Anda di halaman 1dari 14

Cerita Rakyat Sumatera Barat : Cerita Dongeng Malin Kundang

Pada zaman dahulu di sebuah perkampungan nelayan Pantai Air Manis di daerah
Padang, Sumatera Barat hiduplah seorang janda bernama Mande Rubayah
bersama seorang anak laki-lakinya yang bernama Malin Kundang. Mande
Rubayah amat menyayangi dan memanjakan Malin Kundang. Malin adalah
seorang anak yang rajin dan penurut.
Mande Rubayah sudah tua, ia hanya mampu bekerja sebagai penjual kue untuk
mencupi kebutuhan ia dan anak tunggalnya. Suatu hari, Malin jatuh-sakit. Sakit
yang amat keras, nyawanya hampir melayang namun akhirnya ia dapat
diseiamatkan-berkat usaha keras ibunya. Setelah sembuh dari sakitnya ia
semakin disayang. Mereka adalah ibu dan anak yang saling menyayangi. Kini,
Malin sudah dewasa ia meminta izin kepada ibunya untuk pergi merantau ke
kota, karena saat itu sedang ada kapal besar merapat di Pantai Air Manis.
"Jangan Malin, ibu takut terjadi sesuatu denganmu di tanah rantau sana.
Menetaplah saja di sini, temani ibu," ucap ibunya sedih setelah mendengar
keinginan Malin yang ingin merantau.
"Ibu tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa denganku," kata Malin sambil
menggenggam tangan ibunya. "Ini kesempatan Bu, kerena belum tentu setahun
sekali ada kapal besar merapat di pantai ini. Aku ingin mengubah nasib kita Bu,
izinkanlah" pinta Malin memohon.
"Baiklah, ibu izinkan. Cepatlah kembali, ibu akan selalu menunggumu Nak," kata
ibunya sambil menangis. Meski dengan berat hati akhirnya Mande Rubayah
mengizinkan anaknya pergi. Kemudian Malin dibekali dengan nasi berbungkus
daun pisang sebanyak tujuh bungkus, "Untuk bekalmu di perjalanan," katanya
sambil menyerahkannya pada Malin. Setelah itu berangkatiah Malin Kundang ke
tanah rantau meninggalkan ibunya sendirian.
Hari-hari terus berlalu, hari yang terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap pagi
dan sore Mande Rubayah memandang ke laut, "Sudah sampai manakah kamu
berlayar Nak?" tanyanya dalam hati sambil terus memandang laut. la selalu
mendo'akan anaknya agar selalu selamat dan cepat kembali.
Beberapa waktu kemudian jika ada kapal yang datang merapat ia selalu
menanyakan kabar tentang anaknya. "Apakah kalian melihat anakku, Malin?
Apakah dia baik-baik saja? Kapan ia pulang?" tanyanya. Namun setiap ia
bertanya pada awak kapal atau nahkoda tidak pernah mendapatkan jawaban.
Malin tidak pernah menitipkan barang atau pesan apapun kepada ibunya.
Bertahun-tahun Mande Rubayah terus bertanya namun tak pernah ada jawaban
hingga tubuhnya semakin tua, kini ia jalannya mulai terbungkuk-bungkuk. Pada
suatu hari Mande Rubayah mendapat kabar dari nakhoda dulu membawa Malin,
nahkoda itu memberi kabar bahagia pada Mande Rubayah.
"Mande, tahukah kau, anakmu kini telah menikah dengan gadis cantik, putri
seorang bangsawan yang sangat kaya raya," ucapnya saat itu.
Mande Rubayah amat gembira mendengar hal itu, ia selalu berdoa agar anaknya
selamat dan segera kembali menjenguknya, sinar keceriaan mulai
mengampirinya kembali. Namun hingga berbulan-bulan semenjak ia menerima
kabar Malin dari nahkoda itu, Malin tak kunjung kembali untuk menengoknya.

