Anda di halaman 1dari 9

TUGAS SEJARAH

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Pelajaran : Sejarah

Pamong Pengampu : Vita Yektiani, S.S.

Oleh:
Ghaniyul Amri Caulava
12/X-3,2210272

KELAS X-3
SEKOLAH MENENGAH ATAS
TARUNA NUSANTARA MAGELANG
2022
Legenda
Dikisahkan bahwa Raja Sulahkromo memiliki seorang patih nan setia bernama
Sidapaksa yang beristrikan Sri Tanjung. Diceritakan pula kalau Sri Tanjung ini
merupakan seorang yang cantik lagi baik, dan setia kepada suaminya.

Long story short, Raja Sulahkromo terpikat dengan pesona Sri Tanjung. Namun,
karena tahu perempuan tersebut adalah istri yang setia kepada suami, sang raja pun
putar otak dan merencanakan sesuatu agar dapat mendekati Sri Tanjung.

Rencana pertama sang raja adalah menjauhkan Patih Sidapaksa dari sang istri. Ia
memerintahkan sang patih nan setia itu untuk menjalankan sebuah misi yang
terbilang sangat sulit, yaitu mendapatkan dua benda keramat berupa tiga lingkar
emas dan tiga gulung janggut putih sebagai persembahan untuk Kerajaan Sindurejo.

Meski tahu dua benda keramat tersebut kemungkinan hanya dapat dijumpai di
Negeri Indran nun jauh, sang patih dengan kesetiannya pada raja Sulahkromo manut.
Ia pergi melaksanakan titah sang raja dengan meninggalkan sang istri seorang diri
hingga kapan yang belum bisa dipastikan.

Setelah Patih Sidapaksa pergi, Raja Sulahkromo pun berupaya mendekati Sri
Tanjung. Berbagai rayuan manis ia alamatkan kepada perempuan tersebut. Tak jarang
pula ia membujuk Sri Tanjung agar mau diperistri, dan menyebut kalau Patih
Sidapaksa telah gugur dalam misi sulit tersebut.

Rangkaian kalimat manis dan kebohongan yang ditebar sang raja ternyata nggak
memengaruhi Sri Tanjung. Ia menolak berbagai upaya sang raja karena yakin
suaminya masih hidup dan akan pulang ke pelukannya suatu hari nanti. Keyakinan Sri
Tanjung ini terbukti benar.

Patih Sidapaksa berhasil menjalankan tugasnya. Sesampainya di Kerajaan Sindurejo


dengan selamat bersama dua benda keramat yang diminta, sang patih langsung
menghadap sang raja melaporkan keberhasilannya. Di sisi lain, keberhasilan Patih
Sidapaksa merupakan ketidakberhasilan Raja Sulahkromo.

Di sini sang raja yang kesal memainkan rencana baru. Ia mulai menebar fitnah
kepada Patih Sidapaksa dengan menyebut Sri Tanjung telah menggoda dirinya
selama sang patih pergi menjalankan titah. Sang patih yang amat setia dengan sang
raja percaya. Ia mulai murka dan mempertanyakan kesetiaan sang istri.

Dikuasai oleh kemurkaan, Patih Sidapaksa tanpa mencari tahu kebenaran ucapan
sang raja berjalan pulang untuk menemui sang istri. Tanpa salam apalagi pelukan,
keris ia hunuskan kepada sang istri yang diyakini bersalah hingga sekarat. Di ambang
kematiannya, Sri Tanjung ingin membuktikan kalau dirinya tidak seperti ucapan sang
raja.

Sri Tanjung meminta Patih Sidapaksa untuk dapat melarungkan jasadnya ke sebuah
sungai. Jika air sungai tempat jasadnya dilarung mengeluarkan bau busuk, kata Sri
Tanjung, maka apa yang diucapkan Raja Sulahkromo tentang dirinya adalah benar.
Namun, jika air sungai tersebut mengeluarkan bau harum, maka kenyataan
sebenarnya adalah yang sebaliknya.

Seperti sudah bisa kamu tebak, air sungai tempat jasad Sri Tanjung dilarung
mengeluarkan bau harum. Patih Sidapaksa dengan berurai air mata dan penuh
penyesalan, seakan berteriak kepada sang istri yang telah meninggal menyuarakan
kalimat “banyu wangi”.
Lagu Daerah
Umbul-Umbul Blambangan
Cipt. Andang CY dan Samsul Hadi

Mbul-umbul Belambangan 3x Umbul-umbul Belambangan eman…


He umbul-umbul he Belambangan 2x
Belambangan, Belambangan
Tanah Jawa pucuk wetan
Sing arep bosen sing arep bosen
Isun nyebut-nyebut aran ira
Belambangan, Belambangan
Membat mayun Paman
Suwarane gendhing Belambangan
Nyerambahi nusantara
Banyuwangi… kulon gunung wetan segara
Lor lan kidul alas angker
keliwat-liwat
Belambangan.. Belambangan
Aja takon seneng susah kang disangga
Tanah endah… gemelar ring taman sari nusantara
He.. Belambangan… He Belambangan
Gemelar ring taman sari nusantara
Belambangan he seneng susahe wistah aja takon
Wis pirang-pirang jaman turun temurun yong wis kelakon
Akeh prahara taping langitira magih biru yara
Magih gedhe magih lampeg umbak umbul segaranira
Belambangan he.. gunung-gunungira magih perkasa
Sawah lan kebonanira wera magih subur nguripi
Aja kengelan banyu mili magih gedhe seumberira
Rakyate magih guyub ngukir lan mbangun sing mari-mari
He Belambangan lir asata banyu segara
Sing bisa asat asih setya baktinisun
Hang sapa-sapa baen arep nyacak ngerusak
Sun belani sun dhepani sun labuhi
Ganda arume getih Sritanjung yong magih semebrung
Amuke satria Menakjingga magih murub ring dhadha
Magih kandel kesaktenane Tawang Alun lan Agung Wilis<vbr> Magih murub tekade
Sayuwiwit
Lan pahlawan petang puluh lima
Ngadega jejeg … ngadega jejeg
Umbul-umbul Belambangan
Ngadega jejeg adil lan makmur
Nusantara…………
Upacara Adat Kebo Keboan
Kebo-keboan merupakan salah satu upacara adat Suku Osing Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam
upacara ini akan dittampilkan kebo-keboan atau manusia yang dirias layaknya kerbau. Upacara
Kebo-keboan merupakan wujud rasa syukur masyarakat Suku Osing terhadap hasil panen yang
mereka terima. Selain itu, ritual ini juga berfungsi sebagai upacara bersih desa agar masyarakat
terhindar dari bahaya.

Sejarah
Sama seperti Ritual Seblang, Ritual Kebo-keboan juga dilakukan di dua desa saja yaitu Desa
Aliyan dan Desa Alasmalang. Aliyan merupakan salah satu desa di Kecamatan Rogojampi,
sedangkan Alasmalang berada di Kecamatan Singojuruh. Upacara Kebo-keboan memiliki
sejarah panjang dan berkaitan dengan kisah Buyut Karti. Buyut Karti hidup pada abad ke-18
Masehi. Saat itu, ada ancaman wabah penyakit yang sulit disembuhkan. Hingga suatu saat
Buyut Karti mengaku mendapatkan wangsit untuk menggelar upacara bersih desa. Dalam
wangsit itu, para peserta dalam upacara tersebut harus berdandan layaknya hewan kerbau.
Di kemudian hari, pemilihan kerbau ini dimaknai bahwa hewan tersebut merupakan “teman”
petani dalam membajak sawah. Buyut Karti lantas menyampaikan wangsit yang diterimanya itu
kepada warga masyarakat. Setelah disepakati, Buyut Karti dengan sejumlah petani lantas
berdandan layaknya kerbau dan hal itu kemudian menjadi tradisi.

Pelaksanaan
Sebagaimana disampaikan sebelumnya, upacara adat Kebo-keboan ini dilaksanakan di dua
desa, yaitu Aliyan dan Alasmalang. Secara umum pelaksanaannya sama, namun ada beberapa
perbedaan di antara dua desa ini. Di Desa Alasmalang, Kebo-keboan tidak hanya sebagai
upacara adat saja namun juga sebagai daya tarik wisata. Sementara di Desa Aliyan, upacara
Kebo-keboan relatif lebih kental aturan adatnya dan dilakukan secara terstruktur. –
Pelaksanaan di Alasmalang Upacara Kebo-keboan di Alasmalang secara umum dilaksanakan
dalam tiga tahap. Tahap pertama, berupa selamatan dengan 12 tumpeng, lauk-pauk, jenang
sengkolo, dan 7 porsi jenang suro Tumpeng itu kemudian dimakan secara bersamaan di
sepanjang jalan desa. Selain itu, para tetua desa juga melakukan ritual di beberapa tempat
keramat seperti Watu Laso, Watu Gajah, dan Watu Tumpeng. Kedua, yaitu mengarak 30
manusia kerbau mengelilingi empat penjuru desa yang dipimpin tokoh adat. Di belakang arak-
arakan manusia kerbau ada kereta yang digunakan oleh Dewi Sri, yaitu lambang dewi padi dan
kesuburan. Tahap ketiga atau terakhir yaitu penanaman benih padi oleh manusia kerbau. –
Pelaksanaan di Aliyan Pelaksanaan upacara Kebo-keboan di Aliyan dilakukan dalam lima
tahap. Pertama tahap persiapan, yaitu pemasangan umbul-umbul di sepanjang jalan desa.
Kedua, yaitu membuat kubangan yang lokasinya disesuaikan rute arak-arakan manusia kerbau.
Kubangan melambangkan tempat persemaian padi yang akan menghasilkan butir-butir beras.
Ketiga, membuat gunungan hasil bumi. Gunungan ini berisi buah-buahan dan hasil bumi lain
perlambang kesejahteraan. Keempat, ider bumi yaitu mengarak manusia kerbau ke seluruh
penjuru desa. Kelima, tahap penutup disebut ngurit, yaitu seorang tokoh berperan sebagai
Dewi Sri memberikan benih padi kepada ketua adat. Oleh ketua adat, benih itu lantas diberikan
kepada para petani untuk ditanam.
Senjata Tradisonal Buding

Senjata buding seperti masih asing atau jarang banyak orang yang mendengarnya. Hal
dikarenakan Buding ini tidak terlalu populer di masyarakat, dan biasanya terdapat di beberapa
tempat saja. Bentuknya pisau dapur, senjata ini terdapat sarung yang berfungsi untuk
menutupi mata pisau. Buding adalah senjata khas dari suku Using yang ada di Banyuwangi.
Buding digunakan untuk aktivitas sehari hari, bahkan juga digunakan untuk melindungi diri.

Alat Musik Tradisional Angklung Caruk

Angklung caruk merupakan alat musik daerah Jawa Timur yang terbuat dari bambu, layaknya
angklung pada umumnya.
Alat musik tradisional yang berasal dari Banyuwangi ini memiliki arti pertarungan atau
perlombaan. Oleh karena itu, pertunjukan angklung caruk biasanya dimainkan oleh 2
kelompok. Dari kedua kelompok tersebut akan dipilih mana yang terbaik dan keluar sebagai
pemenang.
Ditambah lagi, penonton di dalam pertunjukan seni angklung caruk dibagi menjadi 3
kelompok. Dua di antaranya adalah penonton yang mendukung dua kelompok penampil, dan
satu kelompok sisa menjadi pihak netral.

Makanan Khas Pecel Pitik


Pecel Pitik merupakan sajian kuliner dengan bahan dasar ayam kampung yang disuwir
dan dilumuri dengan parutan kelapa berbumbu kemiri, cabai rawit, terasi, daun jeruk,
garam, dan gula. Dengan menggunakan paduan bumbu tersebut, tercipta rasa Pecel
Pitik yang gurih, sedikit pedas, dan cita rasa khas Banyuwangi.

Pengambilan nama Pecel Pitik itu sendiri tidak serta merta karena terbuat dari bahan
dasar ayam (pitik dalam Bahasa Jawa) namun Pecel Pitik berarti diucel-ucel hang
perkara apik. Dalam Bahasa Indonesia, kalimat tersebut berarti dilumuri dengan
berbagai perkara yang baik.

Dulu Pecel Pitik hanya disajikan pada saat ritual Suku Using saja sehingga
pengolahannya pun benar-benar dilakukan secara sungguh-sungguh. Bahkan saat
memasaknya pun, kebanyakan perempuan asli Suku Using justru lebih banyak
mengucapkan doa atau bahkan diam. Hal itu dilakukan agar masakan yang akan
disajikan benar-benar terjamin rasanya.

Saat merasakan kuliner Pecel Pitik, tentu akan sangat terasa daging ayam yang empuk
dan lezat. Selain karena bumbu yang melumuri ayamnya, hal itu juga disebabkan oleh
ayam kampung yang digunakan harus yang masih muda dan pemanggangannya
menggunakan tungku dan kayu.

Pemanggangan secara tradisional sudah merupakan warisan dan pada dasarnya dapat
menciptakan aroma maupun rasa daging ayam yang lebih lezat dibandingkan
pemanggangan dengan cara modern.

Dalam proses pemasakannya, ada pantangan yang harus dilaksanakan. Salah satunya
yaitu dilarang menyuwir daging ayam yang sudah dipanggang menggunakan pisau,
sehingga harus menggunakan tangan saja. Setelah itu, suwiran tersebut dicampur
dengan bumbu Pecel Pitik yang didominasi parutan kelapa.

Kendati kuliner khas Banyuwangi ini sudah diangkat ke festival dan diperkenalkan ke
dunia luar, namun penyajiannya masih sesuai keasliannya yaitu secara tradisional dan
sederhana. Kuliner Pecel Pitik biasanya disajikan dengan nasi tumpeng dan sayuran
rebus yang diletakkan di atas daun pisang.

Berikut merupakan rekomendasi tempat makan yang menjual pecel pitik enak di Banyuwangi
yaitu di Warung Kemarang https://www.bing.com/maps?&ty=18&q=warungh
%20kemarang&ss=ypid.YN7999x16069694980732423342&segment=Restaurant&ppois=-
8.188440322875977_114.38088989257812_warungh
%20kemarang_YN7999x16069694980732423342~&cp=-
8.18844~114.38089&lvl=16&v=2&sV=1&FORM=SNAPST

Anda mungkin juga menyukai