Anda di halaman 1dari 22

Daftar Isi

1. Religi

A. Masjid Raya Sabilal Muhtadin

B. Kubah Dalam Pagar

C. Kubah Guru Sekumpul

D. Pengajian Guru Zuhdiannor

E. Balai Adat Malaris

2. Ekonomi Kreatif

A. Kerbau Kalang Danau Panggang

B. Kain Sasirangan

C. Kue Bingka Banjarmasin

D. Pasar Terapung Lokbaintan

E. Sirup Kayu Manis Loksado

F. Menara Pandang Banjarmasin

3. Wisata Bahari

A. Kepulauan Samber Gelap Kotabaru

B. Pantai Angsana Sungai Danau

4. Alam Petualangan

A. Air Terjun Haratai Loksado

B. Air Terjun Rampah Menjangan Loksado

C. Bukit Langara Loksado

D. Bamboo Rafting Loksado

5. Akomodasi

6. Biro Perjalanan

7. Pusat Jajanan
*Gelang Simpai

Simbol Persaudaraan

TIDAK cukup hanya kisah, foto atau video sebagai bukti telah menginjakkan kaki di Kecamatan Loksado,
Hulu Sungai Selatan. Semua itu harus dibuktikan dengan mengenakan gelang simpai.

Seperti destinasi wisata lain, Loksado juga memiliki pernak-pernik khas untuk dibawa pulang dan
menjadi kenangan berbentuk sebuah gelang.

Bahan utama gelang simpai adalah serat batang ala am, sejenis pakis yang memiliki kekuatan setara
rotan. Ala am cukup sulit ditemukan, karena tumbuh liar di atas gunung.

Ala am tidak begitu saja bisa langsung diolah gelang. Batang ala am lebih dulu dikupas untuk mengambil
daging tanaman tersebut. Selanjutnya daging ala am diserut dan dihaluskan hingga cukup tipis.

Anyaman gelang simpai menggunakan pola dasar anyam tiga, seperti ketika menganyam rambut. Pola
tersebut bisa dimulai dari kanan, atau sebaliknya.

Uniknya pembuatan gelang simpai bisa disesuaikan dengan pergelangan tangan si pemakai. Oleh karena
itu, gelang simpai langsung dianyam di pergelangan tangan. Meski demikian, juga terdapat gelang yang
sudah siap pakai.

Gelang yang langsung dianyam di tangan, berharga antara Rp. 20.000 hingga Rp. 25.000. Sementara
gelang siap pakai berharga Rp. 10.000. Juga terdapat cincin ala am yang dijual seharga Rp. 5.000.

Kendati terlihat ringkih, sejatinya akar ala am cukup kuat. Semakin lama dipakai, kekuatan gelang
tersebut diyakini bertambah, ditandai perubahan warna dari coklat menjadi hitam.

Baik penganyam maupun gelang siap pakai, bisa ditemukan di Desa Malaris. Salah seorang penganyam
adalah Ayal Kosa yang juga Pemangku Adat Malaris.

Dalam kebudayaan Dayak Meratus, simpai biasanya dipakai anak-anak mulai usia 8 tahun. Harapannya
agar anak itu jagau (jago) dalam nilai-nilai positif. Seperti jago belajar, jago bekerja dan jago memegang
adat.

Filosofi lain gelang simpai adalah simbol ikatan persaudaraan dan saling melengkapi satu sama lain. Hal
itu dibuktikan dengan gelang simpai yang tidak bisa dilepas, kecuali sudah rusak.

Konon gelang simpai juga dipercaya membawa keberuntungan, serta melindungi dari gangguan makhluk
halus.

*Bukit Matang Kaladan

View Berbeda Riam Kanan

SUDAH lama Waduk Riam Kanan di Kecamatan Aranio, Banjar, menjadi spot pemancingan, selain view
alam yang menggetarkan hati. Semuanya menjadi satu paket, seandainya dipandang dari Bukit Matang
Keladan.
Riam Kanan merupakan waduk buatan yang diresmikan pertengahan 1973 oleh Presiden Soeharto.
Memiliki luas 9.730 hektare, Riam Kanan membendung delapan sungai yang bersumber dari
Pegunungan Meratus.

Tujuan utama pembangunan Riam Kanan adalah menunjang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), selain
juga tempat hidup beragam jenis ikan air tawar seperti gabus, betok, nila, gurami, tauman, betutu,
baung dan udang galah.

Tidak lengkap kalau tujuan ke Riam Kanan hanya memancing. Juga terdapat pulau-pulau kecil atau lebih
tepat disebut delta seperti Pulau Pinus dan Pulau Dewantara.

Kesemua spot tersebut menjadi satu frame, seandainya dilihat melalui puncak Bukit Matang Keladan di
Desa Tiwingan. Terdapat dua pintu jalur pendakian menuju puncak bukit.

Pintu pertama berada di sebelah utara Dermaga Tiwingan, lalu masuk ke perkampungan dan melewati
jembatan gantung.

Sementara pintu kedua tidak harus melewati dermaga, tapi mengarah menuju masjid, kemudian
melewati sekolah, sebelum pos pertama pendakian.

Trek selanjutnya adalah jalan setapak yang perlahan menanjak hingga kemiringan 45 derajat.
Terpampang beberapa papan penunjuk arah hingga kalimat motivasi. Puncak bukit segera ditemui dalam
waktu antara 35 hingga 45 menit.

Hembusan angin yang cukup deras langsung menyapa, setibanya di atas bukit. Sementara mata disuguhi
pemadangan indah berupa view Waduk Riam Kanan, ditimpali pulau-pulau kecil yang menyebar.

Selain kesiapan fisik dan minuman selama perjalanan, view tersebut bisa dinikmati setelah membayar
retribusi masuk sebesar Rp. 3.000 per orang.

Kepulauan Samber Gelap


*Surga Di Bawah Air

SUDAH menikmati destinasi wisata di Kalimantan Selatan berupa hutan, sungai maupun riam dan
kebudayaan, tak perlu jauh-jauh untuk mendapatkan sensasi pantai dengan segala keindahan bawah
laut. Semua tersedia di Kepulauan Samber Gelap.

Samber Gelap terletak di Kecamatan Pulau Sebuku, Kotabaru. Pulau Sebuku sendiri berada di sebelah
timur Pulau Laut dan di sebelah barat Pulau Sulawesi.

Geografis inilah yang membuat potensi kelautan Sebuku melimpah. Tidak hanya kekayaan hayati, juga
keindahan pantai dengan pasir putih lembut, serta air laut yang jernih.

Keindahan-keindahan itu semuanya terangkum di Kepulauan Samber Gelap. Disebut kepulauan karena
destinasi ini terdiri dari beberapa pulau seperti Pulau Samber Gelap, Pulau Sawa, Pulau Malangko dan
Pulau Maraeng.
Potensi unggulan Samber Gelap adalah terumbu karang dengan sebaran puluhan hektare. Kontur karang
cukup landai dengan kombinasi koloni karang rapat dan hamparan berpasir yang memilki brain coral,
serta barrel sponge berukuran besar.

Sebuah kerugian andai keindahan tersebut hanya disaksikan melalui permukaan. Dengan visibility bawah
laut cukup terang, bahkan hingga kedalaman 10 meter, membuat Samber Gelap menjadi surga
penyelam.

Di hampir semua titik penyelaman, terdapat ikan aneka ragam jenis dan warna seperti tenggiri,
barramund, snappe, jackfish, butterfly fish berukuran sedang, serta sejumlah ikan karang kecil. Lobster
juga dapat ditemukan di kedalaman 5 hingga 10 meter.

