Anda di halaman 1dari 7

KEARIFAN LOKAL DI DUSUN PANCOT DAN SISTEM

KEAMANANNYA
Anargya Putra Wijayasa
SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta
anargyaputraw11@gmail.com

Pendahuluan
Kearifan lokal adalah suatu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di daerah
tertentu secara turun-temurun dan memiliki makna yang terkandung didalamnya. Kearifan
lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa yang menyebabkan bangsa
tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal dari luar atau
bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri Wibowo (2015:17). Pengertian kearifan
lokal menurut P.E. Tjahjojo, dalam penelitiannya berjudul “Pola Pelestarian
Keanekaragaman Hayati Berdasarkan Kearifan Lokal Masyarakat Sekitar Kawasan TNKS
di Propinsi Bengkulu” (2000) adalah suatu sistem nilai dan norma yang disusun, dianut,
dipahami, dan diaplikasikan masyarakat lokal berdasarkan pemahaman dan pengalaman
mereka dalam berinteraksi dengan lingkungan. Kearifan lokal umumnya dilestarikan oleh
masyarakat setempat agar tradisi yang telah berjalan sejak zaman dahulu tetap terjaga.
Mayoritas kearifan lokal yang tercipta bersifat unik karena biasanya hanya ditemui di suatu
daerah atau dianggap tidak lazim di daerah lain.
Banyaknya pulau dan daerah ini tentu menjadi faktor mengapa kearifan lokal yang
bermacam-macam dapat tercipta. Bentuk kearifan lokal yang tercipta bermacam-macam
mulai dari budaya, upacara adat, kesenian, kegiatan masyarakat, karakteristik masyarakat,
sistem keamanan, dan sebagainya. Tetapi sangat disayangkan bahwa belum semua kearifan
lokal yang ada bisa dikenal dan diangkat kepada khalayak umum untuk dijadikan sebagai
wawasan yang dapat diambil pelajarannya dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-
hari. Hal ini menjadikan suatu keprihatinan tersendiri bagi SMA Muhammadiyah PK
(Program Khusus) Kottabarat Surakarta. Dengan keprihatinan tersebut, maka SMA
Muhammadiyah PK Kottabarat Surakarta tergerak untuk mengadakan sebuah kegiatan
yang berlangsung selama tiga hari dua malam yang bernama “Live in Society”. Kegiatan
ini dilaksanakan di Dusun Pancot yang bertujuan meneliti kearifan lokal yang ada di Dusun
Pancot. Lokasi ini dipilih karena pertimbangan-pertimbangan yang telah ditentukan
mengenai kearifan lokal dan karakteristik masyarakatnya.
Dusun Pancot sendiri adalah sebuah dusun yang terletak di Desa Kalisoro,
Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Dusun ini berada di daerah lereng Gunung
Lawu yang berada di ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut. Kondisi
ekonomi masyarakat Dusun Pancot terbilang sudah mulai maju. Jika berbicara mengenai
kearifan lokal yang ada, Dusun Pancot memiliki banyak sekali hal unik yang dapat ditemui
disana. Keunikan-keunikan tersebut meliputi cerita legenda, kesenian, upacara adat, sistem
pertanian, sistem pengairan, sistem keamanan, pola komunikasi masyarakat, karakteristik
masyarakat, dan lain sebagainya. Keanekaragaman-keanekaragaman tersebutlah yang
menjadikan penulis mengangkat topik penelitian ini.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan penelitian ini ditulis yaitu untuk
mengenalkan, mengangkat, dan membedah kearifan lokal yang ada di Dusun Pancot serta
mencari pelajaran atau hikmah yang terkandung di dalamnya.

