Anda di halaman 1dari 8

Kata Pengantar

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat
serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita
semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca untuk
makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat menyadari,
bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki banyak kekurangan.

Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya
makalah ini.

Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang telah
kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.
Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Pada awalnya Desa Pananjung Pangandaran ini dibuka dan ditempati oleh para nelayan
dari suku sunda. Penyebab pendatang lebih memilih daerah Pangandaran untuk menjadi tempat
tinggal karena gelombang laut yang kecil yang membuat mudah untuk mencari ikan. Karena
di Pantai Pangandaran inilah terdapat sebuah daratan yang menjorok ke laut yang sekarang
menjadi cagar alam atau hutan lindung, tanjung inilah yang menghambat atau menghalangi
gelombang besar untuk sampai ke pantai. Di sinilah para nelayan menjadikan tempat tersebut
untuk menyimpan perahu yang dalam bahasa sundanya disebut andar setelah beberapa lama
banyak berdatangan ke tempat ini dan menetap sehingga menjadi sebuah perkampungan yang
disebut Pangandaran. Pangandaran berasal dari dua buah kata pangan dan daran . yang artinya
pangan adalah makanan dan daran adalah pendatang. Jadi Pangandaran artinya sumber
makanan para pendatang.
Lalu para sesepuh terdahulu memberi nama Desa Pananjung, karena menurut para
sesepuh terdahulu di samping daerah itu terdapat tanjung, di daerah inipun banyak sekali
terdapat tempat keramat di beberapa tempat. Pananjung artinya dalam bahasa sunda
Pangnanjung-nanjungna ( paling subur atau paling makmur)
Bab 2
Pembahasan

Pantai Indah Pangandaran adalah sebuah pantai yang terletak di pantai selatan serta
menurut Asia Rooms merupakan pantai terbaik di Pulau Jawa merupakan objek wisata pantai
di Jawa Barat. Pantai ini terletak di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran dengan jarak ±
92 km arah selatan kota Ciamis. Beberapa keistimewaan dari pantai ini diantaranya, dapat
melihat terbit dan tenggelamnya matahari dari satu tempat yang sama, pantainya landai dengan
air yang jernih serta jarak antara pasang dan surut relatif lama sehingga memungkinkan kita
untuk berenang dengan aman, terdapat pantai dengan hamparan pasir putih, tersedia tim
penyelamat wisata pantai, jalan lingkungan yang beraspal mulus dengan penerangan jalan yang
memadai, terdapat taman laut dengan ikan-ikan dan kehidupan laut yang mempesona, disana
juga menjadi tempat pendaratan tentara Jepang semasa perang dunia II, oleh karenanya di sana
masih terdapat beberapa gua pertahanan bala tentara Jepang yang dulu dijadikan tempat-tempat
persembunyian para tentara yang berniat menyerang tentara Belanda.

Pantai Pangandaran sangat istimewa karena berbentuk semenanjung atau lebih


sederhananya adalah sebuah daratan yang menjorok ke lautan, sehingga sewaktu pagi dari sisi
sebelah timur dapat melihat terbitnya matahari (sunrise) dan sore harinya dari sisi sebelah barat
dengan jarak tempuh yang tidak begitu jauh dapat melihat terbenamnya matahari (sunset).
Disamping itu, pantainya yang landai dengan airnya yang jernih serta pasang-surut air lautnya
yang relatif lama, memungkinkan para pengunjung untuk berenang, meskipun sebenarnya ada
larangan untuk berenang karena Pangandaran merupakan bagian dari pantai selatan Pulau Jawa
yang terkenal mempunyai ombak besar dan sering memakan korban. Daya tarik lainnya yang
cukup menjanjikan sebagai kawasan tujuan wisata adalah adanya kegiatan-kegiatan, seperti,
upacara hajat laut setiap bulan Muharam dengan melarung berbagai macam sesajen di Pantai
Timur Pangandaran yang dilakukan oleh nelayan setempat sebagai perwujudan rasa terima
kasih mereka terhadap Tuhan Yang Maha Esa; dan festival layang-layang Internasional
(Pangandaran International Kite Festival) pada bulan Juni atau Juli.

Bagi wisatawan yang ingin mengunjungi tempat wisata lain, tidak jauh dari Pantai
Pangandaran masih ada beberapa obyek wisata lain yang cukup menarik, diantaranya adalah:
Pantai Batukaras, Pantai Batu Hiu, Pantai Karang Nini, Pantai Lembah Putri, Pantai Keusik
Luhur, Pantai Karang Tirta, Goa Donan, Pemandian Alam Citumang, Cukang Taneuh, dan
Cagar Alam Pananjung. Pengunjung juga dapat menikmati aneka masakan laut di restoran-
restoran atau rumah makan yang ada di tempat wisata ini. Menu santapan pun dapat dipesan
sesuai selera. Mulai dari ikan bakar, kepiting rebus, hingga udang tepung. Ikan-ikan laut
tersebut langsung berasal dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang terletak di Pantai Timur
Pangandaran. Sebagai catatan, selain dijual ke restoran-restoran, sebagian ikan-ikan yang
didapat oleh para nelayan Pangandaran itu juga diolah untuk dijadikan makanan khas
pangandaran, yaitu Jambal Roti (ikan yang diawetkan dengan cara diasinkan).
Sejarah Pangandaran

Pada awalnya Desa Pananjung Pangandaran ini dibuka dan ditempati oleh para nelayan
dari suku sunda. Penyebab pendatang lebih memilih daerah Pangandaran untuk menjadi tempat
tinggal karena gelombang laut yang kecil yang membuat mudah untuk mencari ikan. Karena
di Pantai Pangandaran inilah terdapat sebuah daratan yang menjorok ke laut yang sekarang
menjadi cagar alam atau hutan lindung, tanjung inilah yang menghambat atau menghalangi
gelombang besar untuk sampai ke pantai. Di sinilah para nelayan menjadikan tempat tersebut
untuk menyimpan perahu yang dalam bahasa sundanya disebut andar setelah beberapa lama
banyak berdatangan ke tempat ini dan menetap sehingga menjadi sebuah perkampungan yang
disebut Pangandaran. Pangandaran berasal dari dua buah kata pangan dan daran . yang artinya
pangan adalah makanan dan daran adalah pendatang. Jadi Pangandaran artinya sumber
makanan bagi para pendatang.

Lalu para sesepuh terdahulu memberi nama Desa Pananjung, karena menurut para
sesepuh terdahulu di samping daerah itu terdapat tanjung di daerah inipun banyak sekali
terdapat keramat-keramat di beberapa tempat. Pananjung artinya dalam bahasa sunda
Pangnanjung-nanjungna (paling subur atau paling makmur). Pada mulanya Pananjung
merupakan salah satu pusat kerajaan, sejaman dengan kerajaan Galuh Pangauban yang
berpusat di Putrapinggan sekitar abad XIV M. Setelah munculnya kerajaan Pajajaran di Pakuan
Bogor. Nama rajanya adalah Prabu Anggalarang yang salah satu versi mengatakan bahwa
beliau masih keturunan Prabu Haur Kuning, raja pertama kerajaan Galuh Pangauban, namun
sayangnya kerajaan Pananjung ini hancur diserang oleh para Bajo (Bajak Laut) karena pihak
kerajaan tidak bersedia menjual hasil bumi kepada mereka, karena pada saat itu situasi rakyat
sedang dalam keadaan paceklik (gagal panen).

Pada tahun 1922 pada jaman penjajahan Belanda oleh Y. Everen (Presiden Priangan)
Pananjung dijadikan taman baru, pada saat melepaskan seekor banteng jantan, tiga ekor sapi
betina dan beberapa ekor rusa. Karena memiliki keanekaragaman satwa dan jenis – jenis
tanaman langka, agar kelangsungan habitatnya dapat terjaga maka pada tahun 1934 Pananjung
dijadikan suaka alam dan marga satwa dengan luas 530 Ha. Pada tahun 1961 setelah
ditemukannya Bunga Raflesia Padma status berubah menjadi cagar alam.
Dengan meningkatnya hubungan masyarakat akan tempat rekreasi maka pada tahun 1978
sebagian kawasan tersebut seluas 37, 70 Ha dijadikan Taman Wisata. Pada tahun 1990
dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitarnya sebagai cagar alam laut (470,0 Ha) sehingga
luas kawasan pelestarian alam seluruhnya menjadi 1000,0 Ha. Perkembangan selanjutnya,
berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 104?KPTS-II?1993 pengusahaan wisata TWA
Pananjung Pangandaran diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam kepada Perum Perhutani dalam pengawasan Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis, bagian Kemangkuan Hutan Pangandaran.

