Anda di halaman 1dari 12

TUGAS FILSAFAT ILMU

“Malin Kundang Anak Durhaka : Legenda Rakyat Sumatera Barat”

OLEH :

Nama : I Made Harta Gunawan

NIM : 211041004

Program Studi : K3

Nama Dosen Pengajar : I Putu Astrawan, S.Or., M.Fis., AIFO

PROGRAM STUDI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2022

Malin Kundang Anak Durhaka : Legenda Rakyat Sumatera Barat


Pada zaman dahulu, hiduplah sebuah keluarga yang miskin di tepian pesisir pantai di
Sumatera Barat. Sepasang suami-istri yang mempunyai anak tunggal bernama Malin
Kundang.

Seorang anak yang kuat, gigih dan pemberani. Dia sangat suka mengejar hewan terutama
Ayam. Hingga di suatu hari, kakinya tersandung batu dan menyebabkan luka di lengan
tangan sebelah kanan.

Suatu hari, ayahnya memutuskan untuk pergi merantau ke daerah lain, dengan harapan bisa
mengubah ekonomi keluarga mereka menjadi lebih baik. Sang Istri dan anak yang masih
kecil akhirnya tertinggal di desa.

Hingga Malin beranjak dewasa, sang ayah tak kunjung pulang, sedangkan si ibu terlihat
semakin tua dan sering sakit-sakitan. Melihat kondisi tersebut, Malin merasa sangat kasihan.

Melihat Malin yang begitu rajin dan suka bekerja keras, akhirnya seorang Saudagar tertarik
untuk mengajak Malin bekerja bersamanya di kapal miliknya. Malin pun sangat senang
mendengar hal itu.

Hingga di suatu hari, setelah pulang dari hutan dan membawa kayu bakar, dengan berat hati
dia katakan bahwa akan pergi merantau. Hal ini membuat hati sang ibu menjadi pedih dan
akhirnya menangis.

Karena jika Malin pergi, maka dia akan tinggal sendiri di rumah. Sedangkan kondisi
kesehatannnya yang semakin parah membuat dia kesusahan dalam beraktivitas mencari
makan sehari-hari.
Dengan segala pertimbangan dan diiringi air mata yang mengalir. Akhirnya sang ibu
memperbolehkan Malin untuk pergi merantau, dengan jangka waktu yang tidak ditentukan.

Malin Kundang Pergi Merantau

Keesokan harinya, berangkatlah Malin menuju Pesisir pantai, yang diakhiri dengan lambaian
tangan sang ibu sambil memasuki kapal yang ditumpangi. Deraian air mata tak terbendung
diantara mereka berdua.

Kasih sayang yang besar dari seorang ibu nyatanya tak bisa disembunyikan meski ketegaran
sekuat gunung sekalipun. Ibunya menangis terisak sembari kapal Malin kian menjauh ke
tengah laut.

Malin Kundang menumpang di sebuah kapal milik seorang Saudagar Kaya. Dia banyak
belajar mengenai ilmu pelayaran dan kelautan dari para awak kapal selama di perjalanan.

Tiba-tiba saja, kapal yang dia tumpangi diserang oleh sekelompok bajak laut. Para perompak
merampas semua harta benda dan segala isi kapal. Bahkan tidak sedikit dari penumpang
kapal yang terbunuh.

Untungnya, Malin berhasil menyelamatkan diri dari penggeledahan para perompak karena
bersembunyi di suatu ruangan. Ia bersembunyi hingga para perompak itu pergi. Akhirnya dia
selamat.

Karena peristiwa tersebut, bangkai kapal tanpa awak proesional yang ditumpanginya menjadi
terombang-ambing di tengah lautan, tanpa arah dan tujuan.

Sekian lama berlajar tanpa pedoman, akhirnya kapal tersebut mendarat di sebuah pantai.
Malin berjalan menelusuri daratan, lalu mendapati sebuah desa yang subur, dan kaya akan
sumber daya alamnya.

Malin Kundang Menjadi Kaya dan Menikah

Malin akhirnya tinggal dan menetap di desa tersebut bersama penduduk lainnya. Hari demi
hari dilalui dengan bekerja penuh kesungguhan, giat, tanpa lelah dan terus bersemangat.

