Anda di halaman 1dari 16

Fauzi tersenyum puas.

Sekujur tubuhnya masih basah dengan pakaian selam yang


dikenakannya. Beberapa saat sebelumnya ia menyelam (fun diving) berkeliling
mengitari terumbu karang di sekeliling pantai Pulau Tinabo yang jernih.
Fauzi adalah satu dari puluhan orang dari berbagai profesi dan daerah di Indonesia,
seperti Gorontalo, Surabaya, Malang, Palu dan sebagian besar berasal dari
Makassar. Mereka merupakan peserta Takabonerate Island Expedition (TIE) yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
Selama lima hari (2-6 September) mereka dimanjakan oleh beragam pesona laut,
baik di daratan maupun di bawah laut.

Peserta ekspedisi Takabonerate Island Expedition (TIE) ketujuh dari berbagai profesi
mengeksplorasi keindahan bawah laut Taman Nasional Laut (TNL) Takabonerate, Sulawesi
Selatan. TIE merupakan program pengenalan wisata daratan dan bawah laut di TNL
Takabonerate. Foto : Wahyu Chandra

TIE yang telah tujuh tahun diselenggarakan ini, bertujuan mengenalkan keindahan
Taman Nasional Laut (TNL) Takabonerate, dengan potensi wisata laut seperti Taman
Laut Bunaken di Manado dan Raja Ampat di Papua Barat. Sebagian besar terumbu
karang sepanjang perairan ini masih sangat alami tak terjamah dengan 17 titik
penyelaman yang telah ditemukan.
Kegiatan utama di Takabonerate terbagi atas dua, yaitu land tour dan diving di tiga
titik yang telah disiapkan oleh panitia dari TNL Takabonerate.

Kelompok land tour diajak berkunjung ke Pulau Rajuni Kecil, berbincang dengan
masyarakat pulau yang terdiri dari orang Bajo dan Bugis. Sementara
kelompok divingmenuju ke titik selam yang telah ditetapkan oleh panitia, di Tinabo
dan Tarupa.
Pada sore harinya, semua peserta diajak ke sebuah gosong, yang mengingatkan
kita pada film Pirates of the Caribbean. Di lokasi ini para peserta, beserta sejumlah
wisatawan dari Australia melakukan aksi pelepasan tukik.
Di Pulau Tonabo sendiri, pemandangan alam di sore hari tak kalah menakjuban.
Setiap sore kita dimanjakan oleh panorama sunset. Beberapa peserta juga
melakukansnorkling dan mengayuh kayak atau sekedar berfoto selfie dengan latar
warna laut keemasan.
Hal lain yang bisa dinikmati adalah memberi makan kepada anak-anak hiu yang
dengan mudah ditemui di tempat itu, cukup dengan memberi potongan ikan yang
masih segar.
Ikan hiu sangat sensitif dengan bau darah, jadi mereka akan datang kalau diberi
potongan ikan yang masih segar-segar, ungkap Yasri, salah seorang petugas
patroli dari TN Takabonerate yang memandu para pesiar ini.

Di Pulau Tinabo, Taman Nasional Laut (TNL) Takabonerate, tidak hanya keindahan daratan
dan bawah laut yang memukau, Pengunjung bisa bercengkrama dengan anakan hiu yang
jinak dengan memberi mereka makanan dar potongan ikan yang masih segar. Foto :
Wahyu Chandra

Beberapa peserta yang mengikuti kegiatan ini menyatakan kepuasan


ketakjuban dengan keindahan yang disajikan oleh TNL Takabonerate ini.

dan

Ariana Mayang, seorang dosen dari Gorontalo menilai perjalanan ekspedisi ini
sangat seru meskipun ia tak sempat diving dan hanya berwisata land tour.

Ini menakjubkan. Banyak hal yang bisa dinikmati, apalagi di sore hari. Semakin
seru karena kita ramai-ramai dengan orang yang sebelumnya tak saling kenal,
katanya.
Meski puas dengan ekspedisi ini, namun ia juga mengeluhkan beberapa hal, seperti
kegiatan yang terkesan kurang terkelola dan kurang informasi.
Kita baru tahu seminggu lalu dan itupun dengan informasi yang terbatas, misalnya
apa saja yang disiapkan oleh panitia, kondisi lapangan bagaimana dan sebagainya.
Ini penting agar kami bisa memperkirakan dengan baik kebutuhan-kebutuhan di
lapangan, katanya.

Terumbu karang yang masih alami tak terjamah masih mudah ditemukan di Taman
Nasional Laut Takabonerate, Sulawesi Selatan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi para
penyelam. Hingga saat ini, terdapat 17 titik penyelaman yang telah ditemukan khusus
hanya di Takabonerate. Foto : Syamsu Rizal

Sementara Fauzi menyayangkan belum terkelolanya industri wisata di Takabonerate


meskipun memiliki potensi keindahan yang sangat besar. Sayang sekali dengan
potensi wisata sebesar ini belum dikembangkan dengan baik, ungkapnya.