Kontroversi hajat laut

Masyarakat Pangandaran berpendapat bahwa hajat laut sama sekali bukanlah hal yang
bid’ah karena menurut mereka sepantasnya kita menjaga, dan menghormati serta memelihara
warisan nenek moyang yang sudah menjadi satu kewajiban bagi kita semua untuk
melaksanakannya. Lalu hubungan dengan sesaji pun itu tujuannya bukan dipersembahkan
untuk Ratu Pantai Selatan atau Nyi Roro Kidul itu sekedar simbol saja.

Memang hal seperti ini bukan yang pertama kalinya dipertanyakan, tentang ritual hajat
laut ada yang berpendapat musrik ada yang berpendapat tidak. Tapi menurut pandangan
masyarakat Pangandaran perbedaan itu wajar saja yang terpenting bagi masyarakat
Pangandaran jangan sampai terpecah belah karena perbedaan pendapat. Buktinya masyarakat
Pangandaran di sini masih bisa bersama, aman dan tentram, sikap ramah tamah dan gotong
royong pun terlihat jelas antar satu individu dengan individu lain.

Melaksanakan ritual yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi atau suatu praktek yang
tidak pernah terdapat dalam ajaran islam adalah bid’ah. Tetapi perlu kita kaji kembali apakah
melaksanakan ritual hajat laut itu lebih banyak membawa kebaikan atau keburukan? Jika
melaksanakan ritual hajat laut lebih banyak membawa kebaikan maka bid’ah itu dibolehkan
oleh Allah atau menjadi bid’ah Hasanah atau bid’ah yang membawa kebajikan.
Pada dasarnya ritual hajat laut merupakan suatu ibadah, namun dalam kenyataannya
masyarakat Pangandaran mengatakan hal tersebut adalah praktek yang bukan bid’ah, jika
dilihat dari tata cara mereka melakukan persembahan seperti sesaji di sini terlihat bid’ah, tapi
ketahui dulu makna kami menganggap sesaji itu hanyalah sebuah simbol, tidak lebih.

Tujuan hajat laut

Para tokoh agama di Pangandaran menganggap hajat laut itu hanya sekedar syukuran
saja, jadi dalam melaksanakannya hajat laut tidak ada unsur kemusrikan. Karena tujuan
dilaksanakannya hajat laut adalah sebagai rasa syukur atas karunia nikmat yang diberikan oleh
Allah. Karena dengan tradisi dan budaya inilah masyarakat Pangandaran mempunyai tujuan
untuk mempererat tali persaudaraan antara satu individu dengan individu yang
Alasan diadakannya hajat laut. Segala sesuatu yang telah kita raih, wajib untuk kita berucap
syukur kepada sang pemberi. Hal inilah yang dilakukan oleh para nelayan di kawasan Pantai
Pangandaran. Sebagai ucapan terima kasih, mereka (nelayan) menggelar acara Sukuran
Nelayan, yang oleh masyarakat setempat lebih populer dengan istilah ”Hajat Laut”.

Alasan diadakannya acara Syukuran Nelayan tersebut amat sederhana, yakni untuk
memberikan persembahan berupa sesajian kepada penguasa Pantai Selatan yang telah
memberikan kemakmuran kepada para nelayan selama ini. Mereka bersyukur dan berterima
kasih atas semua kekayaan yang dilimpahkan di perairan laut di selatan pulau Jawa itu. Secara
umum, acara yang diadakan pada setiap bulan Suro (penanggalan Jawa) itu amat meriah,
dihadiri oleh puluhan bahkan ratusan ribu orang. Prosesi hajat laut sebelum para nelayan
membawa sesaji ke tengah laut, diadakan doa terlebih dahulu seperti pembacaan Ayat Suci Al
Qur’an dan pembacaan Yasin. Karena hanya kepada-Nyalah kita berserah atas semua yang
telah diberikan. Acara yang dilaksanakan rutin setiap tahunnya ini juga mempunyai makna agar
semua penduduk pantai mendapat keselamatan bilamana mereka mengambil sumber daya alam
yang ada dipantai selatan tanpa harus merusaknya. Setelah seluruh rangkaian acara doa selesai,
saat yang ditunggu-tunggu oleh para nelayan inipun tiba. Sekitar 12 Jempana (sesaji) mulai
diturunkan ke pinggir laut. Beberapa sesaji yang berisikan kepala kerbau dan kambing untuk
dihanyutkan ke tengah laut. Satu persatu jempana mulai dinaikan ke atas perahu besar
(bermotor) dan selanjutnya dibawa ketengah laut. Secara serentak para nelayan mulai
mengikuti perahu besar yang berisi sesaji tersebut. Layaknya seperti di lintasan balap, para
perahu nelayan mencoba untuk melaju cepat, merapat ketat ke perahu besar, mengawal
jempana utama hingga ke lokasi yang sudah ditentukan di kejauhan laut.

