Anda di halaman 1dari 14

PENGEMBANGAN DESA WISATA DAN KESENIAN MELALUI

KEARIFAN LOKAL DESA GEDEPANGRANGO, KECAMATAN


KADUDAMPIT, KABUPATEN SUKABUMI

Bunga Prameswari, Fajar Dwi Yanto, Irgy Ramadhan, Marsha Syakibah, Rika
Melati Ana, Rizkia Chaerani, Zulfa Septiani
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gedepangrangod@gmail.com

Abstrak
Sektor pariwisata merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan ekonomi di masyarakat baik itu
ditingkat local ataupun global. Pengelolaan desa wisata berbasis lokal sudah banyak di terapkan
dibeberapa desa di Indonesia, salah satunya di Desa Gedepangrango, desa wisata yang memiliki
potensi local memerlukan kepedulian serta partisipasi masyarkat dalam berinovasi serta berkreasi
untuk bertujuan mengembangkan desa yang menjadi desa wisata. Melalui pengempilemntasian UU
No 12 Tahun 2008 yaitu tentang Pemerintahan Desa telah memberikan peluang bagi pemerintahan
daerah untuk mengambangkan desanya melalui pariwisata. Tidak hanya pariswisata yang menonjol
di desa Gedepangrango, ada salah satu sektor lagi yaitu sektor kesenian, Wujud kreatifitas dalam
berbagai bentuk kesenian adalah kesenian rakyat, kesenian rakyat ini umumnya memiliki nilai yang
dialamnya mengandung budaya daerah tersebut, merefleksikan keindahan alamnya, keramahan
masyarakatnya, dan pola hidup masyakatnya, semua dikemas dengan berbagai bentuk yaitu tarian,
music, upacara adat, dan lain-lain. Namun, seiring berjalannya waktu dan seiring berjalannya zaman
perkembangan teknologi mulai masuk di desa desa yang ada di Indonesia yang telah membawa
perubahan signifikan cara masyarakat memperlakukan warisan leluhur dan budayanya. Desa
Gedepangarngo ini memiliki karakterisitik wisata alam dan kesenian yang menarik serta memiliki
kehidupan sosial dan budaya yang unik, potensi ini harus lebih didorong dan dikembangkan sesuai
karakteristik sosial dan budaya. Pengembangan potensi wisata dan kesenian berbasis masyarkat local
merupakan upaya yang strategis dalam pengembangan masyarakat setempat, pengembangan wisata
dan kesenian merupakan investasi jangka Panjang dan potensial bagi suatu desa karena sumber daya
alam dan sumber daya manusia sudah tersedia. Tujuan dari penilitian ini adalah mengetahui
pengembangan desa wisata dan kesenian kearifan lokal terutama yang ada di desa Gedepangrango.
Penilitian ini menggunakan metode kualitatif, serta dengan proses pengumpulan data menggunakan
wawancara, Focus Grup Discussion (FGD), dan dengan studi Pustaka yang ada.
KATA KUNCI: Wisata, Kesenian, Kearifan Lokal

Abstract
The tourism sector is one of the efforts to improve the economy in the community, both at the local and
global level. The management of local-based tourism villages has been widely applied in several
villages in Indonesia, one of which is in the village of Gedepangrango, a tourist village that has local
potential requiring community awareness and participation in innovating and being creative with the
aim of developing a village that becomes a tourist village. Through the implementation of Law No. 12
of 2008 concerning Village Government, it has provided opportunities for local governments to develop
their villages through tourism. Not only tourism that stands out in the village of Gedepangrango, there
is another sector, namely the arts sector. The form of creativity in various forms of art is folk art, this
folk art generally has values that in nature contain the culture of the area, reflecting its natural beauty,
community friendliness, and patterns. community life, all packaged in various forms, namely dance,
music, traditional ceremonies, and others. However, over time and as time goes by, technological
developments have begun to enter villages in Indonesia, which has brought significant changes to the
way people treat their ancestral and cultural heritage. This village of Gedepanarango has interesting
characteristics of natural and artistic tourism and has a unique social and cultural life, this potential
must be further encouraged and developed according to social and cultural characteristics. The
development of tourism potential and local community-based arts is a strategic effort in the
development of local communities, tourism and arts development is a long-term and potential
investment for a village because natural resources and human resources are already available. The
purpose of this research is to find out the development of tourism villages and the arts of local wisdom,
especially those in the village of Gedepangrango. This research uses qualitative methods, as well as the
data collection process using interviews, Focus Group Discussions (FGD), and with existing library
studies.
KEYWORDS: Tourism, Art, Local Wisdom
PENDAHULUAN mendefinisikan desa wisata merupakan suatu
Indonesia pada saat ini sedang terus bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan
menerus berpromosi di sektor Pariwisata, fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu
apalagi di era Endemi seperti pada saat ini struktur kehidupan masyarakat yang menyatu
dimana 2 tahun yang lalu semua kegiatan dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.
pariwisata hampir 100% di tutup total dan Ditegaskan pula bahwa komponen terpenting
membuat tempat-tempat wisata diseluruh dalam desa wisata, adalah (1) akomodasi, yakni
wilayah di Indonesia di tutup. Jenis wisata sebagian dari tempat tinggal penduduk setempat
yang ada di Indonesia pun beragam mulai dari dan atau/ unit-unit yang berkembang sesuai
wisata alam, wisata sejarah, wisata bahari dan dengan tempat tinggal penduduk, dan (2) atraksi,
lainnya. Seperti yang kita ketahui bahwa yakni seluruh kehidupan keseharian penduduk
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan setempat beserta latar Àsik lokasi desa yang
Sumberdaya Alam yang bisa digunakan untuk memungkinkan berintegrasinya wisatawan
destinasi wisata salah satunya di daerah sebagai partisipan aktif, seperti kursus tari,
perdesaan. bahasa, lukis, dan hal-hal lain yang spesial .
