Anda di halaman 1dari 7

Perkembangan Arsitektur 2

“Arsitektur Byzantium”

Nama : Nurun Nissa


Kelas : 2TB01
NPM : 25315239

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN


JURUSAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
Hagia Sophia

Hagia Sophia merupakan bangunan masjid yang menjadi icon utama kota terpenting Turki
yaitu Istanbul (Konstantinopel). Kemegahannya menyiratkan kisah perjuangan kaum
Muslimin menyebarkan kebenaran di muka bumi. Hagia Sophia merupakan lambang
kesuksesan perjuangan daulah Islamiyah Kerajaan Ottoman dalam menaklukan Persia dan
Romawi. Penaklukan tersebut dirintis kaum Muslimin dibawah pimpinan Busr bin Abi Artat
(Dinasti Umayyah) pada 44 H/664 M sampai puncaknya yaitu pada masa Sultan Muhammad
al Fatih (1453 M).

Hagia Sophia yang mengalami perubahan dari gereja ke masjid selama hampir lima abad,
sekarang akhirnya berfungsi sebagai museum. Pencetus fungsi museum ini oleh penguasa
Turki yang Muslim nasionalis, Mustafa Kemal Atatürk. Pada 1923, museum Hagia Sophia
diawasi oleh pemerintah sebagai cagar budaya peninggalan masa lalu.

Sejarah dan Perkembangannya

Sebelum masuknya Islam ke Konstantinopel, bangunan Hagia Sophia bernama Saint Sophia
dan berfungsi sebagai gereja, karena yang berkuasa di tanah tersebut adalah Kerajaan
Romawi Timur yang beragama Kristen. St. Sophia dirancang dua arsitek dari Tralles dan
Melitus yaitu Anthemius dan Isodorus pada masa Kekaisaran Konstantinopel Agung (± 280-
337). Bangunan yang pada awalnya berlanggam Basilika ini kemudian ditahbiskan pada
tahun 260 sebagai gereja.

Berkali-kali bangunan St. Sophia mengalami perbikan dan renovasi, kebanyakan disebabkan
oleh gempa bumi, ketidakstabilan struktur, dan kerusakan akibat perang. Sampai pada masa
Pemerintahan Kaisar Justinianus (527-565), St. Sophia menjadi lebih besar dan megah,
namun tidak mengubah konsep awal dari arsitektur Byzantium pada denah dan tampilan
bangunannya. Tetapi peristiwa keruntuhan masih dialami St. Sophia akibat gempa pada 7
Mei 558, sehingga akhirnya bangunan ditinggikan dan pilah-pilarnya diperkokoh.

Pada masa pemerintahan Kaisal Basil II (± 958-1025) dan ketika bangsa Latin menyerang
Konstantinopel, lagi-lagi St. Sophia mengalami kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya.
Akhirnya perbaikan besar-besaran dilakukan pada abad ke-14, sehingga bentuk akhirnya
bisa dilihat sampai sekarang dengan bentang kubah sebesar 30 meter dan pilar setinggi 54
meter dari pondasinya.

Gaya arsitektur St. Sophia dipengaruhi oleh kebudayaan Byzantium (abad ke-6) yang ada
sebelum Konstantinopel berdiri. Gaya Byzantium didasari oleh karya bangunan Kristen awal
yang menempatkan area pembaptisan dan kapel makam sebagai area yang terpusat.
Sehingga ruang-ruang atau relung yang mendampingi ruang utama berformasi radial dengan
pusatnya yaitu makam atau meja altar di tengah. Karena formasinya yang terpusat,
denahnya pun tidak lepas dari bentuk-bentuk simetris seperti bujur sangkat atau segi
delapan/segi banyak dengan ukuran sisi-sisinya yang sama, bahkan berbentuk lingkaran.

Dekorasi arsitektur gaya Byzantium sangat maksimalis, dikarenakan pengaruh seni Romawi-
hedonis yang mewah dan penuh detail, selain didasarkan pada kepercayaan bahwa ruang
dalam memiliki arti penting sebagai tempat berkumpulnya ‘orang-orang beriman’, sehingga
interiornya harus diubah.

Bentuk-bentuk lengkung dan kubah yang pada akhirnya menjadi ciri arsitektur Islam,
awalnya bertujuan untuk meredam kesan kaku dan keras dari bahan terakota/bata merah
yang berbentuk persegi. Khusus bagian kubah, selain memberikan kesan lunak pada
bangunan juga digunakan untuk melingkupi bentangan yang besar dari ruangan dengan
keunggulan struktur dasarnya yaitu struktur pelengkung. Bentang ruang yang besar
ditambah ceiling yang menjulang tinggi ditujukan untuk menghadirkan skala
keagungan/ketuhanan.
Denah utama Hagia Sophia adalah ruang tengah berbentuk bujur sangkar yang berukuran
32,6 x 32,6 m2. Di sudut-sudutnya terdapat kolom struktural yang sangat masif dan besar.
Kolom ini menyangga pelengkung setengah lingkaran yang menyangga kubah utama. Selain
itu terdapat lagi seperempat kubah yang menyangga kubah utama selain pelengkung tadi.
Sehingga ruang shalat utamanya (nave) berbentuk oval dengan panjang 68,6 m dan lebar
32,6 m. Terdapat banyak jendela yang menerangi nave, terletak berkeliling di kaki kubah
dan hampir seluruh sisi bangunan dengan beragam ukuran.

Pada 17 Mei 1453 Konstantinopel dikuasai tentara Islam di bawah pimpinan Sultan
Muhammad II (Muhammad Al Fatih). Seiring dengan digantinya nama Konstantinopel
menjadi Istanbul sebagai ibu kota Kerajaan Ottoman, St. Sophia ‘diresmikan’ kembali
dengan kumandang takbir dan shalat syukur, menjadi masjid dengan nama Hagia Sophia.
Hagia Sophia berarti divine wisdom atau ‘penentu kearifan’.

Renovasi dalam rangka penyesuaian fungsi dari gereja menjadi masjid kemudian dilakukan
berturut-turut dengan menambahkan mimbar, mihrab, menara dan lainnya seperti ciri
masjid di Semenanjung Arab. Sultan Muhammad al Fatih menambahkan sebuah menara di
bagian selatan masjid. Disusul dengan pembangunan menara di bagian timur laut oleh
Sultan Salim II (974-982 H/1566-1574 M). Sultan Murad III (982-1003 H/1574-1595 M)
membangun dua buah menara lagi dan menyapu elemen gereja serta menempatkan tanda
bulan sabit di puncak kubah.
Dome of the Rock (Kubah Shakhrah)

Dome of the Rock atau Kubah Shakhrah dibangun pada tahun 687-705, bertempat di
Haram Asy Sharif, Jerusalem, Palestina. Kubah batu ini dirancang oleh Abdul Al Malik
melalui arsitek-arsitek beraliran Byzantine di bawah pengawasan lapangan dari ahli-ahli
bangunan Syiria dan ahli-ahli dekorasi mozaik dari Konstantinopel, Turki. Dibangun pada
masa pemerintahan Abdul Al-Malik, penguasa ke-V dari Bani Umayyah .
Dome of the Rock atau Kubah Shakhrah adalah salah satu masterpiece arsitektur Islam.
Bangunan ini merupakan salah satu monumen Islam terbesar dan tertua serta merupakan
tempat suci ke III dari Islam, setelah Mekah dan Medinah.
Kubah Batu di Yerusalem adalah sebuah bangunan unik. Bangunan ini merupakan
monumen arsitektural Islam yang paling awal, yang tetap bertahan dalam bentuk aslinya.
Kubah batu di bangun pada 691 M oleh khalifah Dinasti Umayyah, Abdul Malik.
Dome of The Rock yang dibangun pada masa kekuasaan Bani Umayyah hingga saat ini
memiliki fungsi yang tidak berubah yaitu sebagai monumen arsitektur Islam yang
merupakan symbol kekuasaan dinasti Umayyah pada waktu itu. Motif lain yang
mendorong pembangunan tempat suci itu, yang menjelaskan ukuran, derajat, dan
kekayaan dekorasinya, adalah untuk menandingi monumen- monumen Kristen di Suriah,
dan Palestina, terutama Holy Sepulcher atau Gereja Jirat Suci yang mendominasi
pemandangan kota Jerusalem. Dapat dikatakan bahwa bangunan baru yang sangat
bagus itu secara umum menyampaikan tiga pesan religiopolitis kepada para penganut tiga
agama semitik : Yahudi, Kristen, Islam.
Denah bangunan ini adalah segidelapan (octagonal). Bangunan octagon ini dimaksudkan
dengan symbol kekuasaan. Dalam hal ini, sebuah bundaran dilingkungi oleh sebuah
octagon dalam octagon lain. Ini merupakan pola geometris sederhana yang dapat dibuat
dari penempatan sebuah bujur sangkar pada bujur sangkar lain dengan memutarnya 45
derajat. Hal seperti ini biasa ditemukan pada karya arsitektur byzantium.

Denah dan struktur pada Dome Of The Rock dirancang dengan sangat simetris dalam pola
geometris. Hal ini merupakan ciri dari bentuk bangunan di Eropa, yang juga merupakan
unsur terdapat pada arsitektur Byzantium. Inti bangunan yang luas dan merupakan puncak
hirarki dibiarkan kosong, tanpa kolom atau penyangga bangunan diatasnya, dan ruang
tersebut dikelilingi oleh barisan kolom yang disusun secara simetris. Mirip dengan kuil-kuil
di Yunani atau Pantheon di Roma.
Desain interior Dome of The Rock banyak mengadopsi dari style Byzantium, antara lain:

1. Di dalam dekorasi bangunan monumental itu banyak terdapat mozaik-mozaik yang


menunjukkan perpaduan motif-motif Sasanid dan Bizantium yang merupakan karakteristik
seni Islam awal.
2. Bahan material yang digunakan pada ornament Dome of The Rock banyak menggunakan
marmer, mozaik, keramik bahkan tidak sedikit yang dilapis emas. Ruang dalam banyak
mempunyai cirri khas gaya Byzantium yaitu dihias secara mewah dengan beraneka ragam
warna dan bahan material pada ornamennya.
3. Jendela dibuat di sekeliling batas lingkaran utama pada kubahnya sama seperti pada Gereja
Hagia Sophia yang merupakan salah satu karya arsitektur terbesar pada zaman Byzantium.
4. Aplikasi bentuk lengkung setengah lingkaran pada sekeliling dinding dibuat untuk memberi
kesan lunak pada bahan batu bata yang mempunyai kesan kaku dan keras.

Anda mungkin juga menyukai