"Malin cepatlah pulang kemari Nak, ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang...,"
rintihnya pilu setiap malam. Ia yakin anaknya pasti datang. Benar saja tak
berapa lama kemudian di suatu hari yang cerah dari kejauhan tampak sebuah
kapal yang megah nan indah berlayar menuju pantai. Orang kampung
berkumpul, mereka mengira kapal itu milik seorang sultan atau seorang
pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira.
Ketika kapal itu mulai merapat, terlihat sepasang anak muda berdiri di anjungan.
Pakaian mereka berkiiauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi
senyum karena bahagia disambut dengan meriah. Mande Rubayah juga ikut
berdesakan mendekati kapal. Jantungnya berdebar keras saat melihat lelaki
muda yang berada di kapal itu, ia sangat yakin sekali bahwa lelaki muda itu
adalah anaknya, Malin Kundang. Belum sempat para sesepuh kampung
menyambut, Ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin. la langsung
memeluknya erat, ia takut kehilangan anaknya lagi.
"Malin, anakku. Kau benar anakku kan?" katanya menahan isak tangis karena
gembira, "Mengapa begitu lamanya kau tidak memberi kabar?"
Malin terkejut karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang
camping itu. Ia tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Sebelum dia sempat
berpikir berbicara, istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata, "Wanita jelek
inikah ibumu? Mengapa dahulu kau bohong padaku!" ucapnya sinis, "Bukankah
dulu kau katakan bahwa ibumu adalah seorang bangsawan yang sederajat
denganku?!"
Mendengar kata-kata pedas istrinya, Malin Kundang langsung mendorong ibunya
hingga terguling ke pasir, "Wanita gila! Aku bukan anakmu!" ucapnya kasar.
Mande Rubayah tidak percaya akan perilaku anaknya, ia jatuh terduduk sambil
berkata, "Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak! Mengapa kau jadi seperti ini
Nak?!" Malin Kundang tidak memperdulikan perkataan ibunya. Dia tidak akan
mengakui ibunya. la malu kepada istrinya. Melihat wanita itu beringsut hendak
memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata, "Hai, wanita gila! lbuku
tidak seperti engkau! Melarat dan kotor!" Wanita tua itu terkapar di pasir,
menangis, dan sakit hati.
Orang-orang yang meilhatnya ikut terpana dan kemudian pulang ke rumah
masing-masing. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia sadar,
Pantai Air Manis sudah sepi. Dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Ia tak
menyangka Malin yang dulu disayangi tega berbuat demikian. Hatinya perih dan
sakit, lalu tangannya ditengadahkannya ke langit. Ia kemudian berdoa dengan
hatinya yang pilu, "Ya, Tuhan, kalau memang dia bukan anakku, aku maafhan
perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku yang bernama Malin
Kundang, aku mohon keadilanmu, Ya Tuhan!" ucapnya pilu sambil menangis. Tak
lama kemudian cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah
menjadi gelap. Hujan tiba-tiba turun dengan teramat lebatnya. Tiba-tiba
datanglah badai besar, menghantam kapal Malin Kundang. Laiu sambaran petir
yang menggelegar. Saat itu juga kapal hancur berkeping- keping. Kemudian
terbawa ombak hingga ke pantai.
Esoknya saat matahari pagi muncul di ufuk timur, badai telah reda. Di kaki bukit
terlihat kepingan kapal yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang!
Tampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Itulah tubuh Malin
Kundang anak durhaka yang kena kutuk ibunya menjadi batu karena telah
durhaka. Disela-sela batu itu berenang-renang ikan teri, ikan belanak, dan ikan

tengiri. Konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari
Malin Kundang.
Sampai sekarang jika ada ombak besar menghantam batu-batu yang mirip kapal
dan manusia itu, terdengar bunyi seperti lolongan jeritan manusia, terkadang
bunyinya seperti orang meratap menyesali diri, "Ampun, Bu...! Ampuun!" konon
itulah suara si Malin Kundang, anak yang durhaka pada ibunya.
Pesan moral dari Cerita Dongeng Malin Kundang (Cerita Rakyat SumBar) adalah
Hormatilah ibumu dan jangan perna mendurhakainya.

Dongeng Sangkuriang
Alkisah pada jaman dahulu kala ada sebuah kerajaan di jawa barat yang
dipimpin oleh seorang raja. Raja memiliki seorang putri yang sangat cantik yang
bernama Dayang Sumbi. Dayang Sumbi sangat pandai menenun, setiap hari dia
akan menghabiskan waktu dengan menenun kain di sebuah pondok di pinggir
hutan. Suatu hari, seperti biasa ketika Dayang sumbi sedang menenun kain, tibatiba segulung benang terjatuh dan berguling ke luar pondok. Tanpa sadar
Dayang Sumbi berkata:
"Siapa pun yang mau mengambilkan benangku yang terjatuh, jika dia wanita
akan kujadikan saudara, jika dia pria akan kujadikan dia suamiku."
Seekor anjing hitam tiba-tiba muncul di hadapannya dengan membawa gulungan
benang miliknya. Dayang sumbi terkejut, namun apa mau dikata, Dayang sumbi
telah terlanjur berucap. Maka Dayang sumbi pun bersedia menikahi anjing
tersebut. Ternyata anjing tersebut adalah titisan dewa. Begitu Dayang sumbi
bersedia menikahinya, dia pun berubah wujud menjadi seorang pria yang sangat
tampan. Mereka berdua merahasiakan kejadian ini pada baginda raja. Raja
hanya tahu bahwa kemana pun Dayang sumbi pergi akan ditemani oleh seekor
anjing hitam yang dipanggil Tumang.
Hingga suatu hari Dayang sumbi mengandung. Hal ini membuat istana geger
dan membuat raja murka. Beliau murka karena Dayang sumbi hamil tanpa
menikah. Karena sangat marah, raja lalu mengusir Dayang sumbi keluar dari
istana. Maka Dayang sumbi dan si Tumang pun pergi dari istana dan tinggal di
sebuah pondok di tepi hutan. Beberapa bulan kemudian Dayang Sumbi
melahirkan seorang putra yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh
menjadi anak yang pandai. Setiap hari Sangkuriang pergi berburu Rusa atau
burung dan menangkap ikan di sungai bersama Tumang.
Suatu ketika saat berburu, Sangkuriang melihat seekor kijang emas. Dia
menyuruh Tumang mengejarnya. Anehnya Tumang yang biasanya menurut, kali
ini tidak mau bergerak dari tempatnya meski Sangkuriang mengancamnya. Tak
sengaja anak panah yang dipakai untuk mengancam Tumang terlepas dari
busurnya dan mengenai Tumang hingga anjing itu tewas. Ketika sampai di
pondok, Dayang sumbi yang sedang menanak nasi menanyakan keberadaan
Tumang.
"Saya membunuhnya bu," kata Sangkuriang.
Dayang sumbi sangat terkejut dan marah sehingga memukul kepala Sangkuriang
dengan sendok nasi yang sedang dipegangnya hingga berdarah. Sangkuriang
berulang kali memohon ampun, namun Dayang sumbi malah mengusirnya.

