Anda di halaman 1dari 18

Dampak Pariwisata Bagi Perubahan Sosial Budaya Masyarakat

(Studi Kasus Desa Wisata Ketenger, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas,


Purwokerto, Jawa Tengah)

Disusun Oleh Kelompok 8:

Daniel Parlindungan (4815133954)

Megawati Buamona (4815133960)

Nesia Amalia (4815133967)

Ulfani Putri Nur Rahman (4815135005)

Pendidikan Sosiologi B 2013

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri pariwisata menjadi hal yang penting di Indonesia karena Indonesia memiliki
beragam potensi wisata dan budaya seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata religi, serta wisata
kuliner. Potensi wisata tersebut berpengaruh bagi pembangunan ekonomi di suatu daerah yang
menjadi destinasi wisata.

Desa Ketenger merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Baturaden,
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Desa ini berada dekat dengan kawasan wisata Baturaden,
yang mana adalah sebuah kawasan wisata yang cukup populer di masyarakat, khususnya
masyarakat Jawa Tengah. Hingga tahun 2006, kawasan ini merupakan satu-satunya kawasan
wisata di kabupaten Banyumas. Karena kepopuleran kawasan wisata Baturaden ini, maka
dianggap perlu adanya sarana penunjang yang berfungsi untuk menopang kawasan wisata utama
Baturaden ini, salah satu bentuknya adalah membuat desa wisata yang kemudian Desa Ketenger
lah yang direalisasikan menjadi sebuah desa wisata di Kabupaten Banyumas.

Desa Ketenger adalah sebuah desa yang unik dan memiliki banyak kearifan lokal yang
dinilai mampu menarik wisatawan. Banyaknya potensi wisata alam seperti curug dan wisata
sejarah seperti peninggalan-peninggalan masa penjajahan Jepang dan Belanda menjadi daya tarik
tersendiri yang akhirnya menjadikan Desa Ketenger sebagai desa wisata.

Desa wisata menjadi pengembangan dari suatu desa yang memiliki potensi wisata yang
dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti alat transportasi atau penginapan. Berbagai
fasilitas yang ada dalam desa wisata akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam
melakukan kegiatan wisata. Desa Ketenger yang telah berkembang menjadi desa wisata
menyebabkan terjadinya perubahan sosial, budaya, dan ekonomi pada masyarakat setempat.

Perubahan sosial merupakan proses yang wajar dan akan berlangsung secara terus
menerus. Perubahan sosial tidak dapat dipisahkan dengan perubahan budaya. Kebudayaan
dihasilkan oleh masyarakat dan tidak ada masyarakat yang tidak berbudaya.
Perubahan budaya menekankan pada perubahan sistem nilai sedang perubahan sosial pada
sistem pelembagaan yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat. Perubahan sosial dan
budaya yang terjadi ketika Desa Ketenger berkembang menjadi desa wisata memberikan
perubahan sosial budaya pada masyarakat Desa Wisata Ketenger seperti pada perubahan pola
pikir, tingkat pendidikan, pola perilaku, budaya, dan peningkatan ekonomi.

Banyaknya wisatawan yang datang ke Desa Ketenger dapat merubah pola pikir dan
perilaku masyarakat setempat. Seperti misalnya merubah mata pencaharian warga menjadi
pemandu wisata, penyedia jasa transportasi, menyediakan penginapan, dan atau berdagang di
kawasan objek wisata serta perilaku masyarakat setempat juga bisa berubah seperti wisatawan
yang biasanya berasal dari kota. Munculnya sikap individualitas dan pemikiran yang berorientasi
pada materi adalah sa;ah satu contohnya.

Adanya kegiatan pelatihan bahasa asing bagi masyarakat setempat agar bisa berkomunikasi
dengan wisatawan asing dan juga menjadi pemandu wisata juga menjadi hal yang menarik untuk
di teliti, karena begitu banyaknya persiapan yang telah dilakukan oleh warga maupun pemerintah
desa untuk menjadikan Desa Ketenger sebagai desa wisata. Oleh karena itu pasti terjadi
perubahan sosial dan ada dampak sosial serta budaya akibat dijadikannya desa ini sebagai desa
wisata.