Desa wisata sendiri merupakan sebuah Kaitannya dengan konsep pengembangan
komunitas atau masyarakat yang terdiri dari desa wisata, Pearce (dalam Dewi, 2013)
para penduduk suatu wilayah setempat yang mengartikan pengembangan desa wisata sebagai
saling berinteraksi secara langsung dibawah suatu proses yang menekankan cara untuk
sebuah pengelolaan dan memiliki keperdulian mengembangkan atau memajukan desa wisata.
serta kesadaran untuk berperan bersama Secara lebih spesiÀk, pengembangan desa wisata
dengan menyesuaikan keterampilan individual diartikan sebagai usaha-usaha untuk melengkapi
yang berbeda-beda. Setiap desa pasti memiliki dan meningkatkan fasilitas wisata untuk
potensi yang dapat dikembangkan dan dikelola memenuhi kebutuhan wisatawan.
menjadi desa wisata antara lain potensi alam, Masyarakat lokal berperan penting dalam
potensi budaya, ataupun potensi sumber daya pengembangan desa wisata karena sumber daya
manusia. Seperti yang tertuang pada peraturan dan keunikan tradisi dan budaya yang melekat
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ pada komunitas tersebut merupakan unsur
Kepada Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif penggerak utama kegiatan desa wisata. Di lain
Nomor 9 Tahun 2021 tentang pedoman pihak, komunitas lokal yang tumbuh dan hidup
Destinasi Pariwisata Berkelanjutan bahwa berdampingan dengan suatu objek wisata menjadi
Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya bagian dari sistem ekologi yang saling kait
disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan mengait. Keberhasilan pengembangan desa wisata
geografis yang berada dalam satu atau lebih tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan
wilayah administratif yang didalamnya terdapat masyarakat lokal (Wearing, 2001). Masyarakat
daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas lokal berperan sebagai tuan rumah dan menjadi
pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang pelaku penting dalam pengembangan desa wisata
saling terkait dan melengkapi terwujudnya dalam keseluruhan tahapan mulai tahap
kepariwisataan. perencanaan, pengawasan, dan implementasi.
Inskeep (1991) mengatakan bahwa desa Ilustrasi yang dikemukakan Wearing (2001)
wisata merupakan bentuk pariwisata, yang tersebut menegaskan bahwa masyarakat lokal
sekelompok kecil wisatawan tinggal di dalam berkedudukan sama penting dengan pemerintah
atau di dekat kehidupan tradisional atau di dan swasta sebagai salah satu pemangku
desa- desa terpencil dan mempelajari kepentingan dalam pengembangan pariwisata.
kehidupan desa dan lingkungan setempat.
Nuryanti (1992)
sebagaimana kita tahu bahwa Provinsi Jawa Barat
merupakan salah satu tempat wisata yang disukai
dan sering dikunjungi setiap orang.
(Fasilitator dan
Desa Gede Pangrango, Kecamatan
Kadudampit Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa
Barat merupakan salah satu desa yang memiliki
potensi alam dan kesenian yang besar untuk
dikembangkan menjadi desa wisata. Karena
(tuan rumah,
lokasinya yang strategis berada dibawah kaki
Gunung Gede Pangrango. Destinasi wisata di
pengembang/
Desa ini pula menjadi salah satu penyumbang
pengasilan terbesar dan sangat membantu
masyarakat setempat.
Gambar 1 Tujuan dari penelitian ini adalah : (1)
Pemangku Kepentingan dalam Identifikasi potensi wisata Desa Gede Pangrango,
Pengembangan Pariwisata (2) membuat langkah dalam rangka
Sumber: diadaptasi dari Wearing pengembangan Desa Gede Pangrango, Kecamatan
(2001) Kadudampit Kabupaten Sukabumi Jawa Barat,
Indonesia.
METODE
Adiyoso ( dalam Singgalen & Kudubun,
2017) menegaskan bahwa partisipasi Penelitian ini menggunakan metode
masyarakat merupakan komponen terpenting kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif.
dalam upaya pertumbuhan kemandirian dan Menurut Moleong (dalam Sukmana, 2022)
proses pemberdayaan. Nasikun (dalam metode kualitatif adalah penelitian yang
Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, 2014) bermaksud untuk memahami fenomena tentang
mengatakan bahwa Pengabaian partisipasi apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya
masyarakat lokal dalam pengembangan desa perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-
wisata menjadi awal dari kegagalan tujuan lain, secara holistik, dan dengancara deskripsi
pengembangan desa wisata. dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan
Menurut Timothy (dalam Nurhidayati,
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
2015) ada dua perspektif dalam melihat
Sedangkan menurut Creswell (dalam Fadli, 2021)
partisipasi masyarakat dalam pariwisata. Kedua
mengatakan bahwa “Qualitative research is an
perspektif tersebut adalah (1) partisipasi
approach for exploring and understanding the
masyarakat lokal dalam proses pengambilan
meaning individuals or group ascribe to a social
keputusan, dan (2) berkaitan dengan manfaat
or human problem. “
yang diterima masyarakat dari pembangunan
pariwisata. Timothy menekankan perlunya Adapun informan ditentukan dengan cara
melibatkan masyarakat dalam pengambilan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel
keputusan dengan mengakomodasi keinginan yang sesuai dengan tujuan dan maksud penelitian.
