Anda di halaman 1dari 5

Cerita Malin Kundang Secara Lengkap

Pada zaman dahulu, hiduplah sebuah keluarga yang miskin di tepian pesisir pantai di Sumatera Barat.
Sepasang suami-istri yang mempunyai anak tunggal bernama Malin Kundang.

Seorang anak yang kuat, gigih dan pemberani. Dia sangat suka mengejar hewan terutama Ayam. Hingga
di suatu hari, kakinya tersandung batu dan menyebabkan luka di lengan tangan sebelah kanan.

Suatu hari, ayahnya memutuskan untuk pergi merantau ke daerah lain, dengan harapan bisa mengubah
ekonomi keluarga mereka menjadi lebih baik. Sang Istri dan anak yang masih kecil akhirnya tertinggal di
desa.

Hingga Malin beranjak dewasa, sang ayah tak kunjung pulang, sedangkan si ibu terlihat semakin tua dan
sering sakit-sakitan. Melihat kondisi tersebut, Malin merasa sangat kasihan.

Melihat Malin yang begitu rajin dan suka bekerja keras, akhirnya seorang Saudagar tertarik untuk
mengajak Malin bekerja bersamanya di kapal miliknya. Malin pun sangat senang mendengar hal itu.

Hingga di suatu hari, setelah pulang dari hutan dan membawa kayu bakar, dengan berat hati dia katakan
bahwa akan pergi merantau. Hal ini membuat hati sang ibu menjadi pedih dan akhirnya menangis.

Karena jika Malin pergi, maka dia akan tinggal sendiri di rumah. Sedangkan kondisi kesehatannnya yang
semakin parah membuat dia kesusahan dalam beraktivitas mencari makan sehari-hari.

Dengan segala pertimbangan dan diiringi air mata yang mengalir. Akhirnya sang ibu memperbolehkan
Malin untuk pergi merantau, dengan jangka waktu yang tidak ditentukan.

1. Malin Kundang Pergi Merantau

Keesokan harinya, berangkatlah Malin menuju Pesisir pantai, yang diakhiri dengan lambaian tangan sang
ibu sambil memasuki kapal yang ditumpangi. Deraian air mata tak terbendung diantara mereka berdua.

Kasih sayang yang besar dari seorang ibu nyatanya tak bisa disembunyikan meski ketegaran sekuat
gunung sekalipun. Ibunya menangis terisak sembari kapal Malin kian menjauh ke tengah laut.

Malin Kundang menumpang di sebuah kapal milik seorang Saudagar Kaya. Dia banyak belajar mengenai
ilmu pelayaran dan kelautan dari para awak kapal selama di perjalanan.

Tiba-tiba saja, kapal yang dia tumpangi diserang oleh sekelompok bajak laut. Para perompak merampas
semua harta benda dan segala isi kapal. Bahkan tidak sedikit dari penumpang kapal yang terbunuh.

Untungnya, Malin berhasil menyelamatkan diri dari penggeledahan para perompak karena bersembunyi
di suatu ruangan. Ia bersembunyi hingga para perompak itu pergi. Akhirnya dia selamat.
Karena peristiwa tersebut, bangkai kapal tanpa awak proesional yang ditumpanginya menjadi
terombang-ambing di tengah lautan, tanpa arah dan tujuan.

Sekian lama berlajar tanpa pedoman, akhirnya kapal tersebut mendarat di sebuah pantai. Malin berjalan
menelusuri daratan, lalu mendapati sebuah desa yang subur, dan kaya akan sumber daya alamnya.

2. Malin Kundang Menjadi Kaya dan Menikah

Malin akhirnya tinggal dan menetap di desa tersebut bersama penduduk lainnya. Hari demi hari dilalui
dengan bekerja penuh kesungguhan, giat, tanpa lelah dan terus bersemangat.

Akibat kesungguhan yang dilakukan setiap hari, lambat laun Malin pun berubah menjadi sosok yang
kaya raya, punya harta berlimpah, beberapa buah kapal dan prajurit / awak kapal yang banyak pula.

Setiap hari berlalu, kekayaannya semakin bertambah, namanya pun mulai dikenal luas hingga ke luar
daerah yang jauh sekalipun, sebagai seorang raja / saudagar yang kaya raya dan baik hati.

Tidak lama kemudian, dia jatuh hati pada seorang gadis dan akhirnya mempersunting gadis tersebut.
Terjadilah pesta besar dengan undangan yang anat banyak. Hidupnya begitu mewah dan bahagia.