Sangkuriang pun pergi meninggalkan Dayang sumbi. Setelah sekian lama


berjalan, Sangkuriang tak bisa lagi menahan rasa sakit di kepalanya, maka ia
pun jatuh pingsan. Seorang pertapa menemukan Sangkuriang dan membawanya
ke pertapaan. Dia merawat Sangkuriang sampai lukanya sembuh dan
megajarinya ilmu bela diri dan kesaktian. Karena ketekunannya Sangkuriang
berhasil menjadi seorang yang sakti dan bisa memanggil serta memerintah jin
dan dedemit. Sayang, sangkuriang tidak bisa mengingat masa lalunya. Maka
pertapa memanggilnya Jaka.
Sementara itu Dayang Sumbi menyesal telah mengusir Sangkuriang. Maka dia
memohon kepada Dewa untuk mempertemukan mereka kembali. Dayang sumbi
berdoa siang dan malam, hingga suatu hari Dewa berkenan mengabulkan
permintaannya.
"Aku akan memberimu kecantikan abadi," kata Dewa, "supaya wajahmu tidak
berubah sampai kapanpun, dan anakmu akan mengenalimu saat kalian
berjumpa."
Beberapa tahun kemudian
Setelah bertahun-tahun lamanya, Jaka berniat untuk mengembara dan mencari
tahu masa lalunya. Maka pergilah ia kemana kakinya melangkah. Hingga
akhirnya tibalah ia di sebuah pondok di tepi hutan. Di sana dia bertemu dengan
seorang wanita yang sangat cantik dan Jaka terpesona. Ternyata wanita itu
adalah Dayang Sumbi. Mereka pun berkenalan dan saling jatuh cinta.
Suatu hari Jaka hendak pergi berburu.
"Nyai, hari ini akang akan pergi berburu," kata Jaka. "Maukah kau mengikatkan
ikat kepalaku?"
"Baiklah kang," kata Dayang Sumbi.
Maka jaka merendahkan tubuhnya supaya Dayang sumbi bisa mengikatkan ikat
kepalanya. Tiba-tiba Dayang sumbi melihat bekas luka di kepala Jaka. Dia sangat
kaget karena luka itu persis berada di tempat dia pernah memukul anaknya.
Dayang sumbi mulai curiga bahwa Jaka tidak lain adalah Sangkuriang anaknya
sendiri. Apalagi setelah diperhatikan Jaka sangat mirip dengan wajahnya sendiri.
Maka Dayang Sumbi pun bertanya:
"Kenapa ada bekas luka di kepalamu, kang?"
"Akang juga tidak tahu," kata Jaka. "Seingatku luka itu sudah ada sejak akang
masih kecil. Akang memang tidak ingat masa lalu akang. Guruku berkata bahwa
dia menemukanku sedang pingsan dan terluka parah."
Mendengar hal itu Dayang sumbi semakin yakin bahwa Jaka adalah Sangkuriang.
Maka ia pun berusaha meyakinkan Sangkuriang. Namun Sangkuriang tidak
percaya. Menurutnya tidak mungkin wanita muda di hadapannya adalah ibunya
yang sudah berpisah sekian lama. Karena Sangkuriang tetap tidak percaya dan
dia tetap ingin menikahi Dayang Sumbi, maka Dayang Sumbi mengajukan
persyaratan.
"Apapun persyaratannya aku pasti akan sanggup memenuhinya," kata
Sangkuriang.
"Kau harus bisa membuatkanku sebuah danau dan sebuah perahu tempat kita
berbulan madu nanti," kata Dayang Sumbi.
"Hanya itu?" tanya Sangkuriang. "Gampang sekali."

"Ya, tapi sebelum fajar menyingsing kau harus sudah menyelesaikannya," jelas
Dayang Sumbi. "Baiklah!" kata Sangkuriang. "Kau akan melihatnya besok pagi."
Malam harinya Sangkuriang memanggil Jin dan dedemit untuk membantunya.
Tidak sulit bagi para makhluk gaib itu untuk melaksanakannya. Mereka dengan
mudah menggali tanah dan menyusun batu-batu besar untuk membendung
aliran air sehingga terbentuk sebuah danau. Lalu mereka mulai menebang hutan
dan membuat perahu. Dayang Sumbi yang diam-diam mengintip pekerjaan
Sangkuriang merasa was-was melihat sebentar lagi danau dan perahu tersebut
akan selesai. Maka dia berlari ke desa terdekat untuk meminta pertolongan.
Kemudian Dayang sumbi dan masyarakat di desa tersebut menggelar kain
sutera merah di sebelah timur dan ramai bercengkrama sehingga
membangunkan ayam-ayam yang lalu mulai berkokok seolah-olah hari telah
pagi. Para Jin dan Dedemit yang melihat warna merah dan suara ayam berkokok
mengira bahwa fajar akan segera terbit. Mereka ketakutan sehingga cepat-cepat
melarikan diri meninggalkan perahu yang hampir jadi.
Sangkuriang sangat marah mengetahui dirinya telah tertipu. Maka dengan
kekuatannya dia menendang perahu yang dibuatnya hingga perahu itu terbang
dan jatuh terbalik. Sejak itu perahu itu berubah menjadi gunung yang sampai
sekarang dikenal dengan Gunung Tangkuban Perahu. (Dalam bahasa Sunda
Tangkuban Perahu artinya Perahu yang terbalik)

