Anda di halaman 1dari 5

H.

Goa Jatijajar
H.1. Sejarah dan Asal Usul

Kompleks Gua wisata baik gua alam maupun buatan yang terletak sekitar 42 km
barat daya Kebumen ini mencakup kawasan seluas 5,5 hektare. Objek wisata ini
telah dilengkapi dengan prasarana wisata seperti tempat parkir, peturasan, tempat
bermain, kios makanan, buah-buahan dan toko cindera mata.
Kompleks Gua Jatijajar mencakup Gua Jatijajar, Gua Dempok, dan Gua Intan.
Kawasan ini berada sekitar 250 m di atas permukaan laut. Sistem pergunaan
berkembang pada kehadiran fosil-fosil seperti Lepidocylina sumatrensis Brady, L.
elegans Tan dan Cycloclypeus annulatus Martin selain menunjukkan umur batuan
juga sekaligus menciri lingkungan asalnya, yaitu laut dangkal yang mempunyai
kedalaman maksimum 60 m.
Kira-kira 14-11 juta tahun lalu daerah ini masih merupakan paparan laut dangkal,
yang kemudian terangkat hingga ketinggiannya sekarang akibat sifat bumi yang
dinamis. Tidak adanya sedimen lain yang menutupi lapisan batu gamping di
daerah Gombong selatan menunjukkan jika sejak 10 juta tahun lalu daerah ini
sudah berada di atas permukaan laut. Dihitung dari kurun waktu kurang dari 10
juta tahun telah terjadi pengangkatan setinggi lebih dari 300 m. Pengangkatan itu
menyebabkan batuan terkekarkan dan tersesarkan. Curah hujan yang tinggi
mempercepat terjadinya proses karstifikasi, membentuk kars sebagaimana terlihat
sekarang. Pintu Masuk Gua Jatijajar Tampak dari dalam Gejala endokars ini
mempunyai mulut gua yang berbangun melengkung tinggi dan lebar. Pada
dinding pintu masuk sebelah kanan tersingkap sisa endapan sedimen gua yang
kaya fosil moluska. Beberapa spesies grastropoda dan pelecypoda terawetkan baik
pada lapisan lempung pasiran berwarna coklat tua. Sedimen berfosil ini dapat
dikorelasikan dengan sedimen sejenis yang tersingkap di pintu masuk Gua Intan.
Sediman di dalam Gua juga tersingkap pada sebuah sisa kanopi tua, beberapa
meter dari pintu masuk. Cangkang-cangkang pipih pelecypoda pada sedimen gua
ini tersusun secara alami ke arah utara sejajar dengan arah lorong utama masuk
gua, yaitu utara-selatan. Bagian atap dan dinding pintu masuk gua dipenuhi oleh
tulisan nama-nama pengunjung. Gravity yang paling tua tertanggal tahun 1805.

H.2 Patung Dinosaurus dan kolam


Pembentukan kanopy di dekat pintu masuk Gua Jatijajar menunjukkan adanya
sungai bawahtanah yang pernah aktif beberapa ratus ribu tahun yang lalu. Proses
pengangkatan menyebabkan sungai menjadi kering, karena air mencari
permukaan air tanah setempat yang letaknya lebih rendah. Sungai bawah tanah
yang masih aktif di dalam Gua Jatijajar tersingkap melalui beberapa sendang,
yang letaknya berkisar antara 1-3 m di bawah lorong fosil utama.
Sendang Kantil dan Sendang Mawar adalah kolam-kolam sungai bawah tanah
yang dibuka untuk umum. Dua sendang lainnya yaitu Jombor dan Puserbumi
tidak dapat dimasuki wisatawan umum, kecuali mendapat ijin dari pengelola
kawasan wisata. Sebagai mata air, Sendang Puserbumi merupakan sebuah
sumuran tegak bergaris tengah sekitar 50 cm. Sementara Sendang Jombor yang

37
dihuni seekor pelus sepanjang lebih dari 1 m mempunyai sifon di dasarnya. Sifon
ini dapat ditelusuri dengan metode penyelaman (cave diving). Beragam bentukan
pengendapan ulang larutan CaCO3 jenuh yang indah dan mempesona dijumpai di
dalam lorong gua dibalik sifon. Lorong gua sepanjang ratusan meter dihiasi
dengan deretan gurdam dan air terjun. Lorong gua di bawah gua Jatijajar ini
disiapkan menjadi objek wisata minat khusus. Untuk memasuki sendang di dalam
Gua Jatijajar dikeramatkan dan dijadikan sebagai tempat berziarah.

