Anda di halaman 1dari 24

Karya Ilmiah

Pentingnya Etika Guru dan Siswa

dalam Proses Belajar Mengajar di SMA PGRI Gelekat Lewo Boru

di susun :

O
L
E
H
Nama : Indrianti Anjelina Hikon

Kelas/program : XII/IBB

SMA PGRI Gelekat Lewo Boru

2022/2023

HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah ini telah disetujui dan sudah diujikan pada :

Hari/tanggal : Jumat, 30 Maret 2023

Guru Mata Pelajaran/ pembimbing Wali Kelas

Magdalena Priskan, S.Pd Cristina Lisnawati, S.Pd

NIP__ NIP : 19640727 200112 001

Mengetahui

Kepala Sekolah

Fransiskus Lamuda, S.Pd

NIP : 19631231 200604 1 254


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan penyertaan-
Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul : “Pentingnya
Etika Guru dan Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di SMA PGRI
Gelekat Lewo Boru” dengan tepat waktu.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Lembaga Pendidikan SMA


PGRI GELEKAT LEWO BORU, kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
yang telah membantu penulis dalam mengerjakan karya ilmiah ini, dan tak lupa
penulis mengucapkan terimakasih juga kepada teman-teman seperjuangan
terkhusus kelas XII IBB yang telah berkontribusi dalam pembuatan karya ilmiah
ini.

Dalam karya ini, penulis akan menjelaskan tentang bagaimana bentuk dan
apa pentingnya etika guru dan siswa dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya


ilmiah ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan
karya penulis. Penulis juga berharap semoga karya ini mampu memberikan
pengetahuan tentang pentingnya etika dan moral kepada pembaca.

Hokeng, Maret 2023

Penulis

Indrianti Anjelina Hikon

DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................................i

Hal Pengesahan......................................................................................................ii

Kata Pengantar.......................................................................................................iii

Daftar Isi................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan...........................................................................................3
1.5 Metode Penulisan............................................................................................4
1.6 Sistematika Penulisan......................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika.............................................................................................5

2.2 Selintas Sejarah Etika.....................................................................................8

2.3 Filsafat Etika...................................................................................................9

2.4 Bentuk Etika Guru dan Siswa.........................................................................13

2.5 Pentingnya Etika Guru dan Siswa..................................................................15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................19

3.2 Saran................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Begitu
pula dalam pengembanga, pendidikan menjadi upaya terencana dan
berkesinambungan guna mengembangkan seluruh potensi peserta didik
(intelektual, emosional, keterampilan, moral dan spiritual) agar mampu
membentuk etika dan moral peserta didik.
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai peran yang sangat penting
dalam menentukan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan, dalam arti guru
harus selalu menciptakan suasanayang kondusif dalam lingkungan pendidikan dan
menjalankan tugasnya di dalam kelas dengan semaksimal mungkin demi
tercapainya tujuan pendidikan. Guru memiliki peranan yang sangat penting, yaitu
sebagai perencana dan pelaksana pembelajaran di dalam kelas. Maka seorang guru
hendaknya tidak memiliki pandangan bahwa mengajar hanya merupakan tugas
yang telah menjadi kebiasaan sehingga dia terpaku dengan cara dan gaya lama,
tidak ada dinamika. Tetapi sebaliknya, guru diharapkan untuk selalu melakukan
inovasi dan kreativitas untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah yang
lebih baik, efektif dan efisien.
Dalam keseluruhan proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Belajar merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh semua orang tanpa mengenal batas usia dan berlangsung seumur
hidup. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku dalam hidupnya. Hasil belajar adalah
hal yang telah dicapai oleh siswa setelah mendapat pengajaran dalam kurun waktu
tertentu.
Dengan demikian untuk menciptakan situasi yang kondusif di SMA PGRI
Gelekat Lewo Boru, demi untuk memperoleh hasil yang efektif dalam proses
belajar mengajar tidaklah cukup ditunjang oleh penguasaan materi saja, tetapi
guru juga harus mempunyai keterampilan dasar yang diharapkan akan dapat
membantu dalam menjalankan tugas dan interaksi edukatif. Keterampilan
mengajar merupakan faktor dasar yang harus dimiliki seorang guru untuk
meningkatkan mutu pengajaran, diantaranya adalah keterampilan seorang guru
dalam menghadapi murid atau anak didiknya.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik
antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya prose
belajar mengajar. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi
pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang
belajar.
Berkenan dengan etika guru dan siswa, penulis melihat bahwa di SMA
PGRI Gelekat Lewo Boru terjalin hubungan yang relatif kondusif antara guru dan
siswa dalam proses belajar mengajar. Guru-guru sudah bisa menempatkan diri
sesuai dengan peran mereka yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan,
dimana proses belajar mengajar tidaklah cukup ditunjang oleh penguasaan materi
saja, tetapi guru juga harus mempunyai keterampilan dasar yang diharapkan akan
dapat membantu dalam menjalankan tugas dan interaksi edukatif. Hal ini
menjadikan penulis tertarik untuk memilih penelitian terkait dengan judul :
“Etika Guru dan Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di SMA PGRI Gelekat
Lewo Boru”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk Etika Guru dan Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di
SMA PGRI Gelekat Lewo Boru?
2. Apa pentingnya Etika Guru dan Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di
SMA PGRI Gelekat Lewo Boru?

1.3 Tujuan Penulisan


Dalam proses penelitian dan penulisan karya ilmiah ini antara lain bertujuan
untuk :
1. Dapat mengetahui bagaimana bentuk Etika Guru dan Siswa dalam Proses
Belajar Mengajar di SMA PGRI Gelekat Lewo Boru.
2. Dapat mengetahui apa pentingnya Etika Guru dan Siswa dalam Proses
Belajar Mengajar di SMA PGRI Gelekat Lewo Boru.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara garis besar ada 2, yaitu :
1. Secara Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah keilmuan bagi siswa dalam
upaya meningkatkan mutu proses pembelajaran.
2. Secara Praktis
a) Sebagai bahan masukan kepada semua guru dan staf di SMA PGRI
Gelekat Lewo Boru dalam meningkatkan profesionalitasnya.
b) Sebagai panduan pustaka kepada peneliti lainnya yang berminat
untuk mengembangkan penelitian ini pada masa-masa yang akan
datang.
3. Sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS) tahun
pelajaran 2022/2023.
1.5 Metode Penelitian
Dalam proses penelitian karya ilmiah menggunakan 2 metode, yaitu :
1) Metode kepustakaan
Menggunakan internet dan buku sebagai bahan refrensi.
2) Metode Observasi
Penulis atau peneliti mengamati langsung proses terjadinya.

1.6 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1.5 Metode Penulisan
1.6 Sistematika
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
2.2 Selintas Sejarah Etika
2.3 Filsafat Etika
2.4 Bentuk Etika Guru dan Siswa
2.5 Pentingnya Etika Guru dan Siswa
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB II

PEMBAHASAN

“Pentingnya Etika Guru dan Siswa

dalam Proses Belajar Mengajar di SMA PGRI Gelekat Lewo Boru”

2.1 Pengertian Etika


Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang dalam bentuk tunggal
mempunyai banyak arti, yakni tempat tinggal yang biasa; kebiasaan; adat; akhlak;
watak; perasaan; sikap dan cara berpikir. Sebagai suatu subjek, etika berkaitan
dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai
apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakan itu salah atau benar, buruk atau
baik. Etika adalah refleksi dari self control (kontrol diri) karena segala sesuatunya
dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok itu sendiri. Etika
disebut juga filsafat moral, cabang dari filsafat yang berbicara tentang tindakan
manusia.
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran
dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas
tentang mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, dan bagaimana kita
harus mengambil sikap yang bertanggungjawab berhadapan dengan berbagai
ajaran moral. Dapat juga dikatakan bahwa etika merupakan dasar-dasar filosofis
dalam hubungan dengan perilaku manusia, yang mencakup sikap dan
praktek/tindakan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Etika adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Etika adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan
manusia dalam hubungannya dengan baik-buruk. Dengan belajar etika diharapkan
dapat membedakan istilah yang sering muncul seperti etika, norma, dan moral.
Disamping itu, dapat mengetahui dan memahami tingkah laku apa yang baik
menurut teori-teori tertentu, dan sikap yang baik.
Dalam perkembangannya, etika bisa dibagi menjadi dua, yaitu etika perangai
dan etika moral. Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang
menggambarkan perangai manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah tertentu,
pada waktu tertentu pula. Sementara etika moral adalah berhubungan dengan
kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika
ini dilanggar, timbulah kejahatan, yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar.
Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral.
Etika merupakan penyelidikan filsafat mengenai kewajiban-kewajiban
manusia serta tingkah laku manusia dilihat dari segi baik dan buruknya tingkah
laku tersebut. Etika bertugas memberi pertanyaan-pertanyaan berikut : Atas dasar
hak apa orang menuntut kita tunduk terhadap norma-norma yang berupa
ketentuan kewajiban, larangan, dan sebagainya?, Bagaimana kita bisa menilai
norma-norma tersebut?. Pertanyaan seperti ini timbul karena hidup kita seakan-
akan terentang dalam suatu jaringan norma-norma. Jaringan ini seolah-olah
membelenggu kita, mencegah kita dari bertindak sesuai keinginan kita, memaksa
kita berbuat apa yang sebenarnya kita benci.