Cerita Rakyat Bawang Merah dan Bawang Putih


Pada zaman dahulu, hiduplah sebuah keluarga yang sangat bahagia. Keluarga itu
mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, dan berhati lembut
bernama Bawang Putih. Bawah Putih sangat sopan tingkah lakunya dan santun
budi bahasanya. Orang tua bawang putih sangat mencintai anaknya yang cantik,
rajin dan baik hati tersebut. Mereka memberikan pendidikan perilaku dan kasih
sayang sehingga bawang putih tumbuh menjadi pribadi yang berbakti pada
orang tua.Pada suatu hari, terjadilah sebuah musibah yang menimpa keluarga
bahagia tersebut. Ibu Bawah Putih meninggal dunia karena sakit. Bawang Putih
dan Ayahnya sangat sedih dengan kejadian ini. Untuk menghilangkan kesedihan
Bawah Putih, ayahnya menikah lagi,Istri baru ayahnya adalah seorang janda dan
mempunyai seorang anak perempuan bernama Bawang Merah. Ia seusia dengan
Bawah Putih.
Pada awalnya, mereka berdua sangat baik hati pada Bawang Putih. Namun, lama
kelamaan Bawang Merah dan Ibunya mulai memperlihatkan sifat asli mereka.
Ternyata mereka jahat dan selalu menindas Bawang Putih. Bawang Putih disuruh
mengerjakan semua pekerjaan rumah. Sedangkan mereka hanya bersantaisantai.Ayah Bawang Putih sama sekali tidak mengetahui hal ini. Karena ia selalu
pergi berdagang keluar kota berbulan-bulan. Jika ayahnya pulang Bawang Putih
tidak berani mengadukan perbuatan Ibu dan saudara tirinya. Nasib Bawang putih
benar-benar sangat malang. Setelah ibunya meninggal, kini ayahnya pun
meninggal karena sakit. Bawah Putih sangat sedih. Karena ia menjadi yatim
piatu dan yang membuat ia sangat sedih. Bawang Putih harus tinggal bersama
ibu dan saudari tirinya.Suatu hari, ibu tirinya menyuruh Bawang Putih mencuci
baju di sungai. Bawang Putih, cucilah baju-baju kotor ini! Dan berhati-hatilah

jangan sampai baju kesayanganku rusak atau hanyut disungai. Perintah ibu
tirinya.
Baik bu. Jawab Bawang Putih.
Bawang Putih pergi menuju sungai, ketika sedang mencuci. Tanpa sadar, salah
satu baju ibunya hanyut terbawa arus sungai. Bawang Putih sangat panik dan
takut, karena baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya.Bawang Putih
akhirnya kembali kerumah dan melapor kepada ibu tirinya. Ibunya sangat marah.
Dasar bodoh! Baju kesayanganku itu harganya sangat mahal. Apakah kau
mampu untuk menggantinya? Cepat cari dan jangan pulang sebelum kau
temukan bajuku!Bawang Pusih sangat sedih dan ia berjalan menyusuri aliran
sungai. Ia lalu bertemu dengan seorang pemburu yang sedang minum di pinggir
sungai. Ia bertanya kepada pemburu itu, Permisi, apakah paman melihat
sehelai baju yang hanyut.
Ya, aku melihatnya. Baju itu hanyut ke arah sana. Ujar si pemburu.
Bawah Putih berjalan menuju arah yang di tunjuk si pemburu. Namun, baju
ibunya tidak juga ketemu. Bawang Putih sudah hampir menyerah karena hari
sudah mulai gelap. Ketika ia akan pulang , dari kejauhan ia melihat sebuah
rumah. Bawang Putih berjalan kerumah itu dan mengetuk pintu. Keluarlah
seorang nenek penghuni rumah.
Ada apa gadis cantik? Tanya nenek itu.
Aku sedang mencari baju ibuku yang hanyut. Apakah nenek melihatnya?
Tanya Bawang Putih.
Kebetulan tadi ketika aku sedang mengambil air di sungai. Aku menemukan
sehelai baju. Mungkin saja itu baju mulik ibumu. Kata nenek itu.
Ketika Bawang Putih melihat baju itu. Ternyata benar baju itu milik ibunya.. ia
sangat berterima kasih kepada nenek itu. Karena hari sudah malam, nenek itu
menyuruh Bawang Putih menginap, dan bahkan tinggal di rumahnya selama lima
hari.Selama tinggal dirumah nenek itu. Bawang Putih sangat rajin. Nenek sangat
senang kepadanya. Pada hari kelima ketika Bawang Putih akan pulang. Nenek itu
memberikan hadiah kepada Bawang Putih karena sudah membantunya bekerja
membersihkan rumah.
Bawang Putih, ini ada dua buah labu. Pilihlah salah satu. Kata nenek itu.
Bawang Putih memilih labu yang kecil karena ia takut tidak kuat membawa yang
besar. Setelah mengucapkan terima kasih, ia langsung bergegas
pulang.Setibanya ia dirumah. Bawang Putih membelah labu itu. Ia langsung
terkejut karena di dalamnya berisi intan permata dan berlian sangat banyak. Ia

menceritakan kejadian itu kepada ibunya sekaligus pertemuanya dengan nenek


itu.
Mendengar cerita Bawang Putih, ibu tirinya langsung menyuruh Bawang Merah
pergi kerumah nenek itu. Sebelum Bawang Merah pergi ibunya berpesan
Bawang Merah, pilihlah labu yang sangat besar. Di dalamnya pasti akan lebih
banyak intan berlian.Bawang Merah pergi kerumah nenek itu tinggal dan
tinggal selama lima hari. Namun, sifat Bawang Merah sangat berbeda dengan
Bawang Putih. Bawang Merah sangat malas. Ia tidak pernah membantu
pekerjaan nenek. Kerjaannya hanya makan dan tidur. Akhirnya karena merasa
kesal, setelah lima hari nenek menyuruh Bawang Merah pulang tanpa memberi
hadiah labu.
Bawang Merah bertanya dengan ketus. Hei nenek tua, bukankan seharusnya
engkau memberiku labu?
Nenek itu kemudian memberikan labu yang besar kepada Bawang Merah. Maka
tanpa mengucapkan terima kasih, Bawang Merah langsung bergegas pulang. Ia
sangat senang karena mendapatkan labu yang lebih besar dari Bawang
Putih.Setelah sampai dirumah, Bawang merah dan ibunya segera mengusir
Bawang putih dari rumah. Tidak lupa mereka mengunci pintu dan jendela dari
dalam. Hal ini agar tidak ada orang lain yang tahu isi dari labi besar yang dibawa
Bawang Merah. Bersama ibunya, ia langsung membelah labu besar itu. Dan
tebayang dalam benak mereka intan permata yang berlimpah.
Namun ternyata, yang keluar dari labu tersebut bukanlahh intan permata seperti
yang meraka bayangkan. Melainkan ratusan dan puluhan kelabang, kalajengking
dan ular berbisa.Ratusan ekor binatang berbisa itu menyerang ibu dan Bawang
Merah. Mereka pun mati digigit oleh binatang-binatang berbisa itu akibat terlalu
tamak.Setelah kematian ibu dan saudara tirinya. Bawang putih hidup sebatang
kara.Walaupun demikian, karena Bawang Putih anak yang rajin dan baik, dia
sangat disayangi oleh masyarakat disekitarnya. Dia pun dapat hidup berbahagia.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Bawang Merah Bawang Putih adalah Jangan
terlalu tamak dan serakah. Setiap orang sudah memiliki rezekinya masingmasing. Orang yang terlalu serakah akan mendapatkan balasan yang setimpal
dengan perbuatannya. Selalu berbuat baik lah dalam setiap tingkah laku, maka
kita akan mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.
Cerita Timun Mas, Raksasa Jahat Menagih Janji
Dahulu kala di Jawa Tengah ada seorang Janda yang sudah tua. Mbok Rondo
namanya. Pekerjaannya hanya mencari kayu di hutan. Sudah lama sekali Mbok
Rondo ingin mempunyai seorang anak. Tapi dia hanya seorang janda miskin, lagi
pula ia sudah tua. Mana bisa ia mendapatkan anak.
Pada suatu hari, sehabis mengumpulkan kayu di hutan. Mbok Rondo duduk
beristirahat sambil mengeluh;
"Seandainya aku mempunyai seorang anak, beban hidupku agak ringan, sebab
ada yang membantuku bekerja."

Tiba-tiba bumi bergetar, seperti ada gempa bumi. Di depan Mbok Rondo muncul
raksasa bertubuh besar dan wajahnya menyeramkan. Mbok Rondo takut
melihatnya.
"Hai, Mbok Rondo, kamu menginginkan anak, ya? Aku bisa mengabulkan
keinginanmu," kata raksasa itu dengan suara keras."
"Benarkah?" tanya Mbok Rondo. Rasa takutnya mulai menghilang.
"Benar....Tapi, ada syaratnya. Kalau anakmu sudah berumur enam belas tahun,
kau harus menyerahkannya kepadaku. Dia akan kujadikan santapanku," jawab
raksasa itu.
Karena begitu inginnya dia punya anak, maka Mbok Rondo tidak berpikir panjang
lagi. Yang penting segera punya anak.
"Baiklah, aku tidak keberatan," jawab Mbok Rondo.
Kemudian, raksasa itu memberi biji mentimun kepada Mbok Rondo. Mbok Rondo
segera pulang dan menanam benih itu di halaman belakang.
Setiap hari Mbok Rondo menyirami biji timun itu.
Ajaib!!
Dua minggu kemudian, tanaman itu sudah berbuah. Buahnya lebat sekali.
Diantara sekian banyak buah mentimun yang tumbuh, ada satu satu buah yang
sangat besar. Warnanya kekuningan. Kalau tertimpa sinar matahari, buah itu
berkilau seperti emas. Mbok Rondo sangat tertarik pada buah mentimun yang
paling besar itu, ia memetiknya dan membawa pulang buah yang paling besar
itu.
Sampai di rumahnya, Mbok Rondo mengambil pisau dan membelah buah itu.
Lalu, ia membukanya dengan hati-hati. Ajaib!
Ternyata ada seorang bayi perempuan yang cantik!
"Ah, ternyata raksasa itu tidak berbohong!" gumam Mbok Rondo.
"Sekarang aku punya anak perempuan. "Aduh senangnya hatiku."
Mbok Rondo sangat gembira. Ia menamakan bayi mungil ituTimun Emas dan
dipanggil "Timun Mas".
Hari, bulan, dan tahun pun berganti. Timun Mas tumbuh mejadi seorang gadis
jelita. Mbok Rondo sangat menyayangi Timun Emas.
Pagi itu sangat cerah. Mbok Rondo dan Timun Mas bersiap pergi ke hutan untuk
mencari kayu.
Tiba-tiba, Bum...Bum, bum ... Bumi bergetar. Lalu disusul suara tawa
menggelegar.
"Hai, Mbok Rondo, keluarlah! Aku datang untuk menagih janji," kata raksasa itu.

Gemetar seluruh tubuh Mbok Rondo, cepat-cepat ia memeluk Timun Mas lalu
membisikinya agar gadis itu sembunyi di kolong tempat tidur. Lalu Mbok Rondo
keluar menemui raksasa itu.
"Aku tahu, kedatanganmu kemari untuk mengambil Timun Mas. Berilah aku
waktu dua tahun lagi. Kalau Timun Mas aku berikan sekarang, tentu kurang lezat
untuk disantap. Tubuhnya masih kecil."
"Benar juga, baiklah, dua tahun lagi aku akan datang. Kalau bohong, kamu akan
kutelan mentah-mentah," ancam raksasa itu.
Sambil tertawa, raksasa itu pergi meninggalkan rumah Mbok Rondo. Mbok Rondo
menghela nafas lega. Kemudian, ia masuk ke rumah menghampiri anaknya yang
masih bersembunyi di kolong tempat tidur.
"Anakku, Keluarlah. Raksasa itu sudah pergi," kata Mbok Rondo.
Dua tahun kemudian, Timun Mas sudah dewasa. Wajahnya semakin cantik.
Kulitnya kuning langsat. Tapi, Mbok Rondo cemas jika teringat akan janjinya
kepada si raksasa.
Pada suatu malam, ketika Mbok Rondo sedang tidur, ia mendengar suara gaib
dalam mimpinya.
"Hai, Mbok Rondo, kalau kau ingin anakmu selamat, mintalah bantuan kepada
seorang pertapa di bukit Gandul."
Esok harinya, Mbok Rondo pergi ke Bukit Gandul. Di sana, ia bertemu dengan
seorang pertapa. Pertapa itu memberikan empat bungkusan kecil yang isinya biji
timun, jarum, garam, dan terasi.Mbok Rondo menerimanya dengan rasa heran.
Sang pertapa menerangkan khasiat benda-benda itu.Sesampainya di rumah, ia
menceritakan perihal pemberian pertapa itu kepada Timun Mas.
"Anakku, mulai saat ini kamu tidak perlu cemas. Kamu tidak perlu takut kepada
raksasa itu, sebab kamu sudah memiliki penangkalnya. Berdoalah selalu supaya
Tuhan menyelamatkanmu," kata Mbok Rondo.
"Terima kasih Mbok...!"
Demikianlah haripun berganti hari. Hingga pada suatu ketika Mbok Rondo
sedang menjahit baju untuk Timun Mas, tiba-tiba bumi berguncang pertanda
raksasa datang.
Hem, raksasa itu datang lagi rupanya." gumam Mbok Rondo.
Benar saja, tak lama kemudian raksasa itu sudah berada di ambang pintu.
"Ho... ho... ho... Mana Timun Mas! Ayo, cepat serahkan dia padaku. Aku sudah
sangat lapar!" kata raksasa dengan suara menggelegar.
Mbok Rondo keluar dengan tubuh gemetar.
"Baiklah. Akan kubawa dia keluar," kata Mbok Rondo.
Ia segera masuk ke rumah. Diambilnya bungkusan pemberian sang pertapa,

kemudian diberikan kepada Timun Mas.


"Anakku, bawalah bekal ini. Pergilah lewat pintu belakang sebelum raksasa itu
menangkapmu."
"Baiklah, Mbok," Timun Mas segera berlari lewat pintu belakang.
"Ingat anakku, jangan sampai lupa pesan pertapa. Kau masih ingat bukan?"
"Ingat Mbok!"
"Baik, sekarang cepat larilah!"
Tidak berapa lama kemudian, raksasa sudah memanggil Mbok Rondo.
"Mbok Rondo, mana Timun Mas?!" suara raksasa itu terdengar tidak sabar.
"Maafkan aku, Raksasa..!"
Apa? Ada apa?"
"Timun Mas ternyat sudah pergi."
"Apa kau bilang?" geram raksasa itu.
"Maafkan aku....!"
"Kurang ajar, mengapa kau tidak bilang sejak tadi?"
Dengan marah raksasa itu segera mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lamatlamat dari kejauhan ia melihat seorang gadis sedang berlari cepat di padang
rumput.
"Hehehe...mau lari kemana kau gadis kecil?"
Dengan modal tubuhnya yang besar dan kesaktiannya, raksasa itu segera
melangkahkan kakinya. Ia tidak perlu berlari kencang. Namun langkahlangkahnya yang lebar bagaikan gerak kaki kuda yang berlari cepat. Timun Mas
yang berada di kejauhan dalam tempo singkat sudah hampir disusulnya.
"Walau lari ke ujung dunia, aku pasti dapat mengejarmu!" teriak si raksasa.
Karena terus menerus berlari, Timun Mas mulai kelelahan. Dalam keadaan
terdesak, Timun Mas teringat akan bungkusan pemberian sang pertapa.Ia
mengambil segenggam biji timun dalam bungkusan. Cepat ia taburkan biji
mentimun di sekitarnya. Sungguh ajaib. Mentimun itu langsung tumbuh dengan
lebat. Buahnya besar-besar. Raksasa itu berhenti ketika melihat buah mentimun
terhampar di hadapannya.
"Ha... ha... ha... buah mentimun ini akan dapat menambah tenagaku," kata
raksasa.
Sejenak ia menatap Timun Mas yang terus berlari kencang menjauhinya.

