Kepala BPKSA hanya menyediakan perahu kecil untuk pelayaran
rombongan kami, padahal jumlah personelnya ada 8 orang termasuk nahkoda. Kami terpaksa duduk lesehan, berderet dari depan ke belakang. Saya duduk di tengah bersebelahan dengan Pak Arif petugas dari BPKSA sebagai pemandu. Cuaca agak mendung. Perahu motor BPKSA 05, mulai bergerak pelahan menelusuri perairan Teluk Cilacap. Sebelah utara tampak kilang minyak Pertamina dan di bagian selaan kelihatan tumpukan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kabupaten Cilacap. Pemandangan paling dominan adalah Pulau Nusakambangan. Hanya beberapa menit, rombongan sudah menyusuri kawasan hutan mangrove. Hutan ini dulunya tidak ada, Pak ! Pulau-pulau yang ditumbuhi mangrove ini, dulu lautan luas namun akibat sedimentasi dari Sungai Citanduy sekarang banyak pulau disini. Sesekali kami berpapasan dengan nelayan dan wisatawan asing dari Pengandaran menuju Cilacap. Beraneka ragam pepohona di hutan mangrove, antara lain Bakau Tancang, Bakau Bantul, Bogem, Api-api, bahkan banyak pohon Sonerasia yang akarnya bias dijadikan bahan untuk kepala Shuttle Cock dan gabus tutup botol. Begitu juga binatang yang hidup di situ terutama dari jenis burung dan kera. Di sepanjang perjalanan terdengar sayup-sayup siulan burung bersahutan. Di pesisirnya terlihat burung kuntul, belibis atau blokok mencari ikan. Kalau sedang kebetulan, biasanya suka ada kera yang berenang dari satu pulau ke pulau lain, mereka mencari makanan kesukaannya terutama buah Bogem yang banyak tumbuh di kawasan ini. Keelokan alam di situ agak jarang ditemui di tempat lain. Banyak celah berbentuk sungai yang bermuara ke perairan induk atau kanal yang di bentuk oleh alam. Kawasan yang dulunya lautan itu sebetulnya Laguna Segara Anakan. Kami mencoba masuk lebih jauh ke pedalamannya melalui cabang-cabang perairan yang berbentuk sungai. Di situ ditemui banyak nelayan menangkap kepiting. Kawasan ini merupakan habitat sangat baik bagi kepiting. Menurut pengepul ikan di Cilacap, lebih dari setengah ton kepiting setiap hari dipasarkan ke Jawa Barat. Pukul 10.45 WIB perahu kami merapat di Situ, namanya Desa Klaces. Desa Klaces termasuk kampung paling besar di Kec. Kampung Laut. Sekolah yang ada di sana sampai tingkat SMA. Banyak murid dari kampung pulau bersekolah di sana menggunakan angkutan perahu motor. Dulu, muara Sungai Citanduy di Majingklak yang disebut Segara Anakan, masih langsung bermuara ke lautan luas sampai Teluk Cilacap. Sekarang sudah tidak lagi seperti itu, Segara Anakan sudah beranak pinak dengan munculnya belasan pulau akibat endapan Lumpur Sungai Citanduy. Tidak jauh dari muara sudah sampai ke Plawangan Barat, yaitu selat antara Jawa Barat dan Nusakambangan. Dulu lebar perairannya sekitar 450 m, tetapi karena adanya sedimentasi kini hanya tinggal 100 m, itu pun sudah mulai
dangkal. Mungkin dalam waktu singkat Nusakambangan akan bersatu dengan
Jawa Barat. Pendangkalan yang terus menambah akan sampai di Pelabuhan Cilacap. Itulah yang barangkali dikhawatirkan Pemda Jateng sehingga mengusulkan supaya dibuat Sodetan Citanduy. Pikiran Rakyat, 23 Juni 2007
Setelah Anda membaca, menganalisis teks bacaan
yang berjudul Segara Anakan Beranak Pinak, isilah/lengkapi kalimat elipsis berikut ini ! 1. Tema teks bacaan di atas adalah .. 2. Paragraf yang menceritakan tema teks bacaan tersebut, terdapat pada paragraf ke ....... 3. Sumber informasi, tema tersebut diperoleh dari media .. Jawab : 1. Pelayaran 2. 10 3. Cetak (koran)