Anda di halaman 1dari 3

NYADRAN

Kearifan lokal apakah yang sudah kalian ketahui? sebagai generasi millenial saat ini yang
hidup di jaman serba digital selayaknya kita tak boleh melupkan tradisi baik yang ada
disekitar kita.

Bentuk-bentuk kearifan lokal adalah kerukunan Beragama dalam kerukunan


beragama dalam wujud praktik sosial yang dilandasi suatu kearifan dari budaya. Bentuk-
bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa budaya (nilai, norma, etika,
kepercayaan, adat istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus). Nilai-nilai luhur terkait
kearifan lokal meliputi Cinta kepada Tuhan, alam semester beserta isinya,Tanggung jawab,
disiplin, dan mandiri, Jujur, Hormat dan santun, Kasih sayang dan peduli, Percaya diri,
kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, Keadilan dan kepemimpinan, Baik dan rendah
hati, Toleransi, cinta damai, dan persatuan.

Salah satu daerah di provinsi Jawa Timur yang dikenal dengan kota udang
yakni Kabupaten Sidoarjo memiliki kearifan lokal, yang tidak boleh dipandang sebelah
mata, diantarnya lelang bandeng, nyadran, jaran kepang, tari ujung dll. Nyas alah satu
bentuk kearifan lokal masyarakat daerah Balongdowo-Sidoarjo. Nyadran dilakukanpada
bulan Ruwah ( kalender Jawa ) ada tradisi yang dinamakan Ruwatan. Bentuk –bentuk
Ruwatan ini dapat berupa bersih Desa ,Ruwah desa atau lainnya.

Di Sidoarjo tepatnya di Desa Balongdowo Kecamatan Candi ada tradisi masyarakat


yang dilakukan setiap bulan Ruwah pada saat bulan purnama. Tradisi tersebut dinamakan
Nyadran, Nyadran ini merupakan adat bagi para nelayan kupang desa Balongdowo sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Bentuk kegiatan Nyadran berupa pesta peragaan cara mengambil kupang di tengah
laut selat Madura. Nyadran di Sidoarjo mempunyai ciri khas tersendiri. Kegiatan Nyadran
dilakukan oleh masyarakat desa Balongdowo yang mata pencaharian sebagai nelayan
kupang, pada siang harinya sangat disibukkan dengan kegiatan persiapan pesta upacara,
mereka menyiapkan acara pesta dengan wajah sumringah hingga tengah malam.

Kegiatan ini dilakukan pada dini hari sekitar pukul 1 pagi. Orang- orang berkumpul
untuk mengelilingi desa. Perjalanan dimulai daridesa Balongdowo Kec, Candi menempuh
jarak 12 Km. Menuju dusun Kepetingan Ds. Sawohan Kec. Buduran. Perjalanan ini melewati
sungai desa Balongdowo, Klurak kali pecabean, Kedung peluk dan Kepetingan ( Sawohan ).

Ketika iring-iringan perahu sampai di muara kali desa Pecabean, perahu yang
ditumpangi anak balita membuang seekor ayam. Konon menurut cerita dahulu ada orang
yang mengikuti acara Nyadran dengan membawa anak kecil dan anak kecil tersebut
kesurupan. Oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut masyarakat desa Balongdowo
percaya bahwa dengan membuang seekor ayam yang masih hidup ke sungai Pecabean
maka anak kecil yang mengikuti nyadran akan terhindar dari kesurupan malapetaka.

Sekitar pukul. 04.30 WIB. Peserta iring-iringan perahu tiba di dusun Kepetingan Ds.
Sawohan. Rombongan peserta nyadran langsung menuju makam dewi Sekardadu untuk
mengadakan makan bersama. Sambil menunggu fajar tiba, peserta nyadran tersebut
berziarah, bersedekah, dan berdoa di makam tersebut agar berkah terus mengalir. Menurut
cerita rakyat Balongdowo Dewi sekardadu adalah putri dari Raja Blambangan yang
bernama Minak Sembuyu yang pada waktu meninggalnya dikelilingi ikan kepiting itulah
sebab mengapa dusun tersebut dinamakan Kepetingan. Tetapi orang-orang sering
menyebut Dusun Ketingan.

Setelah dari makam Dewi Sekardadu, sekitar pukul 07.00 WIB, perahu-perahu itu
menuju selat Madura yang berjarak sekitar 3 Km. Sekitar pukul 10.00 WIB. iring-iringan
perahu tersebut mulai meninggalkan selat Madura. Kemudian mereka kembali ke Ds
Balongdowo. Sepanjang Perjalan pulang ternyata banyak masyarakat berjajar di tepi sungai
menyambut iring-iringan perahu tiba. Mereka menyambutnya dengan melambai-lambaikan
tangan dengan muka sumringah, kemudian mereka meminta berkat/makanan yang dibawa
oleh peserta nyadran dengan harapan agar mendapat berkah.

Ada satu proses dari pesta nyadran ini yaitu Melarung tumpeng Proses ini dilakukan
di muara Clangap ( pertemuan antara sungai Balongdowo, sungai Candi, dan sungai
Sidoarjo)

Menurut Johan salah satu penduduk Balongdowo mengatakan bahwa tradisi


nyadran biasanya dilakukan di bulan Juni. Menurutnya nyadran dilakukan dengan
melaksanakan pestadengan iringan tertawa dan senyum bahagia melingkari wajahnya di
sekitar jembatan Balongdowo tuturnya.

Mayoritas yang mengadakan tradisi nyadran adalah golongan tua, golongan muda
kurang tertarik untuk meneruskan tradisi ini, generasi muda muda zaman sekarang lebih
tertarik untuk meniru kebudayaan asing daripada kebudayaan lokal.

Padahal tradisi ini bisa dipamerkan ke wisatawan asing dengan membuat pesta yang
meriah. Pemerintah daerah barangkali bisa menggaet kalangan muda pecinta budaya untuk
memamerkan tradisi nyadran kepada masyarakat Indonesia dan wisatawan asing.

Sekelumit cerita kearifan lokal dari kota Sidoarjo ini akan terus menjadi tradisi jika
generasi muda ikut melestarikannya. namun apa jadinya jika generasi muda malah acuh
terhadap kebudayaannya.
Jika bukan kita siapa lagi? jika bukan sekarang kapan lagi?

Mari bersama melestarikan budaya bangsa, karena kearifan lokal adalah identitas keunikan
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai