Anda di halaman 1dari 5

Ikan Emas

Di tepi desa di dekat sungai, hiduplah keluarga yang terdiri dari dua orang ana
k perempuan dan ibunya yang janda. Ayahnya sudah lama meninggal dan ibuny
a sakit-sakitan. Kedua anak tersebut bernama Ninda dan Andini. Keduanya memi
liki sifat yang sangat bertolak belakang. Andini yang merupakan anak tertua me
miliki sifat sombong dan keras kepala serta selalu membangkang perintah orang
tuanya.

Sedangkan Ninda merupakan adik Andini yang memiliki sifat ramah, sabar, lema
h lembut dan selalu menaati orang tua. Sepulang sekolah, Ninda selalu memban
tu ibunya merapikan dagangan ibunya setelah pulang dari pasar. Ninda juga san
gat rajin membantu segala pekerjaan rumah. Ninda kasihan kepadaibunya yang
telah lelah bekerja dan harus melakukan segala pekerjaan rumah yang berat.

Sedangkan Andini, kakaknya sangat sombong dan pemalas. Sepulang sekolah, A


ndini langsung bermain dengan teman-temannya. Ia tidak mau membantu ibuny
a apalagi membantu pekerjaan rumah. Pakaiannya pun dicucikan oleh Ninda. An
dini hanya pulang ke rumah ketika lapar dan meminta uang kepada ibu. Meski
demikian, Ninda tidak pernah mengeluh akan sifat kakaknya itu.

Pada suatu hari minggu, Ninda diminta oleh ibunya untuk mencari ikan di sung
ai dekat rumahnya sebagai lauk makan siang. Ninda yang kala itu berangkat se
ndiri kemudian mulai memancing ikan di sungai dengan peralatan seadanya. Tak
lama kemudian, kail Ninda di tarik oleh seekor ikan. Ninda terkejut karena ikan
yang di dapat merupakan ikan besar dan berwarna emas.

Ninda akhirnya memutuskan untuk membawa pulang ikan tersebut dan mencerit
akan betapa indahnya ikan tersebut kepada ibunya. Ninda berencana untuk tida
k memasak ikan tersebut dan memeliharanya hingga lebh besar. Ibu Ninda kem
udian menyetujui keinginan anaknya untuk memelihara ikan yang baru saja ditan
gkapnya. Ninda meletakkan ikan pada bak air kemudian pergi mencari makanan
lainnya.

Setelah pulang, Ninda terkejut karena di sekitar bak tempat ikat di letakkan terd
apat 2 buah sisik emas yang terkelupas dari tubuh ikan. Ninda kemudian memb
eritahukan ibunya lalu berencana menjual sisik emas tersebut. Ternyata memang
benar, sisik tersebut adalah emas dan dapat dijual. Akhirnya Ninda dan ibunya
menjual sisik emas tersebut dan uangnya dipakai untuk memenuhi kebutuhan hi
dup.

Ikan tersebut terus mengeluarkan sisik emas selama seminggu sekali tanpa se-pe
ngetahuan Andini. Andini yang mulai curiga karena rumahnya selalu terisi makan
an enak dan barang baru akhirnya bertanya. “ Darimana kalian mendapatkan se
mua ini”. “Semua adalah rizki titipan Tuhan” jawab ibunya. Sang ibu lalu berpesa
n agar Andini tidak membuang atau menyakiti ikan peliharaan Ninda.

Pada suatu hari, Ninda dan ibunya belum pulang dari pasar, sedangkan Andini s
udah merasa sangat lapar karena baru pulang bermain. Melihat tudung makana
n serta bakul nasi yang kosong, Andini merasa kesal dan marah. Ia kemudian m
encari-cari makanan sambil membanting barang-barang di dapur. Andini akhirny
a melihat ikan emas peliharaan Ninda di dalam bak di dekat dapur.

Andini yang sedang kelaparan dan kesal karena ibu dan adiknya tidak menyiapk
annya makan langsung mengambil ikan emas tanpa mempedulikan pesan dari s
ang ibu untuk tidak menyakiti ikan emas tersebut. Andini kemudian memotong i
kan emas dan menggorengnya lalu dimakanlah ikan emas ajaib yang telah mem
berikan kesejahteraan kepada keluarga tersebut.

Setelah pulang dari pasar, Ninda dan ibunya sangat terkejut melihat dapur yang
beratakan serta tulang belulang ikan diatas meja makan. Ninda kemudian melih
at bak dimana ikan emasnya diletakkan, ternyata ikan emas tersebut sudah tidak
ada. Ninda kemudian menyadari bahwa tulang belulang diatas meja makan me
rupakan duri dari ikan emas kesayangannya telah di makan oleh sang kakak.

Ninda kemudian menangis dan sembari menguburkan sisa duri dari ikan emas t
ersebut. Setelah Andini pulang, ibunya langsung menanyakan perihal ikanemas
milik adiknya. Dengan santai Andini menjawab “Sudah ku masak, karena kau lap
ar dan kalian tidak memasak untukku hari ini”. Mendengar keangkuhan anaknya,
ibunya merasa sedih dan terpukul karena sifat anak sulungnya itu.

Kini ikan emas yang telah memberikan kesejahteraan pada keluarga tersebut tela
h hilang. Andini semakin kesal setiap harinya karena harus kembali hidup serba
pas-pasan dan memakan makanan seadanya. Seandainya saja ia bisa menunggu
sebentar saja dan mendengar pesan ibunya, pastilah keluarga mereka akan tetap
sejahtera.

Keledai dan Penjual Garam

Di suatu desa di tepi pantai yang cukup jauh dengan perkotaan, hiduplah seora
ng pedagang garam sebatang kara yang sangat dermawan. Setiap hari, ia mem
bagikan hasil menjual garam kepada tetangganya dan sangat mengasihi fakir mi
skin meskipun sebenarnya hidupnya tidaklah bergelimang harta. Setiap kali berha
sil menjual garam, ia belikan pakaian dan makanan untuk di sedekahkan.

Pedagang garam tersebut memiliki seekor keledai yang digunakan untuk menga
ngkut garam ke kota terdekat. Ia sangat menyayangi keledai tersebut sampai m
akanan dan tempat tinggal keledai selalu disediakan. Keledai tersebut sudah dian
ggap keluarga dan menjadi teman hidup satu-satunya pedagang garam tersebut.
Akan tetapi keledai tersebut tampaknya tidak puas dengan perlakuan pedagang
garam.

Setiap kali hendak pergi menjual garam ke kota, keledai selalu menggerutu kare
na harus terbebani dengan karung garam serta berjalan cukup jauh. “Mengapa
kau tidak membeli gerobak saja wahai tuanku? Bukankah hasil menjual garam s
udah cukup untuk membeli gerobak, tapi uangmu kau selalu berikan kepada or
ang lain” kata keledai pada suatu hari kepada tuannya ketika hendak berangkat.

Pedagang garam tersebut hanya terdiam dan melanjutkan menaikan beberapa k


arung garam di kantong kain pada tubuh keledai. Pedagang garam kemudian m
enuntun keledai sembari membawa satu karung garam di pundaknya. Mereka te
rus berjalan hingga akhirnya melewati sebuah jembatan yang dialiri air sungai ya
ng cukup deras dan jernih. Pedagang garam kemudian berhenti dan beristirahat.

Di tengah peristirahatan tersebut, ternyata si keledai memiliki ide yang cukup ko


nyol. Bila esok pedagang membawanya kembali melalui jalan ini, maka ia akan
berpura-pura terjatuh ke dalam sungai dan garam yang akan di bawa akan sem
akin ringan karena larut di dalam air. Benar saja, keesokan harinya ketika merek
a berangkat melewati jalan yang sama, keledai berpura-pura kelelahan dan terjat
uh ke sungai.

Karung garam yang dibawa keledai terendam cukup lama karena pedagang gara
m meminta tolong kepada orang sekitar untuk membantu mengangkat keledai. “
Maafkan aku tuan, aku tidak sengaja terjatuh ke dalam sungai karena sepertinya
beban garamnya tidak seimbang”, ungkap keledai dengan alasannya. “ Baiklah k
alau begitu aku akan membawa lebih banyak garam agar kau seimbang”.

Akhirnya pedagang membawa dua karung garam agar keledainya bisa menerusk
an perjalanan meski garam yang dibawa keledai sangat ringan karena sebagian
garam sudah larut di dalam air sungai. Esoknya lagi, keledai melakukan hal yang
sama dengan alasan kakinya tersandung batu, dan alasan lain diberikan setiap
harinya kepada pedagang. Hal ini membuat tuannya curiga dan ingin memberi
balasan.

Suatu hari, dinaikkan lah kapas pada punggung keledai. Petani tidak memberitah
ukan bahwa yang dibawa bukanlah garam melainkan kapas. Hal ini untuk memb
erikan pelajaran kepada keledai yang suka mengeluh padahal sudah sangat dika
sihi. Setiba di jembatan, keledai tersebut tanpa menunda waktu langsung menjat
uhkan diri ke dalam sungai dan kapas kemudian menyerap air sungai.

Bukannya semakin ringan, akan tetapi karung yang dibawa keledai semakin berat
hingga keledai kesulitan berjalan. Keledai tersebut terus melangkahkan kakinya s
embari bertanya kepada tuannya. “Tuanku, mengapa garamnya semakin berat ke
tika terkena air, padahal biasanya akan semakin ringan. Aku sungguh tidak bisa
berjalan jika harus membawa beban seberat ini ke kota”.

Petani kemudian menjawab dengan bijaksana “Keledai ku, sungguh yang kau ba
wa bukanlah garam melainkan kapas yang menyerap air. Aku tahu kau hanya b
erpura-pura terjatuh agar bebanmu tidak berat akan tetapi perbuatanmu sunggu
h merugikan”. Keledai tersebut kemudian sangat malu karena selama ini ia seper
ti tidak tahu diri dan tidak tahu terimakasih kepada si pedagang garam

Anda mungkin juga menyukai