Anda di halaman 1dari 3

Asal Mula Telaga Warna

Ilustrasi Dongeng Pengantar Tidur/Foto: Tim HaiBunda

Dahulu kala ada seorang Raja dan Permaisurinya yang mendambakan kehadiran
seorang buah hati. Mereka sudah bertahun-tahun menunggu. Hingga akhirnya, Raja
memutuskan untuk bertapa di hutan. Di sana Raja terus berdoa dan memohon
kepada Yang Maha Kuasa untuk segera dikaruniai seorang anak.

Tak lama setelah itu doa sang Raja pun terkabul. Permaisuri hamil dan melahirkan
seorang bayi perempuan yang cantik jelita. Raja dan Permaisuri sangat bahagia.
Seluruh rakyat juga bersuka cita menyambut kelahiran Putri Raja.

Sang Putri hidup dalam kemewahan dan sangat dimanjakan oleh kedua orang
tuanya. Apapun yang ia mau harus selalu dituruti. Oleh karena itu ia tumbuh menjadi
gadis yang sombong dan angkuh.

Suatu hari menjelang tahun sang Putri yang ketujuh belas, Raja pergi berkelana ke
penjuru negeri demi mencari kado istimewa untuk anak gadisnya itu.

Di sebuah desa ia bertemu seorang pengrajin tua. Raja membeli sesuatu paling
berharga dari pengrajin tersebut.
"Ini adalah sebuah kalung istimewa, terbuat dari untaian permata berwarna-warni.
Tak pernah kulepaskan kepada siapapun kecuali Yang Mulia," ujarnya sembari
terbatuk-batuk.

"Terima kasih, Pak Tua. Anakku pasti senang sekali dengan hadiah indah ini," ucap
sang Raja penuh haru.

Tepat di hari ulang tahun sang Putri, semua rakyat berkumpul dan berpesta di istana.
Raja dan Permaisuri telah menyiapkan hadiah kalung permata warna-warni.

"Anakku, ini hadiah untukmu. Lihat, indah sekali, bukan? Kamu pasti
menyukainya," kata Raja.

Raja bersiap mengalungkan kalung itu ke leher putrinya. Sungguh di luar dugaan,
Putri menolak mengenakan kalung itu.

"Hadiah apa ini? Jelek sekali," tolak Putri dengan kasar.

Raja dan Permaisuri terkejut dengan sikap putrinya, namun mereka berusaha
membujuknya.

"Tidak! Aku tidak suka kalung ini, Ayah! Jelek sekali dan terlihat murah," teriaknya
sambil melempar kalung itu ke lantai hingga permatanya tercerai-berai.

Raja dan Permaisuri sangat sedih. Tiba-tiba Permaisuri menangis terisak. Perlahan
tangisan Permaisuri semakin menjadi dan menyayat hati.

Seluruh rakyat yang hadir turut menangis. Mereka sedih dan kecewa melihat tingkah
laku Putri yang mereka sayangi.

Tidak disangka, air mata yang tumpah ke lantai berubah menjadi aliran air. Air
tersebut menghanyutkan permata-permata yang berserakan hingga membentuk
sebuah danau. Anehnya, air danau berwarna-warni seperti warna permata kalung
yang dibuang sang Putri. Kini danau itu dikenal dengan nama Telaga Warna.
Dongeng Anak Kancil dan Buaya

Ilustrasi Dongeng Pengantar Tidur/ Foto: Tim HaiBunda

Suatu hari, ada Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Karena
makanan di sekitar kediamannya telah berkurang, Kancil pun pergi untuk mencari di
luar kawasannya.

Saat dihadapkan dengan sungai yang harus disebranginya, Kancil mendapati banyak
sekali buaya yang sedang kelaparan. Saat mendekati tepi sungai, ia pun
memerintahkan kepada Buaya untuk memanggil kawanannya sebab Raja Hutan akan
memberi mereka makan.

Kawanan Buaya itu pun diminta berbaris ke permukaan karena jumlah mereka
hendak dihitung Kancil. Buaya pun menuruti perintah Kancil. Tapi ternyata itu
hanyalah tipu daya Kancil agar ia dapat menyebrangi sungai tanpa cengkraman para
Buaya.

Pesan moral: Cerita yang sudah tidak asing ini mengajarkan bahwa kecerdikan
dapat mengalahkan kekuatan.

Anda mungkin juga menyukai