Di bagian depan Samber Gelap yang menghadap ke selatan, terdapat pula hamparan coral. Dengan
kedalaman rata-rata 60 sentimeter ketika air surut, inilah spot terbaik untuk berenang ataupun
snorkeling.

Begitu malam merenda seisi langit, fenomena sesungguhnya di Samber Gelap adalah aktivitas penyu
yang bertelur. Sementara di sisi lain, puluhan bahkan ratusan tukik merangkak menuju pantai demi
meraih masa depan mereka.

Penyu bisa menetap di Samber Gelap, lantaran pulau tersebut tidak dihuni manusia. Hanya penyu hijau
dan penyu sisik yang datang untuk mengeluarkan telur sebagai penghuni asli.

Penyu sendiri dapat berimigrasi ke tempat yang sama dalam jarak beratus-ratus kilometer, demi mencari
makan dan tempat bertelur.

Dalam siklus tertentu, induk penyu yang bertelur mengunjungi pantai untuk meletakan ratusan butir
telur. Hal itu dilakukan beberapa kali dalam selama musim bertelur.

Demi mendapati segala keindahan tersebut, terdapat jadwal-jadwal tertentu. Dianjurkan Samber Gelap
dikunjungi antara April, Mei, Oktober, November dan Desember.

Selama bulan-bulan itu, Samber Gelap dibuai angin barat yang otomatis membuat ombak tidak terlalu
besar. Situasi ini membuat kejernihan air mendukung aktivitas penyelaman.

Sebaliknya tak disarankan ke Samber Gelap antara Januari, Februari dan Maret. Bertepatan dengan
ketiga bulan itu, angin utara bertiup cukup kencang. Demikian pula Juni, Juli, Agustus dan September,
ketika angin didominasi dari tenggara.

Akses menuju Samber Gelap dimulai dari Kotabaru menggunakan speed boat yang disewa pulang pergi
seharga Rp. 2 juta. Perjalanan selama sekitar tiga jam, seandainya ombak laut cukup tenang.

Bisa juga menumpang kapal nelayan dengan waktu tempuh sekitar empat jam. Dermaga kapal nelayan
berada di dekat Pasar Kotabaru.
Pantai Angsana
*Menyimpan Rahasia
DEBUR ombak yang cukup tenang, Pantai Angsana di Kecamatan Angsana, Tanah Bumbu, layak menjadi
tujuan wisata keluarga. Juga terdapat rahasia yang menyimpan pesona.
Populer mulai 2008, Angsana memiliki berbagai pesona untuk dinikmati. Pantai sepanjang sekitar 8
kilometer, ditopang air yang cukup jernih dan ombak tidak terlalu besar.

Tidak cuma pantai, daya tarik utama Angsana adalah kekayaan biota laut, termasuk terumbu karang
berbagai bentuk. Lokasi populer snorkeling dan diving adalah spot Batu Anjir, Sungai Dua Laut dan
Karang Kima.

Spot Batu Anjir dan Karang Kima berjarak sekitar 30 menit ke tengah laut, dengan luasan sekitar 20
hektare. Angsana sendiri memiliki hampir 100 persen berkategori keras dan lebih sedikit soft coral.

Semuanya itu dapat dinikmati dengan mudah. Bahkan ketika sedang surut laut, reef flat (rataan) karang
dapat muncul di permukaan air laut. Sementara tatkala pasang tertinggi, reef slove ditemui dalam
kedalaman 3 meter hingga 5 meter.

Sedangkan reef slove (tubir atau tebing karang) ketika air surut terendah, memiliki kedalaman berkisar 2
meter hingga 5 meter. Begitu air mulai pasang, tubir berada di kedalaman hingga 9 meter.

Rahasia lain dari bawah laut Angsana adalah sebuah terowongan kecil yang terbentuk di batu karang
berukuran sekitar 8 meter. Terowongan tersebut berada di kedalaman 7 meter.

Untuk mendapati terowongan tersebut, termasuk menyaksikan terumbu karang Angsana dari jarak
dekat, tersedia tempat penyewaan peralatan selam. Ditawarkan paket seharga Rp. 1,5 juta, lengkap
dengan speed boat dan dive master.

Juga tersedia fasilitas snorkeling dengan biaya beragam, tergantung alat transportasi menuju spot
penyelaman. Sewa kelotok dan peralatan snorkeling, berkisar antara Rp. 350 ribu. Sementara sewa
klotok, plus peralatan snorkeling, bertarif sekitar Rp. 500 ribu.

Pengunjung juga tidak perlu takut kemalaman. Berdiri sejumlah rumah penginapan beragam harga di
sekitar pantai, tergantung fasilitas yang tersedia. Biasanya antara Rp. 150 ribu hingga Rp. 500 ribu.

*Kerbau Kalang

Jarang Salah Masuk

DARI sekian destinasi wisata di Kalimantan Selatan, Kecamatan Danau Panggang dan Kecamatan
Paminggir di Hulu Sungai Utara (HSU) memiliki eksotisme eksklusif. Semuanya terwujud dalam bentuk
kerbau rawa atau biasa disebut hadangan kalang.

HSU tampaknya lebih tepat disebut Negeri Di Atas Air, mengingat 70 persen wilayah terdiri dari rawa.
Rawa-rawa itulah yang tempat budidaya ribuan kerbau kalang.

Berbeda dengan kerbau yang sesekali berendam di kubangan air, kerbau rawa justru menghabiskan
hampir seluruh hari di dalam rawa sedalam sekitar 2 hingga 3 meter. Pun kandang mereka terletak di
tengah-tengah rawa.
Makanan hadangan kalang juga rerumputan, tapi yang tumbuh di air seperti jariwit, pepedasan,
galunggung, kangkung, hiring-hiring, sumpilang, kumpai batu, kumpai miyang, kumpai juluk hingga
enceng gondok.

Tanpa perlu dikomando, mereka turun ke air, begitu matahari mulai semburat. Lalu menjelang remang
senja, mereka kembali ke kalang. Semuanya seperti tak sabar segera terjun ke air, kecuali anak kerbau
yang berumur di bawah 5 bulan lantaran belum bisa berenang.

Keunikan terlihat dari cara mereka pulang ke kandang. Sekalipun berkeliaran sampai beberapa kilometer,
kerbau-kerbau tersebut hanya perlu diarahkan keluar oleh peternak dari lokasi mencari makan.

Selanjutnya mereka berbondong-bondong berenang menuju kalang. Jarang terlihat kerbau-kerbau


tersebut keliru masuk kandang. Biasanya kandang yang terbuat dari balok-balok kayu tersebut, memiliki
luas 4 x 20 meter.

Namun sebagai penanda kepemilikan, peternak menandai telinga kerbau-kerbau mereka dengan sedikit
sayatan di telinga.

Cara mereka berenang juga tidak biasa. Kerbau-kerbau tersebut berenang dengan cara memiringkan
badan. Untuk kerbau yang lebih besar, perut mereka berfungsi seperti pelampung.

Populasi terbanyak kerbau rawa berada di Danau Panggang dan Paminggir. Danau Panggang yang
berjarak sekitar 23 kilometer dari Amuntai, juga menjadi pintu masuk menuju Paminggir.

Selain memulai Amuntai dan melewati Alabio, rute menuju Danau Panggang juga bisa ditempuh via
Kecamatan Nagara di Hulu Sungai Selatan, kemudian melewati Babirik.

Begitu tiba di Dermaga Danau Panggang, tersedia kelotok dengan tarif rata-rata Rp. 300.000 menuju
lokasi peternakan. Perjalanan menuju peternakan ditempuh selama sekitar 30 menit.

Dengan biaya pemeliharaan relatif rendah, budidaya kerbau rawa memang menjanjikan. Harga seekor
kerbau rawa seberat 300 hingga 500 kilogram, berkisar antara Rp. 7 juta hingga Rp. 10 juta.