Akibat kesungguhan yang dilakukan setiap hari, lambat laun Malin pun berubah menjadi
sosok yang kaya raya, punya harta berlimpah, beberapa buah kapal dan prajurit / awak kapal
yang banyak pula.
Setiap hari berlalu, kekayaannya semakin bertambah, namanya pun mulai dikenal luas hingga
ke luar daerah yang jauh sekalipun, sebagai seorang raja / saudagar yang kaya raya dan baik
hati.

Tidak lama kemudian, dia jatuh hati pada seorang gadis dan akhirnya mempersunting gadis
tersebut. Terjadilah pesta besar dengan undangan yang anat banyak. Hidupnya begitu mewah
dan bahagia.

Namun di sisi lain, sang ibu yang tertinggal sendirian di kampung halaman, mendapati nasib
yang amat terbalik dengan sang anak, yakni kondisi kesehatan dan ekonomi yang kian
memburuk.

Setiap hari hingga matahari terbenam, ibunya selalu datang ke tepi pantai menunggu
kepulangan sang anak dengan hati yang semakin bersedih. Setiap hari hingga bertahun-tahun
lamanya.

Bahkan setiap ada kapal yang akan berlayar, ibunya selalu menitip pesan untuk Malin. Begitu
juga saat ada kapal yang berlayar, dia selalu menanyakan dimana dan bagaimana keadaan
anak tersayangnya.

Hingga suatu hari, sang ibu mendapat kabar bahwa anaknya telah sukses dan telah menikah
serta hidup dengan mewah. Raut wajah sang ibu yang selalu murung dan bersedih langsung
senang dan tersenyum lebar.

Setelah mendengar kabar tersebut, dia terus mendo’akan sang anak agar selalu diberi
kesehatan, kesejahteraan, selalu menjalankan perintah Yang Maha Kuasa dan cepat pulang.

Selain itu, karena berita ini, si ibu semakin bersemangat mengunjungi pesisir pantai setiap
hari, berharap anaknya bisa pulang ke kampung secepat mungkin.

Malin Kundang Mengunjungi Kampung Halaman

Suatu Hari, sang Istri mengajak Malin untuk berjalan-jalan menelusuri lautan, bersama kapal
mewah dan awak yang banyak serta berpengalaman. Akhirnya, mereka berlabuh di sebuah
daratan.

Tanpa disadari oleh Malin, daratan tersebut ternyata adalah kampung halamannya sendiri.
Saat kapal mulai berlabuh, masyarakat desa berbondong-bondong menuju pesisir pantai.
Kedatangan Malin, istri dan seluruh awak kapal disambut dengan meriah oleh penduduk
setempat. Melihat hal tersebut, Ibu Malin pun ikut berdesak-desakan mendekati kapal.

Sang ibu yakin bahwa yang datang tersebut adalah anaknya, Malin. Kemudian terlihatlah dua
orang yang berdiri di atas anjungan kapal, dengan pakaian yang mewah dan terkesan
bangsawan.

Belum lagi Ninik Mamak menyambut secara langsung, si ibu langsung saja memeluk pemuda
kaya raya yang ternyata adalah anak kandungnya. Hati si ibu begitu senang dan gembira tiada
tara.

Penantian selama bertahun-tahun akhirnya terjawab pada hari itu. Ditambah lagi saat dia
melihat ada bekas luka di lengan kanan, yang sama persis dengan luka di tangan Malin
sewaktu masih kecil.

Ditengah-tengah pelukan, sang ibu menatap wajah Malin sambil berkata :

“Malin, Anakku. Apakah benar kau adalah Malin ? Mengapa begitu lama kau tidak memberi
kabar…?”