Hehehe... tidak mengapa bocah manis, larilah sekuat tenagamu. Toh nanti aku
akan dapat menyusulmu."
Lalu ia mencabuti timun-timun itu sekalian dengan daunnya yang masih
muda.Dengan rakus ia segera melahap buah yang ada, sampai tak satu pun
tersisa.
Setelah kenyang, raksasa itu sejenak beristirahat. Ia tidak begitu kuatir melihat
Timun Mas berlari cepat. Secepat-cepatnya gadis itu berlari, toh, ia akan dengan
mudah bisa menyusulnya.
Hehehe....! Sekarang tenagaku bertambah kuat ! Aku pasti dapat menangkap
gadis kecil itu!"
Benar saja, setelah cukup beristirahat, ia kembali mengejar Timun Mas. Hanya
dalam beberapa gerakan kaki saja, ia sudah dapat menyusul Timun Mas.Timun
Mas ketakutan, lalu ia mengambil jarum dari kayu bambu yang dipotong kecilkecil.
Di saat yang kritis. Timun Mas menaburkan jarum ke tanah. Sungguh ajaib!
Jarum-jarum itu berubah menjadi hutan bambu yang lebat.
Raksasa itu berusaha menembusnya. Namun tubuh dan kakinya terasa sakit
karena tergores dan tertusuk bambu yang patah.Ia pantang menyerah. Dan
berhasil melewati hutan bambu itu. Ia terus mengejar Timun Mas.
"Hai, Timun Mas, jangan harap kamu bisa lolos!" seru si raksasa sambil
membungkuk untuk menangkap Timun Mas.
Dengan sigap. Timun Mas melompat ke samping dan berkelit menghindar. "Oh,
hampir saja aku tertangkap," Timun Emas terengah-engah.
Keringat mulai membasahi tubuhnya. Ia ingat pada bungkusan pemberian
pertapa yang tinggal dua itu. Isinya garam dan terasi.Ia segera membuka tali
pengikat bungkusan garam. Garam itu ditaburkan ke arah si raksasa. Seketika
butiran garam itu berubah menjadi lautan.Raksasa itu sangat terkejut, karena
tiba-tiba tubuhnya tercebur ke dalam laut. Tapi, berkat kesaktiannya, ia berhasil
berenang ke tepi. Ia kembali mengejar Timun Mas.
Merasa dipermainkan, kemarahan raksasa itu semakin memuncak. "Bocah
kurang ajar! Kalau tertangkap, akan kutelan kau bulat-bulat!"
Timun Mas semakin khawatir karena raksasa itu berhasil melewati lautan yang
sangat luas itu. Akan tetapi, ia tidak putus asa. Ia terus berlari meskipun sudah
kelelahan. Raksasa itu terus mengejar.Timun Mas melemparkan isi bungkusan
yang terakhir. Terasi itu langsung dilemparkan ke arah si raksasa. Tiba-tiba saja
terbentuklah lautan lumpur yang mendidih.Raksasa itu terkejut sekali. Dalam
sekejab, Tubuhnya ditelan lautan lumpur. Dengan segala upaya, ia berusaha
menyelamatkan diri. Ia meronta-ronta. Tapi, usahanya sia-sia. Tubuhnya pelanpelan tenggelam ke dasar.
Timun Mas, tolonglah aku!" Aku berjanji tidak akan memakanmu," raksasa itu
meminta belas kasihan.Tapi lumpur panas itu menelan tubuh si raksasa. Matilah
si raksasa di dasar danau. Kini Timun Mas bisa bernafas legas karena selamat
dari bahaya maut.
Ia segera berjalan ke arah rumahnya. Di kejauhan nampak Mbok Rondo berlari ke
arah Timun Mas, kiranya wanita itu mengkhawatirkan keselamatn anaknya.

