Pada zaman dahulu kala, di atas sebuah bukit Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-
kecil yang jauh dari pemukiman penduduk, di orang desa memandangi mereka. Mereka
daerah Kalimantan Barat hiduplah seorang begitu terpesona melihat kecantikan anak
janda yang sangat miskin bersama seorang gadis itu, terutama para pemuda desa yang
anak gadisnya. tak puas-puasnya memandang wajah gadis
Anak gadis nya sangat cantik, bentuk itu. Namun ketika melihat orang yang
tubuhnya sangat indah, rambutnya terurai berjalan dibelakang gadis itu, sungguh
mengikal sampai ke mata kaki. Poni kontras keadaannya. Hal itu membuat orang
rambutnya tersisir rapi dan keningnya bertanya-tanya.
sehalus batu cendana. Namun sayang nya ia
memiliki sifat yang buruk. Di antara orang yang melihatnya itu, seorang
pemuda mendekati dan bertanya kepada
Gadis itu amat pemalas, tak pernah gadis itu, “Hai, gadis cantik. Apakah yang
membantu ibunya melakukan pekerjaan- berjalan dibelakang itu ibumu?”
pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek Namun, apa jawaban anak gadis itu ?
setiap hari.
Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya “Bukan,” katanya dengan angkuh. “Ia
manja sekali. Segala permintaannya harus adalah pembantuku !”
dituruti. Setiap kali ia meminta sesuatu
kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa Kedua ibu dan anak itu kemudian
memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh,
setiap hari harus membanting tulang mencari mendekati lagi seorang pemuda dan
sesuap nasi. bertanya kepada anak gadis itu.
Pada suatu hari anak gadis itu diajak ibunya “Hai, manis. Apakah yang berjalan
turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar dibelakangmu itu ibumu?” “Bukan,
desa itu amat jauh, sehingga mereka harus bukan,” jawab gadis itu dengan
berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak mendongakkan kepalanya. ” Ia adalah
gadis itu berjalan melenggang dengan budakk!”
memakai pakaian yang bagus dan bersolek
agar orang dijalan yang melihatnya nanti Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan
akan mengagumi kecantikannya. Sementara seseorang disepanjang jalan yang
ibunya berjalan dibelakang sambil membawa menanyakan perihal ibunya, selalu
keranjang dengan pakaian sangat dekil. jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai
Karena mereka hidup ditempat terpencil, tak pembantu atau budaknya.
seorangpun mengetahui bahwa kedua
perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan Pada mulanya mendengar jawaban putrinya
anak. yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih
dapat menahan diri. Namun setelah berulang
kali didengarnya jawabannya sama dan yang
amat menyakitkan hati, akhirnya si ibu yang
malang itu tak dapat menahan diri. Si ibu ” Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah
berdoa. kedurhakaan anakmu selama ini.
Ibu…Ibu…ampunilah anakmu..” Anak gadis
“Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan itu terus meratap dan menangis memohon
hinaan ini. Anak kandung hamba begitu kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya telah
teganya memperlakukan diri hamba terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya
sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anak berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi
durhaka ini ! Hukumlah dia….” batu, namun orang dapat melihat bahwa
kedua matanya masih menitikkan air mata,
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, seperti sedang menangis. Oleh karena itu,
perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu batu yang berasal dari gadis yang mendapat
berubah menjadi batu. Perubahan itu dimulai kutukan ibunya itu disebut ” Batu Menangis
dari kaki. Ketika perubahan itu telah “.
mencapai setengah badan, anak gadis itu
menangis memohon ampun kepada ibunya.
Alkisah Kedua istri Resi Kasyapa masing- Winata kemudian menyanggupi tantangan
masing dikaruniai anak. Kadru dikaruniai dari Kadru dengan perjanjian, jika siapapun
para Naga, sedangkan Winata dikaruniai yang kalah harus bersedia menjadi budak
seekor Burung Garuda. Kadru yang tetap dan selalu mentaati seluruh perintah dari
memiliki rasa iri dan dengki terhadap yang menang. Kemudian Kadru menebak
Winata selalu melancarkan niat jahat agar warna kuda itu berwarna hitam, dan
Winata dapat keluar dari lingkaran Winata menebak warna kuda itu berwarna
keluarga Resi Kasyapa. putih. Sebelum kuda itu muncul, secara
diam-diam Kadru menerima informasi dari
Suatu ketika, Para Dewa mengaduk-aduk anaknya(naga) bahwa kuda itu sebenarnya
samudra untuk mendapatkan Tirtha berwarna putih.