Masalah lain adalah ketersediaan air bersih yang layak untuk mandi dan konsumsi.
Selama ini warga hanya mengandalkan dari air hujan serta diangkut dari Selayar
dengan jumlah yang terbatas.
Sebagai bagian dari promosi titik selam ini panitia juga menyelenggarakan lomba
foto bawa air secara terbatas bagi peserta yang ikut dalam kelompok diving, yang
sebagian besar adalah blogger dan jurnalis. Pemenangnya antara lain Iqbal dari
Koran Tempo Makassar, Syahrul dan Dewi F dari Kantor Berita ANTARA Biro
Makassar.

Bintang laut, salah satu spesies yang tumbuh di terumbu karang yang masih alami di
Taman Nasional Laut Takabonerate, Sulawesi Selatan. Ada 17 titik penyelaman yang telah
ditemukan khusus hanya di Takabonerate. Foto : Syamsu Rizal

Kawasan Atol Terbesar


Kepulauan Takabonerate yang menjadi sasaran kunjungan para pesiar ini terletak di
Laut Flores bagian utara, yang terdiri dari 21 pulau, yang membentuk lingkaran dan
dikelilingi oleh terumbu karang.

Pulau-pulau berpenghuni antara lain Pulau Latondu, Rajuni Besar dan Rajuni Kecil,
Tarupa, Jinato, Pasitallu Tengah dan Pasitallu Timur. Selebihnya berupa pulau
kosong dan patch reef (gosong), yang muncul ke permukaan pada saat air surut.
Kepulauan ini memiliki luas sekitar 530.765 hektar dengan luas atol kurang lebih
220 ribu hektar. Bentuk karang berupa barrier reef (penghalang), fringing
reef (terumbu karang tepi) dan atol (cincin lingkaran) yang dibentuk oleh 261 jenis
karang.
Sejak tahun 1992, kawasan ini ditetapkan pemerintah sebagai taman nasional.
Takabonerate memiliki kawasan atol terbesar ketiga di dunia setelah Kwajifein di
Kepulauan Marshal dan Suvadiva di Kepulauan Maladewa. Pada tahun 2005
Takabonerate ini telah diusulkan ke UNESCO sebagai salah satu situs warisan dunia.
Menurut Ronald Yusuf, Staf Pengendali Ekosistem Hutan TN Takabonerate, musim
kunjungan terbaik adalah antara April-Juni dan Oktober-Desember setiap tahunnya.
Ronald juga menjelaskan beberapa titik penyelaman antara lain Ibel Orange 1, yang
berlokasi di Pulau Tinabo Besar. Topografi di titik selam ini berupa gundukan karang
(pinnacle) dengan kedalaman 15-25 m dan visibility 5-10 meter.
Kondisi karang bagus dengan tutupan 35-65 persen, dominan hard coral dan soft
coral, katanya.
Ada juga di Joan Garden, berlokasi di Pulau Tinabo Kecil, berupa taka tenggelam
dengan kedalaman 10-25 meter dan visibility 10-15 meter. Kondisi karangnya juga
dinilai sangat bagus dengan tutupan karang 45-80 persen, yang didominasi hard
coraldan soft coral.
Spot lain adalah Spot Pinly Fish, yang berlokasi di Pulau Tarupa Kecil dengan
topografi reef flat, memiliki kedalaman 5-8 meter dan visibility 12 meter. Di sini
ditumbuhi karang yang rapat dengan dominasi hard coral dan soft coral.

Bagaimana mencapai Takabonerate?


Perjalanan menuju Pulau Tinabo cukup melelahkan. Dari Makassar kita harus
berkendaraan mobil sejauh 200 km ke Kabupaten Bulukumba, tepatnya ke
pelabuhan Bira Bulukumba, sebelum akhirnya menyeberang ke Pelabuhan Pamatata
Selayar. Dari Makassar ke Dermaga Bulukumba butuh waktu hingga 5 jam.
Sementara dari pelabuhan Bira ke Pamatata butuh waktu sekitar 2 jam. Dari
Pamatata ke Kota Benteng, ibukota Selayar harus berkendaraan lagi sekitar 1 jam
perjalanan.

Alternatif udara juga memungkinkan, yaitu melalui Bandara Hasanuddin Makassar


ke Bandara Aroepala Selayar, menggunakan Wings Air setiap hari Selasa, Kamis
dan Sabtu, serta Avia Star tiap Senin, Rabu dan Jumat.