1.2 Rumusan Masalah

a. Mengapa Desa Ketenger menjadi desa wisata?

b. Perubahan sosial budaya apa saja yang terjadi pada masyarakat Desa Ketenger semenjak
desa tersebut menjadi desa wisata?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari dilakukannya kuliah kerja lapangan dan penelitian ini adalah sebagai
berikut:

a. Untuk mengetahui awal mula Desa Ketenger menjadi desa wisata

b. Untuk mengetahui perubahan sosial budaya apa saja yang terjadi sebagai dampak dari
adanya tempat wisata di Desa Ketenger
BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL

2.1 Konsep Pariwisata

Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri
dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sementara Marpaung 1, mendefinisikan pariwisata
sebagai: Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar
dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktifitas dilakukan selama
mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Pembangunan pariwisata berkelanjutan (Sustainable Tourism Development) berlandaskan


pada upaya pemberdayaan (Empowerment), baik dalam arti ekonomi, sosial, maupun kultural
merupakan suatu model pariwisata yang mampu merangsang tumbuhnya kualitas sosio-kultural
dan ekonomi masyarakat serta menjamin kelestarian lingkungan. Pariwisata berkelanjutan
mempertemukan kebutuhan wisatawan dan daerah tujuan wisata dalam usaha menyelamatkan
dan memberi peluang untuk menjadi lebih menarik lagi di waktu yang akan datang2.

Hal ini merupakan suatu pertimbangan sebagai ajakan pemerintah agar semua sumber daya
yang ada dapat dimanfaatkan di waktu yang akan datang untuk tujuan ekonomi, sosial,
keindahan yang dapat dijadikan daya tarik dengan memelihara integritas keanekaragaman
budaya yang ditunjang sistem kehidupan. Ide dasar pembangunan berkelanjutan adalah
kelestarian sumberdaya alam dan budaya. Sumberdaya tersebut merupakan kebutuhan setiap
orang saat sekarang supaya dapat hidup dengan sejahtera, tetapi harus dipelihara dan dilestarikan
agar dapat juga digunakan di masa yang akan datang. Pemanfaatan sumberdaya tersebut harus
melibatkan masyarakat lokal dan memberikan manfaat optimal bagi mereka.

2.2 Desa Wisata

Pengembangan pariwisata pedesaan merupakan dampak dari adanya perubahan minat


wisatawan terhadap daerah destinasi wisata. Tumbuhnya tren dan motivasi perjalanan wisata
minat khusus yang menginginkan wisata yang kembali ke alam, interaksi dengan masyarakat

1 Happy Marpaung dan Herman Bahar, Pengantar Pariwisata, Alfabeta, Bandung, 2002, hlm:
13
2 Oka A. Yoeti, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Pradnya Paramita, Jakarta,
2008, hlm: 242
lokal, serta tertarik untuk mempelajari budaya dan keunikan lokal sehingga mendorong
pengembangan wisata perdesaan. Pariwisata perdesaan merupakan model pariwisata baru, sering
juga dikenal dengan periwisata minat khusus (special interest tourism).

Obyek wisata pedesaan merupakan suatu desa yang mempunyai sarana atau obyek yang
mendukung kegiatan kepariwisataan dan mempunyai potensi besar dalam sektor pariwisata,
sehingga layak untuk dijadikan dan dikembangkan menjadi objek wisata baru.

Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas
pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata
cara dan tradisi yang berlaku. Suatu desa wisata memiliki daya tarik yang khas (dapat berupa
keunikan fisik lingkungan alam perdesaan, maupun kehidupan sosial budaya masyarakatnya)
yang dikemas secara alami dan menarik sehingga daya tarik perdesaan dapat menggerakkan
kunjungan wisatawan ke desa tersebut (Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2011: 1).

Ada dua pengertian tentang desa wisata: (1) Apabila tamu menginap disebut desa wisata;
(2) Apabila tamu hanya berkunjung disebut wisata desa. Masyarakat adalah penggerak utama
dalam desa wisata. Masyarakat itu sendiri yang mengelola pariwisata tersebut, sehingga tidak
ada investor yang bisa masuk untuk mempengaruhi perkembangan desa wisata itu sendiri.
Apabila ada suatu desa wisata yang dikelola oleh investor berarti desa tersebut bukanlah desa
wisata dalam arti sebenarnya (Hasbullah Asyari, 2010: 2).