"Syukurlah anakku, ternyata Tuhan masih melindungimu." kata Mbok Rondo


setelah keduanya saling mendekat. Mereka berpelukan dengan rasa haru dan
bahagia.
Cinde laras

Zaman dahulu kala ada sebuah Kerajaan yang bernama Kerajaan Jenggala, raja dari
Kerajaan itu bernama Raden Putra. Raden Putra tersebut memiliki seorang permaisuri yang
begitu baik dan seorang selir yang cantik. Namun Selir tersebut merasa iri kepada sang
Permaisuri dan ia merencanakan hal buruk kepada Permaisuri.
Harusnya yang menjadi Permaisuri itu adalah aku, dan aku harus mencari cara supaya
dapat menyingkirkan Permaisuri. Ucap selir tersebut.
Selir itu memiliki cara untuk menyingkirkan Permaisuri dengan cara bekerjasama dengan
tabib istana. Selir berpura-pura sakit dan segera memanggil tabib istana. Sang tabibpun
mengatakan bahwa ada yang meracuni minuman tuan putri (selir).
Orang itu tak lain adalah Permaisuri Baginda sendiri. Ucap sang tabib.
Bagindapun marah ketika tabib mengatakan hal seperti itu dan langsung memerintahkan
seorang patih untuk membuang permaisuri ke hutan.
Perintah itu langsung dilaksanakan dan dengan segera juga sang patih itu membuang
permaisuri yang sedang hamil ke hutan. Namun sang patih tidak mau membunuhnya karena
ia tahu bahwa semua ini merupakan niat buruk selir.
Tuan Putri jangan khawatir, hamba akan mengabarkan kepada Baginda kalau tuan Putri
sudah hamba bunuh. Ucap sang patih.
Sang patihpun akhirnya membunuh seekor kelinci untuk melumuri pedangnya supaya Raja
tidak mencurigainya. Raja pun puas ketika mendengar permaisuri sudah di bunuh.
Ketika sudah beberapa bulan, lahirlah seorang anak laki-laki yang begitu tampan dan cerdas
bernamaCindelaras. Dari kecil ia bermain bersama hewan-hewan yang berada di hutan.
Sutau hari ketika ia bermain seekor Rajawali menjatuhkan sebuah telur.
Hemmm.. Rajawali itu sangat baik, dia sengaja memberikan telurnya padaku. Ucapnya.
Setelahnya 3 minggu, telur itu akhirnya menetas, dan Cindelaraspun merawat anak
ayamnya dengan baik dan rajin. Ayam itu tumbuh dengan bagus dan sangat kuat. Namun
ada satu keanehan pada ayam jantan tersebut yang begitu menakjubkan.
Kukuruyuuuuk Tuanku Cindelaras, Rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa,
ayahnya Raden Putra. Ucap sang ayam.
Cindelaraspun merasa takjub dengan ayam tersebut dan dengan segera ia memelihara
ayamnya dengan lebih baik lagi dn memperlihatkannya kepada ibunya. Setelah itu,
kemudian ibu Cindelarasmenceritakan bagaimana ia bisa sampai dan tinggal di hutan.

Setelahnya ia mengetahui cerita ibunya,Cindelaras bertekad untuk menceritakan semua


kejahatan selir bagindanya itu dengan datang ke istana.
Setelahnya sng Ibu mengijinkan Cindelaras pergi, iapun akhirnya pergi dengan di temani
ayam jantannya itu, namun di tengah perjalanan ada orang yang sedang mengadu ayam
dan iapun di tantang untuk beradu.
Hei, kalau kau berani ayo adukanlah ayam jantanmu itu dengan ayamku. Ucap mereka
Baiklah. Jawab Cindelaras.
Namun ternyata ayam Cindelaras begitu tangguh dan ia bisa mengalahkan semua ayamayam yang ada. Dan berita tentang ayam Cindelaras yang tangguh itu sampai ke
telinganya sang Raden putra dan iapun menyuruh hulubalangnya untuk mengundang
Cindelaras.
Hamba menghadap paduka. Ucap Cindelaras dengan santun.
Anak ini begitu tampan juga cerdas, sepertinya dia bukan keturunan rakyat biasa. Pikir
sang Raja.
Sang Raja meminta ayamnya untuk bertarung bersama ayam jantan milik sang raden
dengan syarat, jika ayam jantannya Cindelaras kalah maka kepala Cindelaras harus
bersedia untuk di pancung, namun jika ayamnya menang maka setengah dri kekayaan sang
Raja akan menjadi milik Cindelaras.
Kedua ayam jantan itupun saling berkelahi dengan gagahnya, namun dalam waktu yang
singkat ternyata ayam sang Raja kalah. Para penontonpun bersorak dan mengeluelukan Cindelaras juga ayamnya.
Baiklah, aku mengaku kalah. Dan aku akan menepati janjiku padamu. Tapi siapakah
gerangan kau ini anka muda? tanya sang Raja.
Cindelaraspun langsung membisikan sesuatu pada ayamnya itu dan ayamnya pun langsung
mengucapkan.
Kukuruyuuuuk Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa,
ayahnya Raden Putra. Sang ayam berulang-ulang mengucapkannya.
Benarkah itu?. Ucap sang Raden.
Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah Permaisuri baginda. Ucap
Cindelaras.
Kemudian sang patih menghampiri dan menceritakan semuanya kepada sang Raja apa
yang terjadi pada permaisuri.
Aku sudah melakukan kesalahan, dan aku akan memberkan hukuman setimpal kepada
selirku. Ucap sang Raden.
Sang Radenpun akhirnya murka dan membuang selirnya itu ke hutan, dengan demikian
sang Raden meminta maaf sambil memeluk Cindelaras atas semua kesalahannya itu.
Raden Putra dan hulubalang akhirnya menjemput permaisuri ke hutan dan akhirnya raden

Putra, Permaisuri jugaCindelaras hidup bahagia bersama. Dan ketika Raden Putra
meninggal, Cindelaraslah yang menjadi pengganti raja. Ia memerintah negerinya dengan
adil juga bijaksana.

Anda mungkin juga menyukai