Anda di halaman 1dari 11

TUGAS INDIVIDU

MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

“ KUMPULAN-KUMPULAN CERITA PENDEK “

RIZKI AMALIAH PRATIWI

KELAS VIII.3

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 14 KENDARI

KENDARI

T.A 2023
Cerita Rakyat Pendek

“ Danau Toba “

Di sebuah desa di wilayah Sumatra, hidup seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan
pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal
lelah.

Sebenarnya, usianya sudah cukup untuk menikah, akan tetapi ia tetap memilih hidup
sendirian.

Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai.

“Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar,” gumam petani tersebut dalam hati.

Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera


menarik kailnya. Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.

Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah berwarna kuning emas kemerah-merahan.
Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan.
“Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi
memakanku,” kata ikan itu bersuara tiba-tiba.

Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu hingga ikan yang ditangkapnya terjatuh
ke tanah. Tidak lama kemudian, ikan itu mengubah wujudnya menjadi seorang gadis yang
cantik jelita.

“Bermimpikah aku?” gumam petani.

“Jangan takut, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena
telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata,” kata gadis itu.

“Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu,” kata gadis itu melanjutkan.

Petani itu pun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji
yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari
seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.

Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama
petani tersebut.

“Dia mungkin bidadari yang turun dari langit,” kata mereka.

Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk
mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya secara tekun dan ulet sehingga
hidupnya tanpa kekurangan.

Banyak orang iri dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan
keberhasilan usaha petani.

“Aku tahu petani itu pasti memelihara makhluk halus!” kata seseorang kepada temannya.

Hal itu sampai ke telinga petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan
semakin rajin bekerja.

Setahun kemudian, sang istri melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Putera.
Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri.
Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak
nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu
merasa lapar.

Makanan yang seharusnya dimakan bertiga, namun dimakannya sendiri. Lama kelamaan,
Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Ia selalu menolak permintaan ayahnya.

Istri petani selalu mengingatkan suaminya itu agar bersabar atas ulah anak mereka.

“Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!” kata petani kepada istrinya.

“Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik,”
puji Puteri pada suaminya.

Memang, kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh petani itu.

Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah.
Tetapi, Putera tidak memenuhi tugasnya.

Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia pun lantas pulang
ke rumah. Saat pulang rumah, dia melihat Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah
sambil menjewer kuping anaknya.

“Anak tidak tau diuntung! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!” umpat si petani tanpa sadar telah
mengucapkan kata pantangan itu.

Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya lenyap. Tanpa
bekas dan jejak.

Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras.
Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga
membentuk sebuah telaga hingga akhirnya membentuk sebuah danau.

Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba, sedangkan pulau kecil di tengahnya
adalah Pulau Samosir.
Cerita Rakyat Pendek

“ Batu Menangis “

Dahulu kala, di sebuah bukit yang jauh dari pedesaan, hiduplah seorang janda miskin
bersama anak perempuannya yang sangat cantik jelita. Ia selalu membanggakan kecantikan
yang dimiliki.

Namun, kecantikannya tidak sama dengan sifat yang ia miliki. Ia sangat pemalas, manja, dan
tidak pernah membantu ibunya.

Padahal, ibunya harus banting tulang meskipun sering sakit-sakitan. Bahkan, setiap sang ibu
mengajaknya ke sawah, ia selalu menolak.

Suatu hari, ibunya mengajak anaknya berbelanja ke pasar yang sangat jauh. Mereka berjalan
kaki dan membuat putrinya kelelahan.

Namun, anaknya berjalan di depan ibunya dan memakai baju yang sangat bagus. Semua
orang yang melihatnya langsung terpesona dan mengaggumi kecantikannya.
Sementara ibunya berjalan di belakang membawa keranjang belanjaan, berpakaian sangat
dekil layaknya pembantu.

Saat mereka memasuki ke dalam desa, semua mata tertuju kepada kecantikan putri dari janda
tersebut. Banyak pemuda yang menghampirinya dan memandang wajahnya.
Namun, penduduk desa pun sangat penasaran, siapa perempuan tua di belakangnya tersebut.

“Hai, gadis cantik! Siapakah perempuan tua yang berada di belakangmu? Apakah dia
ibumu?” tanya seorang pemuda.

“Tentu saja bukan, ia hanya seorang pembantu!” jawabnya dengan sinis.

Sepanjang perjalanan, ia terus menjawab bahwa ibunya adalah pembantunya. Ibunya sendiri
diperlakukan sebagai seorang pembantu.

Pada awalnya, sang ibu masih bisa menahan diri, setiap kali mendengar jawaban dari putri
kandungnya sendiri.

Namun, mendengar berulang kali dan jawabannya itu sangat menyakitkan hatinya, tiba-tiba
sang ibu berhenti, dan duduk pinggir jalan sambil meneteskan air mata.

“Bu, kenapa berhenti di tengah jalan? Ayo lanjutkan perjalanan!” tanya putrinya heran.

Beberapa kali ia bertanya. Namun, ibunya sama sekali tidak menjawab. Sang ibu malah
menengadahkan kedua tangannya ke atas dan berdoa. Melihat hal aneh yang dilakukan
ibunya, sang anak merasa kebingungan.