Amartha. Tirtha(air) yang diebut-sebut
dapat memberikan keabadian kepada Mengetahui bahwa dirinya akan kalah,
siapapun yang dapat meminumnya maka Kadru berbuat licik dengan
menyuruh anaknya untuk menyembur tirtha tersebut kepada para naga, namun
dengan racun tubuh kuda itu sehingga sebelum para naga sempat meminumnya
terlihat kehitaman. tirtha itu terlebih dahulu diambil oleh
dewa indra yang kebetulan lewat. Namun
Benar saja kuda yang dulunya putih tetesan tirtha amertha itu masih tertinggal
kemudian menjadi hitam setelah muncul di tali rumput ilalangnya. Naga kemudian
dan dilihat oleh Kadru dan Winata. Karena menjilat rumput ilalang tersebut yang
Winata merasa dirinya telah kalah, maka ia ternyata sangat tajam dan lebih tajam dari
bersedia menjadi budak Kadru selama pisau. Oleh karena itu lidah naga menjadi
hidupnya. terbelah menjadi 2 ujung yang kemudian
Garuda wisnu kencana menyadari disetiap keturunan naga itu juga memiliki
kelicikan Kadru, anak Winata yakni sang lidah yang terbelah.
Garuda tidak tinggal diam. Dia kemudian
bertarung dengan anak-anak Kadru yakni Kemudian ibu Winata berhasil dibebaskan
para Naga yang berlangsung tanpa henti dari jeratan perbudakan.
siang dan malam. Keduanya berhasil
menahan imbang disetiap pertarungan
sampai akhirnya para Nagapun
memberikan persyaratan bahwa dia akan
membebaskan Winata dengan syarat sang
Garuda dapat membawakan Tirtha
Amartha kepada para Naga.
Keesokan hari nya Empu Wisesa memanggil Sekar Tak lama kemudian mereka pun mengadakan pesta
dan kemudian menyampaikan keinginannya untuk pernikahan yang meriah, dihadiri oleh semua
menikahkan nya dengan Jaka. Sekar adalah anak yang penduduk disekitarnya. Jaka tidak ada kabar
baik dan berbakti pada orang tua namun baru sekali beritanya lagi.
inilah Sekar membantah orang tuanya, ia menolak
keinginan Empu Wisesa, ia mengatakan bahwa Ia Setelah bertahun-tahun Wira & Sekar dikaruniai
mencintai Wira dan hanya mau menikah dengan banyak anak dan cucu, sementara itu bendungan
Wira. yang dibuat Wira mulai runtuh akibat debit air yang
tinggi. Lama-lama air di danau itu mulai mengering,
Hal itu membuat Empu Wisesa gundah, sebelumnya tanah nya menjadi subur dan gembur. Akhir nya
Ia sudah menjanjikannya pada Jaka. Agar adil ia mereka pun berpindah kesana, tak lupa mengajak
kemudian membuat sayembara. penduduk sekitar.
“Baiklah, aku hanya akan menikahkan Sekar dengan Lama kelamaan daerah itu menjadi ramai ditinggali
orang yang bisa memadamkan lahar panas dan didatangi pengembara, karena danau nya sudah
tidak lagi ada, mereka menyebut nya Bandung.
Tangkuban Perahu.” kata Empu Wisesa.
Menurut mitos nya penduduk asli kota Bandung
Jaka merasa itu adalah hal yang mustahil, tidak berasal dari keturunan Wira dan Sekar.
mungkin memadamkan lahar panas yang telah ada
sejak berabad-abad yang lalu. Namun didepan Empu Begitulah Asal Mula Nama Kota Bandung, yang
Wisesa dia menyanggupi nya dan mengaku ingin berasal dari kata “bendung” atau “bendungan” yang
dibuat oleh Wira untuk memadamkan lahar panas
mengembara mencari ilmu untuk memadamkan Tangkuban Perahu.
lahar. Ia hanya berfoya-foya dan bahkan bermain Si Jampang dari Betawi
wanita.
