: Desa Kelusa
Barat
: Payangan
Selatan : Ubud
Timur
: Tegallalang
Sebagian besar penduduk Desa Keliki memiliki mata pencaharian sebagai
petani, karena sebagian besar lahan desa ini terdiri atas sawah dan tegalan.
Informasi mengenai sejarah Desa Adat Keliki ini bersumber dari Lontar
Bali Tatwa dan Prasasti pendukung lainnya. Menurut salah satu penglingsir yang
ada, sejarah Desa Adat Keliki tidak terlepas dari perjalanan Dharma di Bali.
Awalnya, saat perjalanan Ida Padanda Sakti Bawu Rauh atau yang lebih
dikenal dengan Rsi Markandya tiba di Payogan. Beliau tepatnya tiba di Pura
Payogan Agung yang dekat dengan jalan Pura Gunung Lembah. Beliau
melanjutkan perjalanan ke utara dan melihat tanah yang tidak rata. Karena bentuk
tanahnya yang tidak rata tersebut, maka daerah tersebut diberi nama Bangkiang
Sidem.
Perjalanan dilanjutkannya kembali menuju utara dan Beliau melihat
tempat yang ditumbuhi oleh satu jenis tumbuhan saja yang begitu lebat.
Tumbuhan tersebut merupakan jenis tumbuhan Jarak Bang. Melihat jenis
tumbuhan yang tumbuh di daerah tersebut, maka Beliau berkeinginan untuk
memberikan nama pada daerah tersebut dengan nama KELIKI. Kata tersebut
diambil dari bahasa Jawa yang berarti pohon jarak. Sejak saat itulah, daerah
tersebut sekarang bernama Desa Adat Keliki.
Di bagian hulu Desa Keliki, Rsi Markandaya menemukan cahaya atau
sinar. Setelah ditelusuri, sinar tersebut berasal dari pantulan sebuah batu.
Kemudian batu tersebut dilinggihkan di hulu Desa Keliki yang sekarang menjadi
pelinggih Ratu Lingsir yang berada di depan Pura Desa.
Perjalanan selanjutnya, nama Desa Keliki yang berasal dari nama pohon
jarak tersebut disebutkan oleh rakyat Desa Mengwi utamanya oleh Raja Mengwi
bahwa di Desa Keliki ada salah satu rakyatnya menjadi pengurus warga Pasek
Gelgel yang menjalankan titah dari Raja Mengwi. Keberadaan Desa Keliki
sungguh mengagumkan dan tanahnya sangat baik dan cocok untuk digunakan
bercocok tanam. Berdasarkan hal tersebut, warga Pasek Gelgel yang menjadi
rakyat Desa Keliki meminta
membuatkan bendungan di Desa keliki agar mereka bisa bercocok tanaman padi.
Permintaan tersebut akhirnya dikabulkan oleh Raja Mengwi, dan dibuatlah
bendungan yang terletak di tengah-tengah desa.
Raja Mengwi mengutus rakyatnya untuk membantu membuat bendungan
yang akan dibangun di Desa Keliki. Tetapi, rakyat yang diperintahkan mendapat
kesulitan karena hal tersebut rakyatnya dijuluki panjak telung blulang bedah
yang berarti rakyat yang tidak tahu apa-apa. Rakyat yang diutus tersebut
semuanya membawa bekal berupa ketupat yang dibuat dari janur. Selain itu pula,
Raja Mengwi mempersembahkan 2 ekor kambing jantan yang diharapkan bisa
dipelihara di daerah bendungan yang sedang dibuat tersebut.
Dikarenakan semua rakyat yang diutus untuk membangun bendungan
tersebut merasa kesulitan, mereka melihat banyak sampah janur bekas ketupat
yang telah mereka habiskan dan juga bekas kotoran kambing yang diberikan oleh
Raja Mengwi tersebut. Maka, munculah inisiatif mereka untuk menggunakan
bekas janur ketupat tersebut dan kotoran kambing untuk bahan membangun
bendungan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, setelah bendungan yang dibangun tersebut
selesai kemudian dinamakanlah Bendungan Tain Kambing. Karena air
bendungan tersebut digunakan untuk mengairi sawah, maka diberikan nama
Subak Tain Kambing. Karena bendungan tersebut berbahan janur bekas ketupat,
maka sejak itu seluruh rakyat Desa Keliki dilarang menjual atau berdagang
ketupat yang berbahan dari janur.
