Anda di halaman 1dari 19

Istilah Gotong Royong di Berbagai Daerah

Pengertian Gotong Royong


“Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama,
perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua
buat kebahagiaan semua”.

Inilah sepenggal pidato Presiden RI pertama, Ir Soekarno, yang menjadikan gotong royong
sebagai landasan semangat membangun bangsa.

Masih adakah semangat gotong royong yang tumbuh dalam jiwa masyarakat kita?

Gotong Royong Yang Membumi

Gotong royong, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, berarti bekerja
bersama-sama (tolong- menolong, bantu-membantu). Gotong royong sudah menjadi tradisi
masyarakat Indonesia sejak zaman dulu. Budaya gotong-royong benar-benar hidup dan
menjadi tulang punggung kehidupan bermasyarakat. Itulah mengapa istilah gotong royong
dikatakan membumi. M. Nasroen, salah seorang pelopor kajian filsafat Indonesia sekaligus
Guru Besar Filsafat, Universitas Indonesia, menyatakan bahwa gotong royong merupakan
salah satu dasar filsafat Indonesia.

1. Ngacau Gelamai

II
ii
Ngacau gelamai adalah tradisi gotong royong warga Bengkulu untuk membuat kudapan.
Istilah ini dilekatkan dalam aktivitas mengaduk adonan untuk membuat kudapan bernama
gelamai. Gelamai adalah kudapan seperti dodol yang dibuat selama lebih dari tujuh jam di
atas tungku dengan bara api sedang. Tradisi membuat penganan Ngacau Gelamai ini
merupakan cara warga mempertahankan kebersamaan dengan bergotong royong. Setiap 15
menit warga bergantian mengayun sendok bertangkai kayu. Seluruh warga dan keluarga yang
ada di tempat Ngacau Gelamai terlibat secara bergotong royong, termasuk juga anak anak.

2. Alak Tau

Untuk menjaga tradisi gotong royong. masyarakat suku Dayak Rindang Benua biasa
mengajak masyarakat lintas etnis yang tergabung dalam lembaga adat besar kutai, Kutai
Timur untuk melakukan ritual Alak Tau atau penentuan hari baik untuk menanam. Ritual
Alak Tau, dilakukan agar tanaman padi tumbuh subur dan jauh dari hama. Ritual ini akan
dipimpin oleh seorang Kepala Adat. Kepala adat akan menancapkan sebatang kayu yang
telah di runcingkan ke dalam tanah, untuk membuat lubang bibit tanaman sebagai awal
penanaman padi yang akan diikuti oleh warga lainnya secara gotong royong. Hasil panen
nantinya akan di simpan di lumbung adat untuk keperluan sosial dan ibadah seluruh
masyarakat dayak Rindang Benua.

3. Marsialapari

II
ii
Marsialapari merupakan budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat Mandailing, Sumatera
Utara, dalam pengelolaan sawah atau kebun mereka. Marsialapari berasal dari dua suku kata
yaitu alap (panggil) dan ari (hari), kemudian ditambah kata awalan mar yang berarti saling,
sementara si adalah kata sambung yang kemudian menjadi kata marsialapari, yang dapat
diartikan sebagai saling menjemput hari. Marsialapari oleh masyarakat Mandailing dikenal
sebagai suatu kegiatan tolong menolong dan gotong royong. Dimana pada saat itu masyarakat
Mandailing secara sukarela dengan rasa gembira saling tolong menolong/membantu saudara
mereka yang membutuhkan bantuan, yang biasanya dilakukan di sawah atau kebun.

4. Nugal

Nugal merupakan kegiatan rutin tahunan yang dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah di
Kalimantan Barat. Fase Nugal dilakukan setelah masyarakat melakukan pembersihan lahan
calon ladang yang akan ditanami berbagai jenis padi, jagung, dan sayur-sayuran. Tradisi
gotong royong ini merupakan warisan yang telah dipraktekkan dari generasi ke generasi.
Gotong royong biasanya tidak hanya dilakukan pada fase Nugal, tetapi juga dalam seluruh
aktifitas pertanian, seperti membuka lahan pertanian sampai masa panen padi. Hasil panen
akan dibagi oleh pemilik lahan sebagai ucapan terima kasih atas bantuan tenaga.

