Anda di halaman 1dari 14

Desa Wisata Nglanggeran

Disusun untuk memenuhi nilai Mata Kuliah Perencanaan Desa Terpadu yang diampu oleh
Dr. Ir.Lic.Rer.Reg. Agus Dwi Wicaksono

Disusun oleh:

Luh Salsabil Shafa (195060601111014)

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
Bab I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Desa sebagai salah satu daerah administratif yang dicirikan kehidupan pertanian. Desa
bermakna tanah air, atau tanah asal. Istilah desa awal mulanya hanya dikenal oleh masyarakat
Jawa, Madura, dan Bali (Dilahur, 1994). Desa dimaknai secara filosofis yaitu sebagai suatu
wilayah hasil perpaduan harmonis antara masyarakat dengan lingkungannya. Berdasarkan UU
Nomor 6 tahun 2014 menyebutkan bahwa desa sebagai salah satu wadah pemberdayaan
masyarakat. pemberdayaan yang dimaksud sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku,
kemampuan, kesadaran serta memanfaatkan sumber daya desa. Pemberdayaan masyarakat
menjadi salah satu upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat desa.
Desa di Indonesia sejumlah 75.436 yang tersebar di Idonesia. Berdasarkan hasil
pencatatan potensi desa, persebaran desa terbanyak pada Jawa-Bali sejumlah 857 desa. Desa
sbagai salah satu pionir pemenuhan SDGs. Potensi desa yang dimiliki oleh Indonesia
berpotensi meningkatkan indeks pembangunan. Berdasarkan pencatatan hasil posdes 2018,
pembangunan desa mengalami peningkatan. Peningkatan berupa perbaikan status dari desa
tertinggal menjadi desa berkembang sebanyak 54.879 desa. Indonesia merupakan negara
heterogen, yang tersusun atas berbagai lapisan budaya. Karateristik desa di Indonesia juga
beragam, yang selaras dengan budaya yang dimiliki. Indonesia memiliki potensi desa salah
satunya keberadaan desa wisata.
Keberadaan desa wisata ditetapkan oleh peratura daerah setempat. Umumnya,
penduduk desa pada kawasan wisata memiliki tradisi budaya yang khas, serta kondisi alam
yang masih terjaga. Potensi wisata tersebut apabila dikelola dengan baik, maka akan
bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pariwisata sebagai upaya pelestarian
potensi desa. Pariwisata yang berada pada desa diharuskan dikelola oleh masyarakat desa. Hal
tersebut merupakan salah satu upaya implementasi wisata berbasis masyarakat (community-
based tourism) (Antara & Arida, 2015). Masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa desa
mereka memiliki sumber daya yang berpotensi untuk pengembangan desa. Potensi desa sangat
penting untuk dikelola seoptimal mungkin melalui peran kelembagaan yang dibentuk
masyarakat.
Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu provinsi yang memiliki desa wisata di
Indonesia. Desa wisata dipilih sebagai alternatif pengembangan wisata di Daerah Istimewa
Yogyakarta (Junaid & Salim, 2019). Banyaknya desa wisata yang dikembangkan oleh
pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta membawa tantangan bagi pemerintah untuk
mengemas elemen-elemen dalam sistem pariwisata. Pelibatan masyarakat sebagai pelaku
utama dalam pengembangan desa wisata. Sehingga mampu bersaing dengan pariwisata
lainnya.
Desa Wisata Nglanggeran sebagai salah satu desa wisata yang berada di Yogyakarta
yang mampu dalam mengembangkan desa wisata. Upaya konservasi dan penyelamatan
lingkungan hidup telah menyukseskan Desa Nglanggeran sebagai salah satu desa yang
menerima penghargaan penyelamatan lingkungan hidup. Konsep unik yang ditawarkan oleh
desa wisata ini adalah wisata pada kawasan gunung api purba. Pengelola wisata terus
mengembangkan inovasi berdasarkan prinsip ekowisata. Akan tetapi ekowisata yang
diterapkan juga berpotensi membuat degradasi sumber daya alam maupun daya tarik jika tidak
dikelola dengan baik berdasar prinsip pelestarian dan tanggungjawab.
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana karakteristik elemen pariwisata desa Nglanggeran?
2. Bagaimana dampak yang dirasakan masyarakat Desa Nglanggeran terhadap
pengembangan desa wisata?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik elemen pariwisata Desa Nglanggeran.
2. Mengetahui dampak yang dirasakan masyarakat Desa Nglanggeran terhadap
pengembangan desa wisata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Desa