Pulau Tinabo adalah pulau kecil posko TN Takabonerate, Sulawesi Selatan dengan
keindahan alam dan pantai pasir putihnya. Di pulau ini terdapat sejumlah resort yang
disewakan dengan harga murah, meskipun dengan fasilitas terbatas. Air bersih sulit
diperoleh dan hanya mengandalkan dari air hujan serta air yang dibawa sendiri dai Pulau
Selayar. Foto : Syamsu Rizal

Untuk menuju Pulau Tinabo, belum ada transportasi regular, sehingga harus
menyewaspeedboat dengan biaya sekitar Rp5 juta, untuk perjalanan selama 3 hari.
Menurut Ronald, biaya sudah termasuk dengan ongkos penginapan tiga hari,
restribusi ke TN Takabonerate, dan keliling ke spot-spot penyelaman yang
diinginkan.
Sebenarnya ada paket-paket juga, tergantung kita mau paket yang mana. Biaya
minimal itu Rp5 juta per rombongan untuk beberapa orang, ungkapnya.
Alternatif lain bisa menumpang ke kapal warga menuju Pulau Rajuni Kecil, meski
untuk ini tak ada jadwal yang pasti.
Meski jualan wisata Pemkab Kepulauan Selayar selama ini adalah Takabonerate,
namun sebenarnya di daerah ini terdapat tiga kawasan utama untuk tujuan wisata
penyelaman, yaitu kawasan pantai timur dan pantai barat, serta kawasan TN
Takabonerate sendiri, yang letaknya berada di bagian selatan Pulau Selayar, sebagai
pulau induk.

Menurut Ronald, di Selayar sendiri hingga kini telah ditemukan puluhan titik
penyelaman, yaitu 25 titik di sepanjang pantai timur, 11 titik di bagian barat, serta
17 titik di sejumlah pulau di kawasan TN Takabonerate.

Ansar mengeluh. Di depannya terhampar berbagai jenis ikan yang sedang dikeringkan.
Berbeda dengan kondisi di masa lalu, sekali melaut kini ia tak lagi bisa berharap banyak.
Ikan-ikan mulai berkurang, dan itu dimulai sejak 2009 silam.
Apa penyebabnya?
Nelayan-nelayan dari luar mulai leluasa memasuki perairan di mana mereka biasa melaut
dengan alat tangkap yang lebih modern. Penyebab lain lebih mengkhawatirkan lagi:
pengeboman dan pembiusan ikan yang merajelela.
Ansar adalah nelayan dari Pulau Rajuni, Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Kepulauan
Selayar, Sulawesi Selatan. Ketika Mongabay berkunjung ke pulau seluas 40 hektar ini,
Jumat (04/09/2015), Ansar sedang duduk santai di depan rumahnya. Ia tak melaut, karena
bertepatan dengan hari Jumat, yang oleh penduduk setempat dijadikan sebagai hari libur
untuk segala aktivitas di laut.
Kami memang tidak melaut kalau hari Jumat, karena hari pendek, harus shalat Jumat. Ini
sudah kebiasaan turun temurun, katanya.

Pulau Rajuni, salah satu pulau terluar dari Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan
menghadapi banyak persoalan, mulai dari maraknya pengeboman ikan hingga keterbatasan
sumber air bersih. Hampir setiap hari aktivitas pengeboman ikan masih dilakukan sejumlah
warga setempat dan juga nelayan dari luar, berdampak pada semakin kurangnya
tangkapan nelayan pancing dalam beberapa tahun terakhir. Foto : Wahyu Chandra
Ansar mengenang di masa lalu ketika ikan-ikan masih sangat banyak dan mudah diperoleh.
Di belakang rumahnya, ia masih bisa melihat ikan-ikan berlompatan di pesisir laut dari
kejauhan. Dulu, sekali melaut, ia bisa memancing hingga puluhan keranjang ikan. Ikan
sunu merah, yang termahal, bisa diperolehnya hingga empat ekor sekali melaut.
Kini, seekor pun kadang tak ada lagi. Sangat susah sekarang dapat ikan, keluhnya.
Ansar punya armada kecil, terdiri dari 7 orang nelayan pemancing. Sekali melaut, biasanya
selama dua malam. Jika cuaca bagus, mereka bisa memperoleh hingga 10 keranjang ikan.
Dijual dengan harga Rp 50 ribu per keranjang. Hasilnya dibagi rata sesuai peran masingmasing.
Cuma kan tidak selamanya kami bisa dapat ikan banyak. Kadang malah tak ada sama
sekali, padahal kita harus tanggung biaya solar 20 liter per malamnya. Kalau seperti itu ya
tak ada yang bisa dibagi, pulang dengan tangan kosong.
Dari perbincangan yang panjang, akhirnya ia becerita tentang masih maraknya praktek
pengeboman dan pembiusan ikan di sekitar Pulau Rajuni, termasuk pulau-pulau lain
sekitarnya, yang sebenarnya termasuk dalam kawasan Taman Nasional Takabonerate.

