Mengawali Titik
Matahari baru sepenggalan, embun pagi masih menempel di dedaunan, setelah semalam pulas di Nyiur Beach, sejak kedatanganku di Pangandaran hampir jam 24.00. Siangnya aku bermain lingkar kemudi dari Bandung, Garut, Singaparna, Sukaraja, Salopa, Cikatomas, Cikalong, Cimerak, Pangandaran. Tadinya aku berencana mengunjungi G. Barengkok dengan air terjunnya yang eksotis. Sebuah Gunung yang telah aku identifikasi sebagai Pusat Mineralisasi Emas di Salopa dan Cineam, sebuah daerah legendaris yang melahirkan para pelobangbiasa disebut Gurandil. Setelah sarapan pagi, aku berangkat menyusuri jalur pantai, menuju barat. Sebelah kiri sepenuhnya pemandangan laut, sebelah kanan adalah jalur perbukitan yang mengandung iron ore, sumber besi yang melimpah. Setelah melewati Pantai Batuhiujadi inget lagu Bulan Nu Ngagantung di Pantai Batu Hiu-nya Doel Sumbang dan Dermaga untuk Wisata Green Canyon, aku teruskan perjalanan untuk sampai pada Starting Point Di sinilah aku melihat mineralisasi ubahan (altered) propilitik, sekaligus mengamati pasir besi yang bukan hanya mengandung besi.
Starting Point
Muara Mineral
Muara Karangtawulan
Soliter Forever
Memancing Ombak ?
Menimbang Keringat
Harta Sedimenter
Sang Legenda
Prabu Siliwangi adalah gelar yang legendaris untuk sosok manusia bernama Prabu Sri Baduga Maharaja, cucu dari Prabu Wastukancana, buyut dari Prabu Linggawastu yang gugur di Bubat pada saat Dyah Pitaloka akan dipersunting Prabu Hayam Wuruk. Seorang putra mahkota Galuh Kawali yang pada akhirnya mampu mempersatukan Galuh dan Pakuan menjadi Pajajaran. Seorang tokoh abad 15 yang paling banyak disebut di Jawa Barat sekarang. Konon salah seorang putra beliau Keansantang yang menjadi Islam, membujuknya untuk menjadi Islam, yang pada akhirnya Sang Ayah menghindarkan diri sampai ke Sancang. Di sinilah disebut-sebut tempat terakhir beliau bermukim. Benarkah ? Andaikata benar tentu aku harus menaruh hormat kepadanya. Sebelum masuk wilayah ini, aku menemukan gunung iron ore yang luar biasa. Sedimen dari muara sungai yang aku sampling mengandung Au yang berkelindan dengan pasir felspar. Alamnya menakjubkan, karena sepanjang pesisir sulit menemukan bentukan alam berupa gua yang berkolaborasi dengan air terjun, sumber air bersih yang melimpah. Banyak peziarah yang bermeditasi di lokasi ini. Aku mencoba untuk mengheningkan cipta sejenak di mulut gua yang di depannya persis jatuh air terjun setinggi 75 meteran. Dengan irama alam yang demikian, memang amat mudah mengkondisikan menuju gelombang alfa-beta-gama, gelombang pikiran yang paling menonjol untuk aspek intuitif dan inspiratif. Asyik juga.. Badan kembali segar, pikiran terang benderang, aku melanjutkan perjalanan menuju Pameungpeuk, masuk wilayah Garut Selatan. Hari sudah sore, sementara Pantai Rancabuaya masih 30 km lagi, padahal aku berencana menginap di pantai ini.
Legend of Siliwangi
Muara Sancang
Hutan Sancang
Place of Buaya ?
Pantai Rancabuaya
Hydrothermal Vein?
Intrusion ?
Altered Stone
Sang Tokoh
Aku memutuskan bermalam di Surade. Karena masuk ke wilayah Jampang, aku jadi ingat seorang tokoh legendaris yang disebut Syeh Jampang Manggung. Dari mencari situs tempat beliau dulu, akhirnya mengantarkan aku ke Pesantren Cibuyur, terletak di Surade yang sangat kaya air. Di tempat ini akhirnya aku bertemu orang yang berumur 86 tahun, yang pernah ke Situs Syeh Jampang Manggung, yaitu di Daerah Cikopi, Jampang Tengah, 60 km dari Surade. Sempat terjadi diskusi panjang tentang Sang Tokoh, karena menurut Ajengan Pesantren, Syeh Jampang Manggung bukan maqam Aulia, tetapi Sholihin, sehingga para ahli tarekat di pesantren tersebut kurang mengenalnya. Akhirnya, saya ceritakan pendapat saya. Berawal dari Karantenan Gunung Sawal Ciamis, yang akhirnya melahirkan kerajaan Panjalu, saat ini terletak di Nusa Gede Situ Lengkong. Kerajaan Panjalu kemungkinan besar merupakan kerajaan kecil di bawah naungan Galuh Kawali. Syeh Jampang Manggung adalah anak dari Sang Hyang Cakradewa, yang dikenal sebagai Prabu Borosngora, yang pada akhirnya menjadi pemeluk agama Islam, bahkan pernah bermukim di mekah. Setelah memeluk Islam, kerajaan diserahkan kepada adiknya, kemudian beliau berkelana syiar. Di daerah Jampang, dikenal sebagai Syeh Jampang Manggung.