*Pendulangan Intan Cempaka

Harga Sebanding Perjuangan

SUDAH semenjak ratusan tahun silam, Banjar dikenal sebagai daerah tambang intan, salah satu batu
mulia terbaik yang semakin langka.

Lokasi pendulangan tersebar terdapat di Kecamatan Cempaka, Kecamatan Riam Kanan, Kecamatan
Simpang Ampat, Kecamatan Belimbing dan Kecamatan Pengaron.

Diyakini kandungan intan yang terbanyak berada di beberapa desa di Cempaka seperti Pumpung,
Tadung, Ujung Murung, Danau Majaya, Pijang, Kerawat, Danau Purun, Piring Panggal dan Gambah.
Terdapat beberapa kelas intan berdasarkan kualitas. Kelas terendah intan adalah intan keras, menyusul,
intan minyak, intan kuning, intan tahi lalat, intan putih biasa, intan putih air perak, hingga jambun intan
dan intang bawang habang yang sudah langka.

Wajar kalau harga per carat intan juga berbeda-beda. Mulai dari Rp. 100 ribu hingga ratusan miliar. Bisa
dibayangkan harga Intan Trisakti seberat 166,75 carat yang ditemukan 26 Agustus 1965.

Masalahnya keberadaan intan terbesar yang pernah ditemukan tersebut tidak lagi diketahui. Penemuan
intan itu sendiri ditandai dengan sebuah Monumen Intan di Pumpung.

Perjuangan mendapatkan intan juga tidak mudah. Selain harus jeli membedakan intan yang hanya
seukurang butiran pasir dengan batu-batu lain seperti kecubung, delima, hingga safir, proses
mendapatkan target juga mempengaruhi.

Cara yang biasa dilakukan pencari intan adalah pasiraman, luang surut dan luang dalam. Pencarian di
Cempaka kebanyakan menggunakan metode luang dalam, mengingat intan terletak jauh dari permukaan
tanah.

Oleh pencari intan, kedalaman lubang dihitung dengan ukuran tangga setinggi sekitar 1,5 meter. Lubang
paling dalam sampai 16 tangga atau sekitar 24 meter, sementara lubang tersurut sedalam 4 tangga.

Juga terdapat pantangan-pantangan selama mendulang, seperti dilarang meludah, serta harus menyebut
intan dengan sebutan Si Galuh. Sebelum pekerjaan dimulai, dilakukan ritual khusus.

Dipercaya kalau intan bukan batu mulia biasa, karena bisa gaib atau menghilang, sekalipun sudah berada
dalam tangan.

Intan yang berhasil didapatkan dan sudah dibersihkan, kemudian dijual di Pertokoan Permata Cahaya
Bumi Selamat (CBS) Martapura.

Selain sudah menjadi berlian dan dipasang di emban cincin, liontin maupun anting-anting, juga dijual
intan lepas.

*Pasar Terapung Lok Baintan

Satu Warisan Tersisa

KENDATI zaman sudah berganti, sulit memisahkan Kalimantan Selatan dengan budaya sungai. Salah satu
yang masih bertahan adalah Pasar Terapung Lok Baintan di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Sungai
Tabuk.

Tidak terdapat catatan mengenai asal mula pasar terapung, baik di Lok Baintan di Sungai Martapura
maupun Muara Kuin di Sungai Barito.

Satu yang pasti adalah kedua tempat itu merupakan refleksi budaya sungai Urang Banjar. Di pasar
terapung, semua aktivitas jual beli dilakukan dari atas jukung (sampan kecil) maupun kelotok.
Pasar Lok Baintan termasuk cukup berhasil mempertahankan tradisi. Aktivitas di tempat ini dimulai pukul
05.00, ketika satu persatu pedagang yang didominasi wanita, berkumpul di sebuah ruas sungai, hingga
kemudian berkoloni menjadi puluhan buah hingga sekitar 5 kilometer.

Tidak seperti pasar di darat, durasi Pasar Terapung Lok Baintan tidak terlalu lama, karena hanya berkisar
tiga sampai empat jam.

Barang dagangan biasanya hasil perkebunan, pertanian dan pakaian. Juga dijual kue-kue tradisional yang
tidak tentu bisa ditemukan di pasar-pasar lain.

Perdagangan juga dapat dilakukan dengan sistem barter. Umumnya barter terjadi antara sesama
pedagang, sedangkan penggunaan uang dilakukan dengan pembeli pendatang.

Keunikan Pasar Apung Lok Baintan adalah bergerak mengikuti arus sungai. Andai arus sungai tenang,
pedagang bisa berkumpul di satu titik tertentu. Namun kalau arus cukup deras, mereka juga ikut
bergerak mengikuti arah arus hilir.

Tidak hanya aktivitas perdagangan yang dijumpai di Lok Baintan. Tersedia tempat penyewaan klotok
untuk berkeliling pasar, tempat penginapan dan rumah makan.

Oleh karena sudah menjadi salah satu destinasi unggulan, rute menuju Lok Baintan juga memiliki
beberapa opsi, baik jalur darat maupun sungai. Opsi terakhir paling menarik, karena sekaligus
menyaksikan aktivitas warga bantaran Sungai Martapura di sepanjang perjalanan.

Opsi pertama dimulai dari dermaga kelotok di depan Kodim 101 Antasari dan Kantor Gubernur Kalsel.
Tarif sewa kelotok yang memuat sekitar sepuluh penumpang, diperoleh dengan harga Rp. 200 ribu
sampai Rp. 250 ribu dengan durasi tempuh sekitar 20 menit.

Juga terdapat variasi antara darat dan air. Rute ini diawali dengan lebih dulu berkendara dari pusat kota
Banjarmasin ke Kelurahan Sungai Lulut, Kecamatan Banjarmasin Timur.

Kemudian dari Sungai Lulut, terdapat penyewaan kelotok menuju Lok Baintan yang ditebus dengan biaya
antara Rp. 100 ribu hingga Rp. 150 ribu.

*Balai Adat Malaris

Puncak Syukur

JAUH dari kesan mewah, Balai Adat Malaris menjadi tempat sakral untuk masyarakat Dayak Meratus di
Kecamatan Loksado. Inilah salah satu media komunikasi dengan Leluhur yang menjadi penghubung
kepada Sang Pencipta.

Setidaknya terdapat 43 balai atau rumah adat yang tersebar di sembilan desa Kecamatan Loksado. Di
antaranya Balai Malaris, Balai Haratai dan Balai Padang. Balai terkadang menjadi tempat tinggal, tetapi
sekarang hanya difungsikan untuk menggelar upacara-upacara adat.
Di antara balai-balai tersebut, Balai Malaris merupakan yang terbesar dan dipilih menjadi pusat kegiatan-
kegiatan adat Dayak Meratus. Terletak di Desa Loklahung, Balai Malaris berjarak sekitar 4 kilometer dari
Kantor Kecamatan Loksado.

Difungsikan semenjak 2003, setelah bangunan lama yang terletak agak jauh dari bangunan baru mulai
dimakan usia, Balai Malaris memiliki ukuran 45 x 60 meter.

Seperti kebanyakan balai-balai lain di Loksado, Balai Malaris berbentuk rumah panggung persegi panjang
dan berdinding anyaman bambu dan berlantai kayu.

Terdapat 45 kamar seukuran 3 x 3 meter yang mengelilingi ruang induk. Kamar tersebut biasanya
ditempati warga dari balai lain dalam perayaan puncak Aruh Ganal.

Di tengah ruang induk, berdiri delapan tiang penyangga. Jumlah delapan tiang tersebut menggambarkan
delapan alam sesuai kepercayaan penduduk setempat. Kedelapan alam yang masing-masing memiliki
bahatara (pemelihara) itu adalah surga, muning, nini datu, nini, ayah dan ibu.