Malin yang belum sempat berkata apa-apa, dipotong oleh istrinya yang sambil meludah dan
berkata :

“Apakah wanita tua renta ini adalah ibumu ? Mengapa dulu kau berbohong padaku ?
Bukankah kau mengatakan bahwa ibumu adalah seorang bangsawan yang kaya raya …? ”

Mendengar kata-kata pedas dari istrinya tersebut, Malin langsung mendorong ibunya hingga
tergeletak di pasir, sambil berkata :

“Hai wanita tua !, Aku bukan anakmu, ibuku tidak tua dan miskin sepertimu …”

Ucapan anak tersayangnya tersebut membuat hatinya hancur berkeping-keping. Kebahagiaan


sesaat berubah menjadi kepedihan yang begitu mendalam. Dalam tangisan, ibunya berkata :

“Malin, Aku adalah ibumu, mengapa kau menjadi seperti ini, anakku …? ”

Masih dalam keadaan tergeletak, sang ibu kemudian duduk dan hendak memegang kaki
Malin. Namun Malin mendorongnya sekali lagi hingga ibunya kembali tersungkur ke pasir.
Malin pun berkata :
“Enyahlah, Wanita gila ! Kau bukan ibuku. Aku tidak punya ibu yang kotor dan melarat
sepertimu…!”

Isak tangis yang melirih dari sang ibu semakin tidak terdengar karena kehabisan suara.
Ratapan dari mulut tuanya kian mengharu menusuk hati para penduduk yang melihat
peristiwa tersebut.

Malin Kundang dikutuk menjadi Batu

Beberapa saat kemudian, Malin dan istri bersama awak kapal kembali berlayar pulang
meninggalkan desa tersebut. Para penduduk pun kembali ke aktivitas mereka masing-masing.

Sedangkan sang ibu masih tergeletak pingsan di pantai. Setelah sadar, dia menatap sekeliling
Pantai Air Manis mulai sepi, dan melihat kapal Malin Kundang kian menjauh ke tengah
lautan.

Rasa sakit hati, kepasrahan, kemarahan, isak tangis dan rasa tidak percaya bercampur aduk
menjadi satu. Akhirnya, dengan segala kerelaan dan keputusasaan, sang ibu menadahkan
tangannya ke langit, sambil berdo’a :

“Ya Tuhan, Jika dia memang bukan anakku, maka aku maafkan perbuatannya. Tapi bila
memang dia adalah anakku yang bernama Malin Kundang, Ya Tuhan, sesungguhnya aku
meminta keadilan yang sepantasnya dari-Mu…”

Setelah berdo’a, sang ibu pergi meninggalkan pantai. Tidak lama setelahnya, cuaca yang
semula cerah berubah total menjadi mendung dan gelap, diiringi turunnya hujan yang amat
lebat sekali.

Tidak ketinggalan, Petir menggelegar dan Badai besar pun menyertai, akhirnya menghantam
kapal milik Malin yang sedang berlayar di tengah laut.

Seketika itu pula, kapal tersebut tidak bisa menahan gelombang air laut dan badai yang besar,
sehingga kapal hancur dan karam. Lalu air menggiringnya ke tepi pantai.

Pada keesokan pagi harinya, badai dan hujan telah reda, matahari mulai mrmancarkan
sinarnya. Terlihatlah di kaki bukit sebongkah batu besar yang kemarin belum ada.
Ternyata batu tersebut adalah bangkai kapal Malin Kundang. Terlihat pula didekatnya
sebongkah batu yang menyerupai sesosok manusia yang seakan-akan sedang bersujud.

Batu tersebut adalah tubuh si Malin Kundang yang dikutuk menjadi Batu karena Durhaka
pada ibunya semasa hidup. Di sela-sela batu Malin, terdapat ikan Teri, Belanak dan ikan
Tenggiri.

Konon, ikan-ikan tersebut adalah serpihan tubuh istri Malin yang tak henti-hentinya mencari
suaminya Malin.

Hingga kini setelah ratusan tahun berlalu, jika ada ombak besar yang menghantam
bongkahan batu tersebut, maka akan terdengar bunyi seperti jeritan manusia yang sedang
meminta tolong dan penuh penyesalan.