dan tujuan masyarakat lokal dalam Menurut Soehartono (dalam Nurwahyuliningsih &
pembangunan serta kemampuannya dalam Nulhaqim, 2021) menegaskan bahwa Purposive
menyerap manfaat pariwisata. sampling atau pengambilan sampel berdasarkan
tujuan merupakan informan yang diambil sebagai
Selain pada sektor wisata yang sangat
anggota sampel diserahkan pada pertimbangan
banyak dan kaya Indonesia juga memiliki
data menurut peneliti sesuai dengan maksud dan
berbagai macam kesenian Daerah yang berbeda
beda dan sangat unik. Mulai dari musik, tarian
dan lainnya. Setiap daerah memiliki sektor
wisata dan kesenian yang berbeda beda,
tujuan penelitian. Kadudampit, yang dulunya merupakan suatu
Edwards, McMillan & Schumacher, kedusunan Cibunar bagian dari Desa Kadudampit
mengatakan bahwa adapun teknik Kecamatan Kadudampit, pemekaran terjadi pada
pengumpulan data melalui wawancara, studi tahun 1982. Desa Gedepangrango merupakan
pustaka, dan pengamatan di lapangan yang desa yang berada di daerah lereng Gunung Gede
berfokus pada satu kebijakan dan memberikan dan Gunung Pangrango sebagian besar wilayah
informasi yang kaya mengenai proses Desa Gedepangrango adalah lahan Pertanian,
pembuatan kebijakan dan nuansa dalam Hutan, pemukiman dengan batas sebelah timur
implementasinya (Sukmana, 2022). Jenis data Sungai Cigunung sebagai batas wilayah Desa
yang dikumpulkan terdiri atas data primer (data Gedepangrango.
yang diperoleh langsung dari penerima Desa Gedepangrango Kecamatan
manfaat/keluarga dan masyarakat) dan data Kadudampit Kabupaten Sukabumi secara
sekunder (data yang diperoleh dari geografis terletak di 106, 9272º BT dan terletak di
kepustakaan). -6, 9167 LS. Topografi Desa Gedepangrango
Perolehan data dalam penelitian ini termasuk dalam kategori Daerah dataran Tinggi
menggunakan teknik pengumpulan data antara yaitu terletak di kaki gunung Gede dan Gunung
lain: 1). Studi dokumentasi, pada penelitian ini pangrango, dengan suhu 18 - 29ºC dengan
data yang diperoleh melalui dokumentasi ketinggian ± 800- 1200 meter dari permukaan
berupa foto kondisi di lapangan, sumber laut (DPL).
internet seperti artikel jurnal ilmiah, artikel Adapun batas-batas wilayah yuridis Desa
online sebagai sumber data pendukung, dan Gedepangrango Kecamatan Kadudampit
buku. 2). Studi lapangan merupakan teknik Kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut:
pengumpulan data mengenai kenyataan  Sebelah Utara : Desa Tugu Selatan Kec.
langsung di lapangangan, yaitu wawancara Cisarua Kab. Bogor dan Desa Cimacan
dilakukan menggunakan instrumen pedoman Kec. Cipanas Kab.Cianjur.
wawancara dengan wawancara mendalam
(indepth interview), menggunakan tape  Sebelah Timur : Desa Sukamaju Kec.
recorder. Adapun informan dalam penelitian ini Kadudampit.
semua komponen yang terlibat dalam program  Sebelah Selatan : Desa Kadudampit Kec.
ASPDB ini. antara lain: Kepala Desa Gede Kadudampit.
Pangrango, Kepala Dusun Cibunar I, Kepala
Dusun Cibunar II, Kepala Dusun Cijagung I,  Sebelah Barat : Desa Sukamanis dan
Kepala Dusun Cijagung II, Ketua RW 1-8, dan Desa Cikahuripan Kec. Kadudampit.
beberapa masyarakat Desa Gede Pangrango, Desa Gedepangrango yang berada di kaki
kemudian dilakukan observasi non-partisipan Gunung Gede dan Gunung Pangrango ini, Pada
yaitu di mana peneliti mencermati, mengamati awalnya wilayah terbagi hanya 2 dusun yaitu
dan melihat objek yang diteliti dengan Dusun Cibunar dan Dusun Cijagung. Pada Tahun
pengetahuan, tetapi tanpa mengambil bagian 2014 Wilayah administrasi pemerintahan, Desa
secara aktif dalam suatu kegiatan dan hanya Gedepangrango terbagi ke dalam 4 wilayah
melakukan pengawasan pada situasi tersebut. Dusun, 9 Rukun Warga dan 33 Rukun Tetangga.
HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Gedepangrango merupakan
salah satu desa yang tiang penyangga
Gambaran Umum Desa Gede Pangrango ekonominya berada pada sektor pertanian
Desa Gedepangrango merupakan suatu adapun sumber matapencaharian masyarakat
Desa yang berasal dari pemekaran dari Desa
Gedepangrango bergantung pada Sumber Sehubungan dengan hal tersebut maka
Daya Alam yang ada disekitar Wilayah pelaksanaan pengembangan pengelolaan
Desa ataupun wilayah antar desa yang kepariwisataan di Gede Pangrango harus
sangat dimanfaatkan secara berkelanjutan mampu menjadi sarana untuk meraih cita-
seperti pencari pasir sungai, pemukul cita dan tujuan nasional dalam rangka
batu/pengepul batu kali, pengrajin bambu, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
pemandu wisata, pedagang asongan rakyat Indonesia. Keberhasilan
ditempat wisata, pengrajin aksesoris, penyelenggaraan pembangunan
Pengrajin ayaman, dan lain sebagainya. kepariwisataan nasional di Gede Pangrango
Sumber Daya Manusia di wilayah dapat dicapai atau di raih berkat
Desa Gedepangrango meliputi berbagai keterpaduan dan kesinergian antara kekuatan
aspek baik dari jumlah penduduk, Sumber masyarakat, pemerintah, media masa, dan
matapencaharian, Pendidikan, Tenaga pengusaha pariwisata. Ada beberapa aspek
Kerja, Tingkat Kesejahteraan, Kesehatan, yang harus diperhatikan dalam
Organisasi Kelembagaan dan lain pengembangan pariwisata alam, yaitu :
sebagainya. pariwisata nasional, perencanaan kawasan,
Penduduk Desa Gedepangrango pengelolaan lingkungan, sosial ekonomi
terus mengalami pertumbuhan dari tahun dan budaya, penataan ruang serta
ke tahun, dari tahun 2017 sebanyak 6625 peraturan perundangan. Analisa SWOT
jiwa mengalami perubahan sampai dengan dilaksanakan untuk menyusun strategi
tahun 2019 menjadi 6918 jiwa. Data peluangusahan di Taman Nasional Gede
tersebut menunjukkan bahwa jumlah Pangrango. Adapun strategi pengembangan
penduduk Desa Gedepangrango selama 3 Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam
tahun terjadi penambahan 293 jiwa. meliputi pengembangan : aspek perencanaan
pembangunan, aspek kelembagaan, aspek
Disamping itu, sarana dan prasarana, aspek pengelolaan,
Desa aspek pengusahaan, aspek pemasaran, aspek
Gedepangrango juga memilki keindahan peran serta masyarakat dan penelitian dan
alam yang dimanfaatkan sebagai destinasi pengembangan.