Pelakunya hampir tak pernah tertangkap, karena mereka punya mata-mata. Kalau tahu
akan ada patroli dari Polhut, mereka pintar tak melaut, ujarnya.
Menurutnya, selama ini sebelum melakukan patroli, petugas TN Takabonerate biasanya
menghubungi terlebih dahulu pemerintah desa dimana mereka akan berkunjung. Ini keliru.
Seharusnya tak usah bilang-bilang kalau mau datang patroli. Pasti tak bisa dapat lah
mereka.
Penjelasan Ansar dibenarkan Arni Rohmitun, aktivis Destructive Fishing Watch (DFW), yang
kebetulan sedang melakukan kajian dan sekaligus pendampingan pengelolaan Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Rajuni.
Waktu ke sini tadi apakah tak mendengar suara ledakan? Di sini memang sering, biasanya
pagi dan sore, katanya.
Menurut Arni, aktivitas pengeboman ikan di kawasan tersebut memang masih terus
berlangsung, meski operasi penangkapan sebenarnya sering dilakukan. Pelakunya tidak
hanya warga di sekitar pulau setempat, tapi juga dari nelayan-nelayan pulau lain dan dari
luar.
Mungkin karena tuntutan ekonomi ditambah adanya pihak yang memodali dan siapkan
peralatan dan bahannya, tambahnya.
Menurutnya, selain di Pulau Rajuni, aktivitas destruction fishing juga merajalela di pulaupulau lain. Terparah di Pulau Tarupa.
Di kawasan TN Takabonerate, selain Pulau Rajuni, yang terbagi atas Rajuni Kecil dan Rajuni
Besar, terdapat pulau pulau dan desa lain seperti Pulau Jinato, Tarupa, dan Latondu.
Tarupa lebih parah lagi, kasus pengebom dan pembius banyak ditemukan. Selain itu, masih
banyak yang tangkap hiu dan pari.
Wilayah yang relatif bebas dari aktivitas pengrusakan ini hanyalah Pulau Latondu.
Latondu itu aman, mayoritas nelayannya adalah pemancing.
Arni sendiri tidak sepenuhnya menyalahkan nelayan. Menurutnya, masyarakat sulit untuk
disadarkan selama pasar mereka masih tersedia. Inilah yang harus diputus mata rantainya.
Nelayan mengebom itu ada karena ada yang suplai dan kasih modal. Kalau pemodal ini
dihentikan otomatis nelayan juga akan berhenti mengebom dan membius. Mata rantai ini
yang tak bisa diputuskan.
Salah satu faktor susahnya memutuskan mata rantai tersebut adalah kurangnya kordinasi
antar aparat hukum yang terkait. Masing-masing pihak bekerja sendiri-sendiri.
Kadang ada penangkapan dari Jagawana taman nasional, tapi ketika diserahkan kepada
polisi, malah dilepaskan. Hampir tak ada upaya untuk memberikan efek jera kepada warga.
Yasri, petugas patroli dari TN Takabonerate, tak menampik dugaan masih banyaknya
aktivitas pengeboman ikan di kawasan tersebut. Hanya saja, selama ini masih sulit untuk
dibasmi, selain karena dilakukan secara sembunyi-sembunyi, juga karena kurangnya sanksi
bagi para pelaku pengeboman.
Memang selama ini susah terdeteksi karena pendukung kami, instansi terkait, yang tidak
serius. Ada juga oknum-oknum yang bermain. Kadang kami sudah maksimal, tapi tidak
mendapatkan dukungan yang baik.

Tantangan lain yang dihadapi terkait pengeboman ikan ini adalah aksi nekad warga dan
kadang melakukan teror kepada Polhut yang sedang patroli. Mereka biasanya bersenjatakan
bom ikan untuk mengancam petugas.
Ancaman terhadap petugas patroli ini pernah dirasakan oleh Yasri sekitar dua tahun silam.
Ya, dulu ketika mengejar pelaku kita dikepung puluhan kapal warga yang sepertinya sudah
siap menanti kami dengan senjata bom ikan. Tapi syukurlah kami bisa lolos dan memang
menghindari kontak langsung, jelas Yasri.