2.1.1 Etika secara umum dibagi menjadi sebagai berikut :


A. Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar cara manusia
bertindak secara etis, teori-teori dan prinsip-prinsip moral dasar yang
menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam
menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat
dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas pengertian
umum dan teori-teori.
B. Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam
bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana
saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan
kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori atau
prinsip-prinsip moral dasar, bagaimana saya menilai perilaku saya dan
orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang
dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak
etis?, Cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau
tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.

2.1.2 Etika secara khusus dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut :
A. Etika Individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia
terhadap dirinya sendiri.
B. Etika Sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola
perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Perlu diperhatikan
bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama
lain dengan tajam karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri sebagai
anggota umat manusia saling berkaitan.

Etika memberi manusia orientasi cara ia menjalani hidupnya melalui


rangkaian kehidupan sehari-hari. Ada dua macam etika yang harus kita pahami
bersama dengan menentukan baik dan buruknya perilaku manusia.
 Etika Deskriptif
Mendeskripsikan tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat
kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang
diperbolehkan. Objek penelitiannya adalah individu-individu,
kebudayaan-kebudayaan.
 Etika Normatif
Dalam hal ini, seseorang dapat dikatakan sebagai participation approach
karena yang bersangkutan telah melibatkan diri dengan mengemukakan
penilaian tentang perilaku manusia. Ia tidak netral karena berhak untuk
mengatakan atau menolak suatu etika tertentu.

Etika selalu berhubungan dengan hal-hal baik dan buruk, antara hal-hal
yang susila dan tidak susila, ataupun antara hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
Ada beberapa mazhab (aliran) dalam etika antara lain sebagai berikut :
 Egoisme, adalah tindakan atau perbuatan memberi hasil atau manfaat
bagi diri sendiri untuk jangka waktu selama diperlukan atau dalam waktu
yang lama. Egoisme secara praktis tampak dalam aliran berikut :
hedonisme, eudaemonisme.
 Deontologisme, berpendapat bahwa baik-burukbya atau benar-salahnya
suatu tindakan tidak diukur berdasarkan akibat yang ditimbulkannya,
tetapi berdasarkan sifat-sifat tertentu dari tindakan dan perbuatan yang
dilakukan. Bentuk deontologisme ada dua, yaitu : deontologisme
tindakan dan deontologisme peraturan.
 Utilitarianisme, adalah jabaran dari kata latin utilis, yang berarti
bermanfaat. Utilisme mengatakan bahwa ciri pengenal kesusilaan adalah
manfaat suatu perbuatan. Ada dua bentuk utilitarianisme, yaitu :
Utilitarianisme tindakan dan utilitarianisme peraturan.
 Theonom, aliran ini berpendapat bahwa kehendak Allah merupakan
ukuran baik-buruknya suatu tindakan yang terbagi dua, yaitu : teori
theonom murni dan teori umum kodrat.