wisata lokal, tak hanya keindahan alam
saja, Desa Gedepangrango juga memiliki Pembangunan sektor pariwisata
berbagai jenis kesenian tradisional. Hal merupakan salah satu upaya dalam
tersebut menjadi potensi bagi Desa meningkatkan ekonomi masyarakat baik di
Gedepangrango dalam hal mewujudkan tingkat lokal maupun global. Pengelolaan desa
pengembangan desa wisata. wisata yang berbasis potensi lokal
memerlukan kepedulian dan partisipasi
Wisata Desa Gede Pangrango masyarakat untuk senantiasa berinovasi dan
Pengembangan pengelolaan kreatif dalam mengembangan wilayah desa
Wisata Gede Pangrango merupakan bagian yang dijadikan sebagai desa wisata. Melalui
integral dari pembangunan kepariwisataan implementasi Undang-Undang No 12 tahun
nasional, selain daripada 2008 tentang Pemerintah Daerah telah
itu pengembangan memberikan peluang bagi pemerintah daerah
pengelolaan Wisata Gede Pangrango ini untuk mengelola dan mengoptimalkan potensi
memiliki arti yang sangat penting dan daerahnya secara mandiri termasuk mengelola
strategis bagi bangsa Indonesia dalam sektor pariwisata. Tahun 2015 merupakan
mendukung kelangsungan dan
keberhasilan pembangunan nasional.
tahun pertama dilaksanakannya UU No.6 Undang-Undang No 12 tahun 2008 tentang
Tahun 2014 Tentang Desa. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah telah memberikan peluang
dibuat satu perancangan buku modul bagi pemerintah daerah untuk mengelola dan
mengenai pengembangan desa wisata dan mengoptimalkan potensi daerahnya secara
pemberdayaan masyarakat berbasis potensi mandiri termasuk mengelola sektor
lokal sebagai media untuk meningkatkan pariwisata. Tahun 2015 adalah tahun pertama
added value masyarakat. dilaksanakannya UU No.6 Tahun 2014
Pengembangan Desa Wisata Tentang Desa. Kehadiran Kementerian Desa,
Pengelolaan desa wisata yang berbasis Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
lokal memerlukan kepedulian dan Transmigrasi mempunyai mandat untuk
partisipasi masyarakat sendiri untuk menjalankan Nawa Cita Jokowi-JK,
senantiasa berinovasi dan kreatif dalam khususnya Nawa Cita ketiga yaitu
mengembangan wilayah desanya yang “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan
dijadikan sebagai desa wisata. Menurut memperkuat daerah dan desa”. Salah satu
Cohen dan Uphoff (dalam Rosyida & agenda besarnya adalah mengawal
Tonny Nasdian, 2011) mengatakan bahwa implementasi UU No 6/2014 tentang Desa
peran atau partisipasi yang dilakukan oleh secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan
masyarakat bisa dilihat mulai dari tahap dengan fasilitasi, supervisi dan pendampingan
perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan terhadap desa dan kawasan pedesaan.
atau pemanfaatan, pengawasan, menikmati Pengelolaan Wisata Gede Pangrango
hasil dan evaluasi. Pengembangan desa merupakan bagian integral dari
wisata ini harus memerhatikan kemampuan pembangunan kepariwisataan nasional,
dan tingkat penerimaan masyarakat selain daripada itu pengelolaan Wisata ini
setempat yang akan dikembangkan menjadi memiliki arti yang sangat penting dan
desa wisata. Hal ini dimaksudkan untuk strategis bagi bangsa Indonesia dalam
mengetahui karakter dan kemampuan mendukung kelangsungan dan
masyarakat yang dapat dimanfaatkan dalam keberhasilan pembangunan nasional. Syahadat
pengembangan desa wisata, menentukan mengatakan bahwa keberhasilan
jenis dan tingkat pemberdayaan masyarakat pengembangan pembangunan kepariwisataan
secara tepat. nasional dapat dicapai atau diraih jika
Prospek Desa Wisata Salah satu terdapat keterpaduan dan kesinergian antara
prinsip kepariwisataan yang terkandung kekuatan masyarakat, pemerintah, media
dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2009 masa, dan pengusaha pariwisata (Komarani
tentang kepariwisataan et al., 2015). Demikian pula keberhasilan
adalah memberdayakan pengelolaan di Wisata Gede Pangrango
masyarakat setempat dimana masyarakat sangat bergantung kepada keempat unsur
berhak berperan dalam proses tersebut. Pengembangan Wisata Gede
pembangunan kepariwisataan dan Pangrango ini diperlukan dalam penanganan
berkewajiban menjaga dan melestarikan obyek dan daya tarik wisata, yang menjadi
daya tarik wisata; serta membantu sasaran wisatawan. Pengembangan
terciptanya suasana aman, tertib, bersih, kepariwisataan Gede Pangrango merupakan
berperilaku santun, dan menjaga rangkaian upaya pembangunan sektor
kelestarian lingkungan destinasi pariwisata. kepariwisataan secara nasional dan
Keikutsertaan masyarakat juga dijelaskan berkesinambungan yang meliputi seluruh
secara eksplisit melalui implementasi
kehidupan masyarakat dalam memajukan stakeholder lain yang terkait.