Namun di sisi lain, sang ibu yang tertinggal sendirian di kampung halaman, mendapati nasib yang amat
terbalik dengan sang anak, yakni kondisi kesehatan dan ekonomi yang kian memburuk.

Setiap hari hingga matahari terbenam, ibunya selalu datang ke tepi pantai menunggu kepulangan sang
anak dengan hati yang semakin bersedih. Setiap hari hingga bertahun-tahun lamanya.

Bahkan setiap ada kapal yang akan berlayar, ibunya selalu menitip pesan untuk Malin. Begitu juga saat
ada kapal yang berlayar, dia selalu menanyakan dimana dan bagaimana keadaan anak tersayangnya.

Hingga suatu hari, sang ibu mendapat kabar bahwa anaknya telah sukses dan telah menikah serta hidup
dengan mewah. Raut wajah sang ibu yang selalu murung dan bersedih langsung senang dan tersenyum
lebar.

Setelah mendengar kabar tersebut, dia terus mendo’akan sang anak agar selalu diberi kesehatan,
kesejahteraan, selalu menjalankan perintah Yang Maha Kuasa dan cepat pulang.

Selain itu, karena berita ini, si ibu semakin bersemangat mengunjungi pesisir pantai setiap hari, berharap
anaknya bisa pulang ke kampung secepat mungkin.

3. Malin Kundang Mengunjungi Kampung Halaman

Suatu Hari, sang Istri mengajak Malin untuk berjalan-jalan menelusuri lautan, bersama kapal mewah dan
awak yang banyak serta berpengalaman. Akhirnya, mereka berlabuh di sebuah daratan.
Tanpa disadari oleh Malin, daratan tersebut ternyata adalah kampung halamannya sendiri. Saat kapal
mulai berlabuh, masyarakat desa berbondong-bondong menuju pesisir pantai.

Kedatangan Malin, istri dan seluruh awak kapal disambut dengan meriah oleh penduduk setempat.
Melihat hal tersebut, Ibu Malin pun ikut berdesak-desakan mendekati kapal.

Sang ibu yakin bahwa yang datang tersebut adalah anaknya, Malin. Kemudian terlihatlah dua orang yang
berdiri di atas anjungan kapal, dengan pakaian yang mewah dan terkesan bangsawan.

Belum lagi Ninik Mamak menyambut secara langsung, si ibu langsung saja memeluk pemuda kaya raya
yang ternyata adalah anak kandungnya. Hati si ibu begitu senang dan gembira tiada tara.

Penantian selama bertahun-tahun akhirnya terjawab pada hari itu. Ditambah lagi saat dia melihat ada
bekas luka di lengan kanan, yang sama persis dengan luka di tangan Malin sewaktu masih kecil.

Ditengah-tengah pelukan, sang ibu menatap wajah Malin sambil berkata :

“Malin, Anakku. Apakah benar kau adalah Malin ? Mengapa begitu lama kau tidak memberi kabar…?”

Malin yang belum sempat berkata apa-apa, dipotong oleh istrinya yang sambil meludah dan berkata :

“Apakah wanita tua renta ini adalah ibumu ? Mengapa dulu kau berbohong padaku ? Bukankah kau
mengatakan bahwa ibumu adalah seorang bangsawan yang kaya raya…?”

Mendengar kata-kata pedas dari istrinya tersebut, Malin langsung mendorong ibunya hingga tergeletak
di pasir, sambil berkata :

“Hai wanita tua !, Aku bukan anakmu, ibuku tidak tua dan miskin sepertimu…”

Ucapan anak tersayangnya tersebut membuat hatinya hancur berkeping-keping. Kebahagiaan sesaat
berubah menjadi kepedihan yang begitu mendalam. Dalam tangisan, ibunya berkata :

“Malin, Aku adalah ibumu, mengapa kau menjadi seperti ini, anakku…?”

Masih dalam keadaan tergeletak, sang ibu kemudian duduk dan hendak memegang kaki Malin. Namun
Malin mendorongnya sekali lagi hingga ibunya kembali tersungkur ke pasir. Malin pun berkata :

“Enyahlah, Wanita gila ! Kau bukan ibuku. Aku tidak punya ibu yang kotor dan melarat sepertimu…!”

Isak tangis yang melirih dari sang ibu semakin tidak terdengar karena kehabisan suara. Ratapan dari
mulut tuanya kian mengharu menusuk hati para penduduk yang melihat peristiwa tersebut.

4. Malin Kundang dikutuk menjadi Batu

Beberapa saat kemudian, Malin dan istri bersama awak kapal kembali berlayar pulang meninggalkan
desa tersebut. Para penduduk pun kembali ke aktivitas mereka masing-masing.

Sedangkan sang ibu masih tergeletak pingsan di pantai. Setelah sadar, dia menatap sekeliling Pantai Air
Manis mulai sepi, dan melihat kapal Malin Kundang kian menjauh ke tengah lautan.
Rasa sakit hati, kepasrahan, kemarahan, isak tangis dan rasa tidak percaya bercampur aduk menjadi
satu. Akhirnya, dengan segala kerelaan dan keputusasaan, sang ibu menadahkan tangannya ke langit,
sambil berdo’a :

“Ya Tuhan, Jika dia memang bukan anakku, maka aku maafkan perbuatannya. Tapi bila memang dia
adalah anakku yang bernama Malin Kundang, Ya Tuhan, sesungguhnya aku meminta keadilan yang
sepantasnya dari-Mu…”

Setelah berdo’a, sang ibu pergi meninggalkan pantai. Tidak lama setelahnya, cuaca yang semula cerah
berubah total menjadi mendung dan gelap, diiringi turunnya hujan yang amat lebat sekali.

Tidak ketinggalan, Petir menggelegar dan Badai besar pun menyertai, akhirnya menghantam kapal milik
Malin yang sedang berlayar di tengah laut.

Seketika itu pula, kapal tersebut tidak bisa menahan gelombang air laut dan badai yang besar, sehingga
kapal hancur dan karam. Lalu air menggiringnya ke tepi pantai.

Pada keesokan pagi harinya, badai dan hujan telah reda, matahari mulai mrmancarkan sinarnya.
Terlihatlah di kaki bukit sebongkah batu besar yang kemarin belum ada.

Ternyata batu tersebut adalah bangkai kapal Malin Kundang. Terlihat pula didekatnya sebongkah batu
yang menyerupai sesosok manusia yang seakan-akan sedang bersujud.

Batu tersebut adalah tubuh si Malin Kundang yang dikutuk menjadi Batu karena Durhaka pada ibunya
semasa hidup. Di sela-sela batu Malin, terdapat ikan Teri, Belanak dan ikan Tenggiri.

Konon, ikan-ikan tersebut adalah serpihan tubuh istri Malin yang tak henti-hentinya mencari suaminya
Malin.

Hingga kini setelah ratusan tahun berlalu, jika ada ombak besar yang menghantam bongkahan batu
tersebut, maka akan terdengar bunyi seperti jeritan manusia yang sedang meminta tolong dan penuh
penyesalan.

Dan Konon, Suatu itu berasal dari suara Malin Kundang si anak durhaka. Saat ini, lokasi tersebut telah
dijadikan destinasi wisata di Sumatera Barat yang terletak di Pantai Air Manis, Kota Padang

[03.16, 12/5/2022] .: Sinopsis Cerita Malin Kundang

••••• Pantai Air Manis namanya, pesisir di sebuah daerah (saat ini: Kota Padang), hiduplah satu
keluarga yang miskin, antara ayah, ibu dan anak. Tuntutan ekonomi yang makin terpuruk memunculkan
niat bagi sang Ayah untuk mengadu nasib ke rantau orang.
Tidak lama setelahnya, anak semata wayang mereka si Malin Kundang mengikuti jejak ayahnya untuk
merantau pula. Nasib baik pun menghampiri. Di perantauan, dia menjadi orang yang kaya dan menikah.
Setelah itu, dia berhasil menjadi orang terpandang dengan gelimang harta.

Beberapa lama menikah, sang istri mengajak Malin mengunjungi suatu tempat, dan ternyata tempat
tersebut adalah kampung halaman si Malin, yang disana berada rumah dan ibu kandungnya. Setelah
sampai, sang ibu mendapat kabar bahwa Malin telah pulang. Betapa senangnya hati.

Namun sayang, Malin yang telah bergelimang harta dan tahta malah malu mengakui kalau si tua renta
itu adalah ibu kandungnya. Dia malu kepada istri dan para awak kapal. Sang ibu pun menangis dan
akhirnya murka, kemudian dia meminta kepada Allah SWT untuk memberikan hukuman setimpal
kepada anaknya.

Allah SWT pun mendengar Do’a sang Ibu. Tidak lama setelah itu, Malin Kundang, Istri, para awak kapal
hingga fisik kapal dan seluruh properti didalamnya berubah menjadi Batu. Itulah yang kita kenal saat ini
sebagai “Batu Malin Kundang” yang ada di Pantai Air Manis, Padang, Sumatera Barat. •••••

——-

Anda mungkin juga menyukai