Anda di halaman 1dari 4

TUGAS SEJARAH WAJIB

R.M. TIRTO ADHI SOERJO

Raden Mas Tirto Adhi Soerjo (Blora, 1880–1918) adalah seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan
nasional Indonesia, dikenal juga sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional
Indonesia.Tirtoadisuryo lahir di Blora 1880 dan meninggal 7 Desember 1918,merupakan seorang priyayi
cukup tinggi.Ayahnya yaitu Raden Ngabehi Muhammad Chan Tirtodipuro (petugas pajak),sedangkan
kakeknya Raden Mas Tumenggung Tirtonoto, Bupati Bojonegoro.Raden Mas Tirto Adhi Soerjo mantan
murid Stovia yang pada saat itu bekerja sebagai redaktur harian Bintang Betawi (yang kemudian berganti
nama menjadi Berita Betawi), lalu memimpin Medan Prijaji yang berkantor di Bandung.
Gaya kewartawanan dan metode jurnalistik yang diterapkan oleh R.M. Tirtohadisoerjo mengikuti
metode T. Pangemanan dan Razoux Kuhr.Sebagai surat kabar pertama yang bersuara nasional, di dalam
surat kabar ini sering muncul kritik-kritik yang ditulis sendiri oleh R.M. Tirto Adhi Soerjo.Yang menarik
adalah bahwa tulisan-tulisan kritik tersebut ditulis oleh R.M. Tirto Adhi Soerjo dalam bentuk cerita
pendek.Tirto adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan
pembentuk pendapat umum.Dia berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial
Belanda pada masa itu.

Di bawah kepala surat kabar Medan Prijaji tertulis "orgaan boeat bangsa jang terperintah di
Hinia Olanda, tempat memboeka soearanja".Motto yang disampaikan oleh Tirtohadisoerjo pada masa itu
sudah dianggap radikal. Bandingkan dengan motto yang digunakan surat kabar lain,Sinar Sumatra
"Kekallah keradjaan Wolanda, sampai mati setia kepada keradjaan Wolanda".Medan Prijaji dikenal
sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia),dan seluruh
pekerja mulai dari pengasuhnya,percetakan,penerbitan dan wartawannya adalah "pribumi" 'Indonesia
asli'.Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903—1905),Medan Prijaji (1907—1912) dan Putri
Hindia (1908).Akhirnya, Tirto ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau
Bacan,dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara).

Peran Tirto Adhi Soerjo dalam dunia pergerakan terlihat dalam kiprahnya saat pendirian Serikat
Dagang Islam yang didirikannya pada tahun 1911 di Bogor. Dalam rangka memperkenalkan ide-idenya
untuk memajukan perdagangan bumiputera, Tirto Adhi Soerjo datang ke Surakarta dan di sini ia bertemu
dengan Haji Samanhudi,seorang pengusaha batik di kampung Laweyan.Sarekat Dagang Islam diubah
menjadi Sarekat Islam setelah Tjokroaminoto masuk dalam organisasi tersebut atas ajakan
H.Samanhudi.Takashi Shiraishi dalam buku Zaman Bergerak menyebut Tirto Adhi Soerjo sebagai orang
bumiputra pertama yang menggerakkan bangsa dengan bahasanya melalui Medan Prijaji.Sebagai seorang
wartawan ia adalah seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia.Dia juga dikenal
sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia.Namanya sering disingkat T.A.S.

Kisah perjuangan dan kehidupan Tirto diangkat oleh Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi
Buru dan Sang Pemula.Pramoedya membentuk tokoh rekaan historis dalam novel tetraloginya.Minke
tampaknya merupakan perwujudan R.M. Tirto Adhi Soerjo, bapak kewartawanan berbahasa Melayu di
Jawa dan perintis pergerakan yang telah menumbuhkan Syarikat Priyayi dalam tahun 1906.Berhubungan
dengan ini, dapat dikatakan bahwa,walaupun ada banyak kemiripan antara watak utama Minke dan R. M.
Tirto Adhi Soerjo,mereka tidak keseluruhannya identik.Pramoedya sendiri menegaskan bahwa novel-
novelnya tetap harus dibaca sebagai karya fiksi,bukan sebagai buku sejarah (dalam wawancara 17 Juni
1991).Oleh sebab itu,tokoh utama dalam tetralogi ini bukan Tirto,melainkan Minke sebagai seorang tokoh
buatan yang bersumberkan sejarah.Mengenai pengambilan tokoh Tirto,ia menjelaskan sebagai berikut. "R.
M. Tirto bukan saya maksudkan ditampilkan sebagai hero, tapi sebagai individu yang telah melepaskan
diri dari kebersamaan tradisional, yang berabad lamanya jadi penghambat progres. Ini nilai kultural
yang telah dicapai oleh R. M. Tirto (surat kepada Marjanne Termorshuizen Arts, 6 Feb. 1987)".