Masyarakat menjadikan rumah-rumah mereka atau sebagian kamar-kamar mereka menjadi


tempat tinggal tamu sementara (homestay) dalam suatu desa wisata. Akan menjadi komplit
apabila tamu-tamu bisa menikmati keseharian rakyat (live in) merasakan sajian makanan dan
jenis atraksi kebudayaan desa. Desa wisata akan sukses apabila seluruh anggota masyarakat baik
kepala keluarga, ibu-ibu rumah tangga, pemuda, dan anak-anak ikut mendukung keberadaan desa
wisata tersebut (Hasbullah Asyari, 2010: 3).

Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR) yang dimaksud dengan desa wisata adalah suatu
daerah wisata yang menyajikan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian perdesaan
baik dari sisi kehidupan sosial, ekonomi, budaya, keseharian, adat istiadat, memiliki arsitektur
dan tata ruang yang khas dan unik, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta
memiliki potensi untuk dikembangkannya komponen kepariwisataan (Soetarso Priasukmana,
2001: 37).

Desa wisata dalam artian sederhana merupakan suatu obyek wisata yang memiliki potensi
seni dan budaya unggulan di suatu wilayah perdesaan yang berada di pemerintah daerah. Desa
wisata merupakan sebuah desa yang hidup mandiri dengan potensi yang dimilikinya dan dapat
menjual berbagai atraksi-atraksinya sebagai daya tarik wisata tanpa melibatkan investor.
Berdasarkan hal tersebut pengembangan desa wisata merupakan realisasi dari undang-undang
otonomi daerah (UU No.22/99), maka dari itu setiap kabupaten perlu memprogamkan
pengembangan desa wisata sesuai dengan pola PIR tersebut.

2.3 Perubahan Sosial Budaya

2.3.1 Perubahan Sosial

Perubahan sosial merupakan suatu realitas yang majemuk, bukan realitas tunggal yang
diakibatkan oleh dinamika masyarakat tertentu. Perubahan sosial adalah suatu bentuk peradaban
umat manusia akibat adanya eskalasi perubahan alam, biologis, fisik yang terjadi sepanjang
kehidupan manusia3.

Menurut pengamatan para pemikir sosial, perubahan sosial yang didukung dengan
keragaman teori modernisasi barat yang mengembangkan suatu jaringan kerja sama antarnegara
(world system theory), memang telah menjadikan bumi manusia menjadi suatu peradaban.
Tetapi, kemudian muncul suatu krisis identitas, karena manusia telah menjadi tidak memiliki
batas, identitas kepemilikan akibat mengglobalnya sistem ekonomi, dan hilangnya batas
antarnegara4.

2.3.2 Teori Perubahan Sosial

Auguste Comte membagi teori perubahan sosial dalam dua konsep penting; yaitu Social
Static (bangunan struktural) dan Social Dynamics (dinamika struktural). Bangunan struktural
merupakan hal-hal yang mapan, berupa struktur yang berlaku pada suatu masa tertentu. Bahasan

3 … hlm: 1
4 Ibid hlm:4
utamanya mengenai struktur sosial yang ada di masyarakat yang melandasi dan menunjang orde,
tertib, dan kestabilan masyarakat5.

Menurut Roy Bhaskar, perubahan sosial biasanya terjadi secara wajar (naturaly), gradual,
bertahap serta tidak pernah terjadi secara radikal maupun revolusioner. Proses perubahan sosial
meliputi6:

1. Proses Reproduksi

Merupakan proses mengulang-ulang, menghasilkan kembali segala hal yang diterima


sebagai warisan budaya dari nenek moyang kita sebelumnya. Dalam hal ini meliputi bentuk
warisan budaya yang kita miliki. Warisan budaya dalam kehidupan keseharian meliputi: a.
Material (kebendaan, teknologi) dan b. Immaterial (non-benda, adat, norma dan nilai-nilai).