Balai Adat Malaris dijalankan seorang Damang yang dibantu Penghulu Adat. Tidak hanya bertugas
memimpin upacara adat, Damang juga penanggungjawab sosial tertinggi. Oleh karena itu, tidak
sembarang orang diberi kepercayaan sebagai Damang.

Damang persis kepala desa, karena dipilih setiap lima tahun sekali. Syarat mutlak menjadi Damang
adalah menguasai dan memahami aturan-aturan adat, selain memiliki darah keturunan Damang.

Setiap tahun di Balai Adat Malaris, berlangsung tiga kali aruh atau acara selamatan, sekaligus wujud
syukur atas berkah dari Leluhur dan Sang Pencipta. Diawali Aruh Basambu, Aruh Bawanang dan Aruh
Ganal.

Aruh Basambu biasanya diadakan antara Januari atau Februari. Berlangsung empat hari empat malam,
Basambu merupakan upacara menyambut kedatangan beras dan benih. Masyarakat yang mengikuti
ritual saling memberikan beras kepada pendatang.

Selanjutnya Aruh Bawanang yang berlangsung setiap Juni atau panen padi pertama. Diadakan lima hari
lima malam, Bawanang adalah peringatan kelahiran beras, emas, besi dan perak.

Selama pelaksanaan Aruh Bawanang, masyarakat juga memasak beberapa bumbung lamang untuk
dibagikan kepada pendatang sebagai tanda ikatan kekerabatan.

Kemudian Aruh Ganal berlangsung setiap September, sekaligus menjadi penutup aruh-aruh sebelumnya.
Sesuai dengan namanya, Aruh Ganal diikuti semua warga balai dan berlangsung delapan hari delapan
malam.

Dalam puncak acara, ritual Aruh Ganal diiringi tabuhan dari berbagai sudut, tokoh adat dari semua balai
berdoa (bamamang) sambil menari (batandik) mengelilingi pusat balai yang merupakan simbol
makrokosmos.

Terdapat maksud dari setiap hari pelaksanaan Aruh Ganal. Hari pertama yang selalu diawali Minggu,
merupakan peringatan hari kelahiran manusia.

Hari berikutnya berturut-turut peringatan kelahiran besi, kelahiran baras banih, kelahiran emas perak,
kelahiran rezeki, hari bala, hari segala-galanya bala dan hari surga.
Menandai hari surga, tokoh adat memotong ayam hitam. Darah ayah hitam itu dibiarkan berserakan ke
sangar panunjang sebagai bukti bakti kepada Sang Pencipta.

Semua warga duduk melingkari Balai Malaris meminta berkah dan rezeki menghadapi tahun tanam baru.
Diharapkan dengan pengorbanan darah ayam hitam dapat menolak semua bencana.

*Air Terjun Rampah Menjangan

Surga Tersembunyi

BERLATAR sebuah dongeng, Air Terjun Rampah Menjangan menjanjikan wisata alam paling
menyenangkan di Loksado.

Rampah Menjangan memiliki cerita yang dipercaya penduduk setempat. Semuanya berawal dari
perburuan hewan oleh beberapa warga Dayak Meratus.

Setelah menembus hutan lebat, menyeberangi sungai dan melewati lereng-lereng bukit, akhirnya
perburuan membuahkan hasil seekor menjangan besar.

Namun menjangan itu tidak begitu saja menyerah. Kendati sudah terluka akibat gigitan anjing pemburu,
si menjangan masih bisa berkelit dan berlari masuk hutan kembali.

Pemburu pun kehilangan jejak dan nyaris putus asa mencari menjangan terluka. Dengan berat hati,
mereka memutuskan pulang dengan tangan hampa.

Dalam perjalanan pulang dan menyeberangi sungai, pemburu melihat warna air sungai sedikit berwarna
kemerahan. Dengan keyakinan bahwa air memerah itu disebabkan darah menjangan, mereka pun
bergegas menyusur sungai.

Perjalanan tersebut terhenti di bawah sebuah air terjun. Di antara bebatuan di bawah air terjun,
tergeletak menjangan yang mereka buru.

Berdasarkan kejadian itu, air terjun tersebut dinamai Rampah Menjangan. Dalam bahasa setempat,
rampah berarti batu.

Rampah Menjangan terletak di Pegunungan Meratus, tepatnya di Desa Loa Panggang. Situs dengan
ketinggian kurang lebih 40 meter ini memang terletak di dalam hutan.

Terdapat dua rute menuju Rampah Menjangan. Rute pertama adalah menyusur anak sungai. Melalui
rute ini, juga didapati beberapa air terjun seperti Air Terjun Lambin dan Air Terjun Jelatang.

Namun medan tersebut cukup curam, sehingga butuh waktu yang lebih lama. Perjalanan semakin berat,
seandainya terjadi hujan yang membuat tanah maupun bebatuan menjadi lebih licin.

Rute kedua adalah menapaki Bukit Puawan yang memakan waktu sekitar 2 jam. Perjalanan diawali
dengan memasuki areal persawahan warga, pohon kayu manis, pohon jati, serta beragam pohon buah-
buahan seperti cempedak dan kapul.
Perjalanan satu jam terakhir menjadi tantangan tersendiri, karena Bukit Puawan yang ditumbuhi banyak
pohon kayu manis, memiliki tingkat kemiringan beragam. Mulai dari 45 derajat hingga 60 derajat. Juga
terdapat puluhan meter jalan setapak yang bersebelahan jurang.

Tidak perlu khawatir kecewa, karena semua kelelahan itu terbayar tuntas di Rampah Menjangan.
Mengalirkan air Sungai Uit, air terjun tersebut benar-benar seperti surga yang tersembunyi.

Sambutan pertama Rampah Menjangan adalah embun dari hempasan air langsung menyegarkan. Meski
cukup tinggi, debit air Rampah Menjangan cukup ramah.

*Masjid Raya Sabilal Muhtadin

Ikon Kearifan Lokal

BERDIRI kokoh di tengah-tengah kota Banjarmasin dan tepat menghadap Sungai Martapura, Masjid Raya
Sabilal Muhtadin bukan hanya tempat peribadatan umat Islam. Masjid ini sudah menjadi ikon keteguhan
muslim memegang aqidah dan kearifan lokal.

Mulai dibangun 10 November 1974 dan selesai Oktober 1979, Masjid Sabilal Muhtadin diresmikan 1982
oleh Presiden Soeharto. Bangunan utama seluas 5.250 m2, ruang tempat ibadah seluas 3.250 m2, serta
ruang bagian dalam yang sebagian berlantai dua seluas 2.000 m2.

Sabilal Muhtadin mempunyai beberapa keunikan. Salah satunya dikelilingi lapangan luas yang ditumbuhi
pepohonan besar berusia ratusan tahun.

Pohon-pohon tersebut juga menjadi salah satu saksi sejarah, mengingat halaman Masjid Raya Sabilal
Muhtadin tersebut sebelumnya dikenal dengan nama Lapangan Merdeka.

Pun tempat pendirian Sabilal Muhtadin tepat di atas Benteng Tatas yang dijadikan kamp perlindungan
Belanda, semasa Perang Banjar dan Perang Kemerdekaan. Dibangun 1 Oktober 1709, Benteng Tatas
dihancurkan sendiri oleh Belanda dalam aksi bumi hangus yang berlangsung 10 Februari 1942, seiring
kedatangan pasukan Jepang.

