Anda di halaman 1dari 7

DESA WISATA

Desa wisata merupakan salah satu objek wisata yang sedang berkembang pada
sektor pariwisata. Desa wisata biasanya dikembangkan pada kawasan pedesaan yang
didalamnya masih memiliki karakteristik khusus. Karakteristik yang dimiliki pada desa
wisata adalah sumber daya alam yang masih asli, keunikan desa, tradisi dan budaya
masyarakat lokal. Berbagai karakteristik tersebut menjadi identitas suatu desa wisata yang
memiliki kegiatan wisata minat khusus. Selain itu, desa wisata secara tidak langsung dapat
mendorong masyarakat lokal untuk menjaga dan melestarikan alam serta kebudayaan yang
telah dimiliki desa tersebut. Menurut Nuryanti (Dalam Yuliati & Suwandono, 2016) desa
wisata merupakan wujud kombinasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung
yang dikemas dalam suatu pola kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan
tradisi yang berlaku sehingga menjadikan desa tersebut sebagai tujuan wisata. Desa wisata
adalah bentuk industri pariwisata yang berupa kegiatan perjalanan wisata identik meliputi
sejumlah kegiatan yang bersifat mendorong wisatawan sebagai konsumen agar
menggunakan produk dari desa wisata tersebut atau melakukan perjalanan wisata ke desa
wisata. Unsur produk pariwisata terdiri dari angkutan wisata, atraksi wisata, dan akomodasi
pariwisata. Pengembangan desa wisata erat kaitannya dengan industri pariwisata. Menurut
Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 industri pariwisata adalah kumpulan usaha
pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi
pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

Kementerian Pariwisata (2011) menjelaskan bahwa kriteria dalam menentukan desa


yang akan dijadikan desa wisata adalah memiliki potensi wisata yang dapat dimanfaatkan
sebagai atraksi wisata, memiliki aksesibilitas, dan sudah memiliki aktivitas wisata atau
berada dekat dengan aktivitas wisata yang sudah ada dan terkenal. Berikut penjelasan
terkait kriteria desa wisata:
Keberadaan/kedekatan dengan objek wisata yang sudah ada

Sastrayuda (2010) menjelaskan lebih lanjut bahwa desa wisata akan lebih baik jika sudah
memiliki aktivitas wisata atau berada dekat dengan objek wisata. Hal tersebut akan
mendukung kemudahan dalam melakukan pengembangan desa menjadi desa wisata.

Memiliki potensi wisata

Potensi desa yang dapat dijadikan sebagai objek wisata adalah potensi sumberdaya alam,
budaya, dan pertanian.

a. Potensi sumberdaya alam

Sumberdaya alam adalah daya tarik keseluruhan atau sebagian bentang alam berupa
gunung, laut, sungai, dan sebagainya yang merupakan anugerah dari tuhan (Muntasib et
al. 2014). Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (2011) menjelaskan bahwa
sebagian besar potensi sumberdaya alam yang ada di Indonesia terletak di wilayah
pedesaan. Teguh dan Avenzora (2013) menjelaskan lebih lanjut bahwa pemanfaatan
potensi alam dalam pengembangan desa wisata dapat membantu dalam upaya melestarikan
dan menjaga keaslian serta keindahan alam yang dimiliki desa.

b. Potensi budaya

Kebudayaan tidak lepas dari kehidupan masyarakat, umumnya pada masyarakat pedesaan
(Sastrayuda 2010). Kebudayaan dapat berupa sistem kehidupan masyarakat desa, kesenian
tradisional, makanan khas, dan sebagainya yang terbentuk akibat dari perilaku kehidupan
masyarakat yang sudah turun temurun.

c. Potensi pertanian

Masyarakat di wilayah pedesaan umumnya memiliki mata pencaharian disektor pertanian,


hal ini menggambarkan bahwa lahan di wilayah pedesaan pada umumnya dimanfaatkan
untuk sektor pertanian (Teguh dan Avenzora 2013).
3. Keterbukaan masyarakat desa

Masyarakat merupakan unsur yang sangat penting dalam pengembangan desa wisata.
Masyarakat memiliki peran dalam menjaga dan melestarikan keunggulan dari produk
wisata pedesaan. Keterbukaan masyarakat berkaitan dengan keinginan masyarakat dalam
menerima desanya dijadikan desa wisata dan kesiapan berperan dalam desa wisata
(Sastrayuda 2010).