Melihat kemiripan sejarah dan jaman, maka aku berpendapat bahwa Sang Tokoh adalah tidak lain dari Prabu Keansantang, atau Prabu Walangsungsang, atau Gagak Lumayung sebelum Islam, menjadi Sunan Rahmat Suci (di Garut), Syeh Jampang Manggung (di Jampang), Jalak Makutama (di Ujung Kulon), Pangeran Cakrabuana, Ki Somadullah (di Cirebon). Sedangkan Sang Hyang Cakradewa sendiri adalah nama lain dari Prabu Siliwangi. Beliau pernah nyantri di Cirebon kepada Syeh Datul Kahfi, atau Syeh Nurjati, atau Syeh Nursyahadatillah, seorang ulama asing yang bersama Syeh Quro datang ke P. Bata Karawang. Syeh Quro menetap di Karawang dan mengawinkan santrinya bernama Nyi Mas Dewi Subanglarang dengan Prabu Siliwangi, menghasilkan anak Sang tokoh tersebut dan Nyi Mas Dewi Rara Santang, yang juga menyusul nyantri di Cirebon kemudian berangkat ke mekah dan nikah dengan Syeh Syarif, menghasilkan anak Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Peran terbesar Sang Tokoh adalah sebagai peletak dasar dan perintis Kesultanan Cirebon. Beliau juga seorang tua angkat dari tokoh legendaris yang disebut sebagai wali sesat bernama Syeh Abdul Jalil, alias Syeh Siti Jenar, alias Syeh Lemah Abang, alias Syeh Sitibrit. Pada saat memakai gelar Syeh Jampang Manggung, beliau menjadi tokoh kunci yang mengumpulkan seluruh bangsawan sunda untuk mendamaikan masa transisi akibat jatuhnya ibukota Pakuan oleh serangan Syeh Yusuf Banten. Dengan pertemuan tersebut, maka transisi Pajajaran ke jaman Islam tidak berdarah-darah sebagaimana transisi Majapahit ke Demak. Karisma beliau di mata orang Islam dan Bangsawan Sunda memungkinkan tercapainya cara damai. Kelompok yang tidak mau masuk ajaran Islam akhirnya mengungsi dan menjadi masyarakat Baduy sampai sekarang.
Jampang Manggung
Ngarai Cikalong, dikenal sebagai Lebak Cikalong, Suatu Patahan Besar yang Berbentuk Graben ? Bermuara di Pelabuhan yang Sangat Eksotik, Berkumpulnya Mineral Sekunder
Sungai Ciletuh, Dasar Batuan Sedimenter yang Legendaris, Nama yang Pasti Dibaca Semua Geolog, Batuan Marker dari Formasi Jampang, .dan Baru Sekarang Aku Menginjaknya
Perjalanan Pamungkas
Jam 21.00 malam aku berangkat dari Surade menuju Pelabuhan Ratu, perjalanan 60 km, dan hujan deras, jadi terpaksa agak lambat. Sampai di pelabuhan ratu jam 23.00, mampir di warung kopi sambil bertanya. Tidak terasa ngobrol 2 jam, akhirnya meneruskan perjalanan ke Karanghawu berjarak 11 km jam 1 dinihari. Jam 2 dinihari ternyata karanghawu masih ramai, banyak peziarah. Konon kabarnya ini adalah salah satu tempat persinggahan Ratu Kidulsebuah mitologi yang sangat kuat hampir di seluruh pesisir selatan Jawa. Tadinya ingin istirahat jadi gak bisa, karena banyak ngobrol dengan para peziarah dari tangerang, banten, dan jakarta. Sampai Sholat Subuh, akhirnya baru bisa merebahkan diri. Debur ombak yang menghantam karang terasa sangat menggetarkan. Jam 8.00 pagi aku baru bangun, langsung berangkat menuju Bandung. Di daerah Cikembang aku mampir ke kawan lama, seorang pengolah logam. Disini aku ditawarkan untuk menggunakan seluruh peralatan pengolahan dia kalau mau riset. Dia juga menawarkan daerah di Cisolok untuk penelitian hydrothermal vein. Dia punya lahan dan pemondokan di daerah itu. Identifikasi komplek nodul mangan dan iron ore sebagai indikasi hydrothermal vein diajukan ke aku.
Kawanku juga menyodorkan batuan dari Kalimantan yang sudah dianalisis di P3G Jalan Diponegoro, Bandung. Sebuah batuan yang luar biasa dahsyat, karena mengandung platinum, osmium, iridium, lanthanum, paladium masing-masing di atas 100 ppm. Batu itu juga mengandung uranium 150 ppm. Agaknya uranium itu membuat dia tidak confidence.
Sepulang dari kawanku sepanjang jalan aku bertafakur, di samping memang gak ada kawan yang diajak bicara. Negeri ini memang lautan harta, bukan hanya di atas kertas dan nyanyian aku mendengarnya, tetapi dengan sekujur badanku aku merasakan nafas gunung-gunung itu, seolah-olah mau bangkit dari tidur panjang. Negeri ini juga masih penuh dengan orang-orang yang bersahaja dan baik, sepanjang jalan aku selalu dibantu oleh mereka yang tidak pernah aku kenal sebelumnya. Summumbuk mun um yun fahum laa yarjiun Summumbuk mun um yun fahum laa ya qiluun Summumbuk mun um yun fahum laa yatakallamun Summumbuk mun um yun fahum laa yubsiruun
Semoga aku punya mata untuk melihat, punya telinga untuk mendengar, punya akal untuk berpikir, punya mulut untuk berbicara.dengan kuasa-MU amin
Jalak Makutamas