Kesuma, anak bungsunya lenyap dari pandangan terjilat api dan masuk ke
kawah Bromo, bersamaan hilangnya Kesuma terdengarlah suara gaib, "Saudara-
saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orangtua kita dan Sang Hyang
Widhi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tenteram, sembahlah
Sang Hyang Widhi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-14
mengadakan sesaji kepada Sang Hyang Widhi di kawah Gunung Bromo".
Kebiasaan ini diikuti secara turun temurun oleh masyarakat Tengger dan setiap
tahun diadakan upacara Kasada di Poten lautan pasir dan kawah Gunung Bromo.
Sebagai pemeluk agama Hindu, Suku Tengger tidak seperti pemeluk agama
Hindu pada umumnya, memiliki candi-candi sebagai tempat peribadatan, namun
bila melakukan peribadatan bertempat di punden, danyang dan poten.
Suku Tengger merupakan suku yang terkenal dengan adat serta budayanya
yang masih sangat kental. Upacara Kasada merupakan upacara yang paling terkenal
bagi masyarakat Suku Tengger. Upacara Yadnya Kasada ini jatuh pada tanggal 14
Kasada atau ketika bulan purnama. Masyarakat Suku Tengger juga memiliki ritual
rutin menjelang upacara tersebut. Namanya Grebeg Tirto Aji. Kebetulan Grebeg
Tengger Tirto Aji yang ke VI ini bertepatan pada Hari Kamis, 12 April 2018.
Masyarakat Suku Tengger tinggal di lereng Gunung Bromo. Saat Grebek
Tirto Aji, mereka turun gunung untuk mengambil air di Pemandian Wendit, Pakis,
Kabupaten Malang. Dulu, upacara ini digelar di Goa Gunung Widodaren.
Lokasinya sekitar satu kilometer dari Gunung Bromo. Tapi sejak 2013 sesuai
dengan kesepakatan para sesepuh masyarakat Suku Tengger, Grebeg Tirto Aji
dialihkan ke sumber mata air atau Sendang Widodaren di Taman Rekreasi Wendit.
Masyarakat umum biasa menyebut mata air tersebut sebagai Sumber Mbah Gimbal
dan Mbah Kabul. Masyarakat suku tengger membawa pulang air suci dengan
kepercayaan yang sama seperti di Pulau Sempu, yaitu untuk kesembuhan dan
kesehatan. Menurut mereka khasiatnya sama dengan Air Widodaren dari Gunung
Bromo yang merembes ke arah Wendit.
Prosesi Grebeg Tirto Aji diawali dengan berkumpulnya warga Suku Tengger
di lapangan Asrikaton. Jaraknya sekitar 400 meter dari Pemandian Wendit. Sekitar
500 orang tampak mengenakan busana warna serba hitam dengan ikat pita warna
kuning serta membawa kemenyan setiap orangnya. Mereka lantas bersama-sama
menuju Pemandian Wedit. Prosesi Grebeg Tengger Tirto Aji tetap berjalan lancar
dan khidmat meski cuaca cukup panas. Upacara adat ini biasanya dihadiri oleh
masyarakat asli Tengger dari empat kabupaten yaitu Malang, Pasuruan, Lumajang
dan Probolinggo. Namun untuk tahun ini hanya dihadiri oleh Suku Tengger di
wilayah Kabupaten Malang.
Ritual yang diawali dengan kirab uborampe atau perlengkapan upacara dari
halaman patirtan menuju ke Pendopo Pemandian Wendit. Uborampe terdiri dari
hasil bumi dan dua buah gunungan besar. Sesampainya di pendopo, kemudian
didoakan oleh dukun adat. Kemudian dilanjutkan dengan prosesi masuknya tujuh
bidadari yang membawa tempat air suci. Selanjutnya, tujuh biadadri cantik ini
bersama dukun adat serta masyarakat Suku Tengger menuju Sendang Widodaren
atau Punden Mbah Kabul.
Menurut masyarakat suku tengger upacara adat Grebeg Tirto Aji memiliki
banyak makna sesuai dengan pemahaman dan keyakinan Suku Tengger. Salah
satunya bermakna penyembuhan penyakit, penanggulangan hama dan penyubur
tanaman. Selain itu juga bertujuan memupuk rasa persaudaraan di antara pemeluk
agama. Serta melestarikan adat Tengger yang sudah dikenal sampai mancanegara,
Masyarakat Suku Tengger meyakini Sumber Air Mbah Kabul dan Mbah
Gimbal di tempat wisata Pemandian Wendit dapat membawa berkah dan manfaat.
Terutama untuk bercocok tanam dalam kehidupan masyarakat Tengger. Selain itu
juga merupakan proses awal dari rangkaian Upacara Yadnya Kasada yang akan
dilaksanakan pada tanggal 14 Kasada atau saat bulan purnama (purnamasidhi).
Sebelum menuju Sendang Widodaren, ada ritual tari yang bernama Mendak
Tirto Bedhaya Luk Suruh terlebih dahulu. Arti nama tarian ini adalah Mendak tirto:
mengambil air dan Luk Suruh adalah nama lama daerah tempat mata air. Tarian ini
bercerita tentang para bidadari yang turun dari khayangan dan mengambil air dari
Sendang Widodaren di Wendit. Air ini nantinya dibagikan kepada masyarakat Suku
Tengger. Sementara Prabu Rama dan Hanoman menjadi Cucuk lmpah (penunjuk
jalan) Bapak Bupati ke tempat sendang.