Hasil dan Pembahasan


1. Asal-Usul Dusun Pancot
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang ksatria, buto, dan Mbok Randha. Pada suatu hari
Mbok Randha sedang memasak dan secara tidak sengaja ia mengiris jarinya sendiri dan
masuk ke dalam masakannya lalu masakan tersebut disajikan kepada buto. Tanpa disangka
sang buto justru ketagihan dengan masakan seperti itu dan sang buto ingin setiap masakan
yang disajikan kepadanya harus ada tumbalnya. Singkat cerita, tumbal yang ada di daerah
tersebut habis dan hanya tersisa anak dari Mbok Randha. Mbok Randhapun menolak
anaknya dijadikan tumbal dan mengadu pada ksatria yang bernama Pringgodani tentang
masalah ini. Lalu ksatria menyampaikan pada sang buto bahwa jangan memakan anak dari
Mbok Randha karena itu adalah anak satu-satunya. Singkat cerita buto tetap memaksa
ingin memakan anak Mbok Randha. Akhirnya ksatriapun menyamar menjadi anak Mbok
Randha dan dijadikan tumbal di dalam makanan yang akan disajikan kepada sang buto. Di
saat sang buto memakan masakan Mbok Randha dan Ia mencoba menggigit masakan
Mbok Randha, sang buto tidak kuat karena sang ksatria memiliki kekuatan sehingga tidak
bisa dimakan oleh sang buto. Ketika sang buto terus mencoba menggigit masakan Mbok
Randha tubuhnya justru hancur berkeping-keping karena tidak kuat. Akhirnya pecahan gigi
taring sang buto menjadi bawang putih di Desa Pancot, mata sang buto menjadi bawang
merah di Desa Pancot, dan otaknya menjadi suatu gunung yang bernama Gunung Kapur di
Bandardawung.
2. Potensi Pariwisata Dusun Pancot
Dusun Pancot memiliki potensi pariwisata yang cukup menjanjikan. Terdapat objek
wisata yang dapat dikunjungi oleh wisatawan jika berkunjung ke Dusun Pancot. Objek
wisata yang ada mayoritas berupa objek wisata alam. Salah satu potensi wisata yang paling
menjanjikan di Dusun Pancot adalah air terjun bernama Kedung Sriti. Seperti yang
dikatakan oleh Santoso (26/10/2019) dikutip dari TribunJateng.com, Ia mengatakan "Itu
(Kedung Sriti) salah satu potensi wisata. Namun perlu ada sarpras yang mendukung,
seperti askes masuk, toilet, dan tempat sampah. Sehingga pengunjung nyaman dan aman.”

Ojek wisata ini masih tergolong baru. Sebelumnya, air terjun ini tidak dapat
dijangkau karena belum tersedianya jalur menuju kesana. Barulah setelah dilakukan
pembersihan oleh warga sekitar dan pemuda karang taruna setempat air terjun ini dapat
dikunjungi. Air terjun ini memiliki ketinggian kurang lebih 10 meter. Wisatawan yang
pergi ke sini akan disuguhi air terjun yang jernih dan segar. Wisatawan juga dapat
berendam di bawah derasnya aliran air yang segar. Akses menuju Kedung Sriti terbilang
masih cukup sulit dan panjang. Jika ingin menuju air terjun ini maka trek yang harus
dilewati adalah jalan setapak yang memiliki kontur tanah dan akan sangat licin ketika
musim penghujan. Untuk harga tiket masuknya pengunjung cukup membayar seikhlasnya
saja.
3. Kearifan Lokal Dusun Pancot
Berbicara mengenai kearifan lokal, Dusun Pancot sudah tidak perlu diragukan lagi
kapabilitasnya. Bermacam-macam kearifan lokal dapat ditemui di dusun ini. Budaya-
budaya dan kearifan lokal yang ada sejak zaman dahulu masih senantiasa dijaga dengan
baik oleh masyarakat di dusun ini. Pola-pola kehidupan masyarakat yang unik juga tersedia
di dusun yang terletak di lereng Gunung Lawu ini, seperti perkumpulan warga, tradisi
kesenian, upacara adat, dan lain sebagainya. Berikut merupakan beberapa kearifan lokal
yang ada di Dusun Pancot:
a. Handayani
Merupakan kegiatan berkelompok masyarakat desa. Dalam kegiatan ini terdapat budaya
atau kebiasaan masyarakat yang unik yaitu tidak pernah mematikan kran air dan membiarkan
air terus mengalir walaupun bak penampung sudah penuh. Sumber mata air yang digunakan
adalah mata air pegunungan sekitar. Untuk biaya perawatan, masyarakat dikenakan biaya
lima ribu per bulan dan dibayarkan kepada pengurus. Nama kelompok Handayani sendiri
tidak memiliki arti khusus. Handayani terdiri dari 38 kartu keluarga dengan 55 rumah sebagai
anggotanya.
b. Gita Laras
Yaitu perkumpulan ibu-ibu yang bertugas di bagian makanan atau katering. Biasanya
bekerja ketika Pengajian Jumat Berkah. Laba dari Gita Laras ini tidak diambil oleh ibu-ibu
Gita Laras, tetapi diserahkan ke dalam kas desa.
c. Reog
Kesenian ini bermula dari para pedagang dari Jawa Timur yang berdagang ke daerah
Tawangmangu. Mereka membawa dagangan dan juga mengenalkan kesenian reog pada
masyarakat Tawangmangu. Akhirnya masyarakat Tawangmangu terinspirasi untuk membuat
reog yang lebih kecil. Reog digunakan sebagai pertunjukan ketika acara-acara tertentu. Reog
ini memiliki suatu komunitas tersendiri yang selain melakukan pertunjukan, komunitas ini
juga rutin melakukan pertemuan satu minggu satu kali. Selain itu, kegiatan yang dilakukan
kemunitas ini yaitu bersih-bersih di daerah pengumpulan sampah satu minggu dua kali.
Selain tiga kearifan lokal yang disebutkan diatas, Dusun Pancot sebenarnya masih
memiliki kearifan lokal yang lainnya, seperti Upacara Mandhasiya, kesenian wayang,
kesenian karawitan, dan lain sebagainya.
4. Sistem Keamanan Dusun Pancot dan Keunikan Budaya Masyarakatnya
Seperti pendapat dari Awaloeddin (2003: 160) dikutip dari JURNAL ILMU SOSIAL
DAN ILMU POLITIK Vol. 02 No. 01 Juni 2019, bahwa untuk memelihara sekaligus
menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, masyarakat harus ikut aktif
berpartisipasi, sedangkan untuk pelaksanaan sistem keamanan dan ketertiban lingkungan
ini yang merupakan salah satu tugas pokok Polri sebagai pembina, dengan lebih
memfungsikan para Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban
Masyarakat) di tiap-tiap kelurahan atau desa sebagai ujung tombak dan sekaligus pembina
masyarakat desa dalam hal keamanan dan ketertiban lingkungan.
Berdasarkan pendapat dari Awaloeddin di atas, lumrahnya masyarakat harus turut
berpartisipasi dalam menjaga keamanan di lingkungannya. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara salah satunya adalah ronda malam. Tetapi hal ini tidak ditemui di Dusun
Pancot. Lantas, bagaimana cara masyarakat Desa Pancot dalam menjaga keamanan
lingkungannya?
Dari banyaknya keanekaragaman kearifan lokal di Dusun Pancot, terdapat satu hal
yang menarik perhatian karena hal ini cukup unik, yaitu sistem keamanan yang terdapat di
sana. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Pak Agus yang merupakan
warga setempat, ternyata Dusun Pancot sendiri tidak menerapkan sistem ronda malam
yang pada umumnya dilakukan oleh masyarakat desa lain. Di sana juga tidak ditemukan
adanya pos ronda sama sekali. Pada malam hari, warga tidak ada yang berkeliling
membawa kentongan atau mengambil uang jimpitan seperti yang dilakukan masyarakat di
desa pada umumnya.
Selain itu, ada dua hal yang sangat unik dan menarik perhatian. Yang pertama,
kebiasaan mesyarakat Dusun Pancot yang tidak mengunci pintu rumah mereka di malam
hari. Ketika hari sudah mulai larut malam, para warga tidak nampak ada yang mengunci
pintu-pintu rumahnya. Bahkan ada juga yang pintu rumahnya masih tetap terbuka padahal
waktu sudah menunjukkan pukul 22.00. Hal ini tergolong unik karena di daerah perkotaan
tidak mungkin bisa ditemui hal semacam ini mengingat daerah perkotaan sangat rawan
dengan pencurian.
Yang kedua, kebiasaan meninggalkan kunci motor mereka tetap tergantung di motor
yang mereka parkir di depan rumah. Hal ini sudah menjadi pemandangan yang lumrah
disana. Warga biasanya meninggalkan kunci motor mereka tergantung ketika mereka
sedang bertani, rewang, melaksanakan ibadah, dan sebagainya. Bahkan ketika malam hari,
para warga memarkir motornya di depan rumah tanpa mencabut kunci motornya.
Terdengar sangat berisiko tetapi hal ini sudah menjadi kebiasaan yang tertanam di benak
masyarakat Dusun Pancot.
Keunikan-keunikan mengenai sistem keamanan tersebut tentu memiliki beberapa
faktor yang menjadikan alasan warga melakukannya. Pertama, Dusun Pancot sendiri
terletak jauh dari jalan raya. Jika ingin menuju dusun ini, perlu melalui jalan desa yang
memakan waktu sekitar lima sampai sepuluh menit. Ini menjadi faktor paling kuat
mengapa keunikan-keunikan di atas bisa terjadi. Yang kedua, di dalam Dusun Pancot
hanya ada jalan kecil yang bisa dilalui kendaraan roda dua. Mobil sebenarnya juga
memungkinkan tetapi sangat riskan karena jalannya yang menanjak dan kecil. Ini juga
menjadi salah satu alasan karena keterjangkauan yang bisa dibilang sedikit sulit untuk
dilalui masyarakat dari luar dusun. Yang ketiga, hubungan antar masyarakat yang sangat
baik. Mereka memiliki rasa saling percaya antara satu sama lain yang sangat tinggi,
sehingga memunculkan rasa aman antar warganya. Jika terjadi kehilanganpun biasanya
hanya karena tertukar atau terbawa warga lain. Hal ini menjadi alasan paling mendasar
mengapa tanpa menerapkan ronda malampun Dusun Pancot masih bisa aman dari tindakan
kriminal khususnya pencurian. Pak Agus yang menjadi narasumber sempat diwawancarai
dan beliau mengatakan bahwa sangat jarang terjadi tindak pencurian di Dusun Pancot.
Dusun Pancot tergolong sangat aman dari tindak pencurian.
Berdasarkan urian-uraian diatas, sistem keamanan Dusun Pancot sebenarnya terletak
pada rasa percaya antar warganya yang sangat kuat dan juga adanya faktor-faktor yang
berkorelasi sehingga ketiadaan ronda malam tidak menjadi masalah. Menurut Hasbullah
dalam Agus Suryono (2012) berbagai tindakan kolektif yang didasari atas rasa saling
mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi dalam berbagai ragam bentuk dan
dimensi terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama. Kepercayaan antar
masyarakat penting untuk ikut serta dalam proses pembangunan dan menghindari situasi
kerawanan sosial dan ekonomi. Kurangnya kepercayaan akan menumbuhkan sifat apatis
dan menyimpang dari norma dan nilai yang ada, yang dapat menghambat proses
pembangunan. Oleh karena itu, tindakan memperkuat kepercayaan antar masyarakat untuk
meningkatkan proses pembangunan dan menciptakan masyarakat yang lebih maju dan
stabil perlu dilakukan.
Hikmah yang dapat diambil dari sistem keamanan Dusun Pancot adalah kunci dari
keutuhan suatu kelompok masyarakat yaitu salah satunya rasa saling percaya satu sama
lain, sehingga hal tersebut dapat memunculkan perasaan aman antar masyarakatnya.
Keharmonisan juga tercipta dari rasa saling percaya sehingga dapat meningkatkan rasa
peduli antar sesama.
Penutup
Dusun Pancot adalah dusun yang terletak di Desa Kalisoro, Kabupaten
Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Dusun ini memiliki banyak sekali kekayaan, mulai
dari kekayaan potensi pariwisata seperti Kedung Sriti, kekayaan budaya dan kearifan lokal
berupa cerita legenda, kesenian, sistem perkumpulan masyarakat, sistem keamanan desa,
dan lain sebagainya.
Pelajaran dan makna juga bisa dipetik dari keunikan sistem keamanan Dusun
Pancot ini, yaitu perasaan saling percaya dan saling peduli yang akan menghasilkan
perasaan harmonis sehingga rasa aman akan tercipta dengan sendirinya.
Selain kesimpulan diatas, penulis juga ingin memberi saran kepada peneliti-peneliti
selanjutnya. Saran yang ingin penulis sampaikan adalah perbanyak wawancara dengan
narasumber yang ada di Dusun Pancot agar data yang didapat nantinya lebih banyak dan
bervariasi. Selain itu, jika ingin meneliti, lakukan dengan estimasi waktu yang lebih lama
dari yang penulis lakukan, yaitu tiga hari. Usahakan jika akan meneliti sediakan estimasi
waktu sekitar tujuh hari atau lebih agar kesempatan memperoleh data lebih banyak.

Daftar Pustaka
Amallia, Neysa. 2019. Partisipasi Masyarakat dalam Sistem Keamanan Lingkungan untuk
Meningkatkan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. JURNAL ILMU SOSIAL DAN
ILMU POLITIK 7-8.
Rini Puji Lestari, Sevi Nur Latifa Musyaffa', Zahria Latifatulhanim, Prayogi Aprilianto, Aprili
Kristiani Simbolon, Irfanuddin, dan Azis Arief Anggara. 2018. Analisis Modal Sosial
Untuk Kesejahteraan Masyarakat Lokal Studi Pada Wisata Petik Jeruk di Dusun
Borogragal, Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Cakrawala
85-96.
Tjahjono, P. E., P. Suminar, A. Aminuddin, and K. Hakim. 2000. Pola Pelestarian
Keanekaragaman Hayati Berdasarkan Kearifan Lokal Masyarakat Sekitar Kawasan
TNKS di Propinsi Bengkulu dalam Prosiding Hasil Penelitian SRG TNKS. Jakarta:
Kehati.
Wibowo, dkk. 2015. Pendidikan Karakter berbasis kearifan lokal disekolah (konsep,
strategi, dan implementasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai