Anda di halaman 1dari 3

Nagari Minangkabau

Di zaman dahulu, di Sumatera Barat, terdapat Kerajaan Pagaruyung yang dipimpin oleh seorang
raja bijaksana. Suatu hari, kabar mengejutkan datang bahwa Kerajaan Majapahit dari Jawa akan
menyerang. Meski demikian, pemimpin Pagaruyung tidak gentar.

Dalam sidang darurat, para pemimpin mencari solusi untuk menghindari pertumpahan darah.
Penasehat Raja menyarankan pendekatan damai dengan mengundang musuh untuk berunding di
perbatasan. Jika ditolak, mereka bisa mengadakan adu kerbau.

Rencana ini disetujui, dan putri Datuk Tantejo Garhano bersama dayang-dayang cantik menyambut
pasukan Majapahit dengan sopan. Mereka mengajak musuh berunding sambil menyuguhkan
hidangan lezat.

Pemimpin Majapahit terkesan dengan perlakuan ini, sehingga mereka setuju untuk adu kerbau
sebagai ganti peperangan. Kedua belah pihak sepakat untuk memilih kerbau tanpa menentukan
jenis atau ukuran.

Pertandingan adu kerbau berlangsung di lapangan luas. Kerbau Pagaruyung yang tampak lemah
sebenarnya memiliki taktik rahasia. Anak kerbau itu dipasangi besi runcing di mulutnya.

Dalam persiapan untuk adu kerbau yang akan menentukan nasib Kerajaan Pagaruyung, sang Raja
dan penasehatnya merancang rencana rahasia. Mereka memilih seekor anak kerbau yang tampak
lemah dan masih menyusu. Namun, yang membuatnya unik, di mulut anak kerbau itu dipasang besi
runcing berbentuk kerucut, sementara sehari sebelum pertandingan, ia dipisahkan dari induknya
dan sengaja dibuat lapar.

Keesokan harinya, saat pertandingan di padang yang luas, anak kerbau yang tampak tak berdaya
itu dilepas ke arena. Di sisi lain, kerbau milik pasukan Majapahit tampil beringas dan siap tempur.
Begitu keduanya saling berhadapan, anak kerbau Pagaruyung, tanpa sadar, mulai mendekati
kerbau besar lawan, mengira bahwa itu adalah induknya.

Pandangan penonton dari kedua belah pihak terfokus pada momen tegang ini. Saat anak kerbau
Pagaruyung mendekati perut kerbau besar, besi runcing di mulutnya dengan sigap menembus
perut lawan. Tidak terduga, perut kerbau pasukan Majapahit terluka dan darah mulai mengalir.
Setelah beberapa tusukan, kerbau Majapahit roboh.

Pagaruyung memenangkan pertandingan tanpa pertumpahan darah. Kabar kemenangan ini


menyebar, dan tempat itu kemudian dinamakan Nagari Minangkabau. Untuk mengenang peristiwa
tersebut, penduduk membangun rumah rangkiang yang atapnya menyerupai tanduk kerbau.
12. Cerita Rakyat Si Kabayan

Dahulu kala di tanah Pasunda hiduplah Si Kabayan, seorang lelaki cerdas namun pemalas.
Kepandaian yang dimilikinya lebih sering digunakan untuk mengecoh dan mendukung
kemalasannya. Ia memiliki istri bernama Nyi Iteung. Suatu hari, mertuanya memerintahkan Si
Kabayan untuk mengambil siput-siput di sawah. Dengan malasnya, Si Kabayan pergi ke sawah dan
hanya duduk di pematang tanpa mengambil satu pun siput.

Lama tak pulang, mertuanya mendatangi sawah dan kaget melihat Si Kabayan hanya duduk santai.
Saat ditanyai, Si Kabayan memberikan alasan tak masuk akal bahwa ia takut karena sawah terlalu
dalam. Untuk membuktikan, Si Kabayan menunjukkan langit yang terlihat dari sawah. Mertuanya
geram dan mendorong Si Kabayan ke dalam sawah. Baru di situ, Si Kabayan baru sadar bahwa
sawah itu sebenarnya dangkal, dengan senyum menyebalkan ia mengambil siput-siput.