Awal munculnya sastra Indonesia ditandai oleh hadirnya beberapa penulis Tionghoa peranakan
dan penulis Indo Belanda,seperti H. Kommer dan Pangemanan.Babak kedua dilanjutkan oleh bacaan-
bacaan yang ditulis oleh orang bumiputra sendiri pada awal abad ke-20.Yang menarik dari perkembangan
produksi bacaan yang dilahirkan oleh orang-orang bumiputra adalah penggunaan bahasa "Melayu Pasar"
yang rupanya juga mengikuti para pendahulunya,golongan Indo dan Tionghoa peranakan. Bahasa
"Melayu Pasar" adalah bahasa para pedagang dan kaum buruh yang tidak pernah mengenyam pendidikan
sekolah dengan pengajaran bahasa Melayu yang baik.Selain itu,bacaan-bacaan yang ditulis dalam bahasa
Melayu Pasar mempergunakan bahasa lisan sehari-sehari yang terasa lebih spontan, kadang-kadang lebih
hidup,dan lebih bebas dari ikatan tatabahasa.Perkembangan produk bacaan bumiputra sangat didukung
dengan berkembangnya industri pers yang mulai tumbuh pada awal abad ke-20.Golongan bumiputra yang
bisa disebut perintis fiksi modern adalah R.M. Tirto Adhi Soerjo.

Karyanya adalah Doenia Pertjintaan 101 Tjerita jang soenggoe terjadi di Tanah Priangan
diterbitkan pada tahun 1906.Kemudian disusul dengan Tjerita Njai Ratna,terbit tahun 1909,Membeli Bini
Orang,terbit pada tahun yang sama, dan Busono terbit tahun 1912.Tulisan-tulisan nonfiksi R.M.
Tirtohadisoerjo,atau lebih tepat tulisan politiknya adalah "Gerakan Bangsa Tjina di Soerabaja melawan
Handelsvereniging Amsterdam" yang dimuat dalam Soenda Berita pada tahun 1904; "Bangsa Tjina di
Priangan" dimuat dalam media yang sama pada tahun 1904; "Peladjaran Boeat Perempoean
Boemipoetera" yang juga dimuat dalam media yang sama dan tahun yang sama; "Soeratnja Orang-Orang
Bapangan",dimuat dalam Medan Prijaji (MP), tahun 1909; "Persdelict: Umpatan", diumumkan dalam
MP tahun 1909, "Satoe Politik di Banjumas", disiarkan di MP tahun 1909; "Drijfusiana di Madioen"
dimuat di MP tahun 1909; "Kekedjaman di Banten" dimuat di MP tahun 1909; "Omong-Omong di Hari
Lebaran", disiarkan di MP tahun 1909; "Apa jang Gubermen Kata dan Apa jang Gubermen Bikin"
dimuat di MP tahun 1910 dan "Oleh-Oleh dari Tempat Pemboeangan" yang pertama kali disiarkan di
harian Perniagaan dan diumumkan kembali di MP tahun 1910.

R.M. Tirto Adhi Soerjo adalah seorang pelopor pergerakan nasional yang menyusun bacaan-
bacaan fiksi dan non-fiksi yang telah mendorong beberapa tokoh pergerakan seperti Mas Marco
Kartodikromo,Soewardi Soerjaningrat,Tjipto Mangoenkoesoemo, Semaoen,Darsono dan lainnya untuk
melakukan hal yang sama.Mereka menghasilkan bacaan-bacaan populer yang terutama ditujukan untuk
mendidik bumiputra yang miskin.Bacaan-bacaan yang mereka hasilkan merupakan ajakan untuk
mengobati badan bangsanya yang sakit karena kemiskinan,juga jiwanya karena kemiskinan yang lain,
kemiskinan ilmu dan pengetahuan.Penyebaran gagasan dalam bentuk bacaan politik tersebut berkenaan
dengan konsep pergerakan,sebagaimana ditegaskan oleh Marco pada tahun 1918.Tirto Adhi Soerjo juga
sangat peduli dengan dunia usaha.Dia merupakan orang bumiputra yang mempunyai rumah cetaknya
sendiri.Rumah cetak tersebut diusahakannya dengan cara bekerja sama dengan Hadji Moehammad Arsjad
dan Pangeran Oesman--NV Javaanche Boekhandel en Drukkerij en Handel in Schrijfboeten Medan
Prijaji,yang kemudian disusul dengan berdirinya rumah cetak Insulinde yang sebagian besar dananya
disokong oleh H.M. Misbach.Rumah cetak Insulinde ini, antara lain,menerbitkan Mata-Gelap-nya Marco.

Sebagai seorang penulis, R.M. Tirto Adhi Soerjo dikenal dengan tulisannya yang sering disebut
sebagai bacaan politik yang kemudian di dalam dunia sastra disebut sebagai "bacaan liar".Dia adalah
orang yang pertama kali merintis perlunya bacaan bagi rakyat Hinia yang tidak terdidik.Dia memulainya
dengan menerbitkan artikel "Boycott" di surat kabar Medan Prijaji.Artikel "Boycott" dijadikannya senjata
bagi orang-orang lemah untuk melawan para pemilik perusahaan gula.Tindakan boikot pertama kali
dilakukan oleh orang-orang Tionghoa terhadap perusahaan-perusahaan Eropa,yang menolak permintaan
mereka untuk memperoleh barang.Tindakan para pengusaha Eropa ini dibalas oleh orang-orang Tionghoa
dengan memboikot produk perusahaan-perusahaan Eropa sehingga hampir sekitar 24 perusahaan Eropa di
Surabaya gulung tikar.Makna dan nilai artikel "Boycott" ini sangat penting bagi produk penulisan bacaan
yang menentang kediktatoran kolonial di masa selanjutnya.Artikel ini merupakan pendorong bagi orang
bumiputra lainnya karena Tirto Adhi Soerjo menyadarkan bahwa bacaan-bacaan politik sangat diperlukan
untuk membuka mata dan daya kritis orang bumiputra yang selama itu dikungkung oleh cerita-cerita
kolonial.Gaya penulisan bacaan politik yang dipelopori oleh Tirto kemudian diikuti oleh para pemimpin
pergerakan lainnya, seperti Mas Marco Kartodikromo dan Tjipto Mangoenkoesoemo,yang sama-sama
perintis jurnalis dan sama-sama kukuh memegang prinsip pergerakan sekalipun keduanya berbeda dalam
memandang pergerakan.Dalam majalah Tempo, Mei 2008, disebutkan bahwa pada 7 Desember 2007
buyutnya R.M. Tirto Adhi Soerjo (artis Dewi Yull) menerima kenang-kenangan Panitia Seabad Pers
Kebangsaan.Cendera mata tersebut berupa poster R.M. Tirtohadisoerjo yang menegaskan perannya di
kancah pergerakan nasional Indonesia.

PERTANYAAN & JAWABAN

1. PENDAPAT TENTANG TOKOH R.M. TIRTO ADHI SOERJO


 Orang yang turut serta mengukir sejarah Indonesia.
 Memiliki sifat yang ulet dalam menyampaikan gagasannya mengenai Indonesia.
 Pandai memanfaatkan kesempatan yang pada saat itu dibuka oleh rezim kolonial dalam bidang
sosial-ekonomi dan politik.
 Berhasil mempelopori perubahan di berbagai aspek bidang khususnya di bidang jurnalistik,
pengorganisasian rakyat, bisnis, dan gerakan penyadaran tentang emansipasi rakyat yang tertindas.
 Memjembatani perjuangan rakyat Indonesia agar tidak kehilangan jati diri dan martabat bangsa
karena pengaruh imperialisme dan kolonialisme.
 Seorang yang mampu melintasi batas dan tidak berkutat saja dalam kubangan jebakan status quo
zamannya.
 Sifatnya yang berani itulah yang menjadikan ia sebagai tonggak sejarah pergerakan baru
Indonesia.
2. NILAI-NILAI PERJUANGAN TOKOH R.M. TIRTO ADHI SOERJO
 tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia
 mendirikan Sarikat Dagang Islam
 Perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia
 Berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda

3. ANDAI KAMU MENJADI TOKOH TERSEBUT


Saya akan mencontoh sikap R.M. TIRTO ADHI SOERJO yang berani dalam hal kebenaran &
kebaikan.Serta sikapnya yang ulet dalam segala bidang.Saya juga akan mencerminkan sikapnya tokoh
R.M. TIRTO ADHI SOERJO yang pandai memanfaatkan kesempatan yang ada dalam hal yang positif.

NAMA :SHERLY DWI FATMAWATI


KELAS :XI-MIPA 2
NO.ABSEN :33

Anda mungkin juga menyukai