H.3 . Sendang Mawar


Lubang-lubang di dasar gua di dekat pintu masuk merupakan bekas-bekas
penambangan fosfat guano. Ornamen gua (stalaktit, stalakmit, pilar, flowstone)
umumnya sudah tidak aktif, meskipun di beberapa tempat terdapat tetesan dan
leleran air melalui ujung-ujung stalaktit. Sebuah lubang di atap gua setinggi 24 m
dari dasar gua, tidak jauh dari pilar besar berbangun membundar yang masih aktif,
mengungkap sejarah penemuan gua pada tahun 1802 oleh Djayamenawi, Petani
tersebut terperosok ke dalam gua melalui lubang yang ada dipermukaan, dan
setelah tanah yang menutupi lorong dibersihkan ia menemukan lubang masuk,
yaitu mulut gua sekarang.

Lorong Gua Jatijajar sepanjang 250 m, dengan lebar dan tinggi rata-rata 15-25 m,
dapat dimasuki oleh wisatawan dengan mudah. Mulai tahun 1975, disepanjang
lorong gua ditempatkan 32 buah patung yang menceritakan Legenda Raden
Kamandaka. Di luar Gua menggambarkan kepurbaan Gua Jatijajar.
Kamandaka yang aslinya bernama Raden Banyak Contro adalah putera mahkota
Kerajaan Pajajaran. Pusat pemerintahan Pasirluhur atau Galuh Timur pada abad
14 kira-kira berada di sekitar Baturaden (purwokerto), di lereng Gunung Slamet.
Prabu Siliwangi raja Pajajaran pada waktu itu memiliki 2 permaisuri. Dari
permaisuri pertama, Prabu Siliwangi berputra 2 orang yaitu Banyak Contro dan
Banyak Ngampar. Karena permaisuri pertama meninggal, Prabu Siliwangi
mengangkat permaisuri kedua, Dewi Kumudaningsih. Sebelumnya Dewi
Kumudaningsih memberi syarat mau menjadi permaisuri jika anak laki-lakinya
kelak dapat menjadi raja, menggantikan Prabu Siliwangi. Dari permaisuri kedua
ini terturunkan Banyak Blabur dan Dewi Pamungkas.

Prabu Siliwangi yang sudah lanjut usia berencana mengangkat putra sulungnya,
Banyak Contro, untuk menggantikannya. Permintaan itu ditolak oleh Banyak
Contro, dengan alasan ia belum siap dan belum mempunyai pendamping. Ia
hanya mau menikah dengan wanita yang mirip dengan mendiang ibunya. Untuk
itu ia mengembara menuju gunung Tangkuban Perahu, menemui Ki Ajar
Wirangrong. Oleh orang tua tersebut ia disuruh mengembara ke timur, menuju
Kadipaten Pasir Luhur. Supaya cita-citanya beristri wanita cantik seperti ibunya
terkabul, ia harus menanggalkan pakaiannya sebagai putera raja menjadi orang
biasa. Banyak Contro selanjutnya menyamar menjadi orang kebanyakan, dan
berganti nama menjadi Kamandak

38
H.3 Patung Raden Kamandaka
Setelah sampai di Pasir Luhur ia bertemu dengan Reksono patih Kadipaten Pasir
Luhur yang menjadikannya sebagai anak angkat. Adipati Kandandoho, penguasa
Kadipaten Pasir Luhur, mempunyai beberapa putri yang semuannya sudah
bersuami kecuali putri bungsunya Dewi Ciptoroso. Wajah dan penampilan putri
Pasir Luhur ini mirip dengan Ibu Kamandaka. Kamandaka berhasil menarik hati
Dewi Ciptoroso. Tetapi pada suaru saat ketika mereka sedang berdua di taman
keputren seorang prajurit kadipaten memergokinya. Kamandaka dikeroyok para
prajurit, yang mengiranya sebagai pencuri. Karena kesaktiannya ia dapat
meloloskan diri. Tetapi sebelumnya ia sempat mengatakan identitasnya, yaitu
Kamandaka putra Patih Reksonoto. Adipati Patih Pasir Luhur murka, memanggil
Patih Reksonoto supaya menangkap Kamandaka dan menyerahkan kepadanya.

