Anda di halaman 1dari 5

Nama : Fadillah Nisa Afrilia

Kelas: XII IPA 2

Jalan-jalan ke Batu Malin Kundang di Pantai Air


Manis, Padang, Sumatra Barat

Nama saya Fadillah Nisa Afrilia, saya lahir pada tanggal 24 april 2001. Saya
mempunyai 1 saudara laki dan satu saudara perempuan. Masa kecil saya sangat
menyenangkan, saya selalu mendapatkan apa yang saya inginkan walaupun tidak
langsung mendapatkannya. Saya dipanggil dengan sebutan anak papa karena setiap
sakit saya selalu mencari papa dan jujur saya lebih dekat dengan papa dibandingkan
mama.

Kami hanya keluarga sederhana yang sangat senang jalan-jalan. Keluarga kami bisa
dikatakan suka jalan-jalan hampir satu kali seminggu kami jalan-jalan, walaupun
jalan-jalannya hanya disekitar sungai penuh saja. Tetapi jika saya dan adik saya libur
lebih dari 3 hari pastinya kami jalan-jalan ketempat nenek atau ibu dari papa saya.
Nenek saya tidak tinggal menetap, dia selalu tinggal dirumah anak-anaknya. Bisa
dikatakan nenek saya juga suka jalan-jalan.

Sewaktu kecil, kami hanya jalan-jalan menggunakan motor. Keluar kota pun kami
memakai motor. Tapi setelah insiden yang bisa dikatakan tidak bisa dilupakan, kami
mulai jarang jalan-jalan keluar kota menggunakan motor. Setelah beberapa bulan
setelah kejadian itu papa saya membeli mobil. Dan hobi kami pun kembali dimulai.

Liburasan yang paling mengesankan dan paling menyenangkan bagi saya yaitu disaat
saya berlibur keliling Sumatra Barat dan pergi ketempat wisata. Tidak ada satu pun
tempat wisata yang terlewatkan. Ini juga merupakan liburan terakhir bersama papa.
Pada saat libur semester dan libur tahun baru 2016. Saya dan keluarga saya pergi
berlibur dan menggunjungi nenek saya yang tinggal di rumah pakwo saya, tepatmya
di Lubuk Buayo Kecamatan Koto tangah,Padang. Sebelum kami mengunjungi nenek
kami pergi ke Padang Panjang, Bukit Tinggi dan Pariaman. Setelah pergi ke Padang
Panjang, Bukit Tinggi, dan Pariaman, saya dan keluarga langsung pergi kerumah
pakwo saya di Lubuk Buayo kota Padang. Kami sampai dirumah pakwo pada tanggal
26 desember 2016.Di kota Padang tujuan utama kami yaitu mengunjungi nenek dan
pergi ketempat wisata tentu saja pantai dan lautnya. Kota ini menghadap ke Samudera
Hindia yang menurut para pakar gempa sangat rawan tsunami karena berada di sesar
Mentawai yang aktif bergerak. Mudah-mudahan bencana yang ditakutkan orang
Padang itu tidak terjadi. Ya Allah, lindungilah kota ini dari gempa dan tsunami. Terus
terang, sejak isu gempa besar dan tsunami yang diperkirakan para pakar akan terjadi,
kota ini terasa agak lengang, terutama di pusat kota (pusat kota terletak di sepanjang
pantai). Banyak warga yang pindah ke pinggiran kota yang lokasinya di atas bukit,
bahkan ada yang pindah ke kota lain. Tetapi, banyak juga yang tetap bertahan di pusat
kota, mereka terlihat pasrah menunggu takdir dan tidak ikut-ikutan lari ke pinggiran
kota setiap kali gempa terjadi. Kebetulan rumah nenek saya berada di pusat kota yang
jaraknya dari pinggir pantai cuma sekitar 2 sampai 3 km.

