Anda di halaman 1dari 19

PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN 6
ESTERIFIKASI FENOL
Sintesis Aspirin

Disusun oleh :
NAMA

: FAJRI ZAKIYYATU SAADAH

NPM

: 10060312091

SHIFT / KELOMPOK

:C/1

TANGGAL PRAKTIKUM

: 25 MARET 2013

TANGGAL LAPORAN

: 1 APRIL 2013

NAMA ASISTEN

: SITI AMINAH

LABORATORIUM KIMIA TEKNIK


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2013

ESTERIFIKASI FENOL
Sintesis Aspirin
I.

Tujuan
1. Dapat

menjelaskan

dan

terampil

dalam

melakukan

sintesis aspirin dari asam salisilat.


2. Dapat menentukan persen rendemen hasil sintesis.
3. Dapat menentukan kadar aspirin dalam suatu senyawa

II.

dengan metode titrasi asam basa.


4. Dapat menentukan titik leleh asam salisilat dan apirin.
5. Menguji keberadaan asam salisilat.
Prinsip
1. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat
dengan suatu alkohol dengan bantuan asam kuat sebagai
katalis membentuk ester yang mempunyai sifat khas
aromatis.
2. Reaksi netralisasi pembentukan garam dari larutan asam
dan basa.
3. Reaksi kompleks yang

diklasifikasikan kedalam reaksi

substitusi ligan, reaksi konversi ligan dan reaksi redoks


III.

logam.
Teori Dasar
1. Sejarah Aspirin
Pada Abad ke-5 sebelum masehi, Hippocrates menulis
manuskrip tentang serbuk pahit yang diekstraksi dari kulit
kayu willow. Serbuk ini memiliki kemampuan meredakan
rasa sakit dan menurunkan demam. Tahun 1826, seorang
alkemis Jerman bernama Johann Andreas Buchner berhasil
mengisolasi zat tersebut dan menamainya salisin, diambil
dari nama latin pohon willow (Salix alba). Tetapi salisin ini
memiliki efek samping yang berbahaya bagi pencernaan.

Tahun 1853 seorang alkemis Prancis, Charles Frederic


Gerhardt berhasil mensistetis asam salisilat untuk pertama
kalinya. Dia mencampur asetil klorida dengan garam
sodium salisilat. Hasil sintetis ini dinamai Gerhardt anhidrin
asam salisilat. 6 tahun kemudian, 1859, seorang alkemis
Jerman, von Gilm berhasil mensintetis asam asetil salisilat
murni dengan mereaksikan asam salisilat dan asetil
klorida.
Pada

1869

Schrder,

Prinzhorn

dan

Kraut

merekonstruksi baik reaksi Gerhardt (dari sodium salisilat)


maupun reaksi von Gilms (dari asam salisilat) dan
menyimpulkan bahwa kedua reaksi tersebut memberi hasil
yang sama. Meraka adalah yang pertama menemukan
struktur
alkanol.
Pada

kimia
1897,

kelompok asetil
ilmuwan

dari

berhubungan
perusahaan

dengan

obat

dan

pewarna Bayer mulai meneliti asam asetil salisilat sebagai


pengganti yang lebih aman dari obat salisin yang umum.
Pada 1899, Bayer membeli obat ini Aspirin dan menjualnya
ke seluruh dunia. Nama aspirin berasal dari a dari asetil
dan spirsure yaitu nama kuno jerman bagi asam
salisilat. Sekarang, aspirin merupakan obat yang paling
banyak digunakan di seluruh dunia, dengan perkiraan
40.000 ton aspirin dikonsumsi setiap tahun.
2. Pembentukan Aspirin

Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam


karboksilat dan alkohol membentuk ester. Turunan asam
karboksilat membentuk ester asam karboksilat. Ester asam
karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus
-COOR

dengan

dapat

berupa

alkil

maupun

aril.

Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat balik


(Fessenden, 1990).
Ester diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam
karboksilat mengandung gugus -COOH, dan pada sebuah
ester hidrogen di gugus ini digantikan oleh sebuah gugus
hidrokarbon dari beberapa jenis. Disini akan terlihat kasuskasus dimana hidrogen pada gugus COOH digantikan oleh
sebuah gugus alkil, meskipun tidak jauh beda jika diganti
dengan sebuah gugus aril (yang berdasarkan pada sebuah
cincin benzen)(Clark, 2007).
Sintetis aspirin termasuk reaksi esterifikasi. Asam salisilat dicampur
dengan anhidrin asetat, menyebabkan reaksi kimia yang mengubah grup
alkanol asam salisilat menjadi grup asetil (R-OHR -OCOCH3). Proses
ini menghasilkan aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk
sampingan. Sejumlah kecil asam sulfat umumnya digunakan sebagai
katalis. Asam sulfat berfungsi sebagai donor proton sehingga ikatan
rangkap pada anhidrida asetat lebih mudah terbuka lalu bergabung dengan
asam salisilat yang kehilangan hidrogennya. Setelah proses pengikatan
selesai, ion SO42- kembali mengikat proton H+ yang berlebih.
Aspirin adalah turunan dari asam salisilat. Aspirin
berbentuk kristal berwarna putih, bersifat asam lemah (pH

3,5) dengan titik lebur 136C. Aspirin mudah larut dalam


cairan ammonium asetat, karbonat, sitrat atau hidroksida
dari logam alkali. Aspirin stabil dalam udara kering, tetapi
terhidrolisis perlahan menjadi asetat dan asam salisilat bila
kontak dengan udara lembab. Dalam campuran basa,
proses hidrolisis ini terjadi secara cepat dan sempurna.
3. Manfaat Aspirin
Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai
penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin juga merupakan
zat anti-inflammatory ,untuk mengurangi sakit pada cedera
ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin
juga merupakan zat antipiretik yang berfungsi untuk
mengurangi demam. Tiap tahunnya, lebih dari 40 juta
pound aspirin diproduksi di Amerika Serikat, sehingga ratarata penggunaan aspirin mencapai 300 tablet untuk setiap
pria, wanita serta anak-anak setiap tahunnya. Penggunaan
aspirin

secara

berulang-ulang

dapat

mengakibatkan

pendarahan pada lambung dan pada dosis yang cukup


besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau
kembung, diare, pusing dan bahkan berhalusinasi. Dosis
rata-rata adalah 0.3-1 gram, dosis yang mencapai 10-30
gram dapat mengakibatkan kematian.
4. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif
untuk memurnikan zat-zat organik dalam bentuk padat.
Oleh karena itu teknik ini secara rutin digunakan untuk

pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari


bahan alami, sebelum dianalisis lebih lanjut, misalnya
dengan instrumen spektoskopi seperti UV, IR, NMR, dan
MS.
Sebagai

metoda

pemurnian

padatan,

rekristalisai

memiliki sejarah yang panjang seperti distilasi. Walaupun


beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan,
rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk
pemurnian sebab kemudahannya (tidak perlu alat khusus)
dan arena keefektifannya.
Metoda ini sederhana, material padatan ini terlarut
dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau
dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah
larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas
perlahan didinginkan, kristal akan mengendap karena
kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan.
Diharapkan bahwa pengotor tidak akan pengkristal karena
konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk
mencapai jenuh.
Adapun tahap-tahap yang dilakukan pada proses
rekristalisasi pada umumnya, yaitu :
1) Memilih pelarut yang cocok
Pelarut yang umum digunakan jika dirutkan sesuai
dengan kenaikan kepolarannya adalah petroleum eter
(

n-heksan,

toluene,

kloroform,

aseton,

etilasetat,

etanol, methanol, dan air). Pelarut yang cocok untuk


merekristalisasi

suatu

sampel

zat

tertentu

adalah

pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut


dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan dalam
keadaan dingin.
2) Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit
mungkin
Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam
pelarut panas dengan volume sedikit mungkin, sehingga
diperkirakan tepat sekitar titik

jenuhnya. Jika terlalu

encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila


digunakan kombinasi dua pelarut, mula-mula zat itu
dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan
panas sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut
yang kurang baik tetes demi tetes sampai timbul
kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang
baik agar kekeruhannya hilang kemudian disaring.
3) Penyaringan
Larutan disaring dalam keadaan panas untuk
menghilangkan pengotor yang tidak larut. Penyaringan
larutan

dalam

keadaan

panas

dimaksudkan

untuk

memisahkan zat-zat pengotor yang tidak larut atau


tersuspensi dalam larutan, seperti debu, pasir, dan
lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat, biasanya
digunakan corong Buchner. Jika larutannya mengandung
zat

warna

pengotor,maka

sebelum

disaring

ditambahkan sedikit ( 2 % berat ) arang aktif untuk


mengadsorbsi zat warna tersebut. Penambahan arang

aktif

tidak

boleh

terlalu

banyak

karena

dapat

mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan


4) Pendinginan filtrat
Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk
Kristal. Kadang-kadang pendinginan ini dilakukan dalam
air es. Penambahan umpan (feed) yang berupa Kristal
murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding
wadah dengan batang pengaduk dapat mempercepat
rekristalisasi
5) Penyaringan dan pendinginan kristal
Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna,
Kristal yang diperoleh perlu disaring dengan cepat
menggunakan corong Buchner. Kemudian kristal yang
IV.

diperoleh dikeringkan dalam eksikator.


