Anda di halaman 1dari 1

SILANCANG

(Cerita Rakyat Riau)

Pada zaman dahulu, di daerah Kampar, hiduplah Si Lancang dengan ibunya. Mereka sehari-hari
hidup prihatin mengandalkan penghasilan yang minim sebagai buruh tani. Keadaan ini membuat Si
Lancang berpikir untuk memperbaiki nasib dengan pergi merantau.

Pada suatu hari, Si Lancang berangkat ke negeri orang. Diceritakan, Si Lancang bekerja keras
bertahun-tahun lamanya. Segala perjuangannya tidak sia-sia, ia berhasil menggapai cita-citanya menjadi
orang kaya. Ia menjadi saudagar yang memiliki berpuluh-puluh kapal dagang. Akan tetapi, ia lupa pada
ibunya dan segala janji manisnya dahulu.

Pada suatu hari, Si Lancang singgah di Kampar. Berita kedatangan Si Lancang terdengar oleh
ibunya. Ia mengira bahwa Si Lancang pulang untuk dirinya. Dengan memberanikan diri, ia naik ke
geladak kapal mewah Si Lancang. Si ibu langsung menghampiri Si Lancang dan ketujuh istrinya. Betapa
terkejutnya Si Lancang ketika menyaksikan bahwa perempuan berpakaian compang camping itu adalah
ibunya. Akan tetapi, harapan ibu Si Lancang hanya tinggal harapan. Rasa malu dan marah pun tak dapat
ia tahan. Ibunya segera menghampirinya.Advertising

“Engkau Lancang, Anakku! Oh… betapa rindunya hati emak padamu.” Mendengar sapaan itu, si
Lancang begitu tega menepis pengakuan ibunya sambil berteriak.

“Mana mungkin aku mempunyai ibu perempuan miskin seperti kamu. Kelasi! usir perempuan
gila ini!”

Dengan perasaan hancur, ibunya pergi meninggalkan semua angan-angan tentang anaknya. Luka
hati seperti disayat sembilu. Setibanya di rumah, hilang sudah akal sehatnya dan kasih sayangnya karena
perlakuan buruk yang diterimanya. Ia mengambil pusaka yang dimilikinya berupa lesung penumbuk padi
dan sebuah nyiru. Diputarnya lesung itu dan dikibas-kibaskan nyiru itu sambil berkata, “Ya Tuhanku…
hukumlah si anak durhaka itu.”

Tuhan mengabulkan permintaan ibu tua renta itu. Dalam sekejap, turunlah badai topan. Badai
tersebut meluluh lantakkan kapal-kapal dagang milik Si Lancang dan harta benda miliknya. Menurut
cerita rakyat setempat, kain sutranya melayang-layang dan jatuh menjadi negeri Lipat Kain yang terletak
di Kampar Kiri. Gongnya terlempar ke Kampar Kanan dan menjadi Sungai Ogong. Tembikarnya
melayang menjadi Pasubilah, sedangkan tiang bendera kapal si Lancang terlempar hingga sampai di
sebuah danau yang diberi nama Danau Si Lancang. Hingga sekarang, nama nama tempat itu masih ada.
Dongeng legenda ini hendaklah jadi nasihat agar seorang anak tetap ingat dan berbakti kepada orang
tuanya.

Anda mungkin juga menyukai