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Potensi dan Daya Tarik Wisata Alam
Pemanfaatan secara lestari Gede Pangrango.
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan wisata Gede Pangrango
Dalam undang-undang No. 9 tahun 1990 memiliki keaneka ragaman hayati yang cukup
tentang Kepariwisataan, pasal (5), tinggi, seperti :
menyatakan bahwa Pembangunan Obyek 1. Jenis Flora, di dalam kawasan ini
dan Daya Tarik Wisata dilakukan dengan tumbuh berbagai macam jenis
cara mengusahakan, mengelola, dan tumbuhan, seperti tumbuhan berbunga
membuat obyek-obyek baru sebagai obyek yang lebih dari 1.500 spesies, paku-
dan daya tarik wisata, kemudian pada pasal pakuan 400 spesies, lumut lebih
(6) dinyatakan bahwa, pembangunan dari 120 spesies, dan berdasarkan
objek dan daya tarik wisata dilakukan indentifikasi 300 spesies diantaranya
dengan memperhatikan : dapat digunakan sebagai tumbuhan
obat, serta 10 spesies berstatus
1. Kemampuan untuk mendorong
dilindungi.
peningkatan perkembangan
2. Potensi Fauna, dalam kawasan ini
kehidupan ekonomi dan sosial
terdapat berbagai jenis fauna, seperti
budaya.
insekta lebih dari 300 spesies, reptilia
2. Nilai-nilai Agama, adat-istiadat, 75 spesies, amphibia 20 jenis,
serta pandangan dan nilai-nilai mamalia lebih dari 110 spesies.
yang hidup dalam masyarakat. 3. Potensi Hidrologi, kawasan ini
3. Kelestarian budaya dan mutu merupakan daerah tangkapan air
lingkungan hidup. untuk masyarakat sekitar kawasan
4. Kelangsungan usaha pariwisata itu yang terletak di tiga Kabupaten
sendiri. yaitu Bogor, Cianjur, dan
Berdasarkan hal tersebut di atas Sukabumi, selain daripada itu
maka rencana pengembangan pengelolaan potensi lain yang menonjol di
di Wisata Gedepangrango, didasarkan atas kawasan Taman Nasional Gede
prinsip-prinsip dan keterpaduan ekologi Pangrango, adalah sungai yang
tanpa mengabaikan kondisi fisiknya dan merupakan Daerah Aliran Sungai,
bertujuan untuk melindungi dan yaitu DAS Ciliwung (wilayah
memelihara keunikan ekosistem dan Bogor), DAS Citarun (wilayah
kekayaan alamnya serta memanfaatkan Cianjur), dan DAS Cimandiri
secara lestari untuk kepentingan generasi (wilayah Sukabumi).
sekarang dan generasi yang akan datang. 4. Potensi keindahan alam, seperti air
Pengembangan dilakukan tidak sebatas terjun, telaga, air panas, kawah, dan
pada fasilitas dan sarana yang ada, akan lain sebagainya mempunyai
tetapi juga peluang-peluang usaha yang potensi yang baik untuk
memungkinkan untuk dikembangkan, pengembangan pariwisata.
peluang usaha tersebut dapat dilaksanakan Dalam upaya untuk mendukung
oleh pihak pengelola atau swasta, seperti : pengembangan pembangunan kepariwisataan
Balai Taman Nasional, masyarakat, nasional serta sejalan dengan upaya
maupun penyelamatan hutan dan peningkatan nilai
manfaat sumber daya alam, pemanfaatan lain sebagainya. Aksesibilitas mudah
jasa lingkungan hutan merupakan salah (mudah di jangkau) .
satu alternatif yang mempunyai prospek b. Kelemahan (Weaknesses), yaitu
yang bagus dan menjanjikan untuk faktor-faktor yang dianggap
dikembangkan, selain daripada itu sebagai kelemahan dari peluang
pemanfaatan jasa lingkungan hutan usaha di Taman Nasional Gede
mempunyai dampak yang baik dalam Pangrango, seperti : Potensi
upaya pengembangan pemberdayaan Sumber Daya Alam Hutan dan
masyarakat, peningkatan ekonomi Ekosistem (SDAH & E) belum
masyarakat dan untuk menekan laju dimanfaatkan secara optimal. Data
kerusakan hutan. dan informasi mengenai potensi
(Komariah et al., 2018) SDAH & E belum memadai.
mengatakan bahwa analisis SWOT Kualitas SDM belum memadai.
dilakukan pada faktor lingkungan internal Pengawasan kawasan belum
dan faktor lingkungan eksternal, yang intensif. Pola kemitraan belum
secara langsung dapat mempengaruhi dilaksanakan dengan optimal.
usaha di kawasan Taman Nasional Gede Persepsi masyarakat masih
Pangrango, faktor-faktor tersebut adalah kurang terhadap keberadaan
sebagai berikut Taman Nasional Gede Pangrango.
: Tarif masuk masih rendah,
1. Faktor Internal sehingga sulit untuk
a. Kekuatan (Strengths), yaitu faktor- mengembangkan potensi yang ada.
faktor yang mempunyai kekuatan Promosi keberadaan Taman
peluang usaha di Taman Nasional Nasional Gede Pangrango belum
Gede Pangrango, seperti : efektif.