5. Ngayah

II
ii
Masyarakat Bali memiliki tradisi menyumbang yang disebut ngayah. Menyumbang di sini
bukan hanya memberi uang ataupun materi, tapi juga jasa atau tenaga. Ngayah berarti bekerja
sukarela untuk kebaikan bersama. Dalam tradisi ngayah, masyarakat Bali tidak hanya sekadar
tolong-menolong untuk kegiatan sosial saja. Namun, melakukan tradisi ngayah sebagai
bagian dari perintah agama. Tidak seperti tradisi lain yang harus dilakukan setiap tanggal
tertentu, ngayah bisa dilakukan setiap hari. Misalnya menyapa tetangga, bersama-sama
melakukan persiapan sebuah acara, latihan menari, atau membantu tetangga yang kesulitan.
Kegiatan-kegiatan seperti ini termasuk dalam tradisi ngayah.

6. Gemohing

Gemohing adalah tradisi gotong royong dalam masyarakat Lamaholot, Nusa Tenggara Timur
(NTT) yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Istilah 'Gemohing' secara gramatikal
diartikan sebagai aktivitas bersama sekumpulan orang untuk menjalankan satu kegiatan di
dalam kampung. Kegiatan bersama itu dilakukan untuk membersihkan ladang, menanam,
memanen, maupun membangun rumah. Mereka bekerja sambil berpantun dan menyanyikan
lagu-lagu tradisional. Tradisi gotong royong ini dilakukan dengan jumlah personel antara 10
hingga 50 orang yang bekerja secara sukarela. Satu keluarga bisa mengirim 2 sampai 5 orang.
Jenis pekerjaan tergantung dari kebutuhan warga yang akan melakukan suatu pekerjaan atau
acara.

7. Song-Osong Lombhung

II
ii
Song osong lombhung merupakan istilah gotong royong yang ada di lingkungan
masyarakat Madura. Istilah ini yang secara harfiah berarti memikul lumbung.
Memikul lumbung harus dilakukan oleh banyak orang bukan saja karena
ukurannya yang besar, tapi karena lumbung menyangkut kepentingan banyak
orang. Menyelamatkan lumbung adalah sekaligus menyelamatkan kepentingan diri
sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Semangat song-osong lombhung ini bisa
ditemui pada upacara tradisional seperti rokat tase atau petik laut, hingga kegiatan-
kegiatan sehari-hari seperti membangun surau desa atau pada saat panen para
petani garam.

8. Sambatan

Budaya sambatan merupakan warisan budaya sosial, khususnya di masyarakat


Gunungkidul, Jogjakarta. Sambatan berasal dari kata sambat yang secara harfiah
berarti mengeluh. Namun dalam arti luas, sambatan merupakan sistem gotong
royong antar warga dalam rangka membantu sesama yang sedang tertimpa
musibah atau sedang melakukan pekerjaan besar seperti membangun rumah,
hajatan, panen dan lain-lain. Budaya sambatan lebih banyak ditemukan di
kampung atau di desa-desa yang masih mempunyai rasa kekeluargaan dan etika
sosial yang tinggi. Rasa ‘ewuh pakewuh’ dalam kehidupan masyarakat Jawa
menjadi salah satu faktor budaya membantu dan tolong menolong secara sukarela
dalam falsafah sambatan masih tetap ada hingga kini.

II
ii
9. Mappalette Bola

Masyarakat suku Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan, memiliki tradisi unik dalam
pindahan rumah, tak hanya barang-barang saja yang berpindah tapi benar-benar
memindahkan rumah mereka ke tempat baru. Tradisi ini melibatkan puluhan
bahkan ratusan warga kampung yang bekerja gotong royong secara sukarela untuk
memindahkan rumah ke lokasi yang baru. Kebanyakan rumah orang suku bugis
sebagian besar adalah rumah kayu berbentuk panggung. Terdapat dua macam cara
pemindahan rumah, yaitu dengan cara diangkat atau didorong. Jika perpindahan
rumah tersebut memakan jarak yang cukup dekat, maka pemindahannya dilakukan
dengan cara didorong. Sedangkan jika jarak terlalu jauh, maka pemindahan rumah
tersebut dilakukan dengan cara diangkat beramai-ramai.

10. Grebuhan

Grebuhan adalah sebutan lain untuk kerja bakti yang dikenal masyarakat Gunungkidul,
Jogjakarta. Grebuhan adalah budaya gotong-royong yang dilakukan untuk kepentingan
bersama seperti membangun jalan, mendirikan pos ronda, renovasi balai pertemuan dan lain

II
ii
lain. Di wilayah pedesaan, budaya grebuhan masih kental dan masih akrab untuk setiap
kegiatan sosial. Meski demikian budaya grebuhan atau kerja bakti ini, saat ini menjadi barang
mahal di masyarakat. Pasalnya meski ada sebagian kelompok masyarakat yang
memberlakukan sistem denda bagi yang tidak hadir, namun ada yang lebih memilih untuk
membayar denda dibandingkan harus ikut bergotong-royong untuk kepentingan bersama.

