Anda di halaman 1dari 10

HIKAYAT INDERA BANGSAWAN

Alkisah, pada zaman dahulu, ada sebuah Kerajaan Kobat Syahril yang megah dan mewah. Raja yang memimpin
kerajaan itu bernama Raja Indra Bungsu.

Ia adalah seorang raja yang sangat bijaksana dan adil dalam bertindak. Rakyat di Negeri Kobat Syahril hidup dengan
aman, bahagia, dan sentosa, karena sang raja selalu memperhatikan mereka.

Sang raja memiliki istri yang juga baik hati dan parasnya sangatlah cantik. Kecantikannya sangat termahsyur hingga
ke mancanegara. Wanita itu bernama Putri Siti Kendi.

Tak hanya baik hati, ia juga kerap mengatur kegiatan kemasyarakatan. Maka dari itu, ia sangat dengan rakyat. Para
rakyat pun sangat menyukainya.

Meski telah hidup makmur dan sejahtera, kebahagiaan Raja Indra Bungsu dan istrinya belum lengkap. Pasalnya,
mereka tak kunjung memiliki momongan.

“Wahai Adinda, sudah lama kita berumah tangga, Kanda pun merasa bahagia. Namun, ada satu hal yang membuat
Kanda merasa cemas. Kanda sangat ingin memiliki putra mahkota sebagai ahli waris kerajaan ini,” ucap Raja Indra
Bungsu.

“Begitu pun dengan adinda, Kanda. Sebenarnya, Adinda sangat ingin memiliki anak. Sebenarnya Dinda juga telah
meminta tolong pada tabib, tapi Dinda tak kunjung mengandung,”

Setelah berpikir cukup lama, sang raja akhirnya memutuskan untuk bertanya pada penasihat kerajaan yang terkenal
pandai dalam ilmu agama. Penasihat kerajaan itu meminta raja dan permaisuri memperbanyak doa dan sedekah pada
fakir miskin.

Selama beberapa waktu, raja, permaisuri, dan seluruh rakyat Negeri Kobat Syahril berdoa. Mereka memohon
petunjuk pada Tuhan yang Maha Esa agar permaisuri segera memiliki momongan.

Permaisuri Mengandung Putra Mahkota

Pada akhirnya, sang permaisuri berhasil hamil. Betapa bahagianya Raja Indra Bungsu dan seluruh rakyat Kobat
Syahril. Mereka tak berhenti mendoakan agar kandungan Permaisuri Siti Kendi senantiasa sehat.

Setelah genap sembilan bulan, Siti Kendi ternyata melahirkan dua orang anak kembar laki-laki yang sangat tampan.
Raja Indra bungsu menamai mereka Pangeran Syah Peri dan Pangeran Indera Bangsawan.

Meski kembar, Pangeran Syah Peri lahir terlebih dahulu. Sehingga, ia merupakan kakak dari Pangeran Indera
Bangsawan.

Mereka tumbuh dengan sangat baik. Sang raja pun memerintahkan guru terbaik untuk mengajari mereka ilmu
perang, ilmu pemerintahan, ilmu bermain senjata, dan beragam pendidikan lainnya.

Karena keduanya sama-sama hebat dan tangguh, sang raja pun bingung menentukan siapa yang kelak menjadi
penggantinya. Setelah berpikir lama, ia akhirnya punya solusi atas keresahan hatinya.

Pada suatu malam, Raja Indra Bungsu bercerita pada kedua anak tampannya. “Anakku, semalam ayahanda
bermimpi. Dalam mimpi itu, ayah sedang berkuda. Tiba-tiba, ada seorang pemuda yang tampan. Ia membawa buluh
perindu. Bunyi alat tiup dari bambu itu membuat hati ayah terasa tentram. Ayah sangat ingin memiliki buluh perindu
itu. Tapi, ia tak memberikannya pada ayah. Ia malah berkata kalau siapa pun yang bisa menemukan buluh perindu
ini, maka ialah yang akan menjadi raja,” ucap Indra Bungsu.

“Oleh karena itu, bisakah kalian mencarikan buluh perindu untuk ayah? Yang berhasil menemukannya, akan ayah
pilih sebagai pengganti ayah,” lanjut sang raja.