Jampang adalah lelaki Betawi yang hidup pada masa
Sementara itu Wira, berfikir keras mencari tahu Indonesia masih dijajah Belanda. Ia dikenal tinggi
bagaimana cara memenangkan sayembara ilmu silatnya. Piawai pula memainkan golok untuk
itu. Dengan tekun setiap hari ia mengitari cekungan senjata. Sejak masih muda usianya, Si Jampang suka
luas yang terbentuk oleh lahar panas tersebut, dia merampok. Hingga kemudian ia menikah, tetap juga
tahu hanya air yang bisa mengalahkan api, tapi dari kebiasaannya merampok itu dilakukannya. Bahkan
mana dia bisa mendapatkan air sebanyak ketika istrinya meninggal dunia dan anaknya telah
itu. Setahun berlalu namun Ia belum juga beranjak remaja.
menemukan caranya hingga suatu hari dia melihat
berang-berang yang sedang membuat bendungan Meski dikenal sebagai perampok, Si Jampang tidak
dari ranting-ranting pohon. ingin anaknya itu mengikuti jejaknya. Ia menghendaki
anaknya menjadi ahli agama. Maka, hendak
“Wah, bagaimana kalau aku membendung sungai dimasukkannya anaknya itu ke pesantren. Anak Si
Citarum sehingga air nya bisa memadamkan lahar Jampang bersedia masuk pesantren dengan syarat
panas” pikir nya dalam hati. ayahnya itu menghentikan tindakan buruknya.
“Masak anaknya mengaji di pesantren tapi babehnya
kerjaannya merampok? Apa kata orang nanti, Be?”
menghubungi Sarpin dan mengajak keponakannya itu
Si Jampang hanya tertawa mendengar ucapan merampok rumah Haji Saud.
anaknya. Pada suatu hari Si Jampang mengunjungi
Sarba, sahabat Iamanya. Ia telah lama tidak Rupanya, rencana perampokan itu telah diketahui
berkunjung. Sama sekali tidak disangkanya jika Haji Saud. Haji Saud telah menghubungi polisi. Para
sahabatnya itu telah meninggal dunia. polisi segera bersiaga di sekitar rumah Haji Saud.
Maka, ketika Si Jampang dan Sarpin yang
Ia ditemui Mayangsari, istri mendiang Sarba. mengenakan baju hitam-hitam itu datang hendak
Mayangsari bercerita, ia dan suaminya itu dahulu merampok, para polisi segera mengepungnya. Si
berziarah ke Gunung Kepuh Batu. Mereka berdoa di Jampang ditangkap dan dipenjarakan. Ia kemudian
tempat itu dan memohon agar dikaruniai anak. Sarba dijatuhi hukuman mati.
berjanji,jika doanya dikabulkan, ia akan menyumbang Kematian Si Jampang disambut gembira para tauke
dua ekor kerbau. Doa mereka akhirnya dikabulkan dan tuan tanah karena merasa terbebas dari
Tuhan. Mayangsari hamil dan akhirnya melahirkan keonaran yang dilakukan Si Jampang. Namun,
seorang anak lelaki yang mereka beri nama Abdih. kematian Si Jampang ditangisi rakyat miskin. Meski
Ketika Abdih beranjak remaja, Sarba meninggal dikenal selaku perampok, namun Si Jampang banyak
dunia. “Kata orang, suami aye’ itu meninggal karena memberikan bantuannya kepada mereka.
lupa pada janjinya yang akan menyumbang dua ekor Kebanyakan Si Jampang membagi-bagikan hasil
kerbau.” rampokannya itu kepada mereka yang
membutuhkan. Bagi rakyat miskin, Si Jampang adalah
Mendapati Mayangsari telah menjanda sementara sosok pahlawan.
dirinya juga telah menduda, Si Jampang lantas
melamar Mayangsari. Namun, Mayangsari menolak Konon Dikampungnya, Jampang mengajarkan ilmu
dengan kasar pinangan Si Jampang. Si Jampang yang pengetahuan silatnya ke santri-santri Haji Baasyir.
sakit hati lalu mencari dukun untuk mengguna-gunai Salah satu ucapan beliau, “Sebagai seorang Muslim,
Mayangsari. Dengan bantuan keponakannya yang kita tidak boleh lemah. Kita harus kuat agar bisa
bernama Sarpin, didapatkannya dukun itu. Pak Dul membela diri dan melindungi orang yang lemah dari
namanya, seorang dukun dari kampung Gabus. Si para penjahat”.
Jampang lantas mengguna-gunai Mayangsari dengan
guna-guna dari Pak Dul. Haji Baasyir sangat menyukai pemuda yang
bersemangat seperti Jampang. Suatu hari, ia
Mayangsari jadi gila setelah terkena guna-guna. Ia memberi tugas kepada Jampang untuk
sering berbicara dan tertawa sendiri. Abdih yang mengantarkan sebuah surat ke adik seperguran H.
sangat prihatin pun berusaha mencari cara untuk Baasyir yang bernama Haji Hasan yang tinggal di
menyembuhkan kegilaan yang dialami ibunya. Abdih Kebayoran.
lantas mencari dukun. Kebetulan dukun yang Jampang seorang sayang dan patuh ke H. Baasyir dan
ditemuinya adalah Pak Dul dari kampung Gabus menerima tugas itu dengan senang hati.
hingga Pak Dul dapat dengan mudah melepaskan
gunaguna yang mengena pada diri Mayangsari. Selepas dzuhur, Jampang telah berada di daerah
Kebayoran dan melihat serombongan pejabat sedang
mengontrol daerah kekuasaan mereka. Para
penduduk yang berada di pinggir jalan menunduk
Si Jampang lantas menemui Abdih dan menyatakan seraya memberi hormat layaknya seorang raja jaman
minatnya untuk memperistri ibu Abdih itu. dahulu memberi hormat.
“Aye tidak menolak pinangan Mang’ Jampang untuk Jampang merasa kesal. Untuk apa mereka memberi
ibu aye, tapi aye minta syarat, Mang,” jawab Abdih. hormat seperti itu. “Sekarang bukan jamannya raja-
raja. Setiap manusia mempunyai kedudukan yang
“Syarat apa yang kamu minta?” sama di hadapan Tuhan. Jadi apa perlunya memberi
hormat seperti itu. Kekesalannya membuat tekad di
“Aye minta sepasang kerbau untuk mas kawinnya, hati dan pikirannya untuk membela dan berjuang
Mang,” hak-hak rakyat kecil.
Si Jampang menyanggupi, meski sepasang kerbau Saat Jampang sedang di dekat aliran sungai, ia
bukan perkara yang gampang untuk didapatkan Si mendengar suara seorang wanita menjerit meminta
Jampang. Si Jampang berusaha memikirkan cara pertolongan. Tampak dimatanya dia melihat seorang
untuk mendapatkan sepasang kerbau. Teringatlah ia laki laki kasar sedang hendak berbuat senonoh
pada Haji Saud yang tinggal di Tambuh. Haji Saud kepada seorang wanita yang baru selesai mandi. Laki-
sangat kaya, namun sangat kikir. Si Jampang lantas laki bejat ini bernama Kepeng, anak buah Si Jabrig,
jawara daerah itu. dan Gadis itu bernama Siti putri menangkap beliau.
Pak Sudin.
Polisi pun dikerahkan dimana-mana. Mereka
Dia pun marah dan menolong wanita tersebut. berhasil menemukan Jampang. Beberapa dari
Pertarungan sengit tak bisa dielakkan. Dengan mereka telah menembak Jampang hingga tewas.
kesaktiannya Jampang berhasil mengalahkan Kepeng
Jampang mengantar Siti ke rumahnya. Lalu Pak Sudin Namun mithos yang telah beredar Jampang tidaklah
orang tua Siti mengantar beliau ke rumah Pak Haji tewas. Dengan kesaktiannya, Jampang mengelabui
Hasan untuk mengantarkan sebuah surat titipan Haji mereka dengan mengubah sebuah gedebong (batang
Baasyir ke Haji Hasan. pohon) pisang seolah-olah menjadi dirinya. Jadi yang
bunuh mereka adalah sebuah gedebong pisang,
Ternyata surat itu berisi anjuran agar Haji Hasan bukan jampang sebenarnya.
menyuruh agar anak-anak muda asuhan beliau untuk
belajar ilmu beladiri. Dengan demikian mereka Setelah keadaan aman Jampang menikahi Siti anak
mampu menjaga keamanan di daerahnya. Memang dari Pak Sudin, orang yang pernah ditolongnya dulu.
kala itu tanah-tanah di pinggir kota betawi sering
tidak aman. Dan Jampang mendapat tugas untuk
melatih para pemuda itu.