Petugas jagawana dari Taman Nasional Takabonerate, Selayar, Sulawesi Selatan kadang
menghadapi ancaman keselamatan jiwa dalam menjalankan pekerjaannya. Beberapa kasus
menunjukkan adanya serangan balik dari pelaku pengeboman ikan. Kurangnya kordinasi
dengan instansi terkait menjadi kendala tersendiri. Foto : Wahyu Chandra
Pengalaman yang sama dirasakan oleh Ronald Yusuf, salah satu staf TN Takabonerate
lainnya yang sudah bertugas sejak 15 tahun silam. Ronald mengaku ketika bertugas di
Pulau Jinato, posko yang mereka tempati dikepung dan dilempari warga yang marah karena
larangan pengambilan batu karang dan larangan pembiusan ikan.
Kami bertahan dan menghindari kontak langsung dengan mereka, sampai adanya bantuan
datang.
Sulitnya air bersih
Pulau Rajuni sendiri secara administratif berada di Desa Rajuni, Kecamatan Takabonerate,
yang terletak pada Kepulauan Macan atau lebih dikenal dengan nama Takabonerate, dengan
luas kawasan 530.765 hektar, yang telah ditetapkan sebagai kawasan taman nasional laut
oleh Menteri Kehutanan sejak 1993 silam.
Pulau Rajuni terdiri dari dua buah pulau, yaitu Rajuni Besar dan Rajuni Kecil. Seperti halnya
pulau-pulau di Takabonerate, kedua pulau Rajuni ini berada pada ketinggian sekitar 2-4 m
dari permukaan laut, dimana bentuk kedua pulau ini memanjang dari utara ke selatan.

Pulau Rajuni Kecil dan Rajuni Besar ini tersusun dari struktur geofisik yang berasal dari
pendangkalan laut (atol), sehingga pulau ini terdiri dari dasar karang kemudian dilapisi
dengan tekstur tanah pasir berlempung.
Salah satu masalah yang dihadapi warga saat ini adalah kondisi air tanah permukaan
dengan kualitas yang tak layak konsumsi tanpa perlakuan khusus terlebih dahulu. Sumber
utama air tawar berasal dari air hujan dan air yang didatangkan dari luar kawasan.
Sebenarnya dulu di sini ada alat penyulingan air dari Dinas PU, tapi sekarang sudah rusak,
sudah diaduin ke PU tapi belum ada respon. Yang dibangun tahun 2009 rusak di tahun
2011, yang dibangun tahun 2011 rusak di tahun 2012. Sudah dua tahun mereka tidak lagi
memiliki sanitasi air.
Penyebab cepat rusaknya alat ini kemungkinan karena kadar garam yang tinggi sehingga
saringannya cepat rusak dan harus selalu diganti.
Masalah lain adalah akses transportasi yang sulit. Tak ada transportasi reguler warga untuk
ke daerah lain, khususnya ke Kota Selayar. Selama ini mereka hanya ikut di kapal-kapal
dagang milik sejumlah warga dengan jadwal yang tak tetap.
Masyarakat yang mendiami Pulau Rajuni tergolong unik. Sebagian besar warga pulau ini
adalah berasal dari etnitas Bajo dan Bugis, masing-masing 52,1 persen dan 45,7 persen.
Selebihnya adalah pendatang dari Selayar dan Flores. Meski demikian, hampir tak ada
gesekan antar masyarakat. Mereka umumnya berbahasa dengan tiga bahasa lokal, yaitu
Bahasa Konjo Selayar, Bugis dan Bajo.
Dari perjalanan singkat di pulau terpencil ini, nampak bahwa masyarakat etnik bugis
memiliki tingkat pendapatan dan kesejahteraan lebih tinggi dibandingkan dengan
masyarakat etnik Bajo. Hal ini dapat kita lihat dari kehidupan mereka, dimana masyarakat
bugis lebih banyak sebagai ponggawa atau pemilik modal, yang memiliki armada angkutan
yang lebih baik dari masyarakat etnik Bajo.
Perbedaan kedua etnitas juga terasa dari segi kondisi fisik atau bangunan rumah tempat
tinggal, dimana rumah bangunan suku Bugis jauh lebih bagus dan modern dibanding suku
Bajo yang sebagian besar masih sangat sederhana dan dibangun sekitar pantai atau bagian
luar pulau.
Pembangunan PLTS
Sebagai pulau kecil yang terpencil, Pulau Rajuni adalah salah satu dari 11 pulau terluar dan
kecil yang mendapat perhatian pemerintah terkait penyediaan Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (PLTS).
Proyek pembangunan PLTS ini adalah bagian dari program Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM), berupa pembangunan panel-panel listrik bertenaga surya di seluruh
rumah warga dan fasilitas publik yang ada.
Menurut Arni, saat ini proyek pembangunan PLTS sudah tengah berlangsung, khususnya
persiapan sosial masyarakat. Sebanyak 374 panel listrik dibangun, yang ditempatkan di
sebuah lokasi tersendiri.
Untuk pembangunan panelnya akan segera dibangun. Kontraktornya akan datang. Tugas
kami adalah bagaimana melakukan pendampingan kepada masyarakat terkait keberlanjutan
dari program ini.

