Anda di halaman 1dari 1

Nama : Cipto Mangunkusumo

Ttl : Desa Pecagakan, Jepara, 4 Maret 1886


Wafat : 8 Maret 1943

Ketika menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto


dinilai sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam, dan
rajin. Para guru menjuluki Cipto sebagai “Een Begaald
Leerling” atau murid yang berbakat. Ia membuat tulisan-
tulisan pedas mengkritik Belanda di harian De locomotive
dan Bataviaasch Nieuwsblad sejak tahun 1907. Setelah
lulus dari STOVIA, beliau bekerja sebagai dokter
pemerintah kolonial Belanda yang ditugaskan di Demak.
Cipto menyambut baik kehadiran Budi Utomo
sebagai bentuk kesadaran pribumi akan dirinya. Namun, Cipto menginginkan Budi Utomo
sebagai organisasi politik yang harus bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua
rakyat Indonesia. Hal ini menimbulkan perbedaan antara dirinya dan pengurus BU lainnya.
Cipto lalu mengundurkan diri dan membuka praktek dokter di Solo, ia pun mendirikan R.A.
Kartini Klub yang bertujuan memperbaiki nasib rakyat. Ia kemudian bertemu Douwes
Dekker dan bersama Suwardi Suryaningrat mereka mendirikan Indische Partij pada tahun
1912. Cipto selanjutnya pindah ke Bandung dan aktif menulis di harian De Express.
Menjelang perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dan Perancis, Cipto
Mangunkusumo dan Suwardi mendirikan Komite Bumiputera sebagai reaksi atas rencana
Belanda merayakannya di Indonesia. Aksi Komite Bumi Putera mencapai puncaknya pada 19
Juli 1913, ketika harian De Express menerbitkan artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul
“Ais ik Nederlands Was” (Andaikan Saya Seorang Belanda). Cipto kemudian menulis artikel
yang mendukung Suwardi keesokan harinya. Akibatnya, 30 Juli 1913 Cipto Mangunkusumo
dan Suwardi dipenjara. Melihat kedua rekannya dipenjara, Douwes Dekker menulis artikel di
De Express yang menyatakan bahwa keduanya adalah pahlawan.
Pada 18 Agustus 1913, Cipto Mangunkusumo bersama Suwardi Suryaningrat dan
Douwes Dekker dibuang ke Belanda. Pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo diperbolehkan
pulang kembali ke Jawa dan sejak saat itu dia bergabung dengan Insulinde. Pada 9 Juni 1919
Insulinde mengubah nama menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP). Pada tahun 1927,
Belanda Menganggap Cipto Mangunkusumo terlibat dalam upaya sabotase sehingga
membuangnya ke Banda Neira. Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh. Ketika
Cipto Mangunkusumo diminta untuk menandatangani suatu perjanjian bahwa dia dapat
pulang ke Jawa untuk berobat dengan melepaskan hak politiknya, Cipto secara tegas
mengatakan bahwa lebih baik mati di Banda. Cipto kemudian dipindahkan ke Makasar, lalu
ke Sukabumi pada tahun 1940. Udara Sukabumi yang dingin Ternyata tidak baik bagi
kesehatan beliau sehingga dipindahkan lagi ke Jakarta hingga Dokter Cipto Mangunkusumo
wafat pada 8 Maret 1945.

By : Laras Nur Rahma

XI MIPA 8

Anda mungkin juga menyukai