2.2 Selintas Sejarah Etika di Yunani


Untuk pertama kalinya etika dikaji secara rasional dan berdasarkan pada ilmu
pengetahuan, oleh bangsa Yunani. Ahli-ahli filsafat yunani Kuno tidak banyak
memperhatikan etika, tetapi kebanyakan kajiannya mengenai alam sehingga
datang Sophisticians (seseorang yang bijaksana). Mereka adalah golongan ahli
filsafat, dan menjadi guru di beberapa negri. Buah pikiran dan pendapat mereka
berbeda-beda, tetapi tujuan mereka adalah satu, yaitu menyiapkan angkatan muda
bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang tidak lagi merdeka dan mengetahui
kewajiban mereka terhadap tanah airnya.
Tidak banyak perbedaan yang berpendapar pada setiap ajaran para filsuf
dalam menentukan sesuatu, baik dan buruknya. Akan tetapi, perbedaan yang
terpenting adalah mengenai dorongan jiwa untuk melakukan perbaikan. Menurut
ahli filsafat yunani, pendorong untuk melakukan perbuatan baik adalah
pengetahuan atau kebijaksanaan.
2.3 Filsafat Etika
Etika termasuk filsafat dan malah dikenal sebagai salah satu cabang filsafat
paling tua. Dalam konteks filsafat Yunani Kuno, etika sudah terbentuk dengan
kematangan yang mengagumkan. Etika sebagai refleksi manusia tentang apa yang
dilakukan dan yang dikerjakan mempunyai suatu tradisi yang panjang secara
historis, filsafat etika lahir dari kehancuran moral dilingkungan kebudayaan
yunani 2.500 tahun yang lalu. Karena pandangan-pandangan yang lama tentang
baik dan buruk tidak lagi dipercayai, para filosof mempertanyakan kembali
norma-norma dasar bagi kelakuan manusia, yang dipersoalkan bukan hanya apa
yang merupakan kewajiban dan apa yang tidak, melainkan manakah norma-norma
untuk menentukan apa yang harus dianggap sebagai kewajiban, situasi itu berlaku
pada zaman sekarang juga, bahkan bagi diri kita masing-masing.
Filsafat etika tidak berhenti pada yang konkrit, pada yang faktual dilakukan,
tapi ia bertanya apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan, tentang yang
baik atau buruk untuk dilakukan. Objek material etika adalah segala hal yang
bersangkutan dengan tingkah laku manusia, sedangkan objek formal yang dipakai
tentu adalah filsafat (dengan sumbangan ilmu-ilmu lain saling berkaitan, misalnya
: sosiologi, antropologi budaya, dan teologi ).
Sebagai salah satu dari cabang filsafat, etika sifatnya praktis, normatif,
fungsional, sehingga dengan demikian merupakan suatu ilmu yang langsung
berguna dalam kehidupan sehari-hari. Etika juga dapat menjadi asa dalam
menjiwai norma-norma dalam kehidupan, sekaligus memberikan penilaian
terhadap sosok perbuatan seseorang sebagai manusia.
Sebagai sistem nilai, etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Dalam posisi inilah sebagian besar makna etika dipahami sehingga
muncul istilah-istilah “etika islam”, “etika buddha”, “etika kristen”, dan
sebagainya. Dalam posisinya sebagai filsafat moral, etika memiliki kedudukan
sebagai ilmu, bukan sebagai ajaran. Etika dan ajaran moral tidak berada
ditingkatan yang sama. Ajaran moral mengajarkan bagaimana kita hidup,
sedangkan etika ingin mengetahui mengapa kita mengikuti ajaran moral tertentu
atau bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggung jawab ketika berhadapan
dengan berbagai ajaran moral.
Etika sebagai filsafat mempelajari pandangan-pandangan, persoalan-
persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan. Etika pada kajian filsafat
ini sangat menarik perhatian para filosof dalam menanggapi makna etika secara
lebih serius dan mendalam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles.
Aristoteles dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan
etika kedalam dua hal penting, yaitu :
 Etika sebagai Terminus Techius. Pengertian etika dalam hal ini adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
 Etika dimaknai sebagai Manner dan Custom. Dimana etika dipahami sebagai
sesuatu yang berkaitan dengan tata cara dan kebisaan (adat) yang melekat
dalam kodrat manusia (Inherent in human nature) yang terikat dengan
pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai etika dan
moral, maka dikemukakan beberapa teori, yaitu :
1. Etika Deontologisme
Mendasarkan dirinya pada benarnya suatu perbuatan. Kata “Benar”
(Inggris : “right”) berasal dari bahasa Latin, “rectus” yang berarti lurus, dan
didalam pemakaian biasa mengandung arti “sesuai dengan suatu ukuran”.
Jika kebenaran dianggap sebagai kata kunci perbuatan moral, maka filsafat
etika berkiblat pada ide kewajiban dan tugas, berkisar pada pernyataan
tentang prinsip-prinsip perbuatan, dan bukan pada penelusuran konsekuensi-
konsekuensi, atau pertimbangan-pertimbangan batin. Etika yang menjadikan
kebenaran sebagai ukuran perbuatan moral ini disebut Deontologisme
(karena menekankan kewajiban), atau Formalistis (karena menekankan
prinsip). Pendapat ini menyatakan bahwa didalam bidang filsafat etika, benar
atau salah itu tidak dapat diperas menjadi sesuatu yang lain, tetapi dapat
dimengerti secara langsung.
2. Etika Teleologis
Menjadikan kebaikan sebagai ukuran atau pertimbangan batin dari
perbuatan moral. Kata “baik” menunjukan pada sesuatu yang mempunyai
kualitas yang diinginkan, dan bernilai bagi manusia. Filsafat etika yang
dihasilkannya ditandai dengan kepenuhan nilai, karena kebenaran menjadi
satu aspek dari kepenuhan tersebut, yaitu seperangkat kewajiban kepada
yang lain yang mesti dihormati dalam pencapaian kebaikan. Aliran filsafat
etika ini berklibat pada maksud atau tujuan akhir (karenanya disebut
teleologis), atau mendasarkan dirinya pada nilai (karenanya disebut
aksiologis) dari perbuatan yang mengarah pada kebaikan manusia. Suatu
perbuatan ini benar atau salah, tegasnya merupakan perbuatan moral atau
imoral, dalam hubungannya dengan maksud, tujuan, atau pertimbangan batin
yang dianggap baik.
3. Etika Egoisme
Teori egoisme merupakan kelanjutan dari teori teleologis, teori ini
banyak menyoroti tentang akibat dari perbuatan bagi kepentingan pribadi
bukan kepentingan orang banyak.
Untuk mendalami teori egoisme etis, maka kita perlu membicarakan aliran-aliran
khusus yang membahas teori tersebut, antara lain :
a. Hedonisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang dinilai baik itu ialah sesuatu yang
dapat memberikan rasa nikmat bagi manusia, karena rasa nikmat itu
merupakan suatu hal yang baik dari manusia. Kaidah dasar hedonisme
berbunyi : Bertindaklah sedemikian rupa sehingga engkau mencapai
jumlah nikmat yang paling besar. Dan hindarilah segala macam yang bisa
menimbulkan rasa sakit darimu.
b. Eudemonisme
Eudemonisme mengajarkan bahwa segala tindakan manusia ada
tujuannya. Ada tujuan yang dicari demi suatu tujuan selanjutnya dan ada
tujuan yang dicari demi dirinya sendiri. Kaidah dasar etika eudemonisme
berbunyi : Bertindaklah engkau sedemikian rupa sehingga engkau
mencapai kebahagiaan. Sesuatu dikatakan benar jika sesuai dengan tujuan
manusia atau sesuai dengan kodrat manusia.

Salah satu tokoh terkenal yang memiliki gagasan atau kosepsi mengenai
filsafat etika adalah Immanuel Kant, seorang filosof besar Jerman. Dalam
ruanglingkup filsafat etika, Kant termasuk pada filsafat etika aliran deontologi,
yaitu suatu aliran filsafat yang menilai setiap perbuatan orang dan memandang
bahwa kewajiban moral dapat diketahui dengan intuitif dengan tidak
memperhatikan konsep yang baik. Aliran lainnya adalah teologi, yaitu suatu
faham dimana perbuatan seseorang dapat diketahui dengan kata hati. Bagi Kant,
melakukan kewajiban merupakan norma perbuatan baik. Ia mengambil contoh,
perbudakan merupakan perbuatan buruk karena memakai manusia sebagai alat.
Mempekerjakan pembantu rumah tangga dengan kasar merupakan perbuatan
buruk pula, karena menjadikan manusia sebagai hewan.
Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak
memberikan ajaran melainkan memeriksa kebiasaan, nilai, norma, dan
pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut pertanggungjawaban
dan mau menyingkatkan kekacauan. Etika tidak memembiarkan pendapat-
pendapat moral yang dikemukakan dipertanggungjawabkan. Etika berusaha untuk
menjernihkan permasalahan moral, sedangkan kata moral selalu mengacu pada
baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan
manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral
adalah tolak ukur untuk menentukan benar-salahnya sikap dan tindakan manusia
dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran
tertentu dan terbatas.
2.4 Bentuk Etika Guru dan Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di
Sekolah.
Untuk dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang efektif, maka
guru harus menciptakan sebuah hubungan atau interaksi baik dengan siswanya.
Dengan interaksi yang baik, maka proses membimbing siswa untuk mengikuti dan
selanjutnya menguasai materi pelajaran yang diberikan dapat maksimal.
Tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan segenap potensi
siswanya secara optimal, agar mereka dapat mandiri dan berkembang menjadi
manusia-manusia yang cerdas, baik cerdas secara fisik, intelektual, sosial,
emosional, moral dan spiritual. Sebagai konsekuensi logis dari tugas yang
diembannya, guru senantiasa berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswanya.
Dalam konteks tugas, hubungan diantara keduanya adalah hubungan profesional,
yang diikat oleh kode etik.
Dalam kultur indonesia, hubungan guru dengan siswa sesungguhnya tidak
hanya terjadi pada saat sedang melaksanakan tugas atau selama berlangsungnya
pemberian pelayanan pendidikan. Meski seorang guru dalam keadaan tidak
menjalankan tugas, atau sudah lama meninggalkan tugas, hubungan dengan
siswanya (mantan siswa) relatif masih terjaga. Bahkan dikalangan masyarakat
tertentu masih terbangun “sikap patuh pada guru” yang dalam bahasa psikologi,
guru hadir sebagai reference group. Meski secara formal, tidak lagi menjalankan
tugas-tugas keguruannya, tetapi hubungan batiniah antara guru dengan siswanya
masih relatif kuat, dan sang siswa pun tetap berusaha menjalankan segala sesuatu
yang diajarkan gurunya.
Keberhasilan proses pembelajaran pada dasarnya tergantung pada situasi
yang tercipta atau diciptakan diantara pembelajaran dan pelajar atau pendidik dan
anak didiknya. Hal ini terkait dengan konsep dasar pembelajaran yang sangat
membutuhkan sebuah kondisi yang kondusif. Kondisi kondusif dapat tercipta jika
diantara kedua pihak mempunyai persepsi yang sama terhadap tujuan proses yang
mereka jalani. Jika tidak, tentunya kondisi tersebut hanya kamuflase atas tujuan
semu semata.
Hal ini berarti bahwa tanpa interaksi edukasi yang baik, tentunya akan
terjadi perekayasaan sikap terhadap proses yang mereka lakukan. Dan, jika telah
terjadi perekayasaan tentunya hal tersebut sudah merupakan pertanda kondisi
negatif. Untuk mecapai keberhasilan didalam proses pembelajaran maka seorang
guru harus mampu menerapkan metode interaksi edukasi yang sesuai dengan
kondisi saat prose berlangsung.
Untuk membina etika hubungan baik antara guru dan siswa, nilai-nilai
etika menjadi sangat penting untuk dijadikan landasannya, sebab dengan etikalah
manusia memiliki nilai dan derajat. “Hubungan guru dan siswa adalah dekat, yang
berlaku atas dasar saling memberi dan menerima, akan tetapi kedekatan tersebut
juga bukan kedekatan tanpa batas, yang mengabaikan nilai-nilai etika dan
kesopanan dalam hubungan sosialnya, sehingga dapat menjadikan hilangnya nilai
kewibawaan guru didepan siswa dan lunturnya rasa hormat siswa terhadap guru”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkanbahwa kontekstualisasi mengenai
pola hubungan guru dan siswa adalah sebagai hubungan yang bersifat sama-sama
dalam mecapai kehidupan pendidikan, dimana tidak ada otoritas guru terhadap
siswa, melainkan hubungan yang bersifat demokratis. Dengan kata lain, etika
sangat penting dalam melakukan hubungan antara guru dan siswa, dan tujuan
utama dari metode mengajar adalah bagaimana membuat hubungan adanya saling
pengertian yang baik antara guru dan siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa peningkatan kualitas hasil proses pembelajaran memang tergantung pada
sikap para pelaku pembelajaran dan pelajar pada saat mengikuti proses
pembelajarannya. Hal ini karena pada prinsipnya proses pembelajaran merupakan
interaksi antara dua orang atau lebih untuk melakukan perubahan tersistematis
pada satu sisi, yaitu anak didik. Jika tidak terjadi interaksi edukasi yang baik,
tentunya proses pembelajaran tidak dapat berlangsung maksimal.

 Pembahasan :
Dunia pendidikan dalam beberapa aspeknya tidak dapat lepas dari
adanya proses belajar mengajar yang tidak mungkin bisa berjalan tanpa
adanya relasi antara guru dan siswa. Pada saat ini pendidik pada umumnya
dan pendidikan agama pada khususnya telah mengalami krisis dan pergeseran
dalam pelaksanaannya. Pola pendidikan pada umumnya telah mengabaikan
pendidikan yang banyak bersentuhan dengan hati nurani yang mengarah pada
pembentukan etika dan karakter siswa. Sekarang ini, pendidikan cendrung
diarahkan pada pencapaian keunggulan materi, kekayaan, kedudukan, dan
kesenangan dunia semata, sehingga apa yang menjadi hakikat dari tujuan
pendidikan itu sendiri telah terabaikan.
 Bentuk Etika Hubungan Guru dan Siswa dalam Proses Pembelajaran.
Keberhasilan proses pembelajaran pada dasarnya tergantung
pada situasi yang tercipta atau diciptakan diantara pembelajaran dan
pelajar atau pendidik dan siswanya. Konsep dasar pembelajaran
sangat membutuhkan sebuah kondisi yang kondusif dan kondisi
tersebut dapat tercipta jika diantara keduanya mempunyai persepsi
yang sama terhadap tujuan proses yang mereka jalani.
Kontekstualisasi pola hubungan guru dan siswa adalah sebagai
hubungan yang bersifat sama-sama dalam mecapai tujuan pendidikan,
dimana tidak ada otoritas guru terhadap siswa, melainkan hubungan
yang bersifat demokratis, atau dengan kata lain tujuan utama metode
mengajar adalah bagaimana membuat hubungan adanya saling
pengertian yang baik antara guru dan siswa.

2.5 Pentingnya Etika Guru dan Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di
Sekolah.
Guru dan murid merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam
kajian ilmu pendidikan. Dimana dalam prakteknya aspek etika atau perilaku guru
khususnya dalam proses pendidikan baik di sekolah atau diluar sekolah
(masyarakat) selalu menjadi sorotan.
Peran guru dalam proses belajar mengajar sangatlah penting, karena dalam
pribadi guru terdapat nilai-nilai dan cermin kepribadian yang berpengaruh sekali
bagi kepribadian siswa atau peserta didiknya. Sebab interaksi keseharian yang
bersifat kontinue membawa konsekuensi sikap tersendiri serta berperannya fungsi
akal yang memposisikannya dalam derajat yang lebih tinggi.
Guru yang didalam undang-undang disebut sebagai orang yang memangku
jabatan profesional merupakan orang yang paling bertanggungjawab dalam
pembentukan etika dan karakter peserta didik. Untuk itu, guru dituntut untuk
memiliki kepribadian, etika dan karakter yang baik, selain itu guru juga disebut
sebagai orang yang berjasa dalam memberikan santapan jiwa anak didik dengan
ilmu.
Dalam keseluruhan proses pendidikan, khususnya proses pembelajaran,
guru memegang peran utama dan sangat penting. Oleh karenanya etika atau
perilaku guru yang merupakan bagian dari kepribadiannya dalam proses belajar
mengajar, akan memberikan corak yang kuat bagi pembinaan perilaku dan
kepribadian anak didik (siswa).

2.5.1 Etika Guru


Guru harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang
terhormat, terlindungi, bermartabat, dan mulia. Karena itu mereka harus
menjunjung tinggi etika profesi. Mereka mengabdikan diri dan berbakti untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia yang
beriman dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab.
Guru selalu menampilkan performansinya secara profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan jalur pendidikan formal, baik
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, maupun pendidikan menengah.
Mereka harus memiliki kemampuan yang tinggi sebagai sumber daya utama dan
kepribadian yang luhur untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Salah satu syarat profesi guru adalah harus memiliki kode etik yang akan
menjadi pedoman dalam pelaksanaan profesinya. Kode etik guru tersebut harus
dipegang dan ditaati dengan baik oleh guru. Pekerjaan atau profesi guru bukanlah
profesi yang sederhana, guru tidak hanya sebatas mengajar dan melaksanakan
pembelajaran saja namun juga perlu melakukan pengabdian untuk memajukan
dunia pendidikan. Pelanggaran terhadap kode etik guru dapat dijatuhi sanksi
hingga pencabutan profesi serta hak dan kewajiban sebagai guru.
Kode etik guru dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-
norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem
utuh yang bulat. Kode etik guru antara lain :
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai
bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung
jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
8. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan.