Selama ini, panel listrik tenaga surya sebenarnya sudah ada, yang ditempatkan di setiap
rumah. Ini merupakan bantuan dari Pemda Selayar. Hanya saja, kini hampir seluruh panel
tersebut tak berfunsgi dengan baik. Banyak warga yang malah sudah mencopot panelnya
karena tak bisa digunakan.
Melalui dukungan panel surya yang terbangun secara terkonsentrasi ini diharapkan bisa
lebih mudah dalam hal perawatan dan pengawasan.
Kita latih warga setempat untuk menjadi teknisi. Kami dari DFW juga membantu dalam hal
pengelolaan dengan membentuk semacam forum warga yang akan bertanggung jawab
dalam pengelolaan instalasi ini. Nantinya juga akan ada biaya bulanan yang akan ditentukan
sendiri oleh mereka secara musyawarah, besarannya sekitar Rp 30 ribu-Rp 50 ribu, jauh
lebih murah dibanding sebelumnya, tandas Arni.

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Kepulauan Takabonerate


Kabupaten Selayar Secara Berkelanjutan dan Terpadu
Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut yang masih di pengaruhi kedua zona
tersebut. Pesisir merupakan wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan manusia di bumi. Sebagai
wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia memiliki kepedulian
terhadap wilayah ini, khususnya di bidang lingkungan dalam konteks pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Secara historis, kota- kota penting dunia bertempat tidak jauh dari laut.
Alasannya, kawasan ini memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan, serta memudahkan
terjadinya pedagangan antar daerah, pulau dan benua.

Potensi sumber daya pesisir dan laut merupakan karunia yang harus dimanfaatkan
seoptimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat. Sumberdaya pesisir di Negara
Indonesia memang sangatlah istimewa. Namun pada kenyataanya pengelolaan ini belum optimal
dilakukan sehingga di perlukan pengelolaan melalui konsep suatu pendekatan yang melibatkan dua
atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu
(intergrated) guna mencapai pembangunan wilayah oesisir yang berkelanjutan. Sehingga yang
utama harus diperhatikan adalah keseimbangan antara pembangunan dan aspek konservasi yang
tetap harus dilakukan.
Penerbitan Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil karena sebagai negara kepulauan, wilayah pesisir dimiliki oleh seluruh propinsi yang ada
di Indonesia sehingga sangat perlu untuk di buat prundangan yang mencakup pengelolaan aspek ini.
Berdasarkan data jumlah Kabupaten/kota yang ada di Indonesia pada tahun 2002, sebanyak 219
kabupaten/kota (68%) diantaranya memiliki wilayah pesisir. Kabupaten/kota di Indonesia masingmasing memiliki karakteristik fisik wilayah pesisir yang satu sama lain berbeda. Jadi membutuhkan
pula penanganan pengelolaan yang berbeda.
Salah satunya adalah Taka Bonerate yang berada di kabupaten Selayar, Sulawesi utara ini memiliki
potensi sumberdaya pesisir yang perlu di kembangkan dalam pemanfaatannya guna kesejahteraan
masyarakat. Menurut Studi Literatur yang di lakukan penulis selama penyelesaian tugas ini adalah
bahwa wilayah ini perlu di kelola dengan baik karena mempunyai potensi wisata bahari, kaena (i)
kepulauan Taka Bonerate adalah tempat yang sangat kaya akan hasil laut (ii) memiliki keindahan
bawah laut yang istimewa (iii) memiliki karang atol terluas dan terbesar ketiga di dunia. Sehingga
pengembangan yang harus dilakukan terhadap daerah ini adalah dengan memperhatikan segala
sesuatunya unuk menjadikannya menjadi daerah pariwisata.
KABUPATEN SELAYAR DAN KEPULAUAN TAKA BONERATE
Kabupaten Selayar
Kepulauan Selayar merupakan salah satu pulau di selatan Sulawesi. Secara geografis pulau selayar
berada pada 120021,00 120023,00 LS dan 06011,50 06012,50 BT. Pulau selayar ini salah satu
kabupaten yang terpisah dari daratan Sulawesi Selatan. Kabupaten di kota Makassar ini dan
memiliki luas kawasan sekitar 903,35 km yang terdiri dari 126 pulau dimana dua pertiga wilayahnya
adalah perairan dengan panjang garis pantai tidak kurang dari 670 km. Kabupaten ini berbatasan
langsung dengan Laut Flores dan Selat Makasar di sebelah barat, sebelah utara dengan Kabupaten
Bulukumba, sebelah timur dengan Laut Flores, dan sebelah selatan dengan Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Kondisi perekonomian kabupaten ini secara umum masih dalam kondisi relative rendah. Mata
pencahariannya bertumpu pada beberapa sektor diantaranya perikanan, peternakan, tanaman
pangan dan perindustrian.

