1185030048/6B
Sosiologi Sastra
Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih dapat menahan
diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawabannya sama dan yang amat menyakitkan hati,
akhirnya si ibu yang malang itu tak dapat menahan diri. Si ibu berdoa.
“Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan
diri hamba sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah dia….”
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu.
Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak gadis itu
menangis memohon ampun kepada ibunya.
” Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu…Ibu…ampunilah
anakmu..” Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya
telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun
orang dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh
karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya itu disebut ” Batu Menangis “.
Demikianlah cerita legenda batu menangis, yang oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa kisah itu
benar-benar pernah terjadi. Barang siapa yang mendurhakai ibu kandung yang telah melahirkan dan
membesarkannya, pasti perbuatan laknatnya itu akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Source: https://histori.id/legenda-batu-menangis-kalimantan-barat/
Sementara itu, di luar wilayah Nagur, terdapat pula dua kerajaan suku Batak yang berlainan marga, yaitu
Kerajaan Silou dari marga Purba Tambak dan Kerajaan Raya dari marga Saragih Garingging. Meskipun
berlainan marga, kedua kerajaan ini menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Nagur. Rakyat
mereka pun senantiasa hidup rukun dan makmur. Kemakmuran ketiga kerajaan kecil itu ternyata menarik
perhatian kerajaan-kerajaan lain untuk menguasainya.
Suatu hari, tersiar kabar bahwa Kerajaan Majapahit dari tanah Jawa akan datang menyerang Kerajaan
Tanah Djawo. Mendengar kabar tersebut, Raja Tanah Djawo segera meminta bantuan kepada Kerajaan
Silou dan Kerajaan Raya. Kedua kerajaan itu pun menyatakan kesediaan untuk membantu Kerajaan
Tanah Djawo dalam menangkal serangan dari Kerajaan Majapahit.
Bantuan yang diberikan oleh Kerajaan Silou dan Kerajaan Raya ternyata sanggup menangkal bahkan
mengusir pasukan Majapahit dari wilayah Nagur. Hal yang sama terjadi ketika Kerajaan Silou mendapat
serangan dari Kerajaan Aceh. Kedua kerajaan ini, Kerajaan Tanah Djawo dan Kerajaan Raya, membantu
Kerajaan Silou hingga akhirnya selamat dari ancaman bahaya.
Suatu ketika, ribuan tentara yang tidak diketahui asalnya datang menyerang ketiga kerajaan tersebut
secara bergantian. Pertama-tama, mereka Kerajaan Tanah Djawo, lalu Kerajaan Silou, dan terakhir
Kerajaan Raya. Meskipun sudah saling membantu, ketiga kerajaan tersebut akhirnya takluk juga.
Serangan itu membuat masing-masing raja terpaksa menyelamatkan diri. Hal yang sama terjadi pula para
rakyat yang lari tunggang-langgang menghindari sergapan musuh. Mereka meninggalkan wilayah itu
secara berkelompok. Selama masa pelarian, mereka harus berpindah-pindah tempat untuk menghindari
kejaran musuh.
Nasib para pengungsi tersebut sangat menderita. Mereka dilanda kelaparan dan terserang berbagai macam
penyakit. Untuk bertahan hidup, setiap kelompok pengungsi mencari tempat tinggal masing-masing yang
dirasa aman. Sekelompok pengungsi dari Kampung Nagur kemudian menemukan tanah Sahili Misir yang
kini dikenal pulau Samosir, yaitu sebuah pulau yang terletak di tengah-tengah Danau Toba. Di sanalah
mereka menetap dan membuka perladangan untuk bercocok tanam.
Setelah sekian lama menetap di pulau itu, hidup mereka pun mulai tertata. Bahkan, mereka telah memiliki
anak cucu. Suatu ketika, mereka merasa rindu untuk kembali ke kampung halaman di Kampung Nagur.
Mereka akhirnya mengadakan musyawarah.
“Siapa di antara kalian yang ingin kembali ke Kampung Nagur?” tanya seorang sesepuh selaku pemimpin
musyawarah.
Mendengar pertanyaan itu, sebagian dari peserta enggan untuk kembali ke kampung halaman mereka.
“Maaf, Bapak-bapak. Kenapa kalian tidak mau ikut bersama kami? Apakah kalian tidak rindu pada
kampung halaman?” tanya sesepuh itu kepada mereka.