Sesampainya di lokasi tujuan di tengah laut, jempana tersebut satu persatu mulai
diturunkan dari perahu untuk kemudian ditenggelamkan. Keriangan para nelayan terlihat,
terpancar dari mimik syukur, mata yang berbinar, dan suara riuh di antara mereka. Seketika,
mereka dengan membawa sebuah ember berloncatan ke tengah laut untuk lebih mendekat
dengan jempana utama. Setelah jempana dilepas dan perlahan tenggelam, para nelayan berebut
di sekitar jempana, hingga jempana itu tenggelam untuk seterusnya diguyurkan ke perahu
mereka masing-masing. Konon, dengan cara seperti ini diharapkan selama satu tahun ke depan
para nelayan bisa mendapat keberkahan dengan hasil tangkapan lebih baik dari tahun-tahun
sebelumnya.

Setelah semua proses selesai, merekapun kembali pulang dan berharap apa yang telah
mereka lakukan hari ini bisa menjadi pertanda syukur mereka kepada pencipta dan pemberi
berkah. Serangkaian dengan acara utama menghayutkan sesaji di lautan, kegiatan Syukuran
Nelayan ini juga dimeriahkan dengan perlombaan serta acara budaya lainnya. Ada acara panjat
pinang dan tangkap bebek di laut. Selain itu, ditampilkan berbagai kesenian tradisional, seperti
tari-tarian, musik tradisional, dan marching band. Ada acara dangdutannya juga loohh… Para
nelayan berharap acara ini bisa terus berlangsung hingga anak-cucu mereka nanti. Oleh karena
itu, diharapkan khususnya Pemda setempat untuk terus mendukung pelaksanaan acara tahunan
ini. Event ini merupakan sebagai tujuan wisata budaya yang sangat menarik untuk dikunjungi,
baik bagi para wisatawan lokal maupun asing.
Bab 3
Kesimpulan

Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa dari masyarakat. Tidak ada
kebudayaan apabila tidak ada masyarakat dan tidak ada masyarakat jika tanpa kebudayaan.
Kebudayaan berasal jadi suatu kebiasaan yang terjadi pada suatu kelompok msyarakat. Konsep
perkembangan untuk melihat kebudayaan sebagai teks-teks yang harus dibaca, ditranslasikan,
dan diinterpretasikan.Keterkaitan anatara individu, masyarakat dan kebudayaan sangatlah erat
dalam kehidupan individu itu sendiri maupun orang banyak. Individu harus bersosialisai dalam
masyarakat sehingga melestarikan kebudayaan dan menimbulkan kebudayaan baru yang
mencirikan budaya Bangsa Indonesia sendiri.

Upacara hajat laut merupakan kebudayaan masyarakat Pangadaran yang harus


dilestarikan, karena memiliki nilai budaya dan nilai sosial yang sangat
tinggi. Masyarakat Pangadaran menyadari pentingnya nilai-nilai tersebut, sehingga dapat
dilihat dari upacara tradisonal hajat laut tersebut dapat memberikan manfaat yang besar kepada
masyarakat Pangadaran. Hilangnya nilai-nilai budaya, artinya hilangnya hubungan manusia
dengan Tuhan, hilangnya hubungan antar sesama manusia, dan hilangnya hubungan manusia
dengan alam yang bisa diakibatkan oleh pengaruh negatif baik dari wisatawan, televisi,
handphone ataupun internet.

Anda mungkin juga menyukai