2. Proses Transformasi

Suatu proses penciptaan hal yang baru (something new) yang dihasilkan oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi dan teknologi (tools and technologies), yang berubah adalah aspek
budaya yang sifatnya material, sedangkan yang sifatnya norma dan nilai sulit sekali diadakan
perubahan (bahkan ada kecenderungan untuk dipertahankan). Sebagai contoh orang Jawa,
memakai pakaian dengan stelan dasi dan jas, tetapi nilai kehidupannya masih Wonogiri atau
Purwodadi Grobongan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya yang tampak (material) lebih mudah
diubah, tetapi sikap hidup adalah menyangkut nilai-nilai yang sukar dibentuk kembali.

2.3.3 Perubahan Budaya

Perubahan budaya adalah

2.3.4 Perubahan Sosial Budaya

Beberapa ahli sosiologi mengemukakan rumusan mengenai pengertian perubahan sosial


budaya, antara lain sebagai berikut7:

a. Selo Soemardjan menyatakan bahwa perubahan sosial budaya adalah segala


perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang

5 Ibid hlm: 9
6 Ibid hlm:20-21
7 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo, Jakarta, 2006, hlm:262-263
mempengaruhi sistem sosial, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola
perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
b. Gillin dan Gillin menyatakan bahwa perubahan sosial budaya merupakan suatu
variasi dari cara-cara hidup yang diterima, yang disebabkan oleh perubahan kondisi
geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi serta adanya difusi
ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
c. William F. Ogburn mengemukakan bahwa perubahan sosial budaya adalah perubahan
yang mencakup unsur-unsur kebudayaan, baik kebudayaan materiil maupun non
materiil.
d. Kingsley Davis mengartikan bahwa perubahan sosial budaya adalah perubahan-
perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat.

Umumnya para tokoh mendefinisikan atau menganggap perubahan sosial adalah variasi
sementara dalam satu perkara atau lebih, sebagai berikut:

a. Berkaitan dengan jumlah populasi dari satu unit sosial.


b. Tingkat perilaku penduduk dalam jangka waktu tertentu.
c. Struktur sosial atau pola interaksi antar individu.
d. Pola-pola kebudayaan, seperti perubahan nilai.

Salah satu teori yang merupakan bagian dari perubahan sosial adalah teori dari Neil
Smelser. Menurut Smelser (dalam Robert H. Lauer, 1993: 118-120) faktor yang menentukan
perubahan sosial beberapa diantara perkara sebagai berikut:

a. Keadaan struktural untuk berubah, menyangkut penelitian struktur sosial mengetahui


implikasinya bagi perubahan yang melekat didalam struktur itu.
b. Dorongan untuk berubah, secara tersirat berarti bahwa kondisi menguntungkan secara
struktural itu sendiri sebenarnya belum memadai. Masih perlu diperlukan sejenis
kekuatan yang cenderung ke arah perubahan. Kekuatan ini mungkin berupa kekuatan
dari dalam (internal), atau kekuatan dari luar (eksternal).
c. Mobilisasi untuk berubah, berkaitan dengan arah perubahan. Arah perubahan
tergantung pada cara-cara memobilisasi sumber-sumber dan cara penggunaannya
untuk mempengaruhi perubahan. Selanjutnya mobilisasi itu sendiri berkaitan erat
dengan kepemimpinan yang terlibat dalam perubahan.
d. Pelaksanaan kontrol sosial, kontrol sosial ini mungkin berwujud kekuatan yang
mapan seperti media massa, pejabat pemerintah, dan pemimpin agama. Mereka
mungkin berperan dalam menentukan arah perubahan yang akan terjadi.
2.4 Partisipasi Masyarakat

Salah satu contoh partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata didukung oleh
penduduk lokal, yaitu penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu
pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan
sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kulitas produk wisata.

Tidak jarang masyarakat lokal sudah lebih dulu terlibat dalam pengelolaan aktivitas
pariwisata sebelum ada kegiatan pengembangan dan perencanaan. Peran mereka tampak dalam
bentuk penyediaan akomodasi dan jasa guiding dan penyediaan tenaga kerja, selain itu
masyarakat lokal biasanya juga mempunyai tradisi dan kearifan lokal dalam pemeliharaan
sumberdaya pariwisata yang tidak dimiliki oleh pelaku pariwisata lain.

2.4.1 Pengertian partisipasi

Ditinjau dari segi etimologis kata partisipasi merupakan pinjaman dari bahasa bahasa
Belanda “participate” dari Bahasa Inggris “participation”. Alport dan Davis menyebutkan8:
Partisipasi adalah keterlibatan mental atau pikiran, emosi atau perasaan seseorang didalam suatu
kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha
mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.

Partisipasi masyarakat dalam penelitian ini adalah keikutsertaan warga masyarakat dalam
kegiatan-kegiatan pengembangan kemenarikan objek wisata yang indikatornya diukur dari
partisipasi dalam perencanaan, partisipasi dalam pelaksanaan, dan partisipasi dalam pengelolaan.

2.4.2 Sifat partisipasi

Menurut sifatnya partisipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi aktif dan
partisipasi pasif. Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari pengelolaan pariwisata secara
aktif dan pasif. Sebagaimana yang dikemukakan Suwantoro9: Partisipasi aktif dapat dilaksanakan
secara langsung, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama yang secara sadar ikut
membantu program pemerintah dengan inisiatif dan reaksi mau melibatkan diri dalam kegiatan
pengusahaan atau malalui pembinaan rasa memiliki dari kalangan masyarakat. Partisipasi pasif

8 Soentoro Sastroperto, Partisipsi Komunikasi Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan


Nasional, Alumni, Bandung, 1998, hlm:120
9 Gamal Suwantoro, Dasar-Dasar Pariwisata, Andi, Yogyakarta, 2004, hlm: 85
adalah timbulnya kesadaran untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu
atau merusak lingkungan alam. Dalam peran serta pasif itu masyatrakat cenderung hanya sekedar
mendukung terpeliharanya konservasi sunber daya alam. Upaya peningkatan peran serta pasif
dapat dilakukan melalui penyuluhan maupun dialog dengan aparat pemerintah, penyebaran
informasi mengenai pentingnya upaya pelestarian sumber daya alam disekitar kawasan objek
wisata, seperti: jasa penginapan atau homestay, penyediaan warung makanan, penyediaan toko
souvenir atau cinderamata, jasa pemandu atau penunjuk arah, fotografi, dan menjadi pegawai
perusahaan atau pengusahaan pariwisata.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian


Metodologi penelitian berasal dari kata “Metode” yang artinya cara yang tepat untuk
melakukan sesuatu; dan “Logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi, metodologi artinya
cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara saksama untuk mencapai suatu
tujuan. Sedangkan “Penelitian” adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan
menganalisis sampai menyusun laporannya. Tentang istilah “Penelitian” banyak para ahli yang
mengemukakan pendapatnya, seperti :

a. David H. Penny
Penelitian adalah pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang
pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta.
b. J. Suprapto MA
Penelitian ialah penyelididkan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan
untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati serta
sistematis.
c. Sutrisno Hadi MA
Sesuai dengan tujuannya, penelitian dapat didefinisikan sebagai usaha untuk
menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.
d. Mohammad Ali
Penelitian adalah suatu cara untuk memahami sesuatu dengan melalui penyelidikan
atau melalui usaha mencari bukti-bukti yang muncul sehubungan dengan masalah itu,
yang dilakukan secara hati-hati sekali sehingga diperoleh pemecahannya.

Dari batasan-batasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
metodologi penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan atau
mempersoalkan mengenai cara-cara melaksanakan penelitian sampai menyusun laporannya)
berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah10.

3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Sugiono11


adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti
adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber dan data dilakukan secara

10 Wening Sahayu, dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/dra-wening-


sahayu-mpd/metodologi-penelitian.pdf diakses pada 23 Januari 2016 pkl 09.39.
11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2009,
hlm: 15
purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan)
analisis data bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada
makna daripada generalisasi.

Format desain penelitian kualitatif terdiri dari tiga model, yaitu format deskriptif, format
verifikasi, dan format grounded research. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif
dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai
individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi12.

Metode penulisan dalam deskriptif yang dimaksud adalah dengan pendekatan hubungan
antara studi kepustakaan dan penelitian lapangan secara langsung, karena diawali dengan telaah
bahan kepustakaan yang terkait dengan subjek materi penelitian. Kemudian, hasil perpaduan
telaah kepustakaan dan penelitian langsung dijadikan analisis pembuatan laporan ini.

3.1.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Jakarta dilaksanakan pada 24-30 Januari 2016 di Desa Ketenger, kecamatan Baturaden
kabupaten Banyumas, Purwokerto, Jawa Tengah.

3.1.3 Subjek Penelitian

Penduduk Desa Ketenger, pengelola tempat wisata di Desa Ketenger dan para pengunjung
tempat wisata di Desa Ketenger adalah subjek dalam penelitian tentang dampak pariwisata
terhadap perubahan sosial budaya masyarakat.

3.1.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. Kepustakaan, yaitu mencari informasi dari sumber bacaan atau literatur mengenai
perubahan sosial dan dampaknya serta arsip-arsip desa mengenai sejarah Desa
Ketenger.

2. Observasi, peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek wisata yang
ada di Desa Ketenger, kegiatan masyarakat sekitar di tempat wisata tersebut dan

12 Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT. Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta, 1993, hlm: 89
dampak dari pariwisata tersebut terhadap perubahan sosial budaya masyarakat Desa
Ketenger.

3. Teknik wawancara, peneliti melakukan wawancara langsung dan mendalam dengan


para informan.

3.1.5 Teknik Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil
wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif
serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut Patton dalam Moleong 13, analisis data adalah
“proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian
dasar”. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis
data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan
teori dari data.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-
langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin14, yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan
pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara dan studi
dokumentasi.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada


penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan,
mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan
maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.

3. Display Data

13 Lexy J., Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001,
hlm: 130.
14 Bungin Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,
hlm 70.
Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif
disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel
dan bagan.

4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and Verification)

Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa kegiatan
interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan.

Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis data yang ada.
Dalam pengertian ini analisis data kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus-
menerus. Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi menjadi
gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang terkait.
Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk kata-kata untuk
mendiskripsikan fakta yang ada di lapangan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan
penelitian yang kemudian diambil intisarinya saja.

Berdasarkan keterangan tersebut, maka setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan untuk
mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang
telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya
melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi.

3.1.6 Validasi Data

3.1.7 Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan uraian di atas maka harus di buat keterbatasan
penelitian yang bertujuan untuk memfokuskan perhatian pada observasi agar diperoleh
kesimpulan yang benar dan mendalam pada aspek yang damati. Cakupan penelitian dalam
observasi ini dibatasi pada perubahan sosial budaya apa saja yang terjadi di desa wisata
Ketenger.

3.2 Penelitian yang Relevan


Penelitian yang relevan dengan topik yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian yang
dilakukan oleh Septyaning Kusuma Astuti dari Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian tersebut berjudul “Dampak Sosio Kultural Masyarakat
Dusun Krebet Sebagai Salah Satu Destinasi Wisata Perdesaan”. Penelitian tersebut dilakukan
pada tahun 2012. Hasil penelitian tersebut menggambarkan tentang kondisi sosial dan budaya
Dusun Krebet telah mengalami perubahan melalui proses yang cukup panjang. Perubahan
tersebut terlihat pada system perekonomian, pendidikan, teknologi, serta sosial dan lingkungan.
Perubahan yang terjadi di dusun Krebet dipengaruhi oleh dorongan untuk berubah melalui
inovasi membatik dengan media kayu yang kemudian berubah menjadi sebuah desa wisata yang
menyuguhkan proses pembuatan kerajinan batik dengan media kayu dan beberapa potensi alam
serta tradisi masyarakatnya. Desa Wisata Krebet membawa dampak positif di bidang ekonomi,
pendidikan, dan teknologi. Letak persamaan dengan penelitian ini adalah objeknya yang
merupakan desa wisata namun terdapat perbedaan. Letak perbedaannya adalah lokasi penelitian
tersebut yang berada di Desa Wisata Krebet dan mengenai fokus penelitiannya. Penelitian ini
lebih terfokus pada permasalahan dampak sosio kultural di masyarakat Dusun Krebet.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Desa Ketenger


Desa Ketenger adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Baturraden, Kabupaten
Banyumas, Purwokerto, Jawa Tengah yang memiliki luas wilayah 138.344 km 2 dan berbatasan
langsung dengan Hutan Lindung Gunung Slamet pada bagian utara, Desa Putaliman Kecamatan
Kedung Banteng pada bagian barat, Desa Karang Tengah pada bagian selatan, dan Desa Karang
Mangu pada bagian timur.

Kata “Ketenger” diambil dari Bahasa Jawa yang memiliki arti secara harfiah adalah
“tanda”. Di wilayah Desa Ketenger terdiri dari 4 RW dan 17 RT, serta terbagi menjadi 3 dusun
yaitu Dusun Karangmule, Dusun Ketenger, dan Dusun Kalipagu. Dusun Karangmule dikenal
sebagai pusat cinderamata, sedangkan Dusun Katenger dan Dusun Kalipagu dikenal dengan
potensi wisata alamnya.

4.2 Faktor Pendorong Desa Ketenger sebagai Desa Wisata

Potensi Wisata Alam Curug Bayan

- Lokasi, harga tiket masuk, pengelola dari karang Taruna, keadaannya yang masih sepi,
bersih dan akses jalannya sudah mengalami pembangunan sehingga mulai banyak
diketahui orang-orang.

4.3 Dampak Pariwisata bagi Perubahan Sosial Budaya di Desa Ketenger

Desa Ketenger sebagai salah satu daerah wisata di Baturraden merupakan tempat wisata
yang cukup diminati oleh pengunjung.

Dampak Ekonomi

Dampak ekonomi bagi masyarakat setempat dengan adanya daerah tujuan wisata Desa
Ketenger sangat terlihat jelas. Dahulu sebagian besar mata pencaharian masyarakat hanya
sebagai buruh tani, dengan adanya daerah tujuan wisata ini masyarakat setempat sangat
diuntungkan, sebagian besar masyarakat memanfaatkan keeksistensian daerah tujuan wisata
tersebut dengan menyediakan jasa penginapan bagi pengunjung wisata, berdagang cenderamata
dan restoran.

Dampak Sosial
Seiring dengan banyaknya wisatawan yang mengunjungi daerah wisata Desa Ketenger
membuat masyarakat setempat mau ataupun tidak mau harus membuka diri, artinya mereka
harus siap menerima kedatangan pengunjung wisata.

Wisatawan yang datang sangat beragam, bukan hanya warga sekitar namun juga berasal
dari luar daerah bahkan luar negeri. Tujuan dari kedatangan pengunjung pun beragam, ada yang
hanya sekedar rekreasi, mengikuti rangkaian kegiatan wisata edukasi, sampai melakukan
penelitian.

Dampak sosial yang paling mencolok bagi masyarakat setempat dapat kita lihat dari
interaksinya. Kebiasaan dari masyarakat sekitar adalah berkomunikasi dengan bahasa Jawa
ngapak, kini mereka dituntut untuk menggunakan Bahasa Indonesia dengan alasan tidak semua
wisatawan mengerti bahasa Jawa yang biasa mereka gunakan. Hal ini bertujuan agar masyarakat
dan wisatawan dapat saling mengerti dan melakukan komunikasi satu sama lain.

Dampak Budaya

Budaya merupakan salah satu aset yang penting bagi suatu daerah. Dengan adanya budaya,
suatu daerah mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Begitu juga dengan Desa
Ketenger, melalui beragam kebudayaannya seperti karwitan, baritan, gerebek sura, kentungan,
dan kuda lumpimg yang menjadi ciri khas Desa Ketenger.

Seiring dengan banyaknya wisatawan yang datang, masyarakat setempat menjadi lebih
semangat untuk memperkenalkan kekayaan budaya mereka, karena hal tersebutlah yang menjadi
daya tarik bagi para wisatawan. Banyak wisatawan yang tertarik dengan budaya lokal Desa
Ketenger demi lebih mengenal dan mencintai budaya Nusantara diluar budaya mereka sendiri.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai