Anda di halaman 1dari 4

Cerita Pendek Rakyat Indonesia : Legenda Gunung Mauraja

Alkisah hiduplah seorang anak lelaki pada zaman dahulu Raja namanya. Wajahnya tampan. Keras hati
sifatnya. Jika ia menghendaki sesuatu, maka kehendaknya itu harus dituruti. Jika tidak dituruti, Raja akan
merajuk dan tidak jarang marah-marah.

suatu hari Raja melihat ibunya tengah memintal benang.

"Untuk apa Ibu memintal benang?" tanyanya.

"Ibu hendak membuatkan sarung untukmu," jawab ibu Raja.

Raja amat senang mendengar rencana ibunya. Setiap saat kemudian ia senantiasa menanyakan kapan
selesainya sarung untuknya itu. Pertanyaan itu pada akhirnya membuat ibunya kebingungan. Ibunya
yang senantiasa mengajarkan kejujuran, menghindari kebohongan, dan menepati janji itu akhirnya hanya
bisa terdiam setelah berulang-ulang Raja bertanya padanya perihal kapan selesainya sarung untuknya.

Loading...

"Ibu ternyata tidak menepati janji!" kata Raja pada suatu hari karena ibunya tidak memberikan jawaban
yang pasti. "Ibu selalu mengajarkan agar Raja menepati janji, namun Ibu sendiri malah melanggarnya."

Ibu Raja hanya bisa menyebutkan jika membuat sarung itu membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Sabarlah, anakku," kata ibu Raja. "Ibu akan selekasnya menyelesaikan pembuatan sarung untukmu ini.”

Cerita Pendek Rakyat Indonesia Legenda Gunung Mauraja

Raja agak menyesal setelah menuduh ibunya tidak menepati janji. Pada malam harinya Raja bermimpi.
Dalam impiannya Raja didatangi seorang kakek. Kepada kakek itu Raja pun menjelaskan masalah
sarungnya yang belum juga selesai dibuat ibunya. Kata kakek dalam impian Raja, "Esok hari bangunlah
pagi-pagi, sebelum ayam jago berkokok untuk yang ketiga kalinya. Berjalanlah ke arah timur dan jangan
engkau berhenti sebelum engkau menemukan sebuah gua di dalam hutan. Tetaplah engkau terdiam
selama engkau dalam perjalanan."
Keesokan paginya Raja menjalankan perintah Kakek dalam impiannya. Ia telah bangun pagi-pagi dan
berangkat menuju arah timur ketika ayam jago berkokok dua kali. Ia terdiam selama dalam
perjalanannya hingga akhirnya ia tiba di hutan. Ia menemukan sebuah gua yang terdapat mata air di
dalamnya. Ketika Raja tengah memperhatikan gua itu, mendadak terdengar sebuah suara yang
menyapanya, "Raja cucuku, datanglah ke sini."

Meski sangat terperanjat, Raja menuruti perintah tersebut. Kian terperanjat Raja saat bertemu dengan
sang pemilik suara yang tak lain sang Kakek seperti yang berada dalam impiannya.

Sang Kakek memberi segenggam biji kapas kepada Raja. Katanya, "Tanamlah biji-biji kapas ini di halaman
rumahmu. Hendaklah engkau meminta maaf kepada ibumu dan hormatilah kedua orangtuamu itu.
Ubahlah sikap burukmu selama ini"

Setelah berpesan, mendadak tubuh sang Kakek menghilang. Tiba-tiba muncul seekor ular yang sangat
besar di tempat sang Kakek semula berada. Raja yang sangat ketakutan segera berlari secepatnya keluar
gua.

Sesuai pesan sang Kakek gaib, Raja lantas menanam biji-biji kapas itu di halaman rumah orangtuanya.
Ajaib, biji-biji kapas itu tumbuh menjadi pohon kapas dengan kecepatan tumbuh yang sangat
mengagumkan. Dari tunas kemudian berubah menjadi tanaman dan akhirnya berbuah hanya
membutuhkan waktu seminggu. Buah kapas dari pohon kapas ajaib itu juga ajaib bentuknya,
menyerupai gulungan benang yang dipintal ibu Raja. Raja lantas mengubah sifat buruknya setelah
mendapati keajaiban itu.

Pada suatu hari kambing-kambing milik orangtua Raja hilang. Raja dan ayahnya kemudian mencari ke
mana kambing-kambing itu pergi. Dalam pencariannya, Raja memasuki hutan seperti yang pernah
dilakukannya ketika menuruti perintah sang Kakek dalam impiannya. Raja kembali sampai di gua
tempatnya bertemu dengan Kakek ajaib. Seketika tiba di depan gua, sayup-sayup Raja mendengar suara
gadis-gadis sedang mandi di sebuah sungai. Raja sangat tertarik untuk melihatnya. Ketika dilihatnya baju-
baju yang menumpuk di pinggir sungai, Raja lantas mengambil satu baju itu dan menyembunyikannya di
sebuah lubang yang terdapat pada pohon.

Kegemparan pun terjadi ketika gadis-gadis itu selesai mandi. Gadis bungsu tidak menemukan
pakaiannya. Semua kakak-kakaknya telah berusaha turut mencari, namun baju si gadis bungsu tidak juga
dapat ditemukan. Si gadis bungsu hanya bisa menangis sedih.

Raja lantas mendatangi gadis-gadis itu. Ia berpura-pura bertanya perihal penyebab menangisnya si gadis
bungsu.

"Pakaian adik bungsu kami itu hilang," jawab salah seorang kakak si gadis bungsu. "Jika Tuan dapat
menemukannya, niscaya kami akan membalas budi balk Tuan itu."

Raja lantas berpura-pura mencari. Setelah sekian waktu mencari, Raja akhirnya mengambil pakaian yang
disembunyikannya di lubang pohon. Diserahkannya pakaian itu pada si gadis bungsu. "Apakah ini
pakaianmu?"

Putri sulung mengucapkan terima kasih atas bantuan Raja. Katanya kemudian, "Sesungguhnya kami ini
putri-putri ular."

Raja teringat pada Kakek ajaib yang berubah menjadi ular besar. Maka ditanyakanlah perihal Kakek ajaib
itu pada gadis-gadis itu.

"Kakek itu adalah kakek kami.” jawab si gadis sulung. "Gua tempat Tuan bertemu dengan Kakek kami
adalah tempat tinggal kami"

Bersama-sama dengan gadis-gadis itu Raja lantas menuju gua dan kembali bertemu dengan Kakek ajaib.
Atas perkenan Kakek ajaib, Raja diperbolehkan menikah dengan si gadis bungsu. "Namun sebelum
engkau menikahi cucu bungsuku, hendaklah engkau membuat sebuah rumah untuk peristirahatan cucu
bungsuku."

Raja menyanggupi.

Pembuatan rumah peristirahatan itu menyalahi adat istiadat desa di mana Raja tinggal. Warga desa
menjadi heran dan penasaran. Mereka lantas mengintip untuk mengetahui apa yang sesungguhnya
terjadi pada Raja dan istrinya itu. Amat terperanjat warga desa setelah mengetahui di dalam rumah
peristirahatan yang dibangun Raja itu terdapat sekumpulan ular.

Mereka lantas beramai-ramai membakar rumah peristirahatan itu. Habislah keseluruhan rumah
peristirahatan itu dilahap si jago merah. Raja dan istrinya tidak bisa berbuat apapun juga untuk
menyelamatkan rumah peristirahatan mereka.

Keluarga istri Raja sangat geram mendapati tindakan warga kampung. Mereka segera mengubah wujud
menjadi ular-ular dan lantas meminta bantuan kepiting raksasa. Bersama-sama mereka mendorong
tanah hingga tanah itu melesak ke dalam perut bumi. Akibatnya, desa tempat Raja bermukim menjadi
hancur dan porakporanda. Tanah desa tersebut amblas ke dalam perut bumi dan tanah di wilayah yang
berada di batik desa itu meninggi. Tanah itu terus meninggi hingga akhirnya terbentuk sebuah gunung.
Masyarakat kemudian menamakan gunung itu dengan Gunung Mauraja.

Anda mungkin juga menyukai