Alat dan Bahan
1. Alat
- Tabung reaksi
- Beaker glass
- Batang pengaduk
- Spatula
- Gelas ukur
- Alumunium foil
- Penangas air
- Pipet tetes
- Mortar dan pestle
- Erlenmeyer
- Corong buchner
- Kertas saring
- Tabung kapiler
- Melting block
- Buret
- Bunsen
2. Bahan
- Asam salisilat
- Asam asetat anhidrida
- Asam sulfat
- Etanol
- Besi (III) klorida
- Tablet aspirin komersial

V.

- Fenolftalein
- Natrium hidroksida
- Aquadest
Prosedur
1. Pembuatan Aspirin
Air dipanaskan dalam wadah penangas air. Sebanyak
1,4050 g asam salisilat dimasukan kedalam erlenmeyer
125 ml. Lalu ditambahkan 4 ml anhidrida asetat sambil
dibilas. Ditambahkan juga H2SO4 sebanyak 5 tetes, setelah
itu dipanaskan. Setelah 5 menit diangkat dan ditambahkan
2 ml aquadest. Ditunggu selama 3 menit, setelah itu
ditambah

lagi

20

ml

aquadest.

Dibiarkan

hingga

mengkristal. Ditambahkan 50 ml aqua dm dingin lalu


disimpan diatas campuran bongkahan es dan air dingin..
Ditunggu hingga terbentuk kristal, ketika sudah terbentuk
dimasukkan ke corong buchner lalu dipisahkan. Setelah itu
dilakukan rekristalisasi. Ditambahkan 5 ml etanol dan 20
ml air hangat. Dipanaskan dan ditunggu hingga semua
larut dan didinginkan sampai terbentuk kristal kembali, lalu
disaring dengan corong buchner. Setelah didapat kristal
lalu ditimbang dan dihitung rendemen.
2. Uji Reaksi Pengkompleksan
Disiapkan 3 tabung reaksi yang sudah diberi nama
asam salisilat, my aspirin, dan komersial aspirin. Lalu
masing masing zat dimasukkan ke dalam tabung sesuai
label. Ditambahkan 20 tetes aquadest ke setiap tabung
sambil digoyang. Kemudian ditambahkan 10 tetes FeCl3
10% dan diamati perubahan warna yang terjadi

3. Penentuan Titik Leleh Asam Salisilat dan Aspirin


Dua tabung kapiler telah diapkan. Satu tabung kapiler
diisi dengan sampel asam salisilat, tabung kapiler yang lain
diisi dengan aspirin hasil sintesis. Salah satu tabung kapiler
dan termometer dipasang di lubang pada melting block,
kemudian panaskan secara perlahan di atas pemanas
bunsen. Suhu dilihat ketika sampel mulai meleleh dan
ketika sampel telah meleleh semua.
4. Analisis Kandungan Aspirin
2 tablet aspirin komersial dihancurkan menjadi bubuk
dengan mortar dan pestle. Lalu serbuk tablet aspirin
ditempatkan dalam sebuah labu erlenmeyer 125 mL.
Serbuk tablet aspirin dilarutkan dalam 10 mL etanol.
Setelah larut seluruhnya, ditambahkan 3 tetes fenoftalein
dan aquadest secukupnya sehingga volume total larutan
menjadi 50 mL. Larutan

dititrasi menggunakan larutan

baku NaOH 0,1 M sampai tercapai titik akhir titrasi, yaitu


ketika terjadi perubahan warna indikator dalam larutan.
Volume NaOH dicatat setelah terjadi perubahan warna
VI.