Dari kode etik yang telah disampaikan diatas, memperlihatkan bahwa kode
etik tersebut sangat erat kaitannya dengan pendidikan dan otomatis mengikat pada
orang yang memilih guru sebagai profesinya. Profesi guru memang tidak dapat
dipisahkan dari dunia pendidikan. Tanpa adanya guru maka pendidikan tidak akan
dapat dijalankan. Profesi guru harus mampu menyeimbangkan dan tahu mana
yang harus didahulukan diantaranya banyak hal yang harus diemban sebagai hak
dan kewajiban profesi guru.
2.5.2 Etika Siswa
Murid juga seharusnya memiliki etika tertentu terhadap guru di sekolah.
Diantaranya adalah :
1. Menghormati guru sebagaimana menghormati kedua orang tua.
Guru adalah pengganti orang tua di sekolah. Untuk itu, sudah
sepantasnya seorang murid menghormati guru sebagaimana kita
menghormati orang tua kita. Dengan berbicara sopan, bersikap baik
serta menyayangi mereka.
2. Tidak memotong pembicaraan.
Seorang murid tidak boleh memotong pembicaraan guru begitu saja.
Jika memang ingin menyatakan ketidak setujuan ataupun menanyakan
sesuatu, sebaiknya murid menunggu guru selesai berbicara. Kemudian
menyampaikan keinginannya dengan cara yang sesuai dan sopan.
3. Memberi salam.
Selain sebagai bentuk kesopanan, memberikan salam juga merupakan
salah satu cara untuk mempererat hubungan antara murid dan guru sama
halnya dengan senyum, salam, sapa, sopan, santun, atau biasa kita kenal
sengan 5S.
4. Mengambil Teladan.
Ada banyak teladan yang dapat siswa lihat dari setiap guru, misalnya
sifat sabar dan tegar yang selalu dimiliki guru dalam menghadapi
siswanya, optimis dalam mengajar yakin bahwa apa yang diajarkan
kelak akan bermanfaat, penuh semangat dalam mendidik.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Bentuk Etika Hubungan Guru dan Siswa dalam Proses Belajar Mengajar
di SMA PGRI Gelekat Lewo Boru adalah sebagai hubungan yang
bersifat kerjasama atau interaksi yang baik dalam mencapai efektifitas
pembelajaran, dimana tidak ada otoritas guru terhadap siswa, melainkan
hubungan yang bersifat demokratis. Dengan kata lain, etika sangat
penting dalam melakukan hubungan antara guru dan siswa, dan tujuan
utama dari metode mengajar adalah bagaimana membuat hubungan
adanya saling pengertian yang baik antara guru dan siswa.
2. Adapun etika hubungan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar di
sekolah dinilai sangat berpengaruh serta memiliki konsekuensi bagi
proses interaksi guru dan siswa baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

3.2 Saran
Mengakhiri penulisan karya ilmiah ini, penulis memberikan saran yang
dapat dijadikan bahan pertimbangan, yaitu :
1. Etika hubungan guru dan siswa dalam kegiatan pendidikan utamanya
dalam proses belajar mengajar harus lebih ditingkatkan agar memperoleh
hasil yang maksimal dari segi kualitas akhlak, dan dilaksanakan secara
baik sesuai dengan aturan dalam kegiatan belajar mengajar yang
berdasarkan pada akhlak untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan
pendidikan.
2. Sebagai seorang pendidik, guru harus memiliki tanggung jawab etika
yang mesti berlaku bagi diri sendiri, maupun terhadap orang lain
utamanya bagi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

 https://stekom.ac.id
 http://repository.iainpalopo.ac.id
 https://e-jurnal.iainsorong.ac.id
 https://www.academia.edu
 https://digilibadmin.unismuh.ac.id
 http://eprints.umg.ac.id
 https://www.ideapers.com
 http://e-campus.iainbukittinggi.ac.id

Anda mungkin juga menyukai