Keanekaragaman hayati (flora dan 2. Faktor Eksternal
fauna). Keindahan pemandangan a. Peluang (Opportunities), yaitu
(bentang alam), udara yang sejuk, faktor-faktor yang dianggap
potensi hidrologi yang cukup besar . menjadi peluang usaha di Taman
Kekhasan budaya daerah setempat Nasional Gede Pangrango, seperti
yang menonjol, seperti adanya : Minat investor untuk berusaha di
kesenian Gondang, Ketuk Tilu, bidang pariwisata alam di Wisata
Calung dan lain sebagainya. Gede Pangrango. Potensi
Terdapat obyek wisata yang belum pendapatan dan keuntungan. Pasar
dikembangkan, seperti air panas, air pariwisata domestik dan
terjun (Curug Cibeureum, Curug internasional yang cukup tinggi.
Sawer, dan Curug Cipadaranteun), Dukungan masyarakat dunia (
Kawah Gn. Gede, alun-alun dengan adanya beberapa hasil
Suryakancana dan alun-alun penelitian di bidang pariwisata,
Mandalawangi yang ditanami oleh event-event atau pameran
bunga abadi (edelweis/ anaphalis internasional dan lain-lain),
javanica), Situ Gunung, Talaga sehingga akan berdampak
Biru, dan lain sebagainya. terhadap pengembangan
Meningkatkan minat wisata alam, pengelolaan Wiasta Gede
seperti mendaki gunung, jalan Pangrango. Dukungan terhadap
setapak (tracking), outbond, bumi
perkemahan(camping ground) dan
konservasi kawasan dan estetika modern di abad ke-20 menjelaskan
keberlanjutan pariwisata alam. bahwa terdapat tiga unsur yang menjadi sifat
b. Ancaman (Threats), yaitu dasar membuat suatu yang baik dan indah
faktor-faktor yang dianggap dalam seni. Antara lain : Kesatuan (Unity),
sebagai ancaman dari kegiatan Kerumitan (Complexity),dan Kesungguhan
usaha di Taman Nasional (Intensity). Anshari mengatakan bahwa seni
Gede Pangrango, seperti : adalah suatu produk budaya dari sebuah
Kebijakan politik luar negri peradaban manusia, sebuah wajah dari suatu
dan dalam negeri, yang kebudayaan yang diciptakan oleh suatu
berpengaruh terhadap jumlah sekelompok masyarakat atau bangsa. Secara
kunjungan wisata baik teoritis, seni atau kesenian dapat didefinisikan
wisatawan mancanegara sebagai manifestasi budaya (priksa atau
maupun wisatawan nusantara. pikiran dan rasa; karsa atau kemauan; karya
Stabilitas nilai tukar rupiah yang atau hasil perbuatan) manusia yang memenuhi
labil. Masuknya budaya asing syarat- syarat estetik (Irhandayaningsih,
atau budaya dari luar. Adanya 2018).
produk sejenis yang lebih Tantangan dalam upaya pelestarian
unggul. Ancaman bencana alam. kebudayaan khususnya kesenian tradisional
Pembangunan pariwisata alam di tersebut semakin berat karena berkembangnya
Gede Pangrango pada intinya, adalah untuk zaman serta adanya arus globalisasi pada masa
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekarang ini. Perkembangan zaman serta
secara material dan spiritual, dalam adanya arus globalisasi ini mengakibatkan
suasana perikehidupan yang aman, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di
nyaman, tertib, tentram, serta ramah dalam pola kehidupan masyarakat, yang juga
lingkungan. Pengembangan obyek wisata berpengaruh pada kebudayaan masyarakat itu
baru, seperti Curug Cibeureum, Curug sendiri. Kebudayaan daerah peninggalan
Sawer, Curug Cipadaranteun, Situ leluhur sudah mulai terpengaruh dengan
Gunung, Talaga Biru, alun-alun kebudayaan-kebudayaan yang berasal dari
Suryakencana, alun-alun Madalawangi, luar dan lambat laun kebudayaan daerah
dan lain sebagainya untuk menarik para tersebut mulai ditinggalkan. Kebudayaan
wisatawan. .Pentingnya keikutsertaan daerah di Indonesia ada yang murni hasil dari
masyarakat dalam kegiatan pariwisata, karya, cipta masyarakat.
seperti mengadakan pagelaran kesenian Indonesia sendiri dan ada yang
daerah setempat. Melakukan promosi terpengaruh dengan kebudayaan asing karena
secara intensif dan terus menerus, baik adanya komunikasi dengan kebudayaan asing
melalui mas media, televisi, maupun pada masa lampau. Kebudayaan daerah
internet. khususnya kesenian-kesenian tradisional pada
Potensi Kesenian Desa Gede Pangrango masa sekarang ini sudah mulai terpinggirkan
dan digantikan oleh kesenian yang lebih
Seni adalah suatu hal yang merujuk
modern. Masyarakat sudah mulai terbuka
kepada keindahan (estetika). Menurut The
dengan perkembangan yang ada karena terjadi
Liang Gie (1997:17), keindahan atau indah
perubahan sosial pada masyarakat,
adalah sebuah kata yang sepadan dengan
keterbukaan terhadap kebudayaan luar, serta
kata beauty dalam bahasa Inggris (dalam
adanya modernisasi dan globalisasi yang
bahasa Perancis “beau”, bahasa Italia dan
secara tidak sadar merubah kebudayaan-
Spanyol, “bello”). Monroe Beardsley, ahli
kebudayaan yang ada pada masyarakat.
Potensi kesenian tradisional perlu Karinding menurut bahasa Sunda teridiri dari
diperkenalkan kepada para wisatawan baik kata Ka Ra Da Hyang yang artinya dengan
wisatawan nusantara maupun wisatawan diiringi oleh doa sang Maha Kuasa. Atau ada
mancanegara. Mendiang Nurcholish juga yang mengartikan Ka=sumber dan
Madjid menandaskan bahwa kita baru tiba Rinding= bunyi jadi artinya sumber bunyi.
pada tahap “pluralisme antropologis yang Buku Sejarah Karinding Priangan
eksotik saja,” seperti secara simbolik memotret secara lengkap kisah-kisah sejarah
mengakui dan memanfaatkan pakaian karinding yang ada di Priangan dan Banten.
daerah yang beraneka ragam. Dalam Kisahnya dituliskan sejak kemunculannya
mempertahankan mutu seni budaya, dalam naskah-naskah kuno, foklor-foklor
kerjasama antara pihak pariwisata dan yang muncul di berbagai daerah di Priangan
pihak kebudayaan paling menonjol. Dalam dan Banten, hasil-hasil perekaman pertama
jalinan kerjasama itu, pihak yang berpikir karinding tahun 1893, 1920an, 1968, 1970an,
secara kuantitas dan pihak yang berpikir 1980, 1990an, dan tahun 2000an, hingga
secara kualitas dapat bertemu. kemudian dibangkitkan kembali secara massal
Mempertahankan mutu seni budaya tidak melalui munculnya Giri Kerenceng dan
perlu menghambat pariwisata, sebaliknya Karinding Attack.
pariwisata mesti ikut menjamin kelestarian Di wilayah lain di Indonesia pun
mutu itu, justru untuk kepentingan daya terdapat alat musik semacam karinding
tarik pariwisata dan wisata budaya secara dengan berbagai macam nama dan cara
khusus. memainkannya yang berbeda-beda seperti
Mayoritas obyek wisata hanya Riding (Cirebon), Rinding (Jawa Tengah),
mengandalkan wisata buatan dan berbasis Genggong (Bali), Slober (Lombok), Pikon
alam, sehingga ada kesan bahwa potensi di (Papua), Dunga (Sulawesi), Karindang
dalam masyarakat yakni seni dan budaya (Kalimantan), Sagasaga (Sumatera). Dan ada
belum terlalu dioptimalkan perannya dalam juga beberapa tempat diluar negeri
bidang pariwisata. Terdapat sejumlah menamainya dengan jewsharp. Akan tetapi
daerah di Indonesia yang memiliki potensi Karinding dari masyarakat suku Sunda
untuk dijadikan tujuan wisata budaya. Jika memiliki perbedaan yang tidak dimiliki oleh
peluang tersebut bisa diangkat, hal itu akan sejenis alat musik tersebut di Indonesia.
berkontribusi bagi peningkatan daya tarik Sejarah karinding sendiri bermula
pariwisata suatu daerah. dengan munculnya dalam naskah-naskah kuno
Seni Musik Tradisional Kaledor yang muncul di berbagai daerah di Banten dan
Priangan. Hasil-hasil rekaman pertama alat
Paket pertunjukan Musik tradisional
musik karinding di temukan pada tahun 1893,
Celempung, kendang, karindfing, dan lain
1920 hingga tahun 2000 an, lalu kemudian di
sebagainya yang menjadi suatu harmoni
bangkitkan kembali secara muasal melalui
dengan salah satu alat musik yang khas
munculnya Karinding Attack & Giri
yaitu Karinding.
Kerenceng. Konon kabarnya, Karinding ini
Karinding merupakan salah satu alat
merupakan salah satu alat yang sudah lama
musik tradisional Sunda dari Jawa Barat
digunakan oleh para Karuhun “Nenek
dan Banten yang cara memainkannya
Moyang” sebelum di temukannya alat musik
disentil oleh ujung telunjuk sambil
tradisional Kecapi. Di kutip dari berbagai
ditempel di bibir. Alat musik ini termasuk
sumber, usia alat musik kecapi sendiri berusia
dalam jenis lamelafon atau idiofon.
lebih dari 500 tahun, sehingga karinding
Biasanya dibuat dari bahan pelepah aren
sudah lebih tua darinya yakni sekitar 600
atau dari bambu.
tahunan.
KESIMPULAN pengusaha pariwisata.
Desa Gedepangrango merupakan suatu Adapun strategi pengembangan Obyek dan
Desa yang berasal dari pemekaran dari Desa Daya Tarik Wisata Alam meliputi pengembangan
Kadudampit, yang dulunya merupakan suatu : aspek perencanaan pembangunan, aspek
kedusunan Cibunar bagian dari Desa Kadudampit kelembagaan, aspek sarana dan prasarana, aspek
Kecamatan Kadudampit, pemekaran terjadi pada pengelolaan, aspek pengusahaan, aspek pemasaran,
tahun 1982.Desa Gedepangrango merupakan desa aspek peran serta masyarakat dan penelitian dan
yang berada di daerah lereng Gunung Gede dan pengembangan.Pengelolaan desa wisata yang
Gunung Pangrango sebagian besar wilayah Desa berbasis potensi lokal memerlukan kepedulian dan
Gedepangrango adalah lahan Pertanian, Hutan, partisipasi masyarakat untuk senantiasa berinovasi
pemukiman dengan batas sebelah timur Sungai dan kreatif dalam mengembangan wilayah desa yang
Cigunung sebagai batas wilayah Desa dijadikan sebagai desa wisata. Pengembangan Desa
Gedepangrango.Desa Gedepangrango yang Wisata Pengelolaan desa wisata yang berbasis lokal
berada di kaki Gunung Gede dan Gunung memerlukan kepedulian dan partisipasi masyarakat
Pangrango ini, Pada awalnya wilayah terbagi sendiri untuk senantiasa berinovasi dan kreatif dalam
hanya 2 dusun yaitu Dusun Cibunar dan Dusun mengembangan wilayah desanya yang dijadikan
Cijagung. sebagai desa wisata.