Kamandaka yang melarikan diri dengan cara menceburkan diri ke sungai


dilaporkan oleh Patih Reksonoto telah mati, hanyut di bawa arus sungai deras.
Setelah jauh dari Pasir Luhur, Kamandaka naik ke darat berjalan menuju sebuah
desa. Di Desa Paniagih ia bertemu janda miskin Mbok Kertosoro. Kamandaka
selanjutnya diangkat menjadi anaknya. Mbok Kertosoro mempunyai seekor ayam
jantan bernama Mercu, yang dirawat dengan baik oleh Kamandaka. Ke mana-
mana ia pergi dengan ayam-ayam lainnya. Mercu selalu menang, sehingga
akhirnya Kamandaka dikenal sebagai penyabung ayam yang hebat. Berita tersebut
sampai di Kadipaten Pasir Luhur. Adipati Kandandoho sangat murka mendengar
Kamandaka masih hidup. Ia memerintahkan prajuritnya untuk menangkap
Kamandaka. Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba muncul silihwarni. Silihwarni
yang menawarkan dirinya menjadi abdi di Pasir Luhur diterima oleh Adipati
Kandandoho, asal dapat membunuh Kamandaka.
Silihwarni sebenarnya adalah Banyak Ngampar, adik kandung Kamandaka. Ia
mendapat tugas dari ayahnya Prabu Siliwangi mencari kakaknya. Untuk menjaga
keselamatannya di perjalanan, Banyak Ngampar dibekali senjata kerajaan, kujang
Pamungkas. Karena tidak tahu kalau Kamandaka adalah kakaknya yang dicari-
cari Silihwarni berangkat bersama dengan sepasukan prajurit Pasir Luhur.

Akhirnya Silihwarni sampai di Desa Paniagih, bertemu dengan Kamandaka dan


menantangnya bersabung ayam. Saat ayam jantan masing-masing bersabung,
Silihwarni menikam Kamandaka yang sedang lengah dengan pusaka Kujang
Pamungkas. Kamandaka terluka parah, tetapi ia dapat meloloskan diri. Tempat di
mana Kamandaka dapat meloloskan diri dari kepungan prajurit Pasir Luhur dan
Silihwarni sekarang dinamakan Desa Brobosan (mbrobos = meloloskan diri). Saat
Kamandaka beristirahat di suatu tempat, darahnya mengucur deras dari luka di
lambungnya. Tempat iru kemudian diberi nama Desa Bancaran (Bancar = deras).
Silihwarni bersama prajurit Pasir Luhur terus mengejarnya, dibantu anjing-anjing