4. Aksesibilitas

Lokasi desa yang strategis akan mempermudah akses wisatawan menuju ke desa wisata.
Aksesibilitas berkaitan dengan kondisi jalan menuju desa dan kemudahan dalam
menentukan transportasi yang akan digunakan (Yoeti 1991 dalam Atmoko 2014).

Adapun untuk memperkaya obyek dan daya tarik wisata di sebuah desa wisata, beberapa
fasilitas dan kegiatan dapat dibangun mulai dari: (a) Eco-lodge; (b) Eco-recreation; (c)
Ecoeducation; (d) Eco-research; (e) Eco-energy; (f) Ecodevelopment; dan (g) Eco-
promotion (Priyanto dan Dyah. S, 2015). Maka dalam pembangunan desa wisata dapat
dilakukan dengan melibatkan masyarakat, yakni dengan mengimplementasikan Community
Based Tourism (CBT). Pembangunan pariwisata ke depan, akan fokus ke hal-hal yang
sangat prinsip guna mengantisipasi tren dan paradigma baru pariwisata atau dikenal dengan
istilah New Normal yang lebih peduli pada masalah sanitasi dan higienitas. Berwisata pasca
COVID-19 akan membawa kebiasaan saat pandemi berlangsung seperti sering cuci tangan,
tetap jaga jarak atau pembatasan jumlah orang menghindari adanya kerumunan. Oleh
karena itu tentu akan ada perubahan perilaku wisatawan maupun pengelola destinasi wisata.

Bagi pengelola desa wisata di tanah air, umumnya sudah mengenal  logo Sapta Pesona
yang dilambangkan dengan Matahari yang bersinar sebanyak 7 buah yang terdiri atas unsur
Kemanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan, dan Kenangan.

(TAMBAHI PENGERTIAN, TEORI, CIRI YG MENDUKUNG ADANYA DESA


WISATA
DESA WISATA TANOKER LEDOKOMBO

Desa Wisata Ledokombo berada di Kecamatan Ledokmbo Kabupaten Jember


Jawa Timur. Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Jatim berpenduduk sekitar
56.000 jiwa. Mata pencaharian  pada umumnya buruh tani, sisanya berjuang  di sektor
informal (pedagang kecil) disamping menjadi buruh perusahaan, pegawai negeri/swasta.
Dalam dua dasawardsa terakhir semakin banyak penduduk pergi untuk mencari nafkah
keluar Ledokombo, baik didalam negeri (terbanyak ke Bali) maupun keluar negeri
(TKI/TKW) ke Timur-Tengah, Malaysia, Singapore, Taiwan dan Hongkong. Kabupaten
Jember adalah salah satu sending area  para migrant workers di Jatim (JATIM dan NTB
merupakan dua daerah sending areas TKW/TKI  papan atas di Indonesia ). Menurut arti
dari Bahasa Madura kata “Tanoker” berarti “Kepompong”.Pemilihan kata Tanoker
memiliki filosofi yaitu adanya keyakinan dari adanya wisata berbasis komunitas dan
budaya dapat mendorong perubahan sosial yang dapat mengentaskan masyarakat dari
aspek pendidikan, kesehatan dan kemiskinan. Lokasi Desa Wisata Tanokerberada di
bawah lereng Gunung Raung yang terletak di Desa Ledokombo Kecamatan Ledokombo
dengan jawak 30 kilometer ke utara Pusat Kota Jember. Desa Wisata Tanoker dibentuk
oleh Bapak Supo dan juga Istrinya Ibu Ciciek, yang di bentuk pada tanggal 10 Desember
2009.

Kegiatan dan keunikan budaya masyarakat yang beragam di Desa Wisata


Tanoker meliputi permainan dan musik tradisional yang merupakan salah satu
keunikan yang diberikan. Selain itu, adanya faktor pendukung dari keindahan tempat dan
keunikan budaya meliputi makanan khas sistem pertanian serta penyediaan fasilitas
dapat memudahkan pengunjung Desa Wisata Tanoker dalam melakukan kegiatan wisata.
Adapun fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh Desa Wisata Tanoker antara lain sarana
transportasi, telekomunikasi, Kesehatan, dan akomodasi berupa pondok-pondok wisata
(homestay) berupa rumah-rumah warga sekitar sehingga pengunjung dapat berinteraksi
dengan pemiliki rumah yang mempunyai latar belakang profesi yang unik dan beragam.