Dan Konon, Suatu itu berasal dari suara Malin Kundang si anak durhaka. Saat ini, lokasi
tersebut telah dijadikan destinasi wisata di Sumatera Barat yang terletak di Pantai Air Manis,
Kota Padang.
SOAL :
a. Nilai Filsafat apa yang terkandung dalam cerita tersebut !
b. Nilai moral / estetika / budi pekerti / nilai luhur dalam cerita tersebut !
c. Hikmah / berkah / pembelajaran apa yang didapat dari cerita tersebut !
d. Bagaimana seorang Mahasiswa/i menanggapi hal tersebut, guna
mengimplementasikannya ke lingkungan kampus, keluarga dan masyarakat !

JAWABAN
A. Nilai Filsafat yang terkandung dalam cerita rakyat Malin Kundang
Cerita rakyat Malin Kundang telah memberikan pembelajaran kepada anak-anak agar
tidak bersikap jelek terhadap orang tua. Kita tidak boleh durhaka kepada kedua orang
tua kita, terutama kepada ibu kita, karena ibulah yang telah nelahirkan kita ke dunia
ini. Legenda Malin Kundang telah memberikan kesadaran terhadap kehidupan kita.
bagaimanapun kondisi kehidupan kita, masa lalu kita merupakan cermin kehidupan
kita yang sesungguhnya. Kondisi tersebut merupakan sarana bagi kita agar selalu
berusaha mengembangkan diri dan menjaga agar kehidupan tak terjerumus dalam
situasi yang menyesatkan. Seperti yang terjadi dalam legenda tersebut.

B. - Nilai Moral yang terkandung dalam cerita rakyat Malin Kundang


1.Jangan Pernah Menyakiti Orang Tua
Orangtua khususnya ibu adalah wanita yang melahirkan dan membesarkan kita
sepenuh hati, tanpa mengharapkan pamrih dan balas jasa secuilpun. Dia
melakukannya dengan penuh keikhlasan setiap detiknya.
Ibu Malin Kundang membesarkan dia dengan penuh perjuangan, diatas
keterbatasan ekonomi dan sang suami yang tidak pernah ada kabar lagi setelah
beranjak merantau. Semua dijalani dengan kesabaran yang tinggi dan harapan
besar agar anaknya menjadi orang yang berguna.

2.Jangan Lupa Diri karena Gelimang Harta


Dari kisah diatas, kita mendapatkan gambaran bahwa, gila terhadap harta dan
jabatan bisa melupakan segalanya, dan kenyataan ini telah berlaku sejak dahulu
kala.
Apalagi jika segala yang kita punya hari ini membuat kita Lupa dan tidak
menganggap ibu kandung sendiri, yang setiap hari mendo’akan yang baik-baik
untuk kita dalam menjalani kehidupan.
Sebanyak apapun harta, setinggi apapun pangkat, segemilang apapun karir, ibu
tetaplah ibu, sesosok wanita yang wajib disayangi, dilindungi, dihargai dan
dihormati, meski bagaimanapun keadaannya disaat ini.

3.Jangan Berbohong untuk Meyakinkan Orang Lain


Pada penggalan cerita di atas, Malin Kundang berbohong kepada istri dan
mertuanya, dia mengatakan bahwa dia datang dari keluarga bangsawan, sehingga
dia berhasil mempersunting gadis cantik dari golongan saudagar kaya di rantau.
Berbohong hanya menyelamatkan sementara, tapi menjatuhkan dan mencelakakan
selama-lamanya. Untuk itu, teruslah berkata jujur dalam hal apapun, meski harus
berakhir pahit dan mendapatkan apa yang tidak dikehendaki selepasnya.

4.Laki-laki Tetaplah Milik Ibunya


Ibu adalah satu-satunya orang yang akan terus memiliki anak laki-lakinya sampai
dunia kiamat. Meskipun putranya telah menikah, punya anak dan cucu, tetap dia
masih milik ibunya, bukan istrinya.

- Nilai Estetika yang terkandung dalam cerita rakyat Malin Kundang


Nilai estetika yang terkandung dalam cerita ini adalah alur cerita yang begitu
runut dan gaya bahasa yang digunakan si pencerita yang begitu baik membuat
setiap pendengar terpaku atau terlena mendengarkannya. Bahkan terkadang
dapat mengundang air mata yang menetes tanpa diminta.