39
pelacak. Seekor anjing dapat di bunuh oleh Kamandaka di suatu tempat, yang
selanjutnya desa itu dinamakan Karang Anjing. Kamandaka terus lari ke arah
timur, dan sampai di ujung jalan yang buntuk (selanjutnya tempat itu dinamakan
Desa Buntu).Setelah berlari cukup jauh akhirnya Kamandaka sampai di sebuah
gua. Ia bersembunyi di dalamnya. Silihwarni yang kehilangan jejak, Ia berteriak-
teriak menantang Kamandaka supaya ke luar dari tempat persembunyiannya.
Kamandaka menjawab, bahwa sebenarnya ia adalah putra mahkota Pajajaran
Banyak Contro. Mendengar jawaban itu Silihwarni terkejut dan iapun berkata
kalau sebenarnya = (sejatine) Ia juga putra Prabu Siliwangi, Banyak Ngampar.
Keduanya baru sadar kalau mereka adalah bersaudara.
Selanjutnya Kamandaka bertapa di gua tersebut dan mendapat petunjuk bahwa
niatnya mempersunting Dewi Ciptoroso akan tercapai jika ia berpakaian lutung
(kera) Dalam petunjuk itu ia diharuskan tinggal di Hutan Baturagung, baratdaya
Baturaden. Di hutan itu Kamandaka yang sudah berubah menjadi kera bertemu
dengan Dewi Ciptoroso, yang ketika itu mengikuti ayahnya Adipati Kandandoho
berburu. Kera yang jinak jelmaan Kamandaka segera menarik perhatian Dewi
Ciptoroso, yang menurut saja saat ditangkap dan dibawa ke Pasir Luhur.
Sesampainya di Pasir Luhur kera tersebut tidak mau makan apa-apa, sehingga
meninmbulkan kekhawatiran Adipati Kandandoho. Ia membuat sayembara, siapa
yang dapat memberi makan kera tersebut maka ia berhak memeliharanya. Banyak
orang mencobanya tetapi selalu gagal, kecuali Dewi Ciptoroso. Sesuai dengan
sayembara maka kera itupun dipelihara oleh putri bungsu Pasir Luhur dan diberi
nama Lutung Kasarung. Pada malam hari kera tersebut berubah ujud aslinya,
yaitu Kamandaka. Sedang siang hari menjelma lagi menjadi kera. hal itu hanya
diketahui oleh Dewi Ciptoroso.

Dikisahkan selanjutnya, Prabu Pule Bahas dari Nusa Kambangan ingin


memperistri Dewi Ciptoroso, dan mengutus kerajaan untuk meminangnya. Jika
keinginan tidak dikabulkan ia akan menghancurkan Kadipaten Pasir Luhur. Atas
saran Lutung Kasarung, Dewi Ciptoroso menemui ayahnya dan mengatakan kalau
ia bersedia menjadi istri Prabu Pule Bahas asal persyaratan yang akan
diajukannya dipenuhi. Salah satu syarat itu adalah Dewi Ciptoroso diperbolehkan
membawa Lutung Kasarung pada saat pengantin dipertemukan. Prabu Pule Bahas
langsung menyetujui.Ketika upacara pengantin berlansung Lutung Kasarung
selalu mengganggu, sehingga menimbulkan kejengkelan Prabu Pule Bahas. Prabu
Pule Bahas memukulnya dan keduanya berkelahi. Raja Nusakambangan akhirnya
tewas, digigit Lutung Kasarung. Kematian raja tersebut mengubah ujud asli
Lutung Kasarung, yaitu Kamandaka. Setelah menceritakan asal-usulnya,
Kamandaka akhirnya dikawinkan dengan Dewi Ciptoroso. Berita itu akhirnya
sampai di Kerajaan Pajajaran. Niat Prabu Siliwangi untuk menjadikan
Kamandaka sebagai raja tidak kesampaian. Karena pantang bagi seseorang yang
sudah terkena pusaka kerajaan Kujang Pamungkas menjadi raja Pajajaran.
Akhirnya Kamandaka atau Banyak Cokro menjadi adipati di Pasir Luhur,
menggantikan ayah Dewi
Ciptoroso. Sedang Banyak Blabur menggantikan Prabu siliwangi menjadi raja di
Pajajaran.

40
H.4 Kepercayaan Masyarakat

Mata air atau sendang yang terdapat di dalam Gua Jatijajar dipercaya mempunyai
khasiat tertentu, sehingga dikeramatkan. Air Sendang Puserbumi dan Jombor
konon dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tertentu. Sedang air
Sendang Mawar dan Kantil jika untuk mencuci muka selain menjadi awet muda
juga akan tercapai apa yang dicita-citakannya.

Kepercayaan yang dituturkan secara turun-temurun ini mengakar kuat di hati


sanubari masyarakat Kebumen dan sekitarnya, sehigga pada hari-hari tertentu
menurut penanggalan Jawa tempat tersebut ramai dikunjungi peziarah, terutama
pada malam hari.

41

Anda mungkin juga menyukai