Keesokan harinya pada tanggal 27 desember 2016 bertepatan hari ulang tahun papa
yang ke 44. Papa saya membawa saya dan keluarga saya jalan-jalan ke pantai yang
terkenal dengan cerita yang sudah melegenda yaitu kisah si Malin Kundang anak
durhaka. Pantai Air Manis namanya. Hampir setiap kami ke Padang kami selalu pergi
ke Pantai Air Manis. Kata mama kami kesini supaya saya dan adik saya tidak durhaka
nkepada orng tua.

Cerita legenda ini memang dikisahkan terjadi di Pantai Air Manis, arah selatan kota
Padang. Di pantai inilah terdapat batu Malin Kundang yang menjadi obyek wisata
andalan. Didalam perjalanan menuju Pantai Air Manis papa saya mengatakan bahwa
ada dua cara untuk pergi kesana.
Cara pertama menuju Pantai Air Manis melalui Jembatan Siti Nurbaya ini hanya bisa
ditempuh dengan motor atau jalan kaki, sebab dari Bukit Padang menuju Pantai Air
Manis belum bisa dilalui mobil. Oh ya, dinamakan Jembatan Siti Nurbaya karena di
Bukit Padang ini terdapat “makam” Siti Nurbaya.

Cara kedua menuju Pantai Air Manis adalah dari jalan raya Teluk Bayur. Dari sini
sudah ada jalur buat kendaraan roda empat menuju Pantai Air Manis. Masuk dari jalan
di depan SMA 6 Padang, lalu melewati jalan yang berkelok-kelok mendaki bukit,
kemudian menurun lagi sebelum akhirnya sampai di Pantai Air Manis yang landai.

Nah, kami pun melihat Pantai Air Manis dengan Pulau Pisang di kejauhan. Pantai ini
cukup panjang dengan pasirnya yang berwarna kuning kecoklatan. Suasana di Pantai
ini masih asri, tidak ada bangunan seperti hotel atau penginapan, juga tidak banyak
rumah penduduk. Pohon kelapa dan pohon-pohon lain membuat udara di pantai ini
terasa sejuk an tidak panas.

“Lalu di mana batu Malin Kundang itu?” adik saya bertanya kepada mama saya

“ Itu dia, letaknya paling ujung selatan pantai. Itu tuh yang dekat pondok beratap
seng” jawab mama saya.

Sesampainya kami disana, semuanya berpisah,saya dan adik-adik saya sibuk main
pasir, mama dan tante saya sibuk belanja, nenek,pakwo,makwo duduk dibawah pohon
kelapa dan papa yang mengawasi kami bermain.

Nampaklah batu Malin Kundang yang teronggok begitu saja di pinggir pantai. Karena
bentuknya yang seperti kapal karam, lahirlah cerita dongeng Malin Kundang Anak
Durhaka. Entah siapa yang pada zaman dahulu melahirkan cerita ini, apakah karena
nenek moyang orang Padang zaman dahulu melihat batu itu seperti kapal maka
terinspirasilah membuat cerita dongeng Malin Kundang.

Dikisahkan Malin Kundang dan ibunya tinggal di desa Air Manis. Mungkin dahulu
ada pelabuhan kapal di sana (atau mungkin yang dimaksudkan adalah Pelabuhan
Teluk Bayur yang terltak tidak jauh dari Pantai Air Manis). Malin Kundang kemudian
merantau menjadi anak buah kapal. Karena rajin dan jujur bekerja, maka pangkatnya
dinaikkan dari semula anak buah kapal menjadi kelasi. Nakhoda kapal mulai tertarik
dengan Malin Kundang. Dia menjodohkan puterinya dengan Malin Kundang,
kemudian dia menyerahkan kapal kepada Malin Kundang dan mengangkat Malin
Kundang sebagai nakhoda menggantikan dirinya yang ingin pensiun.

Kehidupun Malin Kundang semakin makmur, tetapi dia tetap merindukan ibunya
yang dulu dia tinggal sendirian. Malin Kundang pun mengarahkan kapalnya menuju
pelabuhan Padang. Melihat kapal besar memasuki pelabuhan, orang-orang di desa Air
Manis berlarian melihat kapal besar yang belum pernah mereka lihat. Ibu Malin
Kundang yang sudah semakin tua pun ikut melihat sambil berharap ada anaknya di
kapal itu. Dia sudah sangat rindu melihat Malin Kundang. Sambil berjalan tertatih-
tatih dengat tongkatnya, dia menuju pelabuhan. Setelah kapal bersandar, turunlah
nakhoda kapal dengan istrinya yang cantik. Tidak salah lagi, itu adalah Malin
Kundang. Sang Ibu pun berteriak sambil berlari menghampiri Malin Kundang. “Malin
anakku, ini ibumu, Nak”, katanya. Melihat ibunya yang sudah tua dan buruk, Malin
Kundang merasa malu kepada istrinya. Malin Kundang membantah bahwa itu bukan
ibunya dan cepat-cepat kembali lagi ke kapal lalu memerintahkan anak buah kapal
untuk mengangkat sauh. Hancur hati sang ibu. Sambil berlinang air mata ibu Malin
Kundang berdoa kepada Tuhan agar Malin Kundang diberi hukuman karena telah
mendurhakai ibunya.

Tuhan mendengar doa sang ibu. Langit berubah menjadi hitam, awan hitam
bergulung-gulung, petir menggelegar-gelegar. Hujan badai datang. Kapal si Malin
Kundang terombang-ombing dihempas gelombang laut yang menggila. Malin
Kundang yang merasa berdosa memanggil-manggil ibunya seraya minta ampun, tetapi
sayang sudah terlambat. Kapal dihempas gelombang hingga terdampar di tepi pantai,
lalu seketika berubah menjadi batu. Malin Kundang dan seluruh isi kapal berubah
menjadi batu. Itulah dia batu si Malin Kundang yang dapat dilihat di Pantai Air Manis.
Dikisahkan bahwa setelah berubah menjadi batu, ibu si Malin Kundang menyesal
telah mengutuk anaknya, namun sayang nasi sudah menjadi bubur, si Malin Kundang
tidak bisa menjadi manusia lagi (moral dari cerita ini: orangtua jangan suka mengutuk
anak atau mengatakan hal-hal yang jelek tentang anak, karena doa orangtua itu adalah
doa yang paling makbul).

Apakah batu yang saya lihat itu mirip seperti kapal? Pada awalnya sih tidak terlalu
mirip, saya masih ingat waktu dulu ke sana bentuknya tidaklah terlalu mirip kapal.
Tetapi, beberapa tahun lalu Pemerintah Kota Padang merekayasa batu itu dengan
menambahkan ornamen-ornamen dari semen di atas batu itu sehingga menyerupai
bentuk kapal. Bukan itu saja, bahkan ada cetakan semen berbetuk tali tambang, tong
kayu, dan sebagainya.

Kami cukup lama berada di Pantai Air Manis. Sepulang dari Pantai Air Manis kami
pulang melewati jembatan Siti Nurbaya. Jembatan Siti Nurbaya juga terdapat cerita
legenda. Saya tidak terlalu tau tentang cerita legenda Siti Nurbaya. Kami berhenti di
jembatan Siti Nurbaya, dari jembatan ini semua pemandangan tampak indah.
Perbukitan dan laut juga terlihat dari sini.

Beberapa menit kemudian kami pun pulang ke rumah pakwo saya. Didalam
perjalanan pulang kami melihat pemandangan indah, kami lewat di pinggir pantai
sambil melihat sunset yang sangat indah. Cahaya dari matahari memantul di
permukaan lautan. Laut pun menjadi sangat indah.

saya sangat betah berada di padang, walaupun udaranya panas tapi tempat wisatanya
penuh legenda. Bagi saya ini adalah liburan yang paling menyenangkan dan
mengesankan. Sekarang saya berharap bisa ke sana lagi. Inilah cerita singkat
mengenai liburan saya.

Anda mungkin juga menyukai