Potensi pengelolaan Kabupaten Selayar


Pulau Selayar memiliki potensi sektor perikanan dan kelautan yang melimpah. Potensi ikan pelagis
dan demersal Kabupaten Selayar untuk kecamatan kepulauan sebesar 6.330 ton/tahun ikan pelagis
dan 11.309 ton/tahun ikan demersal menurut data DKP Selayar tahun 2006.
Dengan sumberdaya sektor kelautan dan perikanan yang baik, perlu dikembangkan lagi usaha
perikanan tangkap, usaha budidaya.
Potensi wisata bahari yang dimiliki pulau ini pun sebenarnya sangat banyak, sayangnya
pengembangannya terlihat belum dilakukan maksimal. Selama ini pertanian adalah mata
pencaharian yang menjadi andalan penduduk daerah ini, padahal Selama ini pertanian masih
menjadi andalan utama perekonomian wilayah yang sering di sebut Bumi Tana Doang yang berarti
bumi tempat memohon kepada Yang Maha Kuasa.
Sebenarnya sektor bahari di kabupaten ini cukup menjanjikan bagi pengembangan potensi pesisir
dan laut, ini dikarena letaknya yang terdapat dalam gugusan tiga karang dunia. Banyak terdapat
pantai pantai yang indah yang sangat cocok dijadikan tempat berwisata bahari, apalagi kabupaten
selayar ini mempunyai kepulauan taka bonerate yang merupakan salah satu daerah yang memiliki
terumbu karang terindah dan terluas, jadi memang tak perlu di ragukan lagi keindahan bawah
lautnya.
Kepulauan Taka Bonerate
Pulau Taka Bonerate terletak pada posisi 62951 BT dan 120291LS. Takabonerate terletak di
selatan Sulawesi termasuk wilayah propinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Selayar, dan secara
administratif berada dibawah dua kecamatan Passimasunggu untuk Takabonerate utara dan
Passimaranu untuk daerah Takabonerate selatan.
Takabonerate merupakan gunung yang tenggelam dengan terumbu karang tumbuh disekeliling
hingga membentuk suatu lingkaran yang terdiri dari 21 pulau. Pulau yang terletak dipinggir
berbatasan dengan laut yang sangat dalam sedangkan yang berada ditengah muncul dari kedalaman
sekitar 20-40 meter. Sebagian besar terumbu karang merupakan patch reef (gosong) yang muncul
kepermukaan pada waktu air surut.
Kondisi sosial ekonomi dan budaya
Kepulauan Taka Bonerate terdiri dari 21 pulau namun hanya ada 7 pulau yang berpenghuni secara
tetap yaitu P. Rajuni Besar, P. Rajuni Kecil , P. Tarupa Kecil, P. Latondu, P Jinatu, P. Pasitalu Tengah
dan P. Pasitalu Timur. Penduduk yang tinggal di daerah tersebut merupakan tiga kelompok etnik
suku Bajo, Bugis dan Buton. Suku-suku tersebut adalah tidak lain masih sama dengan suku yang
umumnya mendiami kabupeten selayar.

Hampir seluruh penduduk yang mendiami taka Bonerate adalah bermata pencaharian sebagai
nelayan dengan alat tangkap yang masih tradisional. Seperti contohnya pada salah satu pulau yang
ada di taka bonerate yaitu pulau rajuni kecil. Umumnya nelayan disana menggunakan alat tangkap
hanya berupa pancing untuk menekuni mata pencahariannya tersebut. Namun penangkapan ikan
yang di lakukan oleh nelayan taka bonerate hanya dilakukan disekitar terumbu karang Takabonerate
karena terbatasnya sarana dan alat tangkap. (asa masi janggal)
Potensi pulau Taka Bonerate
Pulau Taka Bonerate di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan telah disiapkan sebagai daerah tujuan
wisata internasional. Pulau ini mengusung keindahan potensi baharinya. Taman Nasional
Takabonerate memiliki karang atol terbesar ketiga di dunia yaitu setelah Kwajifein di Kepulauan
Marshal dan Suvadiva di Kepulauan Moldiva. Luas atol tersebut sekitar 220.000 hektar, dengan
terumbu karang yang tersebar datar seluas 500 km.
Taman Nasional Laut (TNL) Taka Bonerate termasuk salah satu Kawasan Pelestarian Alam di
kawasan Indonesia Timur berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 280/Kpts-II/1992
tanggal 26 Februari 1992. Upaya pengelolaan kawasan ini dimaksudkan untuk melestarikan sumber
daya hayati dan ekosistem yang ada di dalamnya, seperti keanekaragaman jenis flora dan fauna
yang sangat mengagumkan.
Potensi panorama bawah laut Takabonerate secara garis besar terbagi dalam dua yaitu panorama
yang ada di dalam goba dan di luar goba. Didalam goba ditandai dengan lereng tubir yang relatif
landai dengan panorama dan keanekaragaman biota spesifik derah goba. Sedangkan diluar goba
ditandai dengan lereng tubir yang cukup curam bahkan di beberapa daerah seperti Gosong
Takagalarang terjadi drop of dengan kedalaman sampai 70-100 meter. Pemandangan bawah air
sangat menarik dengan keanekaragaman biota yang tinggi, karang dengan keanekaragaman tinggi
serta adanya goa-goa yang berada di dinding terumbu. Perairan jernih dengan jarak pandang sampai
30-40 meter. Pola arus tidak terlalu kuat yang dapat dipakai sebagai sarana bergerak dalam
menikmati pemandangan bawah laut. Ikan-ikan Pari/manta dan ikan-ikan hiu masih dapat kita lihat
dengan mudah. Pada lokasi-lokasi tertentu terlihat adanya dominasi pertumbuhan coraline algae hal
ini menunjukkan bawah daerah selalu mendapatkan hempasan yang cukup kuat dengan arus yang
cukup kuat juga.
Selain keindahan alam bawah laut, pengunjung juga dapat menyaksikan berbagai jenis flora yang
tumbuh hijau di sepanjang pantai, seperti tumbuhan kelapa, pandan laut, cemara laut, ketapang,
dan waru laut. Di sore hari, terdapat pemandangan yang sangat indah yang sayang untuk
dilewatkan, yaitu detik-detik tenggelamnya matahari (sunset). Di samping itu, taman nasional ini
juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan pembudidayaan
Strategi
Bonerate