Keunikan lain dari Masjid Sabilal Muhtadin adalah pintu-pintu masjid yang terbuat dari besi berlubang.
Kesemuanya berhiaskan ukiran kaligrafi, antara lain bertuliskan nama-nama sahabat Nabi Muhammad
SAW seperti Abu Bakar Asshidiq, Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan.

Kaligrafi juga banyak terdapat di bagian lain Masjid Sabilal Muhtadin. Salah satu yang ikonik adalah
deretan Asmaul Husna di sekeliling kubah ruang induk.

Tidak hanya pintu yang berlubang-lubang. Dinding kubah ruang induk juga dibiarkan setengah terbuka.
Sirkulasi udara pun menjadi lebih baik, sehingga hawa dalam masjid terasa sejuk dan menenangkan.

Kubah Sabilal Muhtadin juga berbeda dengan bentuk masjid-masjid lain. Berbentuk landai dan setengah
lingkaran berdiameter 38 meter, sehingga banyak yang menyebut kubah tersebut terinspirasi dari bentuk
tanggui atau pelindung kepala tradisional Orang Banjar.
Ikon lain dari Sabilal Muhtadin adalah satu menara besar setinggi 45 meter. Juga terdapat empat menara
kecil dengan ketinggian masing-masing 21 meter. Kesemua menara memiliki kubah berdiameter sekitar 6
meter. Melalui menara-menara itulah adzan shalat dikumandangkan.

Pembangunan Sabilal Muhtadin sebenarnya sempat tertunda. Direncanakan dimulai 1965,


pembangunan dihalangi kondisi keamanan dan perekonomian Indonesia yang tidak menentu, akibat
peristiwa G30S PKI.

Sabilal Muhtadin diambil dari judul kitab fiqih Islam terkenal karangan ulama kharismatik dan legendaris
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Syekh Muhammad Arsyad juga merupakan tokoh penyebaran Islam
di Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan.

*Kue Bingka

Godaan Si Manis

PENYUKA kue bertekstur lembut dengan rasa manis gurih, tampaknya sulit melewatkan kesempatan
mencicipi bingka yang merupakan salah satu kuliner khas Kalimantan Selatan.

Tidak banyak yang tahu persis sejarah bingka di Kalimantan Selatan. Ada yang mengkaitkan bingka sudah
diolah, semenjak kedatangan orang-orang Melayu ke Banjarmasin dalam masa Kerajaan Banjar.

Asumsi terakhir tampaknya dapat dipertanggungjawabkan, karena bingka juga dikenal di Malaysia,
Brunei Darussalam dan Singapura.

Bingka sendiri termasuk wadai (kue) 41 macam yang biasanya disediakan dalam upacara-upacara
tradisional Banjar, seperti pernikahan, selamatan kampung dan syukuran tujuh bulan kehamilan.

Konon bingka dikaitkan dengan aroma pandan, karena selalu dicampur daun pandan, sehingga warna
kue itupun selalu agak kehijauan.

Umumnya bingka dicetak dengan bentuk bunga berkelopak enam. Namun tidak sedikit pula yang hanya
berbentuk bundar atau bahkan segi empat.

Belakangan varian bingka sudah berkembang. Tidak hanya original, juga tersedia bingka dengan rasa
kentang, tape ketan, tape ubi, telur, keju dan coklat.

Bahan utama pembuat bingka adalah tepung terigu, telur, santan, gula pasir dan garam. Biasanya bingka
dipanggang, meski terdapat pula yang dikukus dan disebut bingka berandam.

Oleh karena termasuk panganan manis, bingka menjadi favorit untuk berbuka puasa. Si Manis ini pun
banyak dijual di Pasar Wadai selama Ramadan.

Hal itupula yang membuat beberapa rumah produksi bingka, hanya beroperasi selama Ramadan. Meski
demikian, bingka juga tidak sulit ditemukan dalam bulan-bulan lain. Tidak hanya warga lokal, mereka
melayani pembeli dari luar Kalimantan Selatan.
Biasanya dijual per loyang, harga bingka bervariasi mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 50.000, tergantung
ukuran dan bahan yang digunakan.

*Kain Sasirangan

Gaun Titah Putri

DARI semula hanya dikenakan dan digunakan untuk keperluan upacara-upacara adat Banjar, sasirangan
sekarang dapat dikenakan dalam kegiatan sehari-hari, serta menjadi tren fasyen.

Sasirangan berasal dari kata 'sa' yang berarti 'satu'. Sedangkan 'sirang' bermakna dijelujur atau diikat tali.
Sesuai dengan proses pembuatan, kain lebih dulu dijelujur. Selanjutnya kain yang sudah dijelujur,
dicelupkan ke zat pewarna.

Konon sasirangan yang sebelumnya dikenal dengan nama kain langgundi, merupakan hasil pertapaan
Patih Lambung Mangkurat. Penerus Pemangku Raja Negara Dipa yang menjadi cikal-bakal Kerajaan
Banjar itu, melakukan pertapaan 40 hari 40 malam.

Memasuki hari terakhir pertapaan, Lambung Mangkurat menemukan pusaran air yang berbuih.
Kemudian muncul sesosok wanita yang meminta dibuatkan istana oleh 40 perjaka.

Wanita itu juga menginginkan selembar kain tenun dan dicelup di air pewarna alam. Mulai ditenun
hingga diwarnai kuning dengan cara dicelup, kain tersebut harus dikerjakan 40 perawan.

Sesosok putri yang telah menemui Lambung Mangkurat tersebut, kemudian dikenal dengan nama Putri
Junjung Buih. Sang Putri lantas dinobatkan menjadi Ratu Negara Dipa, sebelum dinikahkan dengan
Raden Putra yang bergelar Suryanata dari Kerajaan Majapahit.

Kain permintaan Putri Junjung Buih itulah yang dianggap sebagai asal-muasal sasirangan. Pun dalam
masa-masa awal, kain sasirangan hanya dipakai untuk ikat kepala, ikat pinggang, selendang dan
kerudung.

Kain sasirangan juga merupakan kelengkapan upacara adat mengobati orang sakit (tatamba urang
garing). Oleh karena itu, sasirangan juga disebut sebagai kain pamintaan. Pamintan berarti kain tersebut
dibuat berdasarkan permintaan dan dikenakan dalam upacara pengobatan.

Pun sebelumnya tak semua orang berhak membuat sasirangan, karena hanya dikhususkan oleh mereka
yang memiliki darah bangsawan Kerajaan Banjar. Dipercaya bahwa kecerobohan membuat sasirangan
bisa menyebabkan picak (buta sebelah) dan tengkong (tangan patah).

Seiring perkembangan zaman, sasirangan pun sudah menjadi ciri khas Kalimantan Selatan. Sebagai
bentuk pengakuan, sasirangan juga didaftarkan ke Dirjen HAKI Departemen Hukum dan HAM.

Sasirangan dikenali melalui berbagai motif. Di antaranya iris pudak, kambang raja, bayam raja, kulat
kurikit, bintang bahambur, sari gading, kulit kayu, naga balimbur, jajumputan, turun dayang dan daun
jaruju.
Setiap motif memiliki makna tersendiri. Kambang sakaki, misalnya. Bermakna sekuntum bunga yang
melambangkan keindahan. Kambang sakaki juga menjadi ornamen khas Banjar.

Kemudian kulat kurikit menjadi perlambang hidup mandiri dan tahan menderita. Filosofi motif ini
diambil dari tumbuhan jenis cendawan yang hidup menempel di batang atau dahan pohon, tapi tidak
merugikan tumbuhan tumpangan.

Kreativitas yang kemudian memunculkan motif kreatif seperti laba-laba dan bunga-bunga atau sesuai
permintaan pasar. Meski demikian, motif-motif tradisional tetap tidak bisa dihilangkan dalam setiap hasil
karya kain.

Salah satu keunikan sasirangan adalah murni handmade, alias tidak menggunakan mesin cetak. Mulai
dari pembuatan motif, pemberian warna, pencucian hingga finishing.

Sesuai asal mula perkembangan sasirangan, pengrajin sekaligus penjual kain ini berpusat di Kampung
Sasirangan yang berlokasi di Jalan Seberang Masjid Banjarmasin.

Harga yang ditawarkan bervariasi, tergantung bahan dasar kain sasirangan. Dari harga termurah sekitar
Rp. 65.000 untuk jenis katun, hingga versi premium sutra seharga Rp. 2,5 juta keatas. Biasanya tersedia
bahan seukuran 2 hingga 3 meter.

Selain kain sasirangan berbagai motif, juga terdapat produk berbahan sasirangan lain. Seperti kemeja,
kaus, dompet, gantungan kunci, tas, sandal, taplak meja, tempat tisu, kopiah, hingga hijab. Harga yang
dipatok pun beragam, mulai dari Rp 10.000.

*Menara Pandang Sungai Martapura

Puncak Seribu Sungai

HANYA dengan menapaki beberapa anak tangga, nyaris seisi Banjarmasin terangkum di kedua pelupuk
mata. Semuanya dapat dilakukan melalui Menara Pandang Sungai Martapura.

Menara Pandang merupakan salah satu infrastruktur termuda di Banjarmasin. Tepatnya berdiri di
bantaran Sungai Martapura di Jalan Kapten Pierre Tendean, berseberangan dengan Masjid Raya Sabilal
Muhtadin.

Diresmikan Juni 2014, Menara Pandang terdiri dari empat lantai dengan ketinggian 21 meter. Khusus
lantai dasar dan lantai paling atas, sengaja tidak diberi dinding. Dinding hanya menyekat lantai satu
hingga lantai tiga.

Lantai paling atas diberi membram yang didatangkan dari Jerman. Membram yang terpasang di Menara
Pandang tersebut, sama dengan membram terminal keberangkatan dan kedatangan di Bandara King
Abdul Azis Jeddah.

Terutama dari lantai atas, pemandangan yang tersaji adalah pusat kota, beberapa sungai kecil, dermaga
kelotok dengan rute keliling Sungai Martapura, Jembatan Merdeka dan Jembatan Pasar Lama, serta
Patung Bekantan.
Menara Pandang dibuka tiap hari pukul 10.00 hingga 21.00 Wita dari Senin sampai Jumat, Sabtu pukul
10.00 hingga 22.00 Wita, serta Minggu pukul 08.00 hingga 21.00 Wita.

Sekitar Menara Pandang juga hampir tidak sepi dari kegiatan. Mulai dari pelaksanaan berbagai lomba
atau perayaan acara-acara besar, bakti sosial dan pameran.

Dalam perencanaan jangka panjang Pemerintah Kota Banjarmasin, sekitar kawasan tersebut terus
dikembangkan menjadi tempat wisata andalan. Ditandai dengan rencana pembangunan restoran
terapung dan kereta gantung di sepanjang siring.

*Air Terjun Haratai

Semakin Bersolek

KETIKA pertama kali Kalimantan diciptakan, Tuhan tampaknya menempatkan sedikit dari jumlah tak
terhingga keindahan surgawi di Hulu Sungai Selatan, tepatnya Kecamatan Loksado.

Tersedia puluhan tempat berpanorama indah yang sudah terekspos, maupun belum terjamah sama
sekali. Salah satunya yang telah terekspos dan bahkan sudah menjadi landmark Loksado adalah Air
Terjun Haratai.

Haratai yang merupakan pecahan dari Sungai Mangkiki, salah satu anak sungai Sungai Amandit, memang
sudah masyhur hingga mancanegara. Haratai pula yang menjadi salah satu destinasi teratas di
Kalimantan Selatan.

Setinggi sekitar 20 meter, Haratai terkenal dengan gemuruh air yang cukup mendebarkan dada lantaran
jatuhan debit air cukup besar. Hempasan itu malah nyaris tidak berkurang, kendati musim memasuki
kemarau.

Keindahan maupun akses menuju Haratai seakan telah sejalan. Sudah lima tahun terakhir, wisatawan
dipermudah dengan jalan berupa cor-coran semen. Perjalanan sejauh 8 kilometer pun dapat dipercepat
menjadi sekitar 30 menit dari pusat kecamatan menggunakan sepeda motor.

Namun adrenaline tetap terpompa, lantaran beberapa ruas jalan berhimpitan dengan bukit, sungai
berbatu, jurang, tanjakan dan turunan, tikungan tajam, serta beberapa jembatan gantung.

Menggunakan sepeda motor hanya salah satu alternatif. Hikeholic alias penyuka hiking tetap bebas
melakukan kebiasaan. Terlebih dalam perjalanan selama sekitar 2 jam tersebut, mereka bisa menghirup
aroma hutan, serta bertegur sapa dengan penduduk di Balai Haratai yang ditemui di perjalanan.

Fasilitas di Haratai pun terus ditingkatkan. Terdapat tempat cukup lapang di antara pohon-pohon untuk
mendirikan tenda, tepat di dekat pintu masuk.

Juga tersedia sebuah rumah sederhana yang didirikan, beberapa meter dari air terjun. Fasilitas
pendukung lain adalah kamar ganti dan kamar kecil.
Wisatawan keluarga juga tidak perlu khawatir selama berada di Loksado. Sudah tersedia beberapa
rumah penginapan dengan varian harga mulai dari Rp.150.000 per malam. Juga sudah menunggu tukang
ojek yang siap mengantar ke Haratai dengan tarif antara Rp.40.000 hingga Rp50.000.

*Kayu Manis Loksado

Pemanis Alami

TIDAK cuma keindahan dan keasrian alam, Loksado juga memiliki kekayaan hasil alam yang berlimpah.
Selain berbagai jenis buah-buahan, karet dan rotan, kayu manis juga sudah menjadi komoditas bersaing.

Bahkan Loksado adalah sentra kayu manis dengan stok produksi mencapai sekitar 50 ton per bulan yang
dikelola konvensional dan perorangan.

Diperkirakan luas areal hutan kayu manis di Pegunungan Meratus mencapai 5 hingga 10 hektare dari
total 1.456 hektare lahan yang juga ditanami kemiri dan rempah-rempah lain.

Selain dijual langsung sebagai rempah-rempah, kayu manis juga menghasilkan home industry sirup di
Desa Malaris.

Selain tanpa pemanis buatan, sirup kayu manis juga tahan lama tanpa bahan kimia pengawet sekalipun.
Oleh warga setempat, satu botol sirup kayu manis ukuran 600 ml dijual seharga Rp.15.000.

Sebenarnya tidak cuma menjadi sirup, karena kayu manis juga dijadikan sebagai suplemen untuk
berbagai penyakit.

Dicampur dengan madu, kayu manis digunakan untuk pengobatan radang sendi, kulit, jantung dan perut
kembung.

Dalam beberapa literatur kesehatan, kayu manis juga mengandung antioksidan, mengatasi penumpukan
kolesterol, mengurangi keluhan asam urat, mengobati masuk angin, flu, rematik, menghangatkan badan
dan memulihkan stamina.

Setiap pohon kayu manis yang siap diambil kulit, berumur sekitar 8 hingga 10 tahun dengan ketebalan
kulit mencapai 1 sampai 1,5 sentimeter.

Meski hutan memberikan semuanya kepada warga, mereka menyadari bahwa hasil alam tidak bisa
diekploitasi besar-besaran.

Warga tidak sembarangan melakukan sistem ladang berpindah, ketika kayu manis mereka sudah
ditebang. Mereka mesti mendapat izin kepala adat, menunggu petunjuk alam, hingga memberikan
persembahan kepada lahan terpilih agar semua berjalan lancar.