11. Liliuran

Tradisi Liliuran (saling membantu) dalam menyelesaikan pekerjaan mengolah lahan


pertanian, dari proses menggarap lahan hingga masa panen dilaksanakan, masih dilakukan
oleh warga Kampung Sawah, Kab. Sukabumi, Jawa Barat. Liliuran tidak hanya di praktikan
dalam pertanian saja, tapi juga dalam hajatan, membangun rumah, dan kegiatan sosial lainya,
dimana warga bergotong-royong membantu secara sukarela. Tradisi liliuran juga sebagai
bukti masih kuatnya ikatan emosional kekerabatan, kebersamaan dan solidaritas sosial yang
dibangun atas dasar prinsip kekeluargaan masyarakat di pedesaan.

12a. Gotong Royong ala Suku Baduy

a. Nyambungan Nyambungan dalam Kamus Basa Sunda memiliki arti : "mere naon-
naon kanu ngayakeun sidekah atawa pesta" (memberi segala sesuatu kepada

II
ii
penyelenggara hajatan atau pesta). Begitu juga dengan masyarakat Baduy yang
mengartikan nyambungan sebagai aktivitas mengirim atau menyumbang sesuatu
kepada warga yang sedang menyelenggarakan hajatan atau pesta. b. Liliuran
Liliiuran, yakni suatu mekanisme tradisional yang biasa dilakukan untuk mengatasi
kekurangan tenaga kerja dalam menyelesaikan suatu aktivitas yang dianggap berat.
Dalam hal ini, seorang membutuhkan bantuan tidak perlu memberi upah. Tenaga
mereka akan dibayar dengan tenaga juga pada saat mereka membutuhkan.

12b. Gotong Royong ala Suku Baduy

b. Dugdug Rempug Dugdug rempug adalah kegiatan gotong-royong yang dilandasi


keinginan spontanitas untuk membantu dan menolong pihak-pihak yang
membutuhkan bantuan dan pertolongan mereka. Bantuan yang diberikan bisa dalam
bentuk tenaga atau materi. Namun, umumnya, bantuan tenagalah yang lebih banyak
diperlukan dalam kegiatan dugdug rempug. d. Tunggu Lembur Tunggu lembur
identik dengan kegiatan siskamling atau ronda. Aktivitas tersebut sepenuhnya berada
di bawah tanggung jawab dan pengawasan sesepuh kampung. Menjaga keamanan
kampung adalah kewajiban dan tanggung jawab semua orang dan tunggu lembur
adalah mekanisme tradisional yang berfungsi untuk mengantisipasi dan mengatasi
persoalan-persoalan keamanan di kampung suku Baduy.

II
ii
13. Alang Tulung

Alang Tulung adalah salah satu sistem gotong royong yang terdapat pada masyarakat Gayo,
di propinsi Nanggro Aceh Darussalam. Tradisi ini berhubungan erat dengan sendi sendi
kehidupan, termasuk religi dan ekonomi. Tradisi ini sangat lekat dengan masyarakat Gayo
sebagai sumber kekuatan yang melekatkan mereka sebagai satu suku.

14. Mapalus

Mapalus merupakan sebuah tradisi budaya suku Minahasa dimana dalam mengerjakan segala
sesuatu dilakukan secara bersama-sama atau gotong royong. Mapalus juga dikenal sebagai
local spirit and local wisdom masyarakat di Minahasa. Orang Minahasa (terutama yang
bermukin di pedesaan) lebih sering terlibat dalam mapalus secara spontan tanpa pamrih.
Kegiatan mapalus dapat dibedakan atas yang bersifat umum dan khusus. Pada mapalus yang
bersifat umum, individu-individu yang terlibat dalam kegiatan ini tidak dibedakan atas
golongan atau status sosial tertentu, siapa saja boleh berpartisipasi. Sedangkan mapalus yang
sifatnya lebih khusus melibatkan hanya orang-orang yang terikat dalam suatu hubungan
kekerabatan tertentu, atau merupakan anggota dari suatu perkumpulan tertentu.