larutan.
Hasil pengamatan dan Pembahasan
1. Pembuatan Aspirin
Asam Salisilat merupakan senyawa turunan Asam
benzoate yang dikenal juga dengan nama Asam ortohidroksibenzoat. Aspirin juga disebut asam asetilsalisilat
atau Acetyl salicyli acid yang merupakan kristal jarum
berwarna bening yang dapat diperoleh dengan cara

acetylasi senyawa fenol (dalam bentuk asam salisilat)


menggunakan asetat anhidrat dengan bantuan sedikit
katalis asam sulfat pekat. Pada pembuatan aspirin, asam
salisilat

berfungsi

sebagai

alcohol

dan

reaksinya

berlangsung pada gugus hidroksi. Gugus hidroksi dari asam


salisilat akan bereaksi dengan acetyl dari acetate anhidrat.
Reaksi

yang

terjadi

adalah

reaksi

esterifikasi.

(Fessenden,1989)
Pembuatan aspirin dimulai dengan menimbang asam
salisilat sebanyak 1,4050 gram, di masukkan ke dalam
Erlenmeyer, ditambahkan dengan 4 ml asam asetat
anhidrat, campuran larutan tidak berwarna. Asetat anhidrat
merupakan

senyawa

asetat

yang

tidak

mengandung

molekul H2O.
Ester dapat terbentuk salah satunya dengan cara
mereaksikan alkohol dengan anhidrida asam. Dalam hal ini
asam salisilat berperan sebagai alkohol karena mempunyai
gugus OH, sedangkan anhidrida asam asetat tentu saja
sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah asam
asetil salisilat (aspirin). Gugus asetil (CH3CO -) berasal dari
anhidrida asam asetat, sedangkan gugus R-nya berasal
dari asam salisilat). Hasil samping reaksi ini adalah asam
asetat.
Langkah selanjutnya adalah penambahan asam sulfat
pekat diaduk sampai larut, asam sulfat berfungsi sebagai
katalis atau zat penghidrasi. Telah disebutkan di atas

bahwa

hasil

samping

dari

reaksiasam

salisilat

dan

anhidrida asam asetat adalah asam asetat. Hasil samping


ini akan terhidrasi membentuk anhidrida asam asetat.
Anhidrida asam asetat akan kembali bereaksi dengan asam
salisilat membentuk aspirin dan tentu saja dengan hasil
samping berupa asam asetat. Jadi, dapat dikatakan reaksi
akan berhenti setelah asam salisilat habis karena adanya
asam sulfat pekat ini.
Selanjutnyan campuran larutan dipanaskan diatas
penangas air untuk mempercepat proses pelarutan asam
salisilat

kedalam

anhidrida

asam

asetat

sehingga

pembentukan aspirin menjadi lebih cepat, pemanasan


dilakukan selama 15 menit pada suhu 50-60oC. Pemanasan
dilakukan pada suhu 50-60oC, karena semua campuran
yang dimasukkan akan bereaksi sempurna pada selang
suhu tersebut. Campuran larutan diangkat dari penangas
air, didinginkan pada suhu kamar. Tambahkan 2 ml
aquadest,

kemudian

aduk

sempurna,

penambahan

aquades bertujuan untuk melarutkan asam salisilat sebagai


bahan baku pembentukan aspirin karena adanya ikatan
hidrogen yang terbentuk antara gugus -OH dengan air,
sekaligus

menghentikan

reaksi

karena

air

akan

menghidrolisis anhidrida asamasetat menjadi 2 molekul


asam asetat. Ditambahkan lagi air dingin 50 mL dan

campuran disimpan diatas bongkahan es. Pendinginan


diatas es bertujuan untuk mempercepat pembentukan
kristal. Endapan disaring dengan penyaringan vakum,dan
hasilnya endapan putih atau berbentuk kristal.
Kemudian masuk kedalam tahap rekistralisasi yang
bertujuan untuk menghasilkan kristal aspirin yang lebih
murni. Pertama, endapan yang terbentuk dilarutkan dalam
5 ml etanol hangat lalu ditambahkan 20 ml air hangat,
kemudian didinginkan. Penambahkan etanol, bertujuan
untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan adalah
aspirin, sehingga kristal hasil kristalisasi akan melarut
dengan mudah dalam etanol dan kristal akan terpisah
dengan air dan diperoleh kristal yang lebih murni dengan
jumlah

zat

pendinginan

pengotor

yang

dimaksudkan

diminimalkan.
untuk

Sedangkan

membentuk

kristal,

karena ketika suhu dingin, molekul-molekul aspirin dalam


larutan akan bergerak melambat dan pada akhirnya
terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi
(induced nucleation) dan pertumbuhan partikel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
pembentukan kristal adalah :
-

Derajat lewat jenuh.


Jumlah inti yang ada, atau luas permukaan total dari

kristal yang ada.


Pergerakan antara larutan dan kristal.
Viskositas larutan.

Jenis serta banyaknya pengotor

Secara umum mekanisme reaksi yang terjadi adalah :


-

Anhidrida asetat menyerang H+


Anhidrida asam asetat mengalami resonansi
Anhidrida asam asetat menyerang gugus fenol dari

asam salisilat
H+ terlepas dari OH dan berikatan dengan atom O pada
anhidrida asam asetat

Kristal yang diperoleh dihitung % rendemennya :


1) Hasil Teoritis
Massa asam salisilat = 1,4 gram
(Mr = 138)
Mol asam salisilat = 1,4/138 = 0,01 mol
Volume asetat anhidrida = 4 mL
Kerapatan asetat anhidrida = 1,080 g/mL
Massa asetat anhidrida = 1,080 x 4 = 4,32 gram (Mr =
102)
Mol asetat anhidrida = 4,32/102 = 0,04
Yang memjadi reaksi pembatas adalah asam salisilat
Massa aspirin = mol asam salisilat x Mr aspirin
= 0,01 x 180
= 1,8 gram
2) Hasil Sebenarnya
Massa kertas = 0,8284 gram
Massa aspirin dan kertas = 1,6735 gram
Massa aspirin = 1,6735 0,8284 = 0,8451 gram
3) % rendemen = hasil sebenarnya / hasil teoritis x 100%
= 0,8451 / 1,8 x 100%
= 46,9%
Hasil yang diperoleh tidak murni, kesalahan yang biasanya
terjadi pada percobaan ini adalah :

a. Waktu

rekristalisasi

penambahan

pelarut

untuk

rekristalisasi terlalu banyak, sehingga zat yang sudah


mengkristal dapat terlarut kembali.
b. Pada waktu menyaring banyak yang tertinggal
sehingga tidak semuanya ter-rekristalisasi.
c. Waktu penimbangan penimbahangan bahan tidak
sesuai prosedur,sehingga hasil tidak sesuai dengan hasil
teoritis.
d. Waktu pemanasan melebihi batas suhu yang telah
ditetapkan.
2. Uji Reaksi Pengkompleksan
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun
dari ion logam dengan satu atau lebih ligan. Interaksi
antara logam dengan ligan - ligan dapat diibaratkan seperti
reaksi asam-basa lewis, di mana basa lewis merupakan zat
yang mampu memberikan satu atau lebih pasangan
elektron (ligan). Dalam percobaan ini yang menjadi ligan
adalah aspirin, sedangkan logamnya adalah Fe.
Fenol yang bereaksi dengan FeCl3 akan memberikan
warna ungu, karena asam salisilat adalah senyawa yang
mengandung Fenol maka reaksi FeCl3 dengan asam
salisilat juga akan memberikan warna ungu. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks
dari Fe3+ dengan fenol. Fenol merupakan senyawa yang
mengandung gugus hidroksil yang terikat pada karbon tak
jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan besi (III) klorida
menghasilkan larutan berwarna.
Dari percobaan diproleh bahwa :

1) Asam salisilat ditambah FeCl3 berwarna ungu tua. Hal


ini menunjukan bahwa asam salisilat mengandung
gugus fenol.
2) Aspirin comersial ditambah FeCl3 berwarna kuning
kecoklatan.

Hal

ini

menunjukan

aspirin

komersial

mengandung sedikit asam salisilat.


3) My aspirin ditambah FeCl3 berwarna kuning. Hal ini
menunjukan

bahwa

my

aspirin

telah

murni

tidak

mengandung asam salisilat.


Berikut adalah struktur asam salisilat yang mengandung
gugus fenol :
Fenol

3.

Penentuan Titik Leleh Asam


Salisilat dan Aspirin
Menentukan titik leleh suatu kristal merupakan cara
yang di gunakan untuk menguji kemurnian suatu kristal
tersebut. Jika zat padat dipanasakan, zat padat akan
meleleh. Suatu zat padat mempunyai struktur kisi

yang

teratur dan diikat oleh gaya gravitasi dan elektrostatik. Bila


zat padat dipanaskan, energi kinetik dari molekul kristal
akan naik dan molekul akan bergetar yang akhirnya pada
titik lelehnya, kristal akan meleleh. Semakin kecil trakyek
titik leleh, semakin murni yang didapatkan. Semakin dekat

hasil pengukuran titik leleh sampel dengan data literature,


menunjukkan semakin baik dan teliti dalam bekerja.
Dari hasil percobaan diperoleh titik leleh asam salisilat
adalah 142oC-158oC. Berdasarkan literatur, titik leleh asam
salisilat adalah 157oC-159oC (Farmakope, 1995). Hal ini
dikatakan murni karena trayek hasil percobaan tidak jauh
dengan trayek dalam literatur.
Sedangkan untuk aspirin

diperoleh

titik

lelehnya

adalah 116oC-118oC. Hal ini sangat jauh dari trayek dalam


literatur, yaitu 160oC (Farmakope, 1995). Berarti hasil
sintesis aspirin yang diperoleh tidaklah murni.
Sampel yang diperoleh tidak murni sesuai dengan
persen rendemen yang diperoleh, yaitu 46,9%.
4. Analisis Kandungan Aspirin
Pembuatan larutan baku NaOH :
N
= gr/Mr x 1000/V
N
= 10 / 40 x 1000 / 50
N
= 0,5 N
Analisis ini digunakan untuk mengetahui kadar aspirin
dalam suatu tablet aspirin. Karena aspirin atau asam
salisilat bersifat asam, maka penentuan kadar dalam
aspirin komersial dapat dilakukan dengan titrasi asam
basa. Sebelum titrasi tablet dihancurkan dan ditambahkan
etanol yang berfungsi untuk melarutkan aspirin yang
terkandung didalam tablet (kelarutan aspirin dalam etanol
lebih baik dari pada kelarutan aspirin dalam air). Dalam
titrasi ini peniter yang digunakan adalah NaOH 0,5 N dan
indikatornya adalah fenolftalein. Fenolftalein tidak dapat

larut dalam air tapi dapat larut dalam etanol, sehingga


penambahan fenolftalein di lakukan setelah melarutkan
asam salisilat dengan etanol dan sebelum penambahan air.
Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna pada
larutan aspirin menjadi pink muda.
Dari hasil percobaan diperoleh volume NaOH yang
terpakai adalah 5 mL, sehingga dapat ditentukan kadar
aspirinnya :
NNaOH x VNaOH = Naspirin x Vaspirin
0,5 x 5 = Naspirin x 50
Naspirin = 2,5 / 50
Naspirin = 0,05 N
N

= gr/Mr x 1000/V

0,05 = gr/180 x 1000/50


gr = 180 x 0,05 / 20
gr = 0,45 gram
Berdasarkan etiket kandungan aspirin dalam tiap
tablet adalah 0,5 gram, ketidaksesuaian ini disebabkan
tablet yang telah digerus dilarutkan hanya setengahnya
saja, dan setengahnya lagi digunakan untuk percobaan
lain.
VII.

Kesimpulan
- Reaksi esterifikasi
-

adalah

suatu

reaksi

antara

karboksilat dan alkohol membentuk ester.


Persen rendemen aspirin hasil sintesis adalah 46,9 %.
Kadar aspirin dari tablet komersial adalah 0,45 gram.

asam

Dari hasil percobaan diperoleh titik leleh asam salisilat


adalah 142 oC -158oC dan titik leleh aspirin adalah 116 oC

VIII.

-118oC.
Uji FeCl3 negatif menunjukan positif aspirin.
Sintesis aspirin yang diperoleh tidak murni karena titik

leleh yang diuji tidak sesuai dengan literatur.


Daftar Pustaka
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid
1. Jakarta : Erlangga.
Clark, Jim, 2007. Esterifikasi. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/sifat_
senyawa_organik/alkohol1/reaksi_pengesteran_esterifikasi. diakses pada
28-03-2013 pukul 12.05
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: DepKes.
Fessenden, J, S & Fessenden, R, J. 1990. Kimia Organik edisi ketiga jilid I.
Jakarta : Erlangga
Kusuma, Ershanghono. 2003. Sintesis Organik. Semarang : UNNES
Nugraha, Yuda Prasetya. 2009. Esterifikasi Fenol : Sintesis Aspirin. Bandung :
ITB
Tim Asisten Laboratorium Farmasi Unit A. 2013. Penuntun
Praktikum Kimia Organik. Bandung : Unisba
.

Anda mungkin juga menyukai