yang bersifat
elektrofil, sehingga akan terbentuk ion oksonium. Selanjutnya akan terjadi pelepasan proton dari
gugus hidroksil milik alkohol, menghasilkan kompleks teraktivasi. Kelebihan elektron pada atom
O kemudian ditransfer pada atom karbon yang diikatnya. Atom karbon yang bermuatan negatif
akan memberikan pasangan elektronnya dengan memutus ikatannya dengan oksigen dan
terbentuklah senyawa asam asetil salisilat atau aspirin. Atom oksigen yang tadi bermuatan
negatif akan mentransferkan kembali muatan tersebut dan juga akan terjadi pengikatan proton
`
sehingga terbentuk senyawa asam asetat yang merupakan produk sampingan dari sintesis aspirin
ini.
Dalam sintesis asam asetil salisilat ini dilakukan melalui proses esterifikasi antara asam
salisilat dan anhidrida asam asetat. Dalam reaksi ini Terdapat gugus -OH yang berasal dari fenol
pada asam salisilat, gugus asetil -COCH3 berasal dari anhidrida asetat. Jika asam asetat yang
digunakan maka reaksinya menghasilkan asam asetil salisilat dan air.
Terdapat air akan menyebabkan asam asetil salisilat terhidrolisis dan membentuk asam
salisilat dan asam asetat kembali. Anhidrida asetat digunakan untuk mencegah reaksi reversibel
terjadi. Selain itu penggunaan anhidrida asetat memiliki waktu reaksi yang lebih cepat 15 menit
dibandingkan menggunakan asam asetat. Reaksi esterifikasi ini dikatalisis oleh asam fosfat.
Pemanasan tersebut akan meningkatkan suhu dalam sistem sehingga tumbukan antar molekul
akan lebih banyak dan cepat, sehingga akan mempercepat reaksi dan agar diperoleh bentuk
kristal yang sempurna pada saat pendinginan. Digunakan metode refluks karena pada proses
refluks tidak ada senyawa yang hilang sebab senyawa yang berubah menjadi uap akan
didinginkan oleh kondensor sehingga menjadi cair dan kembali ke labu. Prinsip kondensor pada
refluks yaitu air masuk dari bawah dan air keluar dari atas, tujuannya untuk membantu
mempercepat penguapan karena uap air dapat menjaga agar senyawa yang direfluks tidak
hilang. Selanjutnya, larutan didinginkan pada suhu ruang kemudian ditambahkan 25 ml air
dingin ke dalam labu. Tujuan membiarkan larutan mengalami pendinginan pada suhu kamar
dalam proses ini karena uap yang terbentuk akan mengembun kembali dan masuk ke dalam labu,
hal ini dapat mengurangi konsentrasi senyawa yang menghilang akibat pemanasan. Pendinginan
ini harus dilakukan bertahap mulai dari suhu kamar karena diperlukan proses pendinginan yang
lambat, karena jika produk didinginkan terlalu cepat akan menyebabkan zat-zat pengotor masih
terjebak di dalam kristal yang terbentuk. Bila perlu simpan labu di dalam tangas es. Hal ini
dilakukan agar mempercepat pembentukan kristal aspirin yang berasal dari larutan asam salisilat
dengan asam asetat anhidrat. Tunggu hingga terbentuk kristal aspirin yang berwarna putih dan
berbentuk seperti jarum. Aduk perlahan untuk mempercepat pembentukan Kristal. Saring Kristal
atau endapan yang terbentuk dengan menggunakan vakum.
Untuk mendapatkan kristal yang lebih murni, bisa dilakukan rekristalisasi. Rekristalisasi
merupakan teknik pemurnian suatu zat yang dilakukan dengan melarutkan zat pengotornya
dengan cara mengkristalkan zat tersebut berdasarkan pada tingkat perbedaan kelarutan antara
senyawa murni dengan senyawa yang kotor. Rekristalisasi ini akan mengalami pengendapan
senyawa dan akan dibuat lewat jenuh atau bisa disebut dengan kondisi supernaturasi. Cara agar
larutan senyawa dapat mengalami supernaturasi adalah menurunkan temperatur, menguapkan
pelarutnya, mengganti penyusun pelarut, dan menaikan temperaturnya. Menentukan pelarut
adalah faktor utama dalam rekristalisasi, karena keberhasilan rekristalisasi tergantung pada
penggunaan pelarut yang sesuai. Prinsip umum dari rekristalisasi adalah penurunan temperatur
yang menjadikan padatan kurang larut. Terdapat tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih
pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat,
mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, serta mengeringkan produknya (hasil).
`
Senyawa aspirin memiliki sifat yang larut dalam etanol. Oleh karena itu, langkah
selanjutnya adalah melarutkan senyawa aspirin dengan menggunakan etanol. Untuk menambah
kelarutan, etanol mula-mula dipanaskan sampai hangat. Etanol hangat tersebut digunakan untuk
melarutkan sisa-sisa dari kertas saring yang digunakan dalam penyaringan. Hal tersebut
bertujuan agar mendapat hasil akhir aspirin yang lebih akurat dan lebih banyak. Jika kristal
belum sepenuhnya larut dalam etanol, maka campuran tersebut dipanaskan kembali dalam
erlenmeyer. Selanjutnya, larutan kembali dimasukkan air hangat yang kemudian didiamkan
beberapa saat. Saat mendiamkan endapan, terbentuk kristal tipis di permukaan atas larutan.
Pendiaman endapan membutuhkan waktu yang cukup lama. Setelah dirasa cukup, endapan lalu
disaring menggunakan corong buchner yang dilapisi kertas saring. Menggunakan penyaringan
corong Buchner ini agar penyaringan berjalan lebih cepat. Kristal akan dipisahkan dari larutan
induk dengan penyaringan yang dilakukan di bawah tekanan dengan corong buchner yang sudah
dimasukkan kertas saring yang disambungkan dengan piston pengeringan yang memiliki fungsi
untuk mempercepat pemisahan antara filtrat dengan residu, tahap penyaringan ini akan
dihentikan jika tidak ada filtrat yang menetes lagi, dan dari proses pemisahan tersebut akan
mendapatkan filtrat yang tidak berwarna dan berupa serbuk kristal. Kristal yang terbentuk
selanjutnya dikeringkan dalam oven. Waktu pengeringan hingga kristal benar-benar kering,
sudah murni, dan terbebas dari pengotornya.
Selanjutnya adalah proses dalam menentukan titik leleh, yaitu menyiapkan sampel
dengan memasukkan sedikit sampel pada ujung pipa kapiler, lalu menghidupkan alat dan
menentukan suhu ‘plateau’ yang sesuai (±10°C dibawah titik lebur sampel yang diharapkan)
dengan menekan tombol ‘set’. Pengaturan suhu menggunakan tombol panah (atas dan bawah).
Setelah itu, masukkan pipa kapiler yang sudah berisi sampel pada lubang yang tersedia pada alat.
Tekan ‘start’ hingga lampu ‘heating’ menyala dan tunggu hingga lampu ‘plateau’ menyala. Bila
suhu ‘plateau’ yang diinginkan sudah tercapai, tekan tombol ‘start’ sekali lagi. Pemanasan akan
berjalan pelan 2°C per menit. Lalu mengamati titik leleh yang terjadi. Bila sudah didapatkan,
tekan tombol ‘stop’. Titik leleh merupakan suhu dimana sampel meleleh semuanya. Untuk
memulai penentuan titik leleh selanjutnya, didinginkan hingga dibawah suhu ‘plateau’.
Pengujian titik leleh ini menggunakan melting point apparatus. Melting point apparatus
adalah alat yang digunakan untuk menentukan titik leleh dari sebuah senyawa. Sampel padatan
`
yang akan ditentukan titik lelehnya, diletakkan pada tabung kapiler tertutup yang ada di dalam
alat. Sampel nantinya terpanaskan secara elektrik dimana elektron akan mendekati titik leleh
pada saat sampel mencair, sinar elektron dapat menangkapnya. Diketahui berdasarkan studi
literatur titik leleh dari senyawa aspirin yaitu 135°C.
Tahap terakhir, dilakukan analisis kualitatif kristal aspirin dengan menggunakan FeCl3.
Uji ini dipakai untuk mengetahui apakah kristal yang didapatkan sudah murni kristal aspirin atau
tidak. Sebelum ditambahkan FeCl3, ditambahkan alkohol terlebih dahulu yang bertujuan untuk
melarutkan sampel. Setelah tahap ini ditambahkan FeCl3 kedalam
campuran untuk diuji. Asam
salisilat akan membentuk kompleks berwarna ungu setelah ditambahkan FeCl3. Kompleks ungu
tersebut hanya bisa terjadi antara asam salisilat dengan FeCl3 karena di dalam molekul asam
salisilat, atom O (nukleofil) dalam gugus OH yang menyerang atom Fe dengan melepaskan atom
H nya yang akan membentuk ikatan O-FeCl2. Dengan uji ini aspirin tidak akan membentuk
kompleks berwarna ungu karena struktur aspirin tidak memiliki gugus OH.
X. Kesimpulan
10.1 Dapat memahami dan menerapkan proses esterifikasi dengan melakukan sintesis aspirin
(asam asetil salisilat) dan terbentuknya padatan berupa kristal aspirin.
10.2 Mengetahui jika sintesis aspirin dapat dilakukan dengan didasari prinsip reaksi esterifikasi
dengan mereaksikan asam salisilat dengan asetat anhidrida yang menggunakan metode
refluks dan rekristalisasi. Adapun hasil dari praktikum ini yaitu terbentuknya kristal aspirin
sebanyak 4,73 gram dengan rendemen sebesar 72%
`
DAFTAR PUSTAKA
Austin, G. T. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries 5th Edition. Singapura: McGratlill
Book Co.
Baysinger, G. (2004). Handbook of Chemistry and Physics 5th ed. Amerika: CRC Press.
Fessenden, R., & Fessenden, J. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Fisher, L., F. 1967. Experiment Inorganik Chemistry 3nd edition. Boston: Revised D.C Heath
and Company
Furnis, B. (1989). Vogel Textbook of Practical Organic Chemistry ed. 4th. Inggris: Longman
Scientific and Technical.
Goddard, R., Lehmann, C. W., Nothling, N., Seidel, R. W. 2016. Acetic Anhydride at 100 K: the
First Crystal Structure Determination. Acta Crystallgraphica Section C. 72 (10): 753-757.
Groggins, P. 1985. Unit Process In Organic Synthesis. New York : Mc Grow Hill
Hoffman, R.V. 2004. Organic Chemistry an Intermediate Text Second Edition. John. USA :
Wiley & Sons, Inc.
Nugraha, A., Pangaribowo, D., Pratoko, D., Sary, I. 2015. Petunjuk Praktikum Rancangan Obat.
Jember: Fakultas Farmasi Universitas Jember.
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi V.
Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.
`