Anda di halaman 1dari 3

Ritual Nganyun Perau

Nganyun Perau merupakan kegiatan masyarakat Dusun Limpo, Desa Sekendal,


Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak, yang hingga saat ini masih
dilaksanakan. Nganyun Perau berasal dari kata Nganyun berarti menghanyutkan
dan Perau yang artinya perahu, sehingga Nganyun Perau berarti
menghanyutkan perahu. Perahu tersebut berbentuk lebih kecil dari perahu pada
umumnya, yang terbuat dari buluh (bambu).

Kegiatan ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1970-an dan selalu
dilaksanakan setiap tahun hingga saat ini. Kegiatan ritual tersebut dilaksanakan
pada saat menyambut tahun baru padi. Tradisi ini dipimpin oleh kepala dusun
dan juga tokoh masyarakat dan dilaksanakan setiap bulan Februari.

Selain sebagai kegiatan pelestarian budaya, tradisi Nganyun Perau juga


memiliki serangkaian kegiatan yang menyimbolkan persatuan dan kesatuan
antarmasyarakat. Dalam kegiatan Nganyun Perau, warga bekerjasama
menyiapkan beberapa perlengkapan, di antaranya perahu, anak ayam, barang-
barang bekas dari hasil tahun baru padi, misalnya buluh bekas lemang dan lain-
lain.

Selama proses Nganyun Perau ini ada beberapa rangkaian kegiatan yang perlu
dilakukan, yakni mengelilingi kampung, berjalan melalui hutan dan kuburan, dan
menghanyutkan perahu. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh para
pemuda desa yang telah dipilih. Warga yang ingin mengikuti kegiatan juga
diperbolehkan.

Dalam kegiatan mengelilingi kampung, beberapa pemuda desa yang telah


dipilih akan memanggul perahu yang sudah dibuat dan mendatangi rumah
warga satu per satu untuk mengambil barang bekas dari hasil tahun baru padi.
Barang-barang tersebut kemudian dimasukkan dalam perahu.

Pada kegiatan berjalan melalui hutan dan kuburan, para pemuda membawa
perahu meninggalkan kampung dengan melewati hutan dan kuburan.
Perjalanan melewati hutan dan kuburan dipercaya dapat memanggil arwah
nenek moyang untuk selanjutnya berkumpul di Pedagi, yaitu area yang
disakralkan oleh warga setempat dan dilarang untuk dikunjungi kecuali jika
sedang berlangsung prosesi adat.

Pada ritual menghanyutkan perahu, pemuda yang telah melewati hutan dan
kuburan sejauh kurang lebih 2 km akan sampai di Pedagi. Mereka kemudian
berdoa meminta kesembuhan, rezeki, dan sebagainya. Selain berdoa, mereka
juga menaruh anak ayam di perahu. Suara anak ayam dipercaya akan
memanggil arwah nenek moyang. Setelah selesai, perahu dibawa ke tengah
sungai dan dihanyutkan.

Jika perahu sudah benar-benar hanyut, para warga yang mengikuti kegiatan ini
harus segera pulang ke kampung. Setelah sampai, mereka harus
membersihkan diri (mandi). Masyarakat setempat meyakini bahwa seseorang
yang mengikuti kegiatan ini tetapi tidak segera membersihkan diri akan
mengalami sebuah kesialan.

Masyarakat setempat percaya, ritual Nganyun Perau merupakan cara untuk


berkomunikasi dan sebagai bentuk penghormatan kepada roh nenek moyang
mereka dahulu. Mereka juga meyakini bahwa kegiatan ini dapat membuat hidup
mereka berkecukupan sehingga pada saat panen padi mereka tidak mengalami
kegagalan.

Tradisi Nganyun Perau ini sudah berlangsung lama dan tetap dilestarikan
hingga saat ini, terbukti dengan diselenggarakannya ritual tersebut setiap tahun.
Walaupun pada tahun 2020 negara kita sempat terkena wabah pandemi Covid-
19 yang merajalela, kegiatan ini masih tetap dilaksanakan karena sudah
menjadi kewajiban dan melekat dalam diri masyarakat.

Peran pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan dalam melestarikan


kebudayaan-kebudayaan lokal, seperti tradisi Nganyun Perau ini. Seiring dengan
perkembangan zaman, pengaruh budaya asing semakin banyak menimbulkan
dampak negatif terhadap kebudayaan daerah, salah satunya adalah perubahan
gaya hidup dan penurunan niai moral.

Perubahan gaya hidup ada yang berdampak negatif karena generasi sekarang
cenderung meniru budaya yang kurang sesuai dengan kebudayaan yang ada di
Indonesia. Generasi muda bahkan banyak yang tidak mengenal budaya
daerahnya sendiri. Padahal, budaya daerah memiliki nilai-nilai kearifan lokal
yang baik untuk kehidupan.

Selain itu, terjadi juga penurunan nilai moral bangsa karena modernisasi dan
perubahan sosial budaya membuat masyarakat lebih mudah menerima
pengaruh dari luar negeri. Modernisasi dapat mengubah pola pikir dan gaya
hidup masyarakat menjadi lebih modern. Hal ini didapat dari pengaruh
pemikiran dan gaya hidup modern.

Jika perubahan gaya hidup dan penurunan nilai moral yang tidak sesuai dengan
jati diri bangsa terjadi, masyarakat bisa kehilangan rasa nasionalisnya dan sikap
individualisme akan meningkat. Bukan hanya di perkotaan, melainkan di desa
juga bisa terkena dampak modernisasi tersebut. Agar nilai-nilai budaya dapat
terjaga, perlu kesadaran yang tinggi dari para warga. Oleh karena itu,
masyarakat diimbau untuk memiliki sikap nasionalisme dan rasa cinta tanah air
yang tinggi, melestarikan adat budaya secara turun temurun, menumbuhkan
sikap empati dan saling peduli terhadap sesama, saling hidup rukun antarwarga,
serta tidak terpengaruh terhadap budaya asing yang bersifat negatif.

Anda mungkin juga menyukai