Desa Gedepangrango merupakan salah Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
satu desa yang tiang penyangga ekonominya karakter dan kemampuan masyarakat yang dapat
berada pada sektor pertanian adapun sumber mata dimanfaatkan dalam pengembangan desa wisata,
pencaharian masyarakat Gedepangrango menentukan jenis dan tingkat pemberdayaan
bergantung pada Sumber Daya Alam yang ada masyarakat secara tepat. Prospek Desa Wisata Salah
disekitar Wilayah Desa ataupun wilayah antar satu prinsip kepariwisataan yang terkandung dalam
desa yang sangat dimanfaatkan secara Undang- Undang No 10 Tahun 2009 tentang
berkelanjutan seperti pencari pasir sungai, kepariwisataan adalah memberdayakan masyarakat
pemukul batu/pengepul batu kali, pengrajin setempat dimana masyarakat berhak berperan dalam
bambu, pemandu wisata, pedagang asongan proses pembangunan kepariwisataan dan
ditempat wisata, pengrajin aksesoris, Pengrajin berkewajiban menjaga dan melestarikan daya tarik
ayaman, dan lain sebagainya. wisata; serta membantu terciptanya suasana aman,
Pengembangan pengelolaan Wisata Gede tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga
Pangrango merupakan bagian integral dari kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
pembangunan kepariwisataan nasional, selain Pengelolaan Wisata Gede Pangrango
daripada itu pengembangan pengelolaan Wisata merupakan bagian integral dari pembangunan
Gede Pangrango ini memiliki arti yang sangat kepariwisataan nasional, selain daripada itu
penting dan strategis bagi bangsa Indonesia pengelolaan Wisata ini memiliki arti yang sangat
dalam mendukung kelangsungan dan keberhasilan penting dan strategis bagi bangsa Indonesia
pembangunannasional.Keberhasilanpenyelenggar dalam mendukung kelangsungan dan
aan pembangunan kepariwisataan nasional di keberhasilan pembangunan nasional.
Gede Pangrango dapat dicapai atau di raih berkat Pengembangan kepariwisataan Gede
keterpaduan dan kesinergian antara kekuatan
masyarakat, pemerintah, media masa, dan
Pangrango merupakan rangkaian upaya (2015). Identification and Assessment of Object
pembangunan sektor kepariwisataan secara Natural Tourist Attraction (Case Study in Ujung
nasional dan berkesinambungan yang meliputi Kulon Nasional Park. Jurnal Nusa Sylva, 16(2),
seluruh kehidupan masyarakat dalam memajukan 37–41.
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan Komariah, N., Saepudin, E., & Yusup, P. M. (2018).
kehidupan bangsa. Pengembangan Desa Wisata Berbasis Kearifan
Berdasarkan hal tersebut di atas maka Lokal. Jurnal Pariwisata Pesona, 3(2), 158–
rencana pengembangan pengelolaan di Wisata 174. https://doi.org/10.26905/jpp.v3i2.2340
Gede Pangrango, didasarkan atas prinsip-prinsip Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, A. (2014).
dan keterpaduan ekologi tanpa mengabaikan Peran Kepala Desa Dalam Pengembangan
kondisi fisiknya dan bertujuan untuk Potensi Pariwisata Desa. Paper Knowledge .
melindungi dan memelihara keunikan Toward a Media History of Documents, 1–16.
ekosistem dan kekayaan alamnya serta Nurhidayati, S. E. (2015). Community Based Tourism
memanfaatkan secara lestari untuk kepentingan _CBT_.pdf.
generasi sekarang dan generasi yang akan datang. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/Commu
Dalam upaya untuk mendukung nity Based Tourism _CBT_.pdf
pengembangan pembangunan kepariwisataan Nurwahyuliningsih, E., & Nulhaqim, S. A. (2021).
nasional serta sejalan dengan upaya Analisis Kompetensi Peran Pemimpin dalam
penyelamatan hutan dan peningkatan nilai Memberikan Pelayanan Sosial di LKSA Panti
manfaat sumber daya alam, pemanfaatan jasa Asuhan Masyithoh Kota Lubuklinggau. Jurnal
lingkungan hutan merupakan salah satu Ilmiah Ilmu Sosial,7(1),21.
alternatif yang mempunyai prospek yang bagus https://doi.org/10.23887/jiis.v7i1.29944
dan menjanjikan untuk dikembangkan, selain Rosyida, I., & Tonny Nasdian, F. (2011). Partisipasi
daripada itu pemanfaatan jasa lingkungan hutan Masyarakat Dan Stakeholder Dalam
mempunyai dampak yang baik dalam upaya Penyelenggaraan Program Corporate Social
pengembangan pemberdayaan masyarakat, Responsibility (Csr) Dan Dampaknya Terhadap
peningkatan ekonomi masyarakat dan untuk Komunitas Perdesaan. Sodality: Jurnal
menekan laju kerusakan hutan. Sosiologi Pedesaan, 5(1),51–70.
DAFTAR PUSTAKA https://doi.org/10.22500/sodality.v5i1.5832
Dewi, M. H. U. (2013). Pengembangan Desa Singgalen, Y. A., & Kudubun, E. E. (2017).
Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali. Pariwisata : Studi Kasus Kelompok Museum
Jurnal Kawistara,3(2),129–139. Pemerhati Sejarah Perang Dunia ke II di
https://doi.org/10.22146/kawistara.3976 Kabupaten Pulau Morotai. Jurnal Cakrawala,
Fadli, M. R. (2021). Memahami desain metode 6(2), 199–228.
penelitian kualitatif. Humanika, 21(1), 33–54. Sukmana, D. (2022). Evaluasi Program Asistensi
https://doi.org/10.21831/hum.v21i1.38075 Sosial Penyandang Disabilitas Berat. Jurnal
Irhandayaningsih, A. (2018). Pelestarian Kesenian Ilmu Kesejahteraan Sosial, 23(1).
Tradisional sebagai Upaya dalam https://doi.org/10.7454/jurnalkessos.v23i1.3
Menumbuhkan Kecintaan Budaya Lokal di
Masyarakat Jurang Blimbing Tembalang.
Anuva,2(1),19.
https://doi.org/10.14710/anuva.2.1.19-27
Komarani, U., Satjapradja, O., & Salampessy, M.
L.

Anda mungkin juga menyukai