“Maaf, Tuan Sesepuh. Sebenarnya kami pun sangat rindu pada kampung halaman. Tapi, kami sudah
merasa betah dan nyaman tinggal di pulau ini. Tempat ini sudah seperti kampung halaman sendiri. Lagi
pula, siapa yang akan menjaga hewan ternak dan ladang-ladang jika semuanya ikut kembali ke kampung
halaman?” jawab salah seorang peserta musyawarah.
“Benar Tuan Sesepuh, anak dan cucu kami pun merasa senang tinggal di pulau ini,” imbuh seorang
peserta musyawarah lainnya.
“Baiklah, kalau begitu. Bagi yang ingin tetap tinggal di sini, ku harap kalian tetap merawat baik-baik
tempat ini. Bagi yang ingin pulang ke kampung halaman harap segera mempersiapkan segala
sesuatunya,” ujar sesepuh itu.
Para warga yang berkeinginan kembali ke kampung halaman segera mengadakan persiapan seperlunya.
Mereka akhirnya berangkat menuju Kampung Nagur. Setelah berhari-hari menempuh perjalanan, mereka
akhirnya tiba di Kampung Nagur. Saat tiba kampung halaman, beberapa warga terlihat menangis. Mereka
teringat pada peristiwa yang menimpa kampung mereka dahulu. Rumah-rumah mereka telah tiada. Hanya
tumbuhan semak-belukar dan pepohonan yang terlihat tumbuh dengan subur.
“Sima-sima nalungun,” kata mereka.
Sejak itulah Kampung Nagur berubah nama menjadi Sima-sima Nalungun, yang berarti daerah sunyi sepi.
Lama-kelamaan, orang-orang menyebutnya Simalungun. Hingga saat ini, kata Simalungun tetap dipakai
untuk menyebut nama sebuah Kabupaten di Provinsi Sumatra Utara.
Source: https://histori.id/asal-mula-nama-simalungun/
Alkisah Kedua istri Resi Kasyapa masing-masing dikaruniai anak. Kadru dikaruniai para Naga,
sedangkan Winata dikaruniai seekor Burung Garuda. Kadru yang tetap memiliki rasa iri dan dengki
terhadap Winata selalu melancarkan niat jahat agar Winata dapat keluar dari lingkaran keluarga Resi
Kasyapa.
Suatu ketika, Para Dewa mengaduk-aduk samudra untuk mendapatkan Tirtha Amartha. Tirtha(air) yang
diebut-sebut dapat memberikan keabadian kepada siapapun yang dapat meminumnya walaupun hanya
setetes. Bersamaan dengan kejadian itu, muncullah kuda terbang bernama Ucaihswara. Oleh karena
Kadru yang selalu menaruh rasa dengki terhadapa Winata, Kadru kemudian menantang Winata untuk
menebak warna Kuda Ucaihswara yang belum terlihat oleh mereka.
Winata kemudian menyanggupi tantangan dari Kadru dengan perjanjian, jika siapapun yang kalah harus
bersedia menjadi budak dan selalu mentaati seluruh perintah dari yang menang. Kemudian Kadru
menebak warna kuda itu berwarna hitam, dan Winata menebak warna kuda itu berwarna putih. Sebelum
kuda itu muncul, secara diam-diam Kadru menerima informasi dari anaknya(naga) bahwa kuda itu
sebenarnya berwarna putih.
Mengetahui bahwa dirinya akan kalah, maka Kadru berbuat licik dengan menyuruh anaknya untuk
menyembur dengan racun tubuh kuda itu sehingga terlihat kehitaman.
Benar saja kuda yang dulunya putih kemudian menjadi hitam setelah muncul dan dilihat oleh Kadru dan
Winata. Karena Winata merasa dirinya telah kalah, maka ia bersedia menjadi budak Kadru selama
hidupnya.
Garuda wisnu kencana menyadari kelicikan Kadru, anak Winata yakni sang Garuda tidak tinggal diam.
Dia kemudian bertarung dengan anak-anak Kadru yakni para Naga yang berlangsung tanpa henti siang
dan malam. Keduanya berhasil menahan imbang disetiap pertarungan sampai akhirnya para Nagapun
memberikan persyaratan bahwa dia akan membebaskan Winata dengan syarat sang Garuda dapat
membawakan Tirtha Amartha kepada para Naga.