Pada hari berikutnya, mertuanya menyuruh Si Kabayan memetik buah nangka di atas sungai.
Meskipun malas, Si Kabayan akhirnya menuruti. Saat memetik, buah nangka jatuh ke sungai, tapi Si
Kabayan tidak buru-buru mengambilnya. Ia malah menyatakan bahwa buah itu pulang lebih dulu
untuk menghindari hujan. Mertuanya bingung dengan penjelasan aneh ini.

Dalam petualangan lain, saat memetik kacang koro, Si Kabayan malas dan tidur di dalam karung.
Saat adzan Dhuhur berkumandang, mertuanya pulang dan menduga Si Kabayan sudah pulang
duluan. Dengan kesal, mertuanya membawa pulang karung yang ternyata berisi Si Kabayan. Marah
dan jengkel, mertuanya ingin membalas dendam.

Ketika kembali memetik kacang koro, mertuanya diam-diam masuk ke dalam karung dan tidur. Saat
Si Kabayan berhenti bekerja, ia melihat mertuanya tidur di dalam karung. Tanpa memikirkan
pemanggulan seperti yang dilakukan mertuanya, Si Kabayan malah menyeret karung pulang.
Mertuanya meronta-ronta, tapi Si Kabayan dengan santainya berkata bahwa karung itu digunakan
untuk kacang koro.

Sejak peristiwa itu, mertuanya menjauhi Si Kabayan. Untuk memperbaiki hubungan, Si Kabayan
mencari cara dengan menanyakan nama asli mertuanya pada istrinya.

Si Kabayan memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang mertuanya dan meminta
bantuan Nyi Iteung, istrinya. Meskipun awalnya enggan, Nyi Iteung akhirnya memberitahu Si
Kabayan nama asli mertuanya, yaitu Ki Nolednad. Namun, Nyi Iteung memberikan pesan keras agar
suaminya tidak menyebarkan rahasia tersebut karena dianggap melanggar pantangan untuk
memberi tahu namanya.

Si Kabayan, dengan niat baik, mencari cara untuk mendekati hati mertuanya. Ia memutuskan untuk
menggunakan tradisi leluhur dengan menyelenggarakan ritual di sekitar air enau. Dengan
membawa air enau yang kental dan kapuk dalam jumlah banyak, Si Kabayan menciptakan suasana
yang cocok untuk ritual.
Saat mertuanya sedang mandi, Si Kabayan, yang berpakaian putih dan wajahnya dicat putih,
memanjat pohon dan bersembunyi di dahan. Dengan penuh tekad, Si Kabayan berseru dengan
menyebut nama asli mertuanya, Nolednad. Mertua Si Kabayan yang terkejut mencari sumber suara,
kini dihadapkan pada sosok putih yang menyeramkan.

Makhluk putih itu mengaku sebagai kakek penunggu lubuk, memohon agar mertua Si Kabayan
menyayangi Si Kabayan sebagai cucunya. Mertuanya juga diminta untuk mengurus sandang,
pangan, dan memberikan tempat tinggal meskipun kecil. Dalam jaminan keselamatannya,
mertuanya akhirnya menuruti perintah kakek penunggu lubuk.

Sejak kejadian itu, sikap mertua Si Kabayan berubah drastis. Ia tidak hanya tidak membenci
menantunya lagi, tetapi juga mencukupi kebutuhan hidupnya. Si Kabayan, sadar akan sifat
buruknya, mulai mengubah perilakunya. Ia bekerja keras sebagai buruh untuk menyokong
kehidupan rumah tangganya.

Hubungan antara Si Kabayan dan mertuanya semakin membaik, dan Nyi Iteung semakin mencintai
Si Kabayan atas perubahan positif yang ia tunjukkan. Keluarga Pasunda pun kembali merasakan
kedamaian dan kebahagiaan dalam rumah tangga

Anda mungkin juga menyukai