Anda di halaman 1dari 3

2.

Dongeng Malin Kundang yang berasal dari Sumatera


Barat
Dongeng rakyat nusantara yang terkenal berjudul Malin Kundang berikut dikutip dari buku
Cerita Rakyat Nusantara 34 Provinsi oleh Penerbit Ruang Kata Imprint Kawan Pustaka (2017).

Alkisah di wilayah pesisir pantai wilayah Sumatera, hiduplah Ibu Rubayah dan anaknya bernama
Malin Kundang. Suami Ibu Rubayah sudah lama meninggalkan mereka dan tak pernah kembali
sejak itu.

Malin Kundang dan ibunya hidup sederhana berbekal berjualan kue di pasar untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.

“Kelak jika sudah besar aku ingin merantau. Aku harus mengubah nasib!” kata Malin Kundang
suatu hari.

Ketika menginjak remaja, sebuah kapal besar merapat di pantai. Malin terkagum-kagum
memandangnya. Hari itu juga ia pamit pada ibunya untuk ikut dalam kapal itu.

Ibu Rubayah semula melarangnya. “Ini kesempatan baik bagi saya, Ibu!” ujar Malin Kundang.
“Belum tentu setahun sekali ada kapal besar singgah di sini.” Lanjutnya.

Akhirnya dengan berat hati, Ibu Rubayah mengizinkannya. Air matanya berlinang saat
mengantarkan Malin Kundang menaiki kapal itu. Tak lupa ia membekali tiga bungkus nasi untuk
bekal di perjalanan.

Ketika kapal berangkat, Ibu Rubayah hanya bisa melambaikan tangannya sambil menangis
hingga kapal itu menghilang di kejauhan.

Bertahun-tahun berlalu dengan cepatnya. Setiap hari Ibu Rubayah memandang ke laut berharap
anaknya pulang. Tapi tak ada kapal besar merapat ke pantai.

Kabar Malin Kundang pun tak jelas, Ibu Rubayah pun semakin tua.

Tapi dengan setia, ia tetap datang ke pantai setiap hari menantikan anaknya pulang.

Hingga suatu hari tersiar kabar dari seorang nakhoda kapal bahwa Malin Kundang telah kaya
raya dan menikah dengan gadis cantik putri seorang bangsawan. Betapa bahagianya hati Ibu
Rubayah mendengar hal tersebut.

Kemudian tak lama setelah itu, sebuah kapal besar dan mewah merapat di pantai. Orang-orang
ramai menyambut, itulah kapal Malin Kundang.

Di anjungan kapal, Malin Kundang menggandeng tangan wanita cantik berpakaian gemerlapan.
Ibu Rubayah menguak keramaian dan berusaha menemui anaknya. “Malin, anakku!” serunya.

Namun Malin Kundang tak menggubrisnya, istrinya bahkan meludah melihat Ibu Rubayah.
“Cuih! Perempuan buruk inikah ibumu? Mengapa kau bohong padaku? Bukankah kau dulu
berkata bahwa ibumu bangsawan sederajat dengan kami?”

Betapa malunya Malin Kundang mendengar perkataan istrinya itu. Apalagi setelah melihat
pakaian Ibu Rubayah yang dekil dan compang-camping.

Untuk menutupi rasa malunya, ia berkata “Bukan, dia bukan ibukku!” lalu diusirnya Ibu
Rubayah dengan kasar.

“Hei, perempuan dekil! Enyah kau dariku! Ibuku tidak melarat sepertimu!” bahkan Malin
Kundang sampai menendang ibunya.

Setelah itu, Malin Kundang memerintahkan anak buahnya agar kembali berlayar. Betapa sedih
hati Ibu Rubayah. Ia menangis sambil meratap, “Ya tuhan, kalau dia memang anakku, aku
mohon keadilan-Mu!”

Tak lama kemudian, tiba-tiba turunlah hujan badai amat dahsyatnya. Kapal Malin Kundang
disambar petir dan pecah dihantam gelombang besar.

Pecahan kapalnya menyebar ke tepi. Setelah terang, tampak sebongkah batu menyerupai
manusia terdampar di pinggir pantai. Itulah tubuh Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu.

3. Cerita Rakyat Indonesia Sangkuriang yang berasal dari


Jawa Barat
Cerita Rakyat asal Jawa Barat berikut berjudul Sangkuriang dikutip dari Sangkuriang Seri Cerita
Rakyat Nusantara, penerbit JP Books (2012).

Setelah tinggal di istana bertahun-tahun, Dayang Sumbi memutuskan hidup menjadi pertapa di
tengah hutan. Ia ditemani anjing bernama Tumang.

Tumang adalah pangeran dari Kayangan yang dikutuk menjadi anjing. Untuk mengisi waktu
luang, Putri Kerajaan Parahyangan berwajah cantik itu menenun kain. Ketika sedang asyik
menenun, tiba-tiba alat pintal benangnya terjatuh. Karena malas mengambil, Dayang Sumbi
berkata, “Siapa yang mau mengambilkan alat pintalku, jika ia perempuan akan kujadikan adikku.
Jika ia laki-laki, kujadikan suamiku!”

Si Tumang mendengar perkataan Dayang Sumbi. Segera diambilkannya alat pintal itu. Betapa
terkejutnya Dayang Sumbi setelah mengetahui yang menyerahkan alat itu adalah anjingnya. Tapi
ia tidak dapat mengelak dari janjinya hingga mau tidak mau menikah dengan Si Tumang.
Setelah mendapat tawaran untuk menikah, Tumang dapat berubah wujud menjadi manusia.
Beberapa tahun kemudian mereka dikaruniai anak lelaki berwajah tampan dan diberi nama
Sangkuriang.

Suatu hari Dayang Sumbi ingin sekali makan hati rusa. disuruhnya Sangkuriang mencarikannya.
Ditemani Si Tumang, Sangkuriang berburu ke hutan. Seharian ia berjalan, tak juga menemukan
rusa. Karena putus asa dipanahnya Si Tumang dan diambilnya hatinya.

Ia tidak tahu kalau anjing itu ayahnya. Sampai di rumah diserahkannya hati itu pada ibunya.
Dayang Sumbi langsung memasak dan memakannya. Setelah itu ia bertanya, di mana Tumang?
Sangkuriang menjelaskan bahwa yang dimakan ibunya itu adalah hati Si Tumang. Betapa
marahnya Dayang Sumbi. Ia memukul kepala Sangkuriang hingga terluka.

Dengan perasaan sedih Sangkuriang pergi meninggalkan ibunya. Bertahun-tahun ia mengembara


berusaha melupakan kemarahan ibunya dengan menimba berbagai ilmu kesaktian.

Hingga suatu hari bertemulah ia dengan wanita cantik di tepi telaga. Wanita itu tidak lain ibunya
sendiri yang oleh dewa dikaruniai wajah awet muda. Mereka sama-sama jatuh cinta dan ingin
menikah.

Tapi ketika memeriksa kepala Sangkuriang, betapa terkejutnya Dayang Sumbi. Ia mengenali
bekas luka itu. “Kau adalah anakku, dan aku ibumu. Tak mungkin kita menikah.” Kata Dayang
Sumbi. Sangkuriang tak percaya. Ia tetap ingin mengawini wanita itu karena terlanjut jatuh cinta.

Untuk membatalkan niat Sangkuriang, Dayang Sumbi meminta syarat. Ia mau dinikahi asal
Sangkuriang mampu membuatkan telaga besar dan perahu di atas bukit dalam waktu semalam.

Lewat kesaktiannya dan dibantu ribuan jin, Sangkuriang memenuhi permintaan itu. Dayang
Sumbi pun semalaman berdoa kepada dewa agar membatalkan niat Sangkuriang.

Doanya dikabulkan, matahari terbit lebih cepat dari biasanya hingga menggagalkan pekerjaan
Sangkuriang. Karena tidak berhasil menikahi Dayang Sumbi, dengan kesal Sangkuriang
menendang perahu buatannya. Perahu itu terbalik dan menutup telaga yang belum selesai lalu
berubah menjadi gunung besar yang kini dikenal sebagai Tangkuban Perahu.

Anda mungkin juga menyukai