Menurut UU No. 6 Tahun 2014 Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hal asal usul, dan/ atau
hak tradisional yang dilalui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI. Sementara itu,
kawasan perdesaan diartikan sebagai sebuah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
Tipologi dari masyarakat desa dilihat dari kegiatan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, tipologi desa dapat dilihat dari pola permukiman
maupun mata pencaharian. Secara politik, desa dianggap sebagai satu satunya benteng
kelembagaan okal yang diakui dalam lingkup kebijakan negara (Syamsu, 2008).
Desa dikategorikan menjadi beberapa klasifikasi. Berdasarkan mata pencaharian, desa
terbagi atas desa nelayan, desa agraaris, desa perkebunan, desa peternakan, ataupun desa
industri. Mata pencaharian bersifat homogen merupakan salah satu ciri khas dari desa (Syamsu,
2008). Akan tetapi, secara nyata hanya satu jenis mata pencaharian yang menonjol dan
dijadikan sebagai ciri khas dari desa tersebut (Syamsu, 2008). Selain mata pencaharian, ciri
khas desa yang lain yaitu ikatan keluarga yang erat. Faktor faktor yang memberi pengaruh
kehidupan desa diantaranya:
a. Faktor topografi sebagai suatu bentuk adaptasi penduduk.
b. Faktor iklim yang memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap mata pencaharian
penduduk desa.
c. Faktor bencana alam
Unsur unsur pendukung desa sebagai pembentuk corak suatu desa (Dilahur, 1994).
Selain itu, dapat juga dijadikan sebagai potensi pengembangan suatu desa. Unsur unsur
pendukung desa diantaranya:
1. Daerah
Daerah diartikan sebagai lahan produktif maupun tidak produktif. Lahan-lahan tersebut
dapat dimanfaatkan oleh penduduk desa sebagai pendukung kehidupan permukiman
desa. Selain itu, daerah juga mencakup unsur lokasi, luas, dan batas sesuai dengan
kondisi geografis setempat.
2. Penduduk
Penduduk berpengaruh pada pertumbuhan, kepadatan, maupun komposisi penduduk
desa. Kualitas penduduk desa berpengaruh pada kualitas desa tersebut.
3. Tata kehidupan
Tata pergaulan dan ikatan warga desa. Tata kehidupan desa yang dikenal guyub rukun
menjadikan masyarakatnya mengenal satu sama lain. Masyarakat perdesaaan dicirikan
mempunyai hubungan yang lebih mendalam antarpenduduknya.
2.2. Desa Sebagai Potensi Pariwisata
Pedesaan sebagai salah satu potensi yang dapat dikembangkan untuk menarik
wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Desa mulai dilirik sebagai pengembangan
wisata dikarenakan tidak sedikit wisatawan menginginkan suasana baru ketika berlibur
(Hermawan, 2016). Desa menawarkan suasana asri dengan kehidupan sosial dan alam yaang
saling berdampingan. Sehingga Kementerian Pariwisata dan Dinas Pariwisata setempat mulai
berlomba lomba untuk mendorong desa desa di daerahnya yang memiliki potensi untuk
menjadi desa wisata.
Secara konseptual, desa wisata (tourism village) merupakan produk desa yang dikelola
dalam kegiatan atau konsep rural tourism. Sementara itu, wisata perdesaan (rural tourism)
diartikan sebagai bentuk atau jenis wisata yang menjadikan desa sebagai aktivitas utama
pariwisata (Junaid & Salim, 2019). Desa wisata melalaui program rural tourism memberikan
dampak positif dalam memajukan destinasi wisata, diantaranya:
1. Daya tarik suatu destinasi wisata dapat menjadi variatif, memberikan kesempatan
wisatawan untuk mendapatkan pengalaman lain selain aktivitas utama di daerah
wisata.
2. Menciptakan paket wisata yang dapat dijual kepada wisatawan melalui program paket
tour rural tourism.
3. Peluang untuk mengembangkan destinasi karena kesempatan untuk mempengaruhi
wisatawan mengunjungi wisatawan mengunjungi desa desa wisata.
4. Manfaat sosial budaya dan ekonomi bagi masyarakat karena kesempatan untuk
memelihara dan melestarikan potensi yang dimiliki desa wisata.
5. Alternatif bagi destinasi wisata yang hanya tergantung pada suatu jenis atau bentuk
pariwisata.
Wisata pedesaan menciptakan "lingkungan pedesaan" bagi pengunjung, dengan
menawarkan kombinasi alam, budaya dan pengalaman manusia yang memiliki karakter khas
pedesaan. Selain itu memberikan perhatian pengunjung dengan pengalaman otentik dan
tradisional yang merupakan inti dari kehidupan