Pemecahan

Masalah

dalam

Pengembangan

Pengelolaan

Taka

Pengembangan pesisir yang memang di nilai cukup menjanjikan adalah selain dengan
menjadikannya sebagai daerah penangkapan ikan ataupun budidaya yaitu dengan menyulam
wilayah pesisir tersebut menjadi sebuah tempat yang selalu di gemari yakni sebagai tempat
pariwisata, apalagi di tawarkan dengan sajian yang komplit seperti wisata bisnis (business tourism),
wisata pantai (seaside tourism), wisata budaya (cultural tourism), wisata pemancingan (fishing
tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata olahraga (sport tourism), dan lain lain memang bila
di tinjau dari segi input perekonomian mendappaat hasil yang positif. Tapi yang perlu juga di
perhatikan apabila sudah terciptanya sebuah kegiatan wisata di daerah pesisir maka banyak juga hal
yang perlu diperhatikan terutama masalah ekologisnya. Hal ini memang penting bercermin pula
pada pesisir yang sudah maju yang tidak memperhatikan kondisi ekologi dalam pengembangannya
maka akan terjadi pencemaran, overfishing, degradasi fisik habitat pesisir, dan abrasi pantai. Oleh
karena itu, diperlukan pengelolaan yang terpadu dan berkelanjutan yang utamanya memperhatikan
konsep yang simbang antara pembangunan dan konservasi.
Pengembangan kepulauan taka Bonerate dalam pariwisata ini memang sangatlah potensial seperti
yang telah di uraikan di atas tadi. Hanya saja yag perlu diperhatikan adalah
1.

2.
3.

4.

5.

Dalam perjalanan pengelolaannya yang perlu di ingat adalah hars adanya koordinasi dengan
pengelola Taman Nasional untuk menentukan lokasi mana mana saja yang dapat dimanfaatkan
sebagai pengembangan objek wisata. Karena sesuai yang di sebutkan di atas, pulau taka bonerate
memiliki zona-zona yang berbahaya jika tidak ada pemberitahuan dari penjaga pulau sehingga bisa
menimbulkan kecelakaan
Upaya yang harus dilakukan dalam membenahi strategi pengembangan wisata laut adalah
peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang
pengembangan wisata laut, serta penyediaan sistem informasi pariwisata dan program promosi
Melakukan pemetaan terhadap potensi pariwisata bahari yang dimiliki, yaitu berupa nilai,
karakteristiknya, infarstruktur pendukungnya, dan kemampuanya dalam menopang perekonomian.
Dengan demikian dapat ditentukan parawisata bahari mana yang harus segera dibangun dan mana
yang hanya perlu direvitalisasi
Menyusun rencana investasi dan pembangunan atas berbagai informasi yang telah kita
dapatkan dari pemetaan diatas. Yang perlu diperhatikan dalam penyusunan ini adalah, bahwa kita
tidak hanya akan membangun sebuah pariwisata bahari saja Namun juga perlu di perhatikan faktor
pendukungnya seperti akses transportasi, telekomunikasi dll. Dengan demikian rencana
pengembangan pariwisata bahari dapat terukur dan tetap sasaran.
Pengembangan wisata laut Indonesia lebih diarahkan dan dipacu guna menuju upaya
pengembangan Ekowisata/Wisata Ramah Lingkungan yang justru berpola pada upaya pemanfaatan
optimal yang sekaligus menyelamatkan lingkungan daya alam laut. Dengan demikian, masyarakat
akan peduli terhadap sumber daya wisata karena memberikan manfaat karena pada akhirnya,
masyarakat akan merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya.

Anda mungkin juga menyukai