*Bamboo Rafting Amandit


Menawarkan Perbedaan

TERDAPAT banyak rafting atau arung jeram yang ditawarkan beberapa tempat wisata di Tanah Air,
termasuk di Sungai Amandit. Bedanya rafting di Amandit bukan memakai perahu karet, tapi
menumpangi bambu (paring) yang diikat menjadi perahu lanting.

Sebelum menjadi paket wisata, lanting paring adalah sarana transportasi warga yang mendiami bantaran
Amandit, terutama sekitar Pegunungan Meratus.

Sekitar 14 batang bambu diikat di bagian depan dan agak longgar di belakang. Pengikat tidak
menggunakan tali, melainkan batang bambu muda yang dihaluskan.

Untuk perjalanan bertarif Rp.300.000 ini, penumpang tidak perlu mengayuh. Lanting dikendalikan juru
mudi yang juga menggunakan sebilah bambu.

Sensasi langsung terasa, ketika lanting berhimpitan dengan batu-batu besar di atau memasuki arus
cukup deras Sungai Amandit.

Selama perjalanan mengarungi sungai, pengunjung sekaligus menikmati paparan alam di kiri dan kanan
sungai yang berkelok-kelok. Mulai dari pohon-pohon besar, ladang penduduk, serta beberapa satwa liar
seperti biawak dan burung-burung.

Durasi perjalanan bamboo rafting juga bisa dipilih antara hanya beberapa kilometer, hingga mencapai
terminal akhir yang ditempuh selama sekitar 2 jam. Namun tidak lengkap seandainya keseruan tersebut
cuma berlangsung sekejap.

*Bukit Langara

Lukisan Di Atas Bukit

DENGAN jarak tempuh yang tidak terlalu lama, Bukit Langara menjanjikan sesuatu yang tak terlupakan.
Terdapat sebuah lukisan nyata pemandangan alam, lengkap dengan bukit dan aliran sungai.

Langara yang terletak di Desa Lumpangi seperti pintu gerbang semua keindahan-keindahan lain yang
hanya ditemui di Loksado.

Disebut pintu gerbang, karena berjarak sekitar 10 kilometer sebelum Loksado, tepatnya di persimpangan
jalan menuju Batulicin di Kabupaten Tanah Bumbu.

Tersedia dua jalur untuk mencapai puncak Langara. Jalur pertama tampak seperti memutari bukit,
karena lebih dulu melalui jalan setapak, melewati jembatan gantung, kemudian melewati Kubah Sayyid
Abu Bakr bin Hasan Assegaf atau biasa dikenal dengan nama Habib Lumpangi.

Jalan setapak yang melintasi hutan jati tersebut perlahan mulai menanjak, sampai kemudian jalanan
tanah digantikan batu tajam hingga mencapai puncak bukit. Dari awal perjalanan sampai ke puncak
bukit, dibutuhkan waktu sekitar 40 menit.
Sementara rute kedua langsung melalui bagian depan bukit dengan kemiringan sekitar 60 derajat tanpa
putus. Tak perlu menggunakan tali, karena sudah tersedia tempat pijakan kaki. Cukup layak disebut anak
tangga, karena banyak di antaranya sudah dicor semen.

Ditempuh sekitar 20 menit setelah melewati pepohonan dan rimbun bambu, puncak Langara sudah bisa
dijejak. Kelelahan lunas terbayarkan, karena langsung menghadapi landscape bak sebuah lukisan bernilai
tinggi.

Dari puncak Bukit Langara yang didominasi batu, terlihat kokoh Bukit Kentawan. Salah satu bukit
tertinggi di Loksado itu terdiri dari tiga perbukitan kembar, lengkap dengan aliran Sungai Amandit di
dasar bukit.

Bukit Kentawan sendiri lebih dikenal sebagai lambang sari Loksado, karena dapat dilihat dari berbagai
penjuru. Kentawan adalah kawasan hutan lindung berupa gunung batu yang ditumbuhi beragam jenis
pepohonan.

Untuk mencapai Kentawan, juga hanya jalan kaki lewat Lumpangi, Muara Hanip atau Datar Belimbing.
Memiliki luas sekitar 245 hektare, Kentawan adalah lingkungan hidup aneka jenis flora termasuk anggrek
hutan, serta fauna yang dilindungi seperti bekantan.

*Makam Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari

Matahari Agama

NYARIS tidak seharipun Kubah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari di Desa Kalampayan, Kecamatan
Astambul, sepi dari pengunjung. Seorang ulama kharismatik yang juga penancap tonggak Islam di Tanah
Air.

Juga biasa disebut Datu Kalampayan, Syekh Muhammad Arsyad lahir menjelang subuh 15 Safar 1122
Hijriah atau 17 Maret 1710 Masehi.

Dalam beberapa riwayat, Syekh Arsyad memiliki nama lengkap Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari
bin Abdullah bin Tuan Penghulu Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar
Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar
bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad
Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad
Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah
bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin
Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal
Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah
Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.

Abdullah sebenarnya berasal India dan tercatat pernah memimpin peperangan melawan Portugis.
Kemudian Abdullah memboyong keluarga ke Lok Gabang (Martapura) semasa Kesultanan Banjar,
sebelum Muhammad Arsyad dilahirkan.
Sejak umur 7 tahun, Muhammad Arsyad sudah fasih membaca Al Quran. Kecerdasan dalam ilmu agama
itu menarik perhatian Sultan Tahlilullah yang memerintah di Kesultanan Banjar.

Muhammad Arsyad pun diboyong untuk belajar ilmu agama di lingkungan istana, sebelum
diberangkatkan ke Mekkah dan Madinah menjelang usia 30 tahun.

Sultan berharap dengan ilmu yang dipelajari di Tanah Suci, Muhammad Arsyad dapat membimbing dan
mengajarkan ilmu kepada masyarakat di wilayah Kesultanan Banjar.

Kurang lebih 30 tahun menimba ilmu, Muhammad Arsyad pulang ke kampung halaman dan membuka
pusat pendidikan Islam di Dalam Pagar (Kalampayan). Dari Dalam Pagar, lahir ulama-ulama yang
menyebarkan Islam ke berbagai penjuru banua.

Pengaruh Muhammad Arsyad tidak cuma di Kesultanan Banjar, karena mencakup beberapa wilayah di
Nusantara. Konon dalam perjalanan pulang ke Martapura, Muhammad Arsyad sempat membetulkan
arah kiblat beberapa masjid di Batavia (Jakarta).

Berbagai gelar pun disematkan kepada Muhammad Arsyad. Mulai dari Matahari Agama, Matahari Islam
Nusantara, Mercu Suar Islam Kalimantan hingga Tuan Haji Besar.

Selain sebagai seorang pengajar, Muhammad Arsyad juga penulis produktif. Di antara kitab-kitab yang
masyhur dan mengandung kedalaman ilmu adalah Sabilal Muhtadin, Risalah Ushuluddin, Tuhfatur
Raghibin, Kanzul Marifah, Lugthatul 'Ajlan dan Al Qawlul Mukhtashar.

Beberapa buku-buku Muhammad Arsyad, tersimpan dan terjaga dengan baik di perpustakaan dekat
kubah. Juga terdapat sekian buku-buku riwayat Muhammad Arsyad yang patut dijadikan bahan
pelajaran, baik untuk memperkuat akidah maupun kehidupan sosial.

Muhammad Arsyad mempunyai beberapa orang istri dan puluhan anak. Keturunan Muhammad Arsyad
kemudian menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, hingga Asia Tenggara, untuk menyebarkan ajaran
Islam.