II
ii
15. Kuriak atau Kuriakan

Kuriak atau kuriakan adalah istilah kerja gotong royong yang dilakukan warga di Dusun
Gardu, Kabupaten Subang, Jawa Barat maupun Desa Mander, Kabupaten Serang, Banten.
Istilah ini dipakai ketika seluruh masyarakat akan bergotong royong, baik untuk gotong
royong bersih-bersih kampung, membuat jalan, membangun mesjid, sarana dan prasarana,
membantu tetangga dan kegiatan sosial lainnya. Semua warga larut dalam keceriaan dan
semangat kebersamaan. Keunikan dari gotong royong ini yaitu pada acara makan bersama
sambil ngariung atau berkumpul dengan duduk lesehan. Walau yang tersaji hanyalah menu
makanan sederhana dari hasil kebun dan sawah warga, namun semua itu tak mengurangi
semangat warga untuk saling membantu.

16. Batobo

Batobo adalah sebutan untuk kegiatan bergotong royong dalam mengerjakan sawah maupun
ladang. Tradisi Batobo terutama terdapat di daerah Kampar dan Kuantan, Riau. Tradisi ini
menjunjung tinggi prinsip kebersamaan dan kekeluargaan. Batobo dikelompokkan menjadi
dua bagian yaitu batobo biasa dan batobo pasukuan. Kegiatan batobo biasa dilaksanakan atas
persetujuan pimpinan kampung, sedangkan batobo persukuan berdasarkan persetujuan ninik
mamak dalam suku batobo. Namun sayangnya, saat ini tradisi batobo kian ditinggalkan
seiring pola pertanian yang semakin individual. Para pemilik ladang lebih memilih untuk

II
ii
membayar upah atau menyewa tenaga orang lain. Lahan pertanian juga semakin menipis dan
pola bertani yang berubah juga sebagai penyebab tradisi batobo semakin jarang ditemukan.

17. Ammossi

Ammossi, adalah suatu bentuk kerjasama masyarakat Bulukumba, Sulawesi Selatan, untuk
memberi Pusat Tengah Perahu, kemudian menariknya ke laut. Untuk membuat sebuah
Perahu Pinisi, memerlukan proses yang sakral, tradisional, dan sarat akan budaya. Perahu
besar dan megah yang dibuat di daratan itu hingga bisa mengarungi samudra dengan gagah
berani, tak lain adalah dengan adanya kerjasama yang dikenal dengan istilah ammossi ini.

18. Masohi

Masohi merupakan salah satu budaya yang telah lama hidup dan mendarah daging dalam
kehidupan masyarakat Maluku. Masohi adalah aktivitas yang dilakukan bersama-sama oleh
sekelompok orang yang hidup bersama atau punya relasi tertentu untuk menyatakan sikap
tolong menolong dan saling membantu untuk tujuan tertentu.

II
ii
19. Helem Foi Kenambai Umbai

Helem foi kenambai umbai merupakan semangat kerja sama untuk menghasilkan karya di
Festival Danau Sentani. Tradisi ini bertujuan menggerakkan ekonomi warga di Papua
sekaligus memberi kegiatan pariwisata dan ekonomi kreatif.

20. Sabilulungan

Tatkala mengerjakan sesuatu, secara sosiologis, warga di tatar Sunda (Jawa Barat)
memegang teguh relasi sosial yang menggambarkan saling tolong menolong dan
bahu membahu atau sering disebut dengan istilah sabilulungan. Kegiatan gotong
royong yang dilandasi konsep “sabilulungan” bukan hanya sebatas dipahami
sebagai kerja-bakti membersihkan jalan, membantu tetangga atau melaksanakan
program keamanan kampung saja, melainkan sampai pada bekerjasama untuk
mengentaskan kesenjangan sosial.

II
ii
21. Barifola

Program Barifola sendiri merupakan tradisi gotong-royong membangun rumah warga tak
mampu yang digagas Ikatan Keluarga Tidore Maluku Utara sejak tahun 2008. Kini program
ini sudah membangun sedikitnya 180 unit rumah keluarga miskin secara swadaya. Secara
historis, tradisi ini mulanya berlangsung pada abad 13 yang kala itu digunakan Kesultanan
Tidore untuk mewujudkan masyarakat sejahtera.

Barifola sendiri berasal dari dua kata bahasa Tidore yaitu “bari” yang artinya saling
membantu atau gotong royong dan “fola” yaitu rumah. Dengan demikian, barifola diartikan
sebagai kegiatan bergotong-royong membangun rumah.

II
ii
22. Siadapari

Kegiatan bercocok tanam yang dilakukan masyarakat Batak Toba untuk mengerjakan tanah dari
masing-masing anggota kelompok dan secara bergiliran. Keanggotaan kelompok sifatnya
sukarela dan masa berdirinya tergantung persetujuan peserta.