“Ibu sedang apa sekarang!” bentak putrinya.

Sang ibu tetap tidak menjawab, dan meneruskan doanya untuk menghukum putrinya sendiri.

“Ya Tuhan, ampunilah hamba yang lemah ini, maafkan hamba yang tidak bisa mendidik putri
hamba sendiri sehingga ia menjadi anak yang durhaka. Hukumlah anak durhaka ini.”

Tiba-tiba, langit menjadi mendung dan gelap, petir mulai menyambar dan hujan pun turun.
Perlahan-lahan, tubuhnya menjadi batu. Gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.
Ia merasa ketakutan.
“Ibu, tolong aku. Apa yang terjadi dengan kakiku? ibu maafkan aku. Aku janji akan menjadi
anak yang baik bu,” teriak anaknya ketakutan.

Gadis tersebut terus menangis dan memohon. Namun, semuanya sudah terlambat. Hukuman
itu tidak dapat dihindari. Seluruh tubuhnya perlahan menjadi batu.

Gadis durhaka itu hanya menangis dan menyesali perbuatannya. Sebelum kepalanya menjadi
batu, sang ibu masih melihat air matanya yang keluar. Semua orang yang berada di sana
menyaksikan peristiwa tersebut.

Sekalipun tubuhnya sudah menjadi batu. Namun, melihat kedua matanya masih menitikkan
air mata seperti sedang menangis. Oleh karena itu, masyarakat tersebut menyebutnya dengan
Batu Menangis. Batu Menangis tersebut masih ada sampai sekarang.
Cerita Rakyat Pendek

“ Si Pitung “

Si Pitung adalah seorang anak yang dilahirkan dari pasangan Piun dan Pinah yang selalu
diajari tata krama dan belajar mengaji.

Si Pitung juga belajar ilmu silat kepada H. Naipin, seorang ulama yang juga mengajari si
Pitung mengaji.

Saat berusia remaja, si Pitung terlibat insiden perkelahian dengan preman-preman pasar yang
juga berprofesi sebagai perampok.

Setelah kejadian itu, si Pitung memutuskan untuk merampok rumah-rumah tuan tanah yang
melakukan penindasan terhadap rakyat kecil. Dia dibantu oleh Jiih dan juga Rais sebagai
penghubung dia dengan kampungnya.
Sejak saat itu, si Pitung dan Jiih melakukan aksi perampokan terhadap rumah orang-orang
kaya dan hasilnya dibagikan kepada orang-orang miskin dan lemah yang saat itu sedang
ditindas oleh pemerintahan Belanda.

Si Pitung juga menjadi terkenal akan kehebatannya dalam ilmu silat dan juga tubuhnya yang
kebal akan peluru.

Para tuan tanah dan orang-orang kaya yang memihak kepada Belanda pun menjadi tidak
tenteram dan melaporkan hal ini kepada pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda pun
mengutus Schout Heyne untuk menangkap si Pitung.

Berbagai cara dipakai oleh Schout Heyne dan anak buahnya, namun gagal karena selalu
berhasil meloloskan diri.

Schout Heyne tidak kehilangan akal, dia mempunyai ide licik untuk menangkap si Pitung.
Dia menyandera guru mengaji sekaligus guru silatnya, yaitu H. Naipin. Heyne menyandera
dan menyiksa H. Naipin dengan kejam.

Dia dipaksa oleh Heyne untuk memberitahukan kelemahan si Pitung. Karena tidak tahan
dengan siksaan yang berat, dengan terpaksa H. Naipin memberitahukan kelemahan si Pitung
pada Schout Heyne.

Setelah itu, Schout Heyne dan pasukannya menyergap si Pitung yang saat itu sedang
bersembunyi di rumah kekasihnya, Aisah. Satu per satu kawan-kawan si Pitung mulai roboh.

Lalu, salah seorang dari pasukan Schout Heyne melemparkan telur busuk kepada si Pitung,
disertai dengan tembakan ke arah si Pitung. Kali ini, tubuhnya tidak kebal peluru lagi karena
sudah dilempari telur busuk. Si Pitung pun tewas seketika.

Setelah itu, mayat si Pitung dibawa oleh pasukan Schout Heyne. Tidak ada seorang pun yang
diperbolehkan menyentuh mayat si Pitung karena mereka takut, warga akan menghidupkan
kembali si Pitung dari kematiannya.

Padahal, niat warga hanya ingin menguburkan jasadnya secara islami. Bahkan, jasad si
Pitung yang sudah tidak bergerak, masih saja ditembaki oleh tentara Belanda.
Mereka sangat takut apabila si Pitung bangkit lagi dari kematiannya. Padahal, hal itu tidak
akan terjadi.
Walaupun pada dasarnya si Pitung itu adalah perampok, namun yang dia lakukan adalah
demi rakyat yang kesusahan karena penjajahan pemerintahan Belanda saat itu.

Mereka tidak akan melupakan jasa-jasa si Pitung yang rela menempuh bahaya, demi
membela mereka.

Anda mungkin juga menyukai