Setelah mendengar cerita sang ayah, kedua putra mahkota itu saling berpandangan. Mereka saling mendekat dan
terdengar membicarakan sesuatu. Setelah berunding secara singkat, Pangeran Indera Bangsawan berkata, “Baiklah
Ayah, kami berdua kan mencoba mencari buluh perindu itu.”

Perjalanan Mencari Buluh Perindu

Setelah meminta doa restu kedua orang tua, pergila kedua putra mahkota mencari buluh perindu. Bersama-sama
mereka melewati hutan dan lembah.

Apa pun yang terjadi, mereka bisa melaluinya bersama-sama. Hingga suatu hari, mereka melewati sebuah gunung
yang sangat terjal. Banyak bebatuan besar yang sangat sulit untuk mereka lewati. Namun, mereka tak pernah
menyerah. Mereka selalu berupaya agar dapat melewati segala rintangan demi mendapatkan buluh perindu.

Sesampainya di sebuah puncak gunung, tiba-tiba datang angin topan yang sangat besar. Mereka
saling berpegangan agar tak terpisah. Musibah terus-terusan datang. Kali ini, kabut yang sangat tebal menghalangi
pandangan kedua pangeran.

Mereka saling berpegangan tangan. Tapi, pandangan mereka semakin kabur. Ditambah lagi, angin topan yang
berhembus semakin kencang. Malangnya, hal itu membuat mereka terpisah.

Pangeran Syah Peri terhempas di dekat pohon hingga ia tak sadarkan diri. Sedangkan Pangeran Indera Bangsawan
terdampar di dekat sebuah gua.

Pangeran Syah Peri

Setelah sadar, Pangeran Syah Peri kebingungan. Ia melihat semua yang ada di sekitarnya telah porak poranda. Ia
bergegas bangun dan mencari adiknya. Tapi, ia tak kunjung menemukannya.

Ia lalu melanjutkan perjalanan ke arah utara untuk menemukan adiknya dan buluh perindu. Setelah sekian lama
berjalan, tibalah ia di suatu negeri yang sangat luas.

Negeri itu sangat indah, bermacam-macam pohon dan bunga tumbuh di sana. Ia lalu melihat sebuah rumah dan
memutuskan untuk mengunjunginya.

Namun, rumah itu tampak sepi. Pangeran Syah Peri lalu mengintip ke setiap sudut jendela itu. Lalu, ia melihat
seorang perempuan yang tampak terikat tali.

Ia lalu mendobrak pintu rumah dan menyelamatkan perempuan itu. Dengan tubuhnya yang terkulai lemas, wanita itu
berterima kasih pada Syah Peri.

“Terima kasih, Tuan, karena telah menyelamatkanku.” ucap gadis itu.

“Siapa yang tega mengikatmu dengan tali? Dan, siapakah namamu?” tanya Pangeran Syah Peri.
Wanita itu bernama Dewi Ratna Sari. Ia berasal dari Kerajaan Asikin. Negeri tersebut telah hancur karena ulah
raksasa. Sosok berbadan besar itulah yang mengikatnya dengan tali.

Lalu, Pangerah Syah Peri berkata bila ia akan membunuh raksasa itu. Benar saja, ketika sang raksasa datag,
Pangeran Syah Peri langsung menghadangnya. Dengan senjata panah, pangeran itu berhasil membunuh raksasa.

Dewi Ratna Sari sangat berterima kasih pada pangeran. Tak lama kemudian, mereka saling suka dan memutuskan
untuk menikah. Putri Dewi Ratna Sari lalu mengikut pangeran mencari buluh perindu dan adiknya.

Pangeran Indera Bangsawan

Di sisi lain, Pangeran Indera Bangsawan juga selamat. Setelah badai topan itu, ia terdampar di balik batu. Ia juga
mencari kakaknya, tapi tak kunjung bisa bertemu.

Akhirnya, ia berjalan seorang diri ke arah barat. Ia lalu melihat sebuah rumah kecil dan menghampirinya.
Sesampainya di depan pintu, ia bertemu dengan seorang nenek.

“Apa tujuanmu datang kemari, Anak muda? Siapa namamu?” tanya nenek itu.

“Namaku Indera Bangsawan, Nek. Aku bisa sampai di sini karena tersesat saat mencari adik dan buluh perindu,”
ungkap pangeran itu.

“Baiklah, Cucuku. Kamu sebenarnya telah tiba di Negeri Lorong Antah. Lantas, kenapa kamu mencari buluh
perindu?” tanya nenek itu.

Lalu, Pangeran Indera Bangsawan menceritakan tujuannya mencari buluh perindu. Ia juga mengatakan bahwa dalam
perjalanan ada badai yang memisahkan dirinya dengan sang kakak.

Mendengar cerita itu, sang nenek merasa iba. “Sebenarnya, aku adalah satu-satunya orang yang memiliki buluh
perindu, Nak! Namun, aku tak bisa menyerahkannya begitu saja padamu,” ucap nenek itu.

“Apakah ada syarat yang harus aku penuhi dulu, Nek? Aku sangat ingin membawa pulang buluh perindu itu,” jawab
sang pangeran tampan.

“Aku akan menyerahkannya bila kau bisa mengalahkan raksasa yang ada di negeri Antah Berantah, Nak. Jika
berhasil menyelamatkan rakyat di sana, aku akan memberikan buluh perindu ini,” jawab sang nenek.

Sang nenek menceritakan bahwa negeri itu dipimpin oleh Raja Kabir. Karena raksasa terus mengganggu, Raja Kabir
sampai membuat sayembara. Siapa pun yang berhasil mengalahkan raksasa, maka ia akan menjadi suami putrinya,
Dewi Kemala Sari.

Menyelamatkan Negeri Antah Berantah

Pangeran Indera Bangsawan menyetujui perintah sang nenek. Saat hendak berangkat ke Antah Berantah, sang nenek
membekalinya seekor kuda yang sangat kuat.

Ia lalu berpesan, “Nak, kuda ini akan membantumu dalam perjalanan. Untuk mengalahkan raksasa, gunakanlah
panah milikmu.”

“Baik, Nek. Doakan aku agar bisa mengalahkan raksasa itu,” jawab pangeran tampan.
Kemudian, Pangeran Indera Bangsawan memulai perjalanannya menuju Negeri Antah Berantah sendirian.
Sesampainya di negeri itu, para penjaga menghadangnya. Ia lalu mengatakan bahwa dirinya hendak membantu
melawan sang raksasa.

Tak berselang lama, datanglah raksasa menyerang Antah Berantah. Para pasukan Kerajaan Antah Berantah dibantu
oleh pasukan dari Anak Raja Sembilan pun beraksi. Namun, raksasa itu sangat kuat. Beberapa pengawal mulai
jatuh tersungkur.

Dengan ilmu perang yang ia punya, Indera Bangsawan langsung menyerang raksasa dengan panah-panahnya. Ia
sangat gagah dan tangguh.

Setelah berulang kali membusurkan panah, akhirnya raksasa itu berhasil ia bunuh. Para pasukan perang
pun bersorak sorai. Mereka sangat berbahagia.

Mengetahui hal tersebut, Raja Kabir pun langsung menemui Pangeran Indera Bangsawan. “Siapakah gerangan
dirimu, wahai Pemuda? Terampil sekali kau dalam berperang. Aku berterimakasih karena kau telah menyelamatkan
negeriku ini,” ucap sang raja.

“Nama hamba adalah Indera Bangsawan, Tuan. Hamba berasal dari Negeri Kobat Syaril,” jawab pangeran.

“Kamu sangat pandai dalam berperang. Lantas, apa yang membuatmu jauh-jauh datang kemari, Nak? tanya sang
raja.

“Ceritanya sangat panjang, Tuan. Hamba akan menceritakannya di lain kesempatan. Namun, hamba kemari memang
untuk menyelamatkan Negeri Antah Berantah,” jawab pangeran.

Sesuai sayembara, Raja Kabir pun lalu menikahkan Dewi Kemala Sari dengan Indera Bangsawan. Pesta pernikahan
itu dilangsungkan secara mewah selama tujuh hari tujuh malam.

Kembali Ke Kobat

Pada suatu malam, Pangeran Indera Bangsawan mengatakan pada sang istri kalau ia hendak menemui nenek-nenek
di Negeri Lorong Antah. Ia ingin mengambil buluh perindu dan hendak menyerahkannya pada sang ayah.

“Adinda, kanda merindukan kedua orang tua dan kakak kanda. Esok, kanda berencana ke rumah seorang nenek
untuk mengambil buluh perindu. Lalu, kanda kan kembali ke Negeri Kobat Syahril. Maukah Adinda ikut kanda?”
ucap pangeran.

“Tentu saja, Kanda. Adinda siap mengabdi pada kakanda,” ucap Dewi Kemala Sari.

Setelah itu, mereka lalu memohon izin pada Raja Kabir. Raja yang bijak itu memahami perasaan menantunya. Ia
lalu mengizinkan Pangeran Indera Bangsawan dan putrinya kembali ke Negeri Korbat Syahril.

Saat hendak kembali ke negeri asal, Pangeran Indera Bangsawan dan istrinya tak sendiri. Mereka dikawal oleh
banyak pasukan dari Negeri Antah Berantah. Sebelum menuju ke Kobat Syahril, mereka mendatangi Lorong Antah
untuk mengambil buluh perindu.

Nenek yang memiliki buluh itu pun dengan suka rela menyerahkannya pada Pangeran Indera Bangsawan. “Kau
telah memenuhi janjimu, Nak. Sekarang buluh perindu ini akan menjadi milikmu,” ucap sang nenek.
Setelah mengambil buluh perindu, Indera Bangsawan, istrinya, dan para pasukan pun melanjutkan perjalanan.
Setibanya di sana, para rakyat langsung menyambut pangeran dengan suka cita.

Begitu pula dengan Raja Indra Bungsu dan Permasuiri Siti Kendi. Mereka sangat bahagia karena anaknya telah
kembali. Pada saat yang bersamaan, Pangeran Syah Peri dan istrinya juga kembali ke istana.

Saudara kembar ini sontak langsung berpelukan. Mereka tak menyangka bisa bertemu lagi dengan istri masing-
masing. Pada saat itu pula, Indera Bangsawan menyerahkan buluh perindu.

Maka, raja mengumumkan bahwa Indera Bangsawan adalah penerusnya. Mengetahui adiknya berhasil mendapatkan
buluh perindu, Pangeran Syah Peri merasa bangga.
HIKAYAT SI MISKIN

Dahulu kala karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya dibuang
dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.
Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki
berkeliling di Negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. Ke mana mereka
pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan
sehingga bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin
berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari
rezeki. Demikian seterusnya.
Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga yang ada di taman raja. Si
Miskin menyatakan keberatannya untuk menuruti keinginan isterinya itu, tetapi istri itu makin menjadi-
jadi menangisnya. Maka berkatalah si Miskin, “Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi
mencari buah mempelam itu. Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.”
Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-makanan yang lain. Setelah
ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh ketakutan, pergilah si Miskin menghadap raja
memohon mempelam. Setelah diperolehnya setangkai mangga, pulanglah ia segera. Isterinya menyambut
dengan tertawa-tawa dan terus dimakannya mangga itu.
Setelah genap bulannya kandungan itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama
Marakarmah (anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih sayang.
Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah
tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya.
Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya. Si Miskin lalu
berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya
diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan, bernama Nila
Kesuma.
Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan
menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah. Ketika Maharaja Indera
Angkasa akan mengetahui pertunangan putra-putrinya, dicarinya ahli-ahli nujum dari Negeri Antah
Berantah.
Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah
dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagi orangtuanya.
Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati
yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.
Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah terbakar.
Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin.
Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka mencuri,
Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemu oleh Raja
Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera
mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.
Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di pangkalan raksasa
yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. Waktu Cahaya
Chairani berjalan –jalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya.
Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat
raksasa dengan menumpang sebuah kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani,
maka didorongnya Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan oleh ikan nun yang membuntuti kapal itu
menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan yang
kemudian terus membelah perut ikan nun itu dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung
Rajawali, sampai Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela.
Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang kehidupannya berjual bunga.
Marakarmah selalu menolak menggubah bunga. Alasannya, gubahan bunga Marakarmah dikenal oleh
Cahaya Chairani, yang menjadi sebab dapat bertemu kembali antara suami-isteri itu.
Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari menemukan seorang puteri di
bawah pohon beringin yang sedang menangkap burung, tahulah Marakarmah bahwa puteri tersebut
adiknya sendiri, maka ditemuinyalah. Nahkoda kapal yang jahat itu dibunuhnya.
Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin kembali. Dengan
kesaktiannya diciptakannya kembali Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti dahulu
kala.
Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh Raja Bujangga
Indera (saudara Cahaya Chairani). Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama
Maharaja Malai Kisna di Mercu Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari
menjadi raja di Palinggam Cahaya.
HIKAYAT PANJI SEMIRANG

Alkisah pada zaman dahulu kala, di belahan bumi Jawa ada sebuah kerajaan bernama Daha. Diceritakan kalau Raja
Daha mempunyai dua orang putri yang cantik jelita. Yang satu bernama Galuh Candra Kirana, anak dari permaisuri.
Selain cantik, Candra Kirana banyak disenangi orang karena tutur katanya lemah lembut dan santun kepada siapa
saja. Putri yang satunya lagi adalah Galuh Ajeng, keturunan dari selir yang bernama Paduka Liku. Tabiat Galuh
Ajeng kurang baik. Ia selalu iri pada kakak tirinya. Warga seisi istana, banyak yang tidak menyukai dirinya.

Baginda Raja Daha mempunya tiga orang saudara. Seorang menjadi raja di Kahuripan dan seorang menjadi raja di
Gagelang, sedangkan yang satu lagi seorang wanita, menjadi pertapa di Gunung Wilis dengan gelar Nyi Gandasari.
Raja Kahuripan mempunyai seorang putra yang tampan dan gagah serta amat baik perangainya. Raden Inu Kertapati
namanya. Raja Kahuripan ingin sekali putranya mendapatkan jodoh dan menikahkan putranya dengan seorang putri
yang pantas sebagai menantu raja. Setelah menimbang sana sini dan pilih sana pilih sini, maka pilihan calon
menantu itu jatuh pada putri saudaranya sendiri yang cantik jelita, yaitu Galuh Candra Kirana.

Raja Kahuripan kemudian mengirim utusan ke kerajaan Daha meminang putri Galuh Candra Kirana untuk
dijodohkankan menjadi istri putranya, Raden Ini Kertapati. Pinangan tersebut diterima dengan senang hati oleh Raja
Daha dan rakyatnya, kecuali Paduka Liku, selir baginda Raja Daha. Rasa iri dalam hatinya kemudian menimbulkan
niat jahat untuk menyingkirkan permaisuri serta putri Galuh Candra Kirana, agar ia dapat menggantikan kedudukan
sebagai permaisuri dan galuh Ajeng dapat dijodohkan dengan Raden Inu Kertapati.

Untuk melaksanakan niat jahatnya itu, Paduka Liku, pada suatu hari membuat makanan tapai yang dicampur racun,
dan disuruhnya seorang dayang untuk memberikan tapai itu kepada permaisuri. Permaisuri dengan senang hati
menerima pemberian tapai tersebut, karena baru pertama kali itu Paduka Liku mengirimkan makanan untuk dia.
Selainmemberikan tapai beracun, Paduka Liku juga menyuruh adiknya untuk minta azimat guna-guna kepada
seorang petapa sakti, agar raja tambah sayang kepadanya.

Sore hari, ketika sedang duduk santai di taman peristirahatan istana, permaisuri akan tapai pemberian selir Paduka
Liku. Ia memerintahkan seorang dayang untuk mengambil tapai tersebut. Baru saja tapai dimakan, badannya
langsung kejang-kejang, mata mendelik dan mulutnya berbusa. Dayang-dayang jadi panik. Candra Kirana menjerit-
jerit ketika melihat keadaan ibunya.

Permaisuri meninggal seketika itu juga. Seisi istana jadi sedih dan berduka. Termasuk Mahadewi, selir baginda yang
lain. Ia merasa sedih atas kematian permaisuri ketika dengan tergopoh-gopoh baginda raja datang dan sangat marah
kepada Paduka Liku atas bencana yang ditimbulkannya. Namun setelah berhadapan dengan Paduka Liku, baginda
berubah sikap menjadi tenang dan tetap ramah kepadanya.

Kabar tentang wafatnya permaisuri kerajaan Daha sampai ke Kahuripan. Baginda raja Kahuripan merasa kasihan
kepada Candra Kirana atas nasibnya itu. Untuk menghiburnya Baginda ingin mengirimkan bingkisan kepada calon
menantunya itu. Raden Inu Kertapati lalu disuruh membuat dua buah boneka. Satu dari emas dan satu lagi dari
perak. Boneka Emas dibungkus dengan kain biasa, dan boneka perak dibungkus dengan sutera yang indah. Setelah
bingkisan tiba di Daha, Baginda menyuruh Galuh Ajeng memilih lebih dahulu. Karena tamaknya diambilnya
bungkusan sutera dan yang berbungkus dengan kain biasa diberikan kepada Candra Kirana.
Betapa gembira hati Candra Kirana setelah membuka bungkusan, ternyata yang didapatkannya adalah boneka emas
yang berkilau-kilauan. Ditimang-timangnya boneka itu dan selalu dibawanya ke mana ia pergi. Galuh Ajeng yang
kemudian mengetahui kalau boneka yang didapatkan oleh kakaknya jauh lebih bagus, ia ingin memilikinya. Atas
bujukan Paduka Liku, Baginda menyuruh Candra Kirana agar menukarkan boneka miliknya dengan boneka Galuh
Ajeng. Candra Kirana tidak mau menyerahkan bonekanya sehingga ayahnya menjadi marah. Candra Kirana diusir
dari istana. Dengan tubuh terhuyung-huyung karena kaget atas tindakan ayahnya, Candra Kirana masuk ke
peraduannya, dituntun oleh Mahadewi bersama para dayang dan pengasuhnya.

Keesokan harinya, menjelang subuh Candra Kirana dan para pengiringnya meninggalkan istana pergi tanpa tujuan.
Maka sampailah Candra Kirana beserta para pengiringnya di perbatasan antara kerajaan Daha dan Kahuripan.
Candra Kirana memutuskan untuk menetap di perbatasan tersebut, membangun kerajaan kecil, dan atas kesepakatan
para prngiringnya, dia menjadi Raja Kecil di tempatnya yang baru itu. Untuk menjaga kerahasiaan akan siapa
sejatinya mereka, semuanya menyamar sebagai pria dan Putri Candra Kirana mengganti namanya menjadi Panji
Semirang. Untuk memperkuat kerajaan mereka melakukan perampokan kepada setiap orang atau rombongan yang
melewati daerahnya, lalu menahannya dan memaksa mereka untuk menetap di tempat itu. Dengan demikian
rakyatnya makin lama semakin bertambah, dan kerajaan semakin kuat jadinya. Sampai akhirnya berita tentang
kerajaan Panji Semirang sampai ke Kahuripan.

Pada waktu utusan raja Kahuripan membawa barang-barang dan hadiah, uang, dan Mas Kawin untuk meminang
Putri Galuh Candra Kirana, rombongan tersebut dicegat dan dirampok tentara Panji Semirang. Kepada pimpinan
rombongan utusan Raja Kahuripan itu, Panji Semirang berpesan, barang rampasan dan uang hanya akan
dikembalikan apabila Raden Inu Kertapati sendiri yang datang menghadap Panji Semirang.

Ketika Raden Inu Kertapati datang untuk mengambil barang-barang yang telah dirampas oleh Panji Semirang,
betapa heran dan kagumnya ia pada saat bertemu dengan Panji Semirang. Seorang raja yang menarik, simpatik,
cantik, dan suaranya lembut merdu.

Untuk menyambut kedatangan Raden Inu Kertapati, diadakanlah jamuan di istana Panji Semirang. Keesokan
harinya, setelah semua barang dan uang dikembalikan, berangkatlah Raden Inu Kertapati beserta rombongan
meneruskan perjalanan ke Daha menyerahkan barang-barang bawaannya dan mas kawin kepada Raja Daha.

Mengetahui kalau kekasihnya akan menikah dengan Galuh Ajeng, adiknya, betapa sedih hati Panji Semirang.
Untuk mengobati kesedihan hatinya itu, ia memutuskan hendak pergi menemui bibinya, Biku Gandasari, di Gunung
Wilis. Ia ingin minta nasehat pada bibinya. Maka kembali ia berganti pakaian wanita lalu berangkat menemui
bibinya. Biku Gandasari sangat terharu mendengar cerita dan derita keponakannya itu. Kepada Candra Kiranya ia
memberi saran supaya pergi ke Kerajaan Gagelang, ke tempat pamannya.

Candra Kirana dan rombongan kembali berpakaian laki-laki dan menyamar sebagai pemain Gambuh (pengamen)
dengan nama Gambuh Warga Asmara. Mereka berkeliling dari satu daerah ke daerah yang lain, sampai akhirnya
sampai ke negeri Gagelang. Pertunjukan Gambuh Warga Asmara disenangi banyak orang di negeri Gagelang.

***

Sejak hari pertama pernikahan Raden Inu Kertapati dengan Galuh Ajeng, ia menjadi pendiam, hatinya sedih dan
kecewa, karena diketahuinya bahwa yang istrinya itu bukanlah Galuh Candra Kirana. Ia merasa tertipu oleh Paduka
Liku. Betapa ingin hatinya berjumpa dengan Candra Kirana. Untuk menghibur hatinya ia memutuskan untuk
mengunjungi pamannya di kerajaan Gagelang. Para pengiringnya mengatakan bahwa di Gagelang ada rombongan
pemain Gambuh yang baik penampilannya. Raden Inu Kertapati, senang mendengarnya dan berharap bisa menonton
pertunjukan Gambuh tersebut. Karena ia memang butuh hiburan.

Ketika menyaksikan pertunjukan Gambuh Warga Asmara, Raden Inu Kertapati sangat tertarik dan sekaligus merasa
terharu. Akan tetapi ketika ia memperhatikan gerak-gerik para pemain Gambuh yang luwes bagai wanita, ia jadi
curiga. Bahkan rasa-rasanya, ia pernah melihat wajah-wajah mereka. Karena hari telah larut malam, maka
rombongan itu disuruh menginap di dalam keraton. Di tempat peristirahatannya Candra Kirana, karena rindu pada
kekasihnya, ia kembali mengenakan pakaian wanitanya. Lalu, sembari menimang-nimang boneka emasnya, ia
menyanyikan lagu yang memancing rasa haru bagi pendengarnya.

Raden Inu Ketapati yang penasaran, ingin sekali mengetahui rahasia anggota Gambuh Warga Asmara yang
sebenamya. Diam-diam ia mengintip di tempat peristirahatan mereka. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat
seorang putri menimang-nimang boneka emas yang pemah diberikannya kepada Candra Kirana. Rasa curiganya dan
penasarannya terjawab sudah. Tanpa ragu lagi ia memastikan bahwa wanita yang sedang menembang sembari
menimang-nimang boneka emas itu tak lain adalah Candra Kirana yang sedang ia cari-cari selama ini. Dengan hati
yang sudah tak sabar lagi pintu kamar segera ia buka, dan… bertemulah sepasang kekasih itu untuk saling
melepaskan rasa rindu yang telah lama terpendam.

Setelah pertemuan yang tak disangka-sangka itu, Galuh Candra Kirana segera diboyong ke istana Kahuripan.
Kepada ayahandanya, Raden Inu Kertapati menceritakan apa sebenarnya yang telah terjadi, dan Candra Kirana
mohon maaf atas kekeliruan yang pernah dibuatnya. Setelah itu baginda Raja Kahuripan segera mempersiapkan
upacara resmi pernikahan Randen Inu Kertapati dengan Galuh Candra Kirana.

Paduka Liku yang mendengar berita pernikahan itu, menjadi kecut hatinya. Baginda Raja Daha pun sudah tak mau
lagi memperdulikan selirnya itu. Karena itu, paduka Liku menyuruh adiknya untuk meminta ajimat guna-guna
kepada pertapa yang dulu pernah diminta pertolongannya. Tetapi sayang, untung tak dapat diraih, malang tak dapat
ditolak. Di tengah perjalanan, adiknya itu disambar petir dan meninggal dunia. Paduka Liku putus asa lalu bunuh
diri.

Anda mungkin juga menyukai