23. Ngayah

Kerja bakti untuk berbagai keperluan termasuk ritual keagamaan atau masalah adat
kemasyarakatan yang bersifat tulus ikhlas, seperti dalam acara ngarap. Kegiatan kerja bakti
ini merupakan penerapan konsep 'kerja untuk sebuah persembahan' atau dikenal dengan
istilah Karma Marga Yoga.

II
ii
24. Hoyak Tabuik

Kerja sama masyarakat di acara ritual tolak bala untuk membawa serta mengayak Tabuik Pasa
dan Tabuik Subarang menjelang matahari terbenam.

25. Pawonda

Nusa Tenggara Timur


Kerja sama yang melibatkan sekelompok orang untuk membangun sebuah rumah dengan
upacara khusus seperti berpuasa dan bersama-sama mengukir tiang pancang.

II
ii
KLIPING PPKn

Gotong Royong Di Berbagai Daerah

Nama Anggota :

1. Ashfa Ashiya A (3)


2. Deandra Oktora W (4)
3. Fasabilla Azzahra (6)
4. M Khoirul Khanafi ( 16 )
5. Nia Oktavia ( 18 )
6. Nuralita Dwi R ( 20 )
7. Siti Cristiyanti ( 27 )
8. Uma Khafida ( 31 )

Tahun Pembelajaran 2018 / 2019

II
ii
Daftar isi

1. Kata pengntar.............................................................................................................i
2. Daftar isi....................................................................................................................ii
3. Pengertian gotong royong.........................................................................................1
4. Ngacau Gelamai.........................................................................................................1
5. Alak Tau.....................................................................................................................2
6. Marsialapari...............................................................................................................2
7. Nugal..........................................................................................................................3
8. Ngayah.......................................................................................................................3
9. Gemohing..................................................................................................................4
10. Song Osong Lombhung..............................................................................................4
11. Sambatan...................................................................................................................5
12. Mappalette Bola........................................................................................................6
13. Grebuhan...................................................................................................................6
14. Liliuran.......................................................................................................................7
15. Gotong royong ala Suku Baduy a...............................................................................7
16. Gotong royong ala Suku Baduy b...............................................................................8
17. Alang Tulung..............................................................................................................9
18. Mapalus.....................................................................................................................9
19. Kuriak/Kuriakan.......................................................................................................10
20. Batobo......................................................................................................................10
21. Ammossi...................................................................................................................10
22. Masohi......................................................................................................................11
23. Helem Foi Kenambai Umbai.....................................................................................12
24. Sabilulungan.............................................................................................................12
25. Barifola.....................................................................................................................13
26. Siadapari...................................................................................................................14
27. Hoyak Taboik.............................................................................................................15
28. Pawonda....................................................................................................................15
29. Penutup.....................................................................................................................16

II
ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirobbil’alamin puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt,


yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
kliping ini yang berjudul “GOTONG ROYONG DI BERBAGAI DAERAH”.
Dalam pembuatan kliping ini penulis dapat bantuan dari berbagai pihak, maka
pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta
yang telah memberikan dukungan dan kepercayaan kepada penulis, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Penulis menyadari bahwa kliping ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
penyusunan maupun materinya. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca atasa kesalahan dan kekuranganya dalam penyempurnaan kliping selanjutnya.
Akhirnya semoga kliping ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadikan amal shalih bagi
kami.
Amin ya Rabbal’ Alamin.

II
ii
Penutup
Kata Gotong Royong belakangan ini seperti sudah terlupakan, seiring dengan tumbuhnya
sikap individualistis masyarakat , Seiring pudarnya Ideologi pancasila, nilai-nilai persaudaraan
sesama saudara seagama seolah ikut pudar, padahal sebagian besar masyarakat kita adalah
beragama islam yang jelas-jelas mengajarkan kita untuk saling kasih mengasihi antar sesama,
dan agama lainyapun pasti mengajarkan hal yang sama.
Gotong Royong adalah budaya asli Indonesia yang sangat sesuai dengan ajaran agama,
jadi alangkah indahnya kalau budaya gotong Royong itu kita tumbuhkan lagi, kita giatkan lagi,
mari kita berbagi dan bergotong Royong karena keimanan, mari kita mulai menyingkirkan
budaya barat yang individualistik dan materialistik yang sangat bertentangan dengan ajaran
agama kita, karena kehidupan di dunia ini hanya sebentar saja.

II
ii

Anda mungkin juga menyukai