Seiring berjalannya waktu, bendungan tersebut semakin berfungsi dan
membuat Desa Keliki menjadi semakin baik dan asri. Kemudian didengarlah hal
tersebut oleh Raja Gianyar yang bernama I Dewa Manggis Kuning. Beliau
menginginkan agar Desa Keliki menjadi bagian dari daerah Gianyar. Segeralah
Beliau mengutus I Dewa Gde Rai Aji yang mengurus daerah Selat Beng Gianyar
untukmemerangi dan melawan rakyat Desa Keliki agar mereka mau menjadi
bagian daerah Gianyar.
Tahun 1768 Masehi, datanglah I Dewa Gde Rai Aji didampingi oleh 40
orang prajurit perang ke Desa Keliki. Perjalanan mereka berhenti sejenak di
daerah Gunung Kila, yang terletak di sebelah timur Desa Keliki untuk memohon
petunjuk kepada Ida Bhatara yang ada disana agar perjalanan mereka berhasil dan
membuahkan hasil yang baik. Di tempat tersebutlah, kemudian I Dewa Gde Rai
Aji menerima petunjuk agar memakai obor sebagai sarana perang di Desa Keliki.
Obor tersebut diikat dan memiliki dua tanggu. Tanggu yang pertama berada di
Pura Gunung Kila dibawa oleh I Dewa Gde Rai Rai Aji dan tanggu yang kedua
berada di Banjar Kelabang Moding dibawa oleh salah seorang prajuritnya. Obor
tersebut dibawa beriring dan diikuti oleh para prajuritnya mengitari Desa Keliki.
Pasukan I Dewa Gde Rai Aji mendapat bantuan dari rakyat Desa Tegallalang dan
semakin banyaklah pasukan yang membuat rakyat Desa Keliki menjadi takut. Dan
para rakyat Pasek Gelgel yang diutus oleh Raja Mengwi yang masih berada di
Desa Keliki melarikan diri mengungsi dan menyelamatkan diri. Karena mereka
tidak ikut berperang, mereka begitu saja mau menyerahkan diri kepada pasukan I
Dewa Rai Aji dan mereka diberikan tempat berlindung di daerah yang bernama
Padukahan (sekarang Desa di sebelah timur Masceti) sebagai imbalannya mereka
harus setia menjadi abdinya. Karena rakyat Desa Keliki yang melawan berperang
hanya sedikit, maka dengan mudah bisa dikuasai dan sejak itulah Desa Keliki
kemudian menjadi bagian dari Kabupaten Gianyar.
C. FILOSOFI DAN KEUNIKAN DESA KELIKI
Bercerita mengenai Desa Adat Keliki di berbagai wilayah, terdapat
beberapa bagian banjar di desa ini yaitu Banjar Triwangsa yang berasal dari 3
wangsa yang berbeda, Banjar Keliki yang berasal dari warga yang paling berperan
sehingga disebut Banjar Gede, Banjar Pacung yang berasal dari kumpulan para
warga Roban di desa pakraman, dan Banjar Salak yang berasal dari kumpulan
para warga Undagi. Batas-batas banjar di Desa Keliki tidak teratur karena tempat
mereka tinggal tidak sesuai dengan sesama jenis pengemponnya.
Desa Keliki sebagai salah satu bagian dari Kabupaten Gianyar yang
merupakan wilayah kota seni merupakan penyumbang aspirasi seni yang cukup
terkenal. Masyarakat di Desa Keliki pada umumnya bergelut di bidang seni lukis
dan kerajinan tangan (handicraf).
Sebagai salah satu desa yang memiliki karakteristik tersendiri, Desa Keliki
memiliki lambang desa yang mempunyai maknanya sendiri. Berikut gambar
lambang Desa Keliki.
Makna Lambang :
1. Bentuk lambang memiliki 5 sudut sebagai lambang Pancasila sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia yang selalu menjadi pedoman adat.
2. Padma Ngelayang Asta Dala yang berisi gambar Ongkara sebagai lambang
Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai atman jagat.
3. Pantun dan Kapas sebagai lambang larapan gemuh landuh.
4. Rantai empat berarti Desa Keliki diusung oleh empat banjar.
5. Pita atau sabuk sebagai lambang pengikat warga desa agar menjadi satu
menuju kesukertaan jagat.
6. Kendi Manik yang dilengkapi dengan sayap berarti sebagai lambang tempat
tinggal warga desa agar bisa terbebas dari segala bahaya.
5