Sang Garuda menyanggupinya, dia bersedia mencari Tirtha Amertha yang tidak dia ketahui tempatnya
agar dia dapat menyelamatkan ibunya dari perbudakan. Di tengah petualangannya, sang Garuda bertemu
dengan Dewa Wisnu yang membawa Tirtha Amertha. Garuda kemudian meminta Tirtha Amertha itu,
Dewa Wisnu menyerahkannya dengan syarat agar Garuda mau menjadi tunggangan Dewa Wisnu yang
kemudian dikenal dengan nama Garuda Wisnu Kencana.
Garuda kemudian mendapat tirtha amertha dengan berwadahkan kamendalu dengan tali rumput ilalang. Ia
memberikan tirtha tersebut kepada para naga, namun sebelum para naga sempat meminumnya tirtha itu
terlebih dahulu diambil oleh dewa indra yang kebetulan lewat. Namun tetesan tirtha amertha itu masih
tertinggal di tali rumput ilalangnya. Naga kemudian menjilat rumput ilalang tersebut yang ternyata sangat
tajam dan lebih tajam dari pisau. Oleh karena itu lidah naga menjadi terbelah menjadi 2 ujung yang
kemudian disetiap keturunan naga itu juga memiliki lidah yang terbelah.
Kemudian ibu Winata berhasil dibebaskan dari jeratan perbudakan.
Begitulah akhir cerita dari Sejarah Cerita Garuda Wisnu Kencana. Lalu apa hubungan Garuda anak
Winata dengan Garuda Lambang Negara Indonesia? Karena melihat filosofi diatas para petinggi yang
membangun Negara Indonesia kemudian memilih Burung Garuda sebagai lambang Negara Indonesia
karena melihat kegigihan Burung Garuda dalam berbakti kepada ibunya agar ibunya dapat lolos dari
perbudakan. Garuda tersebut melambangkan kegigihan masyarakat pribumi (masyarakat indonesia)
dalam memperjuangkan tanah Ibu pertiwi agar lolos dari perbudakan para penjajah kala itu.
Source: https://histori.id/legenda-garuda-wisnu-kencana/
Rakyat dibawah kekuasaanya sangat bahagia dan menghormati sang raja karena kepemimpinannya
membuat hidup para rakyat sejahtera.
Raja tersebut bernama Raja Prabu Siliwangi. Sang Prabu mempunyai cukup banyak anak, salah satunya
bernama Putri Kandita.
Ia adalah seorang gadis yang sangat cantik jelita, baik hati dan memiliki sifat yang sama seperti Ayahnya.
Sang Prabu Siliwangi sangat menyayangi Putri Kandita, dan Seiring bertambahkan usia, putri Kandita
semakin memiliki paras yang cantik dan area ia merupakan anak tunggal maka ialah sang calon pewaris
tahta raja Prabu Siliwangi kelak.
Source: https://dongengceritarakyat.com/cerita-rakyat-nyi-roro-kidul-laut-selatan/
7. Dongeng Timun Mas : Perjanjian Dengan Raksasa
Mbok Sarni tinggal sebatang kara di hutan yang sepi. Ia sangat menginginkan kehadiran seorang anak.
Tiap hari ia tiada henti selalu berdoa, “Tuhan, karuniai seorang anak padaku. Sesungguhnya hidupku
sangat sepi. Jika engkau mengaruniai aku seorang anak tentunya aku akan semakin bersyukur dan taat
kepadamu.”
Suatu hari, raksasa yang kebetulan lewat mendengar doa Mbok Sarni. Dengan suaranya yang
menggelegar, raksasa itu bertanya, “Hei wanita tua! Apakah kau sungguh-sungguh menginginkan seorang
anak?”
Mbok Sarni terkejut. Dengan gemetar, ia menjawab, “Benar sekali. Aku mendambakan seorang anak
yang bisa menemaniku. Namun sepertinya hal itu tak mungkin, usiaku sudah tua, dan suamiku telah
meninggal.”
“Ha… ha… ha… aku bisa mengabulkan keinginanmu dengan mudah, tapi tentu ada syaratnya. Apakah
kau bersedia?” tanga si raksasa.
“Baiklah, aku bersedia,” sahut Mbok Sarni menjawab walau hatinya takut melihat sosok raksasa yang
besar dan seram.
Source: https://dongengceritarakyat.com/cerita-rakyat-timun-mas-dari-jawa-tengah/
11. Rereuh
Karya Dhisa Ayu
12. Bias
Karya Dhisa Ayu
Luka boleh jadi bentuknya sangat sederhana
Kemudian bercak boleh jadi bentuknya sangat mempesona
Dan air mata boleh jadi tetesnya sangat meraung
Sedangkan cinta, katanya~
masih tetap dengan kodratnya; sunyi
Source: https://herewellnooneseo.blogspot.com/2020/02/bias.html
13. Sisindiran 1
Mihape sisir jeung minyak,
kade kaancloman leungeun,
mihape pikir jeung niat,
kade kaangsonan deungeun.
14. Sisindiran 2
Kuring mah alim ka Bandung,
hayang ka Sumedang bae,
kuring mah alim dicandung,
hayang ku sorangan bae.
15. Sisindiran 3
Kembang culan kembang tanjung,
kembang saga jeung dongdoman,
boh sabulan boh sataun,
ulah salah nya dongdonan.
16. Sisindiran 4
Koleang kalakay pandan,
amis mata di susukan,
soreang lain teu hayang,
cimata geura susutan.
17. Sisindiran 5
Kukulu di buah manggu,
pisitan buah ramanten,
kuru lain ku teu nyatu,
mikiran nu hideung santen.
18. Sisindiran 6
Ulah tiwu-tiwu teuing,
rek bonteng baligo bae,
ulah kitu-kitu teuing,
rek goreng bareto bae.
Source Sisindiran: https://basasunda.com/sisindiran-bahasa-sunda/
41. Dongeng 1
Kancil dan Buaya
Suatu hari, ada seekor kancil yang sedang berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Karena
makanan di sekitar kediamannya telah berkurang, Sang Kancil pun pergi untuk mencari di luar
kawasannya. Di tengah jalan, ia harus menyeberang sungai yang dihuni banyak sekali buaya besar yang
sangat lapar. Kancil pun berpikir sejenak, lalu ia mendekat ke tepi sungai.
"Hai buaya, apakah kau sudah makan siang?" tanya kancil dengan suara yang dikeraskan.
Tak lama kemudian, munculah seekor buaya dari permukaan air, "Siapa yang berteriak siang-siang
begini? Mengganggu tidur saja."
"Hai kancil, diam kau! Kalau tidak, aku makan nanti kamu," timpal buaya yang lain.
"Aku datang ke sini untuk menyampaikan pesan dari raja hutan, jadi janganlah kau makan aku dulu,"
jawab kancil.
"Ada apa sebenarnya kancil, ayo cepat katakan," kata buaya.
"Baiklah. Raja hutan memintaku untuk menghitung jumlah buaya yang ada di sini. Raja hutan hendak
memberikan hadiah untuk kalian," ujar kancil.
"Jadi sekarang, panggil semua temanmu," lanjutnya.
Mendengar hal itu, buaya sangat senang dan langsung memanggil semua kawannya untuk berbaris
berjajar di permukaan sungai. Namun, mereka semua ternyata hanya diperdaya oleh si kancil.
Dengan cerdik, si kancil langsung pergi setelah menghitung buaya terakhir di ujung sungai dan lolos dari
cengkraman buaya yang lapar.
42. Dongeng 2
Burung Bangau yang Angkuh
Seekor bangau berjalan dengan langkah yang anggun di sepanjang sebuah sungai kecil, matanya menatap
air sungai yang jernih, leher dan paruhnya yang panjang siap untuk menangkap mangsa di air sebagai
sarapan paginya. Saat itu, sungai dipenuhi dengan ikan-ikan yang berenang, tetapi sang Bangau merasa
sedikit angkuh di pagi hari itu.
"Saya tak mau makan ikan-ikan yang kecil," katanya kepada diri sendiri. "Ikan yang kecil tidak pantas
dimakan oleh bangau yang anggun seperti saya."
Sekarang, seekor ikan yang sedikit lebih besar dari ikan lain, lewat di dekatnya.
"Tidak," kata sang Bangau. "Saya tidak akan merepotkan diri saya untuk membuka paruh dan memakan
ikan sebesar itu!"
Saat matahari mulai meninggi, ikan-ikan yang berada pada air yang dangkal dekat pinggiran sungai,
akhirnya berenang pindah ke tengah sungai yang lebih dalam dan dingin. Sang Bangau yang tidak melihat
ikan lagi, terpaksa harus puas dengan memakan siput kecil di pinggiran sungai.
43. Dongeng 3
Aji Saka
Pada dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama
Prabu Dewata Cangkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang
manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan
mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.
Di dusun Medang Kawit hidup lah pemuda yang bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik hati. Suatu
hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun.
Bapak tua yang akhirnya diangkat menjadi ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang
Kamulan.
Mendengar cerita kebiasaan Prabu Dewata Cangkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan.
Singkat cerita, Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Sementara di Istana Prabu Dewata Cangkar
sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang prabu.
Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cangkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh
sang Prabu dengan imbalan Tanah seluas serban yang digunakannya.
Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga
luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cangkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka
sesungguhnya. Namun, dengan sigap Aji Saka melilit kuat tubuh sang prabu yang kemudian dilempar ke
laut hingga hilang ditelan ombak.
Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan serta memboyong ayahnya ke Istana.
Berkat pemerintahannya yang adil dan bijaksana, Aji Saka mengantarkan kerajaan ke zaman keemasan.
Cerita ini mengajarkan untuk menjalankan amanat hendaklah dilakukan dengan sebaik-baiknya. Sebab,
orang yang memegang dan menjalankan amanat dengan baik akan mendapatkan kehormatan di kemudian
hari.
44. Dongeng 4
Beruang dan Lebah
Suatu hari, seekor beruang tengah menjelajahi hutan untuk mencari buah-buahan. Di tengah pencarian, ia
menemukan pohon tumbang di mana terdapat sarang tempat lebah menyimpan madu.
Beruang itu mulai mengendus-endus dengan hati-hati di sekitar pohon tumbang tersebut untuk mencari
tahu apakah lebah-lebah sedang berada dalam sarang tersebut. Tepat pada saat itu, sekumpulan kecil
lebah terbang pulang dengan membawa banyak madu. Lebah-lebah yang pulang tersebut, tahu akan
maksud sang Beruang dan mulai terbang mendekati sang Beruang, menyengatnya dengan tajam lalu lari
bersembunyi ke dalam lubang batang pohon.
Seketika Beruang tersebut menjadi sangat marah, loncat ke atas batang yang tumbang tersebut dan
dengan cakarnya menghancurkan sarang lebah. Tetapi hal ini malah membuat seluruh kawanan lebah yg
berada dalam sarang, keluar dan menyerang sang Beruang.
Beruang yang malang itu akhirnya lari terbirit-birit dan hanya dapat menyelamatkan dirinya dengan cara
menyelam ke dalam air sungai.
45. Dongeng 5
Angsa dan Telur Emas
Suatu hari, seorang petani membawa seekor angsa pulang ke rumahnya. Esoknya, angsa itu mengeluarkan
telur emas.
"Angsa ajaib," kata petani. la segera membawa telur emas itu ke pedagang emas di pasar untuk
mengetahui apakah telur tersebut benar-benar emas.
"Ini emas murni," kata pedagang emas. Pedagang tersebut membelinya dengan uang yang banyak. Sejak
saat itu, angsa setiap hari mengeluarkan telur emas. Kini, petani telah memiliki selusin telur emas.
Namun, petani itu masih belum puas.
"Aku akan kaya raya. Tapi, aku ingin angsa mengeluarkan lebih banyak telur emas setiap hari agar aku
cepat kaya," kata petani.
Setelah angsa mengeluarkan telur emas yang banyak dalam sehari, petani masih belum puas juga.
"Angsa itu mengeluarkan banyak telur emas. Aku tidak akan menunggu besok. Aku ingin cepat kaya.
Aku akan menyembelih angsa itu dan mengambil seluruh emas dalam tubuhnya," pikir petani.
Petani itu akhirnya menyembelih angsa, namun betapa kagetnya dia. Alih-alih menemukan banyak telur
emas, justru dia tidak menemukan satupun di dalam tubuh angsa.
Kini, petani hanya bisa menyesal. Karena serakah, dia telah menyembelih angsa. Andai saja tidak
menyembelih angsa itu, pasti masih bisa mendapatkan telur emas. Itulah akibat dari keserakahan.
47. Rudat
Rudat adalah semacam tarian dengan alat musik berupa ganjring atau terbang besar, rebana dan kecrekan,
alat alat ini ditabuh mengikuti irama lagu arab yang syair-syairnya kebanyakan puji-pujian, yang ditabung
secara harmonis pada saat pertunjukan.