Anda di halaman 1dari 5

Cerita Rakyat

1. Cerita Legenda Batu Menangis

Disebuah bukit yang jauh dari desa, didaerah Kalimantan hiduplah seorang janda miskin dan
seorang anak gadisnya.

Anak gadis janda itu sangat cantik jelita. Namun sayang, ia mempunyai prilaku yang amat
buruk. Gadis itu amat pemalas, tak pernah membantu ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan
rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.

Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Segala permintaannya harus dituruti.
Setiap kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan
keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi.

Pada suatu hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar desa
itu amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak gadis itu
berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus dan bersolek agar orang dijalan
yang melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya. Sementara ibunya berjalan
dibelakang sambil membawa keranjang dengan pakaian sangat dekil. Karena mereka hidup
ditempat terpencil, tak seorangpun mengetahui bahwa kedua perempuan yang berjalan itu
adalah ibu dan anak.

Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu
terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-
puasnya memandang wajah gadis itu. Namun ketika melihat orang yang berjalan dibelakang
gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya.

Di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis
itu, "Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan dibelakang itu ibumu?"
Namun, apa jawaban anak gadis itu ?
"Bukan," katanya dengan angkuh. "Ia adalah pembantuku !"
Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh, mendekati lagi
seorang pemuda dan bertanya kepada anak gadis itu.
"Hai, manis. Apakah yang berjalan dibelakangmu itu ibumu?"
"Bukan, bukan," jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. " Ia adalah budakk!"
Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang disepanjang jalan yang menanyakan
perihal ibunya, selalu jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu atau budaknya.

Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih
dapat menahan diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawabannya sama dan yang
amat menyakitkan hati, akhirnya si ibu yang malang itu tak dapat menahan diri. Si ibu
berdoa.

"Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya
memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anak durhaka ini !
Hukumlah dia...."
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah
menjadi batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah
badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.

" Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini.


Ibu...Ibu...ampunilah anakmu.." Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada
ibunya. Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah
menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya
masih menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari
gadis yang mendapat kutukan ibunya itu disebut " Batu Menangis ".

Demikianlah cerita berbentuk legenda ini, yang oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa
kisah itu benar-benar pernah terjadi. Barang siapa yang mendurhakai ibu kandung yang telah
melahirkan dan membesarkannya, pasti perbuatan laknatnya itu akan mendapat hukuman dari
Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sumber: http://www.lokerseni.web.id/2011/12/cerita-legenda-batu-menangis.html
2. Asal Mula Nama Kota Balikpapan

Menurut cerita rakyat yang diceritakan secara turun temurun di kalangan masyarakat
Kalimantan Timur, sejak tahun 1700 an di tanah Pasir sudah ada sistem pemerintahan
kerajaan yang sangat teratur. Di bawah pemerintahan kerajaan tersebut, rakyat hidup
sejahtera. Kekuasaan raja yang memimpin pada waktu itu sangat luas, membentang hingga ke
bagian selatan. Daerah tersebut merupakan sebuah teluk yang kaya akan hasil laut, dan
pemandangan disana pun sangat indah. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sepanjang
teluk hidup sebagai nelayan dan petani yang sangat makmur.

Sultan yang memerintah kerajaan pada waktu itu adalah Sultan Aji Muhammad. Sultan
mempunyai seorang putri bernama Aji Tatin. Putri tersebut menikah dengan Raja Kutai.
Kepada ayahnya, Aji Tatin meminta warisan untuk masa depannya. Sultan Aji Muhammad
kemudian memberikan wilayah teluk yang saat itu memang belum memiliki nama.

Pada suatu hari, ketika orang-orang yang bertugas mengumpulkan upeti dari rakyat untuk Aji
Tatin sedang naik perahu, datanglah angin topan yang dahsyat. Upeti dari rakyat yang sedang
mereka bawa saat itu berupa papan dengan jumlah yang sangat banyak. Karena merasa tidak
mampu untuk melawan badai, para pendayung perahu tersebut berusaha merapat ke pantai.
Namun, karena gelombang yang sangat besar dan angin topan tersebut, perahu pun terhempas
ke sebuah karang. Alat untuk mendayung (tokong/galah) pun patah dan perahu pun karam.
Panglima Sendong yang memimpin rombongan tersebut dan semua anak buahnya meninggal.

Jadi, menurut legenda atau cerita rakyat Kalimantan Timur ini, nama Balikpapan diambil dari
kejadian saat perahu yang berisi papan terbalik karena diterpa badai. Sedangkan pulau karang
yang tertabrak oleh perahu hingga karam kini dinamakan Pulau Tukung.

Sumber: http://www.ceritaanak.org/index.php/menu-cerita-rakyat/294-asal-mula-nama-kota-
balikpapan
3. Cerita Rakyat Kepulauan Riau Asal Usul Ikan Patin

Alkisah, pada zaman dahulu kala, di Tanah Melayu hiduplah seorang nelayan tua yang
bernama Awang Gading. Ia tinggal seorang diri di tepi sungai. Pekerjaannya sehari hari
adalah menangkap ikan dan terkadang ia pergi ke hutan untuk mencari kayu.

Air pasang telan ke insang


Air surut telan ke perut
Renggutlah!
Biar putus jangan rabut,

Itu adalah kata kata yang ia sering ucapkan sewaktu sedang memancing ikan.

Suatu hari di waktu Ia sedang memancing dan tidak menemukan seekor ikan sama sekali. Di
waktu perjalanan pulang Ia mendengarkan seorang bayi yang sedang menangis. Karena rasa
penasaran ia mencari dari mana suara itu berasal?..Tak lama mencari, ia pun menemukan
bayi perempuan yang mungil tergolek di atas batu. Tampaknya bayi itu baru saja dilahirkan
oleh ibunya. karena rasa iba, dibawanya bayi itu pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumahnya Awang Gading memberi nama bayi itu Dayang Kumunah. Dengan
bahagia Awang Gading menimang-nimang sang bayi sambil mendendang. Ia berjanji akan
bekerja lebih giat lagi dan mendidik anak ini dengan baik. Awang Gading juga membekali
Dayang Kumunah berbagai ilmu pengetuhan dan pelajaran budi pekerti. Setiap hari ia juga
mengajak Dayang pergi mengail atau mencari kayu di hutan untuk mengenal kehidupan alam
lebih dekat.
Waktu terus berjalan. Dayang Kumunah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan
berbudi pekerti luhur. Ia juga sangat rajin membantu ayahnya. Namun sayang, Dayang
Kumunah tidak pernah tertawa.
Suatu hari, seorang pemuda kaya dan tampan yang kebetulan lewat di depan rumah Dayang.
Pemuda itu bernama Awangku Usop. Saat melihat Dayang Kumunah, Awangku Usop
langsung jatuh hati kepadanya dan berniat untuk segera meminangnya. Beberapa hari
kemudian, Awangku Usop meminang Dayang Kumunah pada Awang Gading. Setelah
Dayang Kumunah berfikir beberapa lama, Ia menerima pinangan Awangku Usop dengan
syarat, jangan pernah meminta saya untuk tertawa. Awangku Usop menyanggupi syarat yang
di ajukan Dayang Kumunah tersebut.
Pernikahan pun dilangsungkan, tetapi terjadi sebuah kejadian yang tidak bahagia setelah
pernikahan tersebut. Awang Gading meninggal dunia karena sakit. Peristiwa itu membuat
hati Dayang Kumunah diselimuti perasaan sedih, hingga berbulan bulan. Untungnya,
kesedihan itu segera terobati dengan kelahiran anak-anaknya yang berjumlah lima orang.

Namun, Awang Usop merasa tidak bahagia karena belum melihat Dayang Kumunah tertawa.
Sejak pertemuan pertama kali hingga kini, istri Awang Usop belum pernah tertawa sama
sekali. Tetapi di suatu sore, Dayang Kumunah bersama sama keluarganya sedang berada di
teras rumah. Mereka bercanda ria dan Semua anggota keluarga tertawa bahagia, kecuali
Dayang Kumunah. Pada saat itu Awang Usop mendesak Dayang Kumunah ikut tertawa.
Akhirnya ia pu tertawa setelah sekian lama tertawa. Pada Saat itulah, muncul insang ikan di
mulutnya. Dayang Kumunah segera berlari ke arah sungai. Dan berubah menjadi ikan.

Awang Usop menyesal karena telah mendesak istrinya untuk tertawa. Tetapi, semua sudah
terlambat. Ikan dengan bentuk badan cantik dan kulit mengilat tanpa sisik inilah yang orang-
orang sebut sebagai ikan patin. Sebelum masuk ke sungai, Dayang Kumunah berpesan
kepada suaminya, Kanda, peliharalah anak-anak kita dengan baik.

Awangku Usop dan anak-anaknya sangat bersedih melihat Dayang Kumunah yang sangat
mereka cintai itu telah menjadi ikan. Mereka pun berjanji tidak akan makan ikan patin,
karena dianggap sebagai keluarga mereka. Itulah sebabnya sebagian orang Melayu tidak
makan ikan patin

Sumber: http://www.dongeng.web.id/cerita-rakyat-kepulauan-riau-asal-usul-ikan-patin.html

Anda mungkin juga menyukai