Salah satu keturunan dari Muhammad Arsyad yang mencapai maqam kewalian adalah Mufti Jamaluddin
Al Banjari. Jamaluddin dilahirkan dari seorang ibu keturunan Tiongkok bernama Ang Go Hwat Nio.

Salah seorang putra Jamaluddin adalah Syekh Abdussamad Bakumpai Al Banjari. Cucu Datu Kalampayan
ini berperan penting atas penyebaran Islam di Bakumpai (suku sub Dayak Ngaju) yang mendiami pesisir
Sungai Barito.

Setelah menorehkan banyak kiprah untuk perkembangan Islam di Indonesia, Muhammad Arsyad
meninggal dunia 6 Syawal 1227 Hijriyah atau 3 Oktober 1812 Masehi.

Oleh karena pengaruh dan syiar yang disampaikan, Kubah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari di
Kalampaian tidak pernah sepi dari pengunjung. Mereka datang untuk mendoakan dan menarik nilai-nilai
positif dari Sang Wali.
*Makam Guru Sekumpul

Teladan Kerendahan Hati

DARI sekian ulama yang pernah dilahirkan di Kalimantan Selatan, sosok Kiai Haji Muhammad Zaini Abdul
Ghani seakan masih berada di pelupuk mata.

Guru Sekumpul. Begitu Zaini biasa disapa jemaah yang kerap mengikuti pengajian. Penamaan itu
disebabkan Mushala Ar Raudhah yang menjadi tempat pengajian, terletak di Kelurahan Sekumpul,
Kecamatan Martapura.

Kawasan Sekumpul yang sebelumnya bernama Sungai Kacang, hanya kawasan hutan dengan jalan
setapak. Dinamai Sungai Kacang, karena di kawasan itu pernah berdiri pabrik tahu dan tempe.

Lalu mulai 1990 setelah Guru Sekumpul membangun rumah dan memindah pengajian dari Kelurahan
Keraton, Sungai Kacang mulai padat penduduk hingga akhirnya daerah itu lebih dikenal dengan nama
Sekumpul atau tempat orang berkumpul.

Dilahirkan 27 Muharram 1361 Hijriah bertepatan 11 Februari 1942 Masehi di Desa Tunggul Irang
Seberang, Martapura, Zaini merupakan keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.

Dalam manaqib disebutkan nama lengkap Guru Sekumpul adalah Syaikhuna Al Alim Al Allamah
Muhammad Zaini bin Al Arif billah Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad
Sa’ad bin Abdullah bin Al Mufti Muhammad Khalid bin Al Alim Al Allamah Al Khalifah Hasanuddin bin
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.

Sebelum meninggal 10 Agustus 2005 dalam usia 63 tahun dan dimakamkan di Kompleks Mushala Ar
Raudhah, Guru Sekumpul menggelar pengajian setiap Minggu sore dan Kamis sore.

Beratus-ratus orang datang dari berbagai daerah, bahkan di antara mereka juga terdapat habib dan
ulama. Pelajaran yang disampaikan dengan bahasa sehari-hari, membuat jumlah anggota pengajian
terus bertambah.

Ketika Guru Sekumpul wafat, kawasan sekitar Sekumpul berubah menjadi lautan manusia. Ribuan orang
dari berbagai daerah, khusyuk melaksanakan shalat jenazah dan mendoakan Sang Guru.

Kemudian setiap tahun bertepatan dengan 5 Rajab, Mushala Ar Raudhah menjadi pusat kegiatan haul
Guru Sekumpul yang dihadiri ribuan orang dari sejumlah daerah.

Selain pelajaran-pelajaran agama, terdapat banyak hal yang dikenang dari Guru Sekumpul. Salah satunya
adalah kerendahan hati dan kemampuan beradaptasi dengan berbagai orang maupun usia.

Guru Sekumpul sendiri terlahir dengan nama Muhammad Qusyairi dari ibu bernama Masliah. Beberapa
catatan menyebutkan Guru Sekumpul sudah hapal Al Qur'an dalam usia 7 tahun.

Dalam usia kurang lebih 10 tahun, Guru Sekumpul juga mendapat khususiah dan anugerah dari Alla
berupa kasyaf hissi. Anugerah itu membuat Guru Sekumpul punya kemampuan melihat dan mendengar
sesuati yang berada di dalam atau tertutupi.
Selain mendapat pendidikan agama di lingkungan keluarga, Guru Sekumpul mengikuti pendidikan formal
dengan masuk Madrasah Ibtidaiyah Darussalam Martapura, sebelum melanjutkan pendidikan ke
Madrasah Tsanawiyah Darussalam Martapura.

Tidak sedikit guru yang membekali Guru Sekumpul dengan berbagai keilmuan, baik di Indonesia maupun
Mekkah dan Madinah.

Pelajaran-pelajaran itu kemudian dituangkan dalam beberapa buku seperti Risalah Mubarakah, Manaqib
Asy Syekh As Sayyid Muhammad bin Abdul Karim Al Qadiri Al Hasani As Samman Al Madani dan Ar
Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah. Guru Sekumpul pula yang mempopulerkan
Simthad Durar atau Maulid Habsyi di Kalsel.

Seperti karakter Sang Guru, Mushala Ar Raudhah mempunyai gaya arsitektur gedung yang modern dan
memikat siapapun.

Dalam mushala tersebut berhias bermacam ornamen kaligrafi dari ayat-ayat Al Quran berukuran besar di
ruang utama. Sementara bagian luar dikelilingi serambi yang biasanya dijadikan tempat belajar.

Selain Guru Sekumpul, Kubah Sekumpul juga berisi makam Guru Seman Mulia (paman dan guru), Guru
Salman Jalil (guru) serta Hj. Masliah binti Haji Mulia (ibu).

Ruangan kubah yang berukuran kurang lebih 25 meter persegi ini memiliki dua pintu masuk utama untuk
peziarah. Pintu tersebut sekaligus memisahkan peziarah laki-laki dan wanita.

*Pengajian Guru Zuhdi

Penerus Catatan Sekumpul

KULTUR Kalimantan Selatan yang agamis, membuat kajian-kajian Islami dengan cepat berkembang. Salah
satunya pengajian Kiai Haji Ahmad Zuhdiannor.

Zuhdiannor yang lebih familiar dengan sapaan Guru Zuhdi merupakan putra dari Kiai Haji Muhammad,
pimpinan Pondok Pesantren Al Falah.

Muhammad merupakan salah seorang sahabat Kiai Haji Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Guru
Sekumpul, serta murid dari Kiai Haji Anang Syarani Arief.

Dari cara pelaksanaan, isi kajian, gaya bicara maupun penjelasan, Guru Zuhdi mengingatkan banyak
orang dengan Guru Sekumpul. Terlebih di awal-awal pengajian, ulama kelahiran 10 Februari 1972 itu
membacakan catatan-catatan pengajian Guru Sekumpul.

Terdapat beberapa sesi pengajian Guru Zuhdi. Setiap Jumat malam, pengajian berlangsung di kediaman
Guru Zuhdi di belakang Masjid Jami Banjarmasin. Kemudian pengajian berlanjut Sabtu malam di Masjid
Jami.

Guru Zuhdi juga mengasuh pengajian khusus jemaah wanita di Masjid Raya Sabilal Muhtadin
Banjarmasin setiap Minggu pagi. Biasanya materi yang disampaikan adalah Kitab Sifat 20.
Juga digelar pengajian Kitab Ihya Ulumuddin di Kompleks Pondok Indah Teluk Dalam setiap Rabu malam.
Kemudian setiap malam Jumat, Guru Zuhdi mengantarkan bahasan Kitab Ilmun Nibras di Masjid Raya
Sabilal Muhtadin.

Anda mungkin juga menyukai