- Nilai Luhur yang terkandung dalam cerita rakyat Malin Kundang


Cerita Malin Kundang terdapat nilai luhur bagi anak usia dini yaitu tidak boleh
durhaka kepada orangtua, sayang kepada orangtua, bekerja keras jika ingin
berhasil.
- Nilai Pendidikan yang terkandung dalam cerita rakyat Malin Kundang
Nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita ini adalah seorang anak yang
lahir itu ibarat kertas yang masih putih bersih belum ditulis. Orang tuanyanya
yang akan mewarnainya akan ia akan dijadikan islami atau nasrani. Maksudnya
baik dan buruk seorang anak besar pengaruhnya dari kedua orang tua
sejauhmana ia didik dengan baik. Kewajiban seorang anak terhadap kedua orang
tua adalah mengabdikan diri. Membantu meringankan beban kehidupan kedua
orang tuanya. Oleh sebab itu, jika seorang anak memiliki kelebihan rezeki maka
bantulah kedua orang tua kita.

C. Hikmah cerita anak durhaka Malin Kundang misalnya memiliki banyak pelajaran bagi
generasi mudah saat ini, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban untuk menghormati orang tua yang sudah melahirkan, mengasuh dan
mendidik kita itu harus dilakukan seumur hidup. Dari sejak kecil hingga kita
dewasa, meski bagaimana pun kondisi kehidupan kita.
2. Kita tidak diperkenankan lupa diri setelah sukses dan kaya. Banyak orang yang
akhirnya sombong setelah mereka kaya. Mereka lupa bahwa apa yang mereka
usahakan tersebut semata-mata berasal dari yang Maha Kuasa.
3. Tidak boleh pelit setelah kita kaya, bermurah hati kepada siapa saja. Jangan malu
mengakui kemiskinan yang mungkin pernah kita alami karena sesungguhnya
kejujuran itulah yang akan membuat kita mulia, bukan harta yang berlimpah yang
kebanyakan malah menimbulkan keburukan bagi yang memilikinya.
4. Kewajiban untuk menyayangi orang tua, membalas jasa-jasanya yang tak
terhitung jumlahnya dalam merawat dan mendidik kita. Banyak orang yang malu
dengan kehidupan orang tua mereka yang mungkin tidak seperti yang mereka
harapkan. Sehingga rasa malu akan memicu sikap durhaka pada orang tua. Hal ini
jangan sampai terjadi.
Jadi, hikmah yang dapat diambil dari cerita Malin Kundang adalah kita sebagai
seorang anak tidak boleh durhaka kepada kedua orang tua, tetapi kita harus berbakti
kepada kedua orang tua karena mereka telah merawat dan mendidik kita.
D. Cerita rakyat Malin Kundang itu secara tidak langsung mengajarkan kita agar tidak
durhaka dan menyakiti hati orang tua. Hendaklah berkata dengan lemah lembut dan
selalu menjaga perasaannya agar tidak terluka dan tersakiti. Menjaga lisan dan
perbuatan agar selalu membuat orang tua bahagia. Didalam agama juga menyebutkan
bahwa surga ada di telapak kaki ibu, yang berarti betapa tingginya kedudukan ibu.
Maka tidala seharusnya kita menyinggung dan menyakiti hatinya bahkan sampai
membuat ia mengeluarkan air mata karena ulah kita sendiri.
Kita sebagai generasi muda harusnya selalu bersikap positif dan mengambil hal
positif dari segala bidang. Bisa dalam bidang moral , etika ,pendidikan, agama bahkan
dalam segi ekonomi. Maka kita sebagai generasi muda Era Milenial hendaknya
meimplementasikan hal yang secara tidak langsung disampaikan penulis dalam
kehidupan sehari-hari. Kita tidak boleh sombong ataupun bersikap acuh kepada orang
lain. Mencontohkan hal- hal baik kepada sesama dan memberikan pengaruh yang
baik kepada sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Mahasiswa Sastra. 2021. Refleksi Legenda Malin Kundang, Pembelajaran untuk Kaum
Milenial. Minangkabau : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.

Candra, N. 2020. Cerita Malin Kundang Anak Durhaka : Legenda Rakyat Sumatera Barat.
PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai