Curug Cipendok
Sejarah
Nama Curug Cipendok bermula dari legenda yang masih berkaitan dengan sejarah
Perang Diponegoro. Perang ini merupakan perang lima tahun (1825-1830) antara
Pangeran Diponegoro melawan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Perang yang
dimenangkan Belanda itu membuat seluruh wilayah kerajaan Surakarta termasuk
wilayah Dulangmas, meliputi Kedu, Magelang, Banyumas berada dibawah
kekuasaan pemerintahan kolonial. Perjanjian tersebut tertuang dalam perjanjian
Dulangmas.
Salah satu wilayah Banyumas yaitu Ajibarang, saat itu dipimpin oleh seorang
Wedana bernama Raden Ranusentika. Pada saat itu diberi tugas untuk melakukan
kerja rodi, berupa pembukaan hutan belantara di sekitar lereng Gunung Slamet
untuk dijadikan area perkebunan. Sudah delapan bulan lamanya beliau memimpin
pembukaan hutan di lereng Gunung Slamet, namun belum juga mendapatkan hasil.
Senantiasa terjadi keanehan, pada saat pohon-pohon selesai ditebang, esoknya
tubuh lagi seperti semula. Seolah-olah seperti belum pernah ditebang sama sekali.
Kejadian ini terjadi berulang-ulang, sehingga membuat bingung dan pusing Raden
Ranusentika.
Karena baru kali ini menemukan permasalahan yang aneh, maka kemudian Raden
Ranusentika berdoa dan bermohon kepada Tuhan dengan cara bertapa beberapa
saat. Karena merasa belum mendapat petunjuk juga, beliau kemudian menyudahi
bertapanya. Sembari mengusir kegundahan dan mencari jalan keluar, Raden
Ranusentika pergi memancing ikan di dekat air terjun. Di tengah-tengahnya
memancing, tiba-tiba beliau merasa kailnya seperti ditarik-tarik oleh ikan yang besar,
sampai-sampai gagang pancingnya melengkung.
Namun alangkah terkejutnya, saat pancingnya ditarik bukannya ikan yang didapat,
melainkan sebuah barang mirip cincin yang merupakan pendok atau cincin
warangka keris yang bersinar kuning keemasan. Ketika didekatkan, tiba-tiba Raden
Ranusentika bisa melihat banyak sekali makhluk halus yang berada di hutan yang
telah ditebang habis. Mereka semua yang selama ini menggagalkan pekerjaan
Raden Ranusentika.
Atas usulan Breden Santa, seorang kepala pekerja, air terjun dimana Raden
Ranusentika menemukan pendok keris, dinamakan Curug Cipendok. Berasal dari
kata curug yang berarti air terjun dan pendok atau cincin dari bilah keris.
Tersedia tempat parkir, tempat istirahat, arena bermain anak-anak seperti ayunan
dan kamar mandi. Dilokasi curug ini terdapat menara pandang yang dapat melihat
pemandangan kota Purwokerto apabila cuaca sedang cerah. Juga sepanjang jalan
menuju lokasi, banyak warung yang menjajakan mendoan, susu murni dan makanan
kecil.
Lokasi
Aksesbilitas
Berjarak kurang lebih 15 km dari arah barat kota Purwokerto dengan waktu
tempuh sekitar setengah jam atau sekitar 7 km dari Ajibarang. Menuju Curug
Cipendok tidaklah terlalu susah. Hanya saja, belum ada angkutan umum resmi
yang sampai ke sana, sehingga kalau mengunjungi tempat itu harus dengan
kendaraan pribadi atau sewaan.
Jika dari kota Purwokerto dengan melewati jalan Jend. Sudirman ke arah alun-
alun. Kemudian lurus menuju ke jalan raya Losari, sekitar 7 km jauhnya dari
Purwokerto. Selanjutnya akan ditemui plang tanda jalan masuk ke curug yang
keberadaannya disebelah kiri jalan raya. Plang masuk ini berada di rambu
lampu kuning berkelap-kelip di pertigaan jalan raya Cilongok. Dari pertigaan ini
ambil belokan ke kanan ke jalan raya Cilongok dengan jarak sekitar 8 km hingga
pintu gerbang curug. Kondisi jalan ini cukup berkelok-kelok dan naik, namun
kondisi jalan sudah beraspal semua dan ada penunjuk jalannya.
Tiket masuk adalah Rp 6000 per orang, sudah termasuk asuransi kecelakaan.
- Aspek ekonomi
Dengan adanya keberadaan curug cipendok dari aspek ekonomi berdampak
positif yaitu meningkatnya pendapatan masyarakat skitar curug karena
banyaknya wisatawan yang datang dan masyaeakat memanfaatkan dengan
menjual berbagai macam barang yg dibutuhkan para wisatawan
- Aspek Sosial
Meningkatnya kualitas hidup warga sekitar karna makin kerapnya hubungan
sosial antara warga dan pengunjung curug cipendok
- Aspek Budaya
Terjadinya akulturasi budaya antara penduduk setempat dengan pendatang dan
juga pengujung wisata
Kesimpulan.
Disusun Oleh :
Nama : Haqa Maulana Arif
Kelas :3
SDU AISYIYAH CILONGOK, BANYUMAS
TAHUN AJARAN 2016 - 2017
Tarian Tunggal
Sebuah tarian yang berjenis tari kreasi baru yang digarap bersumber dari gerak-
gerak klasik dan dipadu dengan gerak tari rakyat setempat. Tarian ini hidup dan
berkembang di daerah Kota Banjarbaru. Tarian ini menggambarkan bagaimana
masyarakat Cempaka keserahariannya sebagai pendulang intan. Cempaka
memang sebuah daerah yang banyak menghasilkan intan yang sangat terkenal
baik di Indonesia maupun Manca Negara. TarianGaluh Marikit ini
menggambarkan suasana bagaimana Galuh Marikit yang menjadi idaman para
pendulang, dengan gigih dan dengan segenap upaya agar dapat “mamicik”
(memperoleh) Galuh Marikit tersebut. Kata “ Galuh Marikit “ adalah sebutan
pengganti kata “intan”. Sebab, siapapun apa lagi bagi pendulang intan sangatlah
tabu bila langsung menyebut kata “intan “ bila berada di daerah pendulangan
terlebih lagi sewaktu sedang mendulang. Menurut kepercayaan, pendulang jika
langsung menyebut kata intan maka intan tersebut akan menjauh atau
menghilang. Dalam tarian ini ada beberapa pelaku yaitu : Galuh Marikit sebagai
tokoh utama, Aamasan, titimahan, dan bebatuan lainnya sebagai pendukung
( babantalan ). Arsyad Indradi sebagai kreograper, menitik beratkan pada
penokohan “Galuh Marikit”. Jadi gambaran pekerja pendulang adalah sebagai
backgroundnya saja. Pelaku tarian ini adalah : Galuh Marikit, Aamasan,
Titimahan, dan bebatuan lainnya sebagai pendukung (babantalan) sekaligus
berperan sebagai pendulang.
Tarian Rahayu merupakan tarian yang sakral, pada jaman dahulu tarian ini
merupakan tarian untuk upacara ritual tolak balak bagi masyarakat Banjarmasin.
Tari Radap Rahayu dilakukan pada upacara seperti kehamilan, perkawinan, dan
kematian. Tarian ini terinspirasi dari kejadian kapal Perabu Yaksa berisi patih
Lambung Mangkurat yang pulang berkunjung dari kerajaan majapahit. Ketika
sampai di Muara Mantuil dan akan memasuki Sungai barito, kapal ini kandas di
tengah perjalanan. Perahu oleng dan nyaris terbalik. Pada intinya tarian ini
merupakan gambaran rasa bersyukur karena kapal tersebut tidak tenggelam.
Tarian Bagandut
mirip dengan tarian tayub, ronggeng. Tarian ini merupakan termasuk tarian
erotis, pada waktu dulu tarian ini berkembang hanya dilingkungan kerajaan.
Sekarang tarian ini bisa kita lihat di acara Pernikahan, khitanan, acara seni dll.
Tarian ini cepat merakyat karena penari bisa meminta penonton untuk ikut
Gandut merupakan profesi yang unik dalam masyarakat dan tidak sembarangan
wanita mampu menjadi Gandut. Selain syarat harus cantik dan pandai menari,
seorang Gandut juga wajib menguasai seni bela diri dan mantera-mantera
tertentu. Ilmu tambahan ini sangat penting untuk melindungi dirinya sendiri dari
tangan-tangan usil penonton yang tidak sedikit ingin memikatnya memakai ilmu
hitam. Dahulu banyak Gandut yang diperistri oleh para bangsawan dan pejabat
tarian yang unik karena kudanya bukan dinaikin tetapi di jepik di ketiak. Menurut
cerita dahulu Tarian ini berasal dari Lambung Mangkurat yang datang ke
Majapahit untuk bertemu dengan Gajah Mada ketika mau pulang di beri hadiah
dan di bawa pakai tangan untuk dinaikkan ke kapal. Tarian Kuda Gepang ini
perkawinan, khitanan atau pentas seni. Tari ini biasanya dilengkapi juga dengan
Tarian Maayam Tikar
Kabupaten Tapin yang sedang menganyam tikar dan anyaman. Tari berdurasi
sekitar 6 menit ini biasanya dibawakan oleh 10 orang penari putri. Tari ini
diciptakan oleh Muhammad Yusuf, Ketua Sanggar Tari Buana Buluh Merindu,
Keindahan tarian ini banyak membuat orang suka sehingga tarian ini terus