Daya Tarik desa wisata ini cukup beragam yang menjadikan desa Ledokombo
sebagai desa yang terkenal akan festival budayanya, dimana jenis gelaran wisata berupa:
a. Gelaran wisata seni budaya

b. Makanan khas

c. Wisata tano-agro

d. Wisata seni tari egrang dan perkusi

e. Pertunjukan jalanan mini sound

f. Musik patrol dan can macanan kadhuk

g. Memasak nasi hijau dan sate jamur, dan masih banyak lagi

Selain itu Kampung wisata Tanoker ini juga mengembangkan permainan tradisional
yang menjadi ciri khas kawasan wisata kawasan ini yang berupa:

a. Permainan tempo dulu

b. Outbond berbasis permainan tradisional(permainan egrang, polo lumpur, dll)

c. Belajar membuat kerajinan khas

d. Belajar kuliner khas Ledokombo

Pengembangan pariwisata terdapat beberapa standar yang menjadi penilaian


kelayakan suatu daerah sebagai tujuan pariwisata sebagai berikut. Wisata tanoker
merupakan wisata dengan kondisi lingkungan dan alamyang masih asli dan terjaga.
Selain itu pada kawasan tersebut penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya
yang relative masih asli. Dari pusat kota memerlukan waktu sekitar 45 menit dengan
menggunakan kendaraan roda 2 atau roda 4. Bisa dicapai juga dengan kereta api
dari Stasiun Jember berhenti di stasiun Kalisat. Tersedia lahan parkir yang digunakan
untuk berhentinya kendaraan yang dibawa oleh wisatawan. Akses jalan dalam
wisata tanoker menuju ke polo lumpur masih sangat buruk yang diperlukan adanya
perbaikan akses jalan menuju tempat lokasi. Tersedia pondok-pondok wisata (homestay)
sehingga pengunjung desa wisata ini pun dapat merasakan suasana pedesaan yang
masih asli.
Pada wisata tanoker belum memenuhi fasilitas yang disebutkan dalam
standar. Namun terdapat petugas parkir yang bertugas untuk mengatur kendaraan –
kendaraan wisatawan agar terlihat rapi dan menjaga kendaraan agar tidak terjadi
kehilangan yang memerlukan penyediaan terkait pusat informasi, fasilitas kesehatan,
pemadam kebakaran, hydrant dan Guilding untuk wisatawan asing yang
mengunjungi tempat wisata tanoker. Perlu adanya penyediaan transportasi lokal
menuju wisata tanoker untuk wisatawan yang mengendarai kendaraan umum seperti
kereta dan lain-lain. Untuk tempat pembelian umum dalam wisata tidak ada. Namun
terdapat produk masyarakat perdesaan berupa souvenir yang diletakkan di galeri
untuk dijual sebagai oleh-oleh wisatawan yang telah berkunjung ke wisata tanoker.
(LEK NEMU TAMBAHI ANALISIS TANOKER)
DAFTAR PUSTAKA

Konsep dan aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media. Sutaryono, dkk.


2015. Pengelolaan Aset Desa. Forum Pengembangan Pembaharuan Desa. Sleman
Yogyakarta: (FPPD).

Fandeli, C. M. 2012. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan


Universitas Gadjah Mada

SK.MENPARPOSTEL No.: KM. 98 / PW.102 / MPPT-87. Tentang


Pariwisata Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan

Fatmawati EN, Satiti EN, Wahyuningsih H. 2017. Pengembangan Potensi Desa


Wisata untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Desa Ponggok Kabupaten
Klaten. Jurnal Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Surakarta 98(84).

Fitari. Y dan Ma’rif. S. 2017. Manfaat Pengembangan Desa Wisata Wonolopo


terhadap Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Masyarakat Lokal. Jurnal Wilayah dan
Lingkungan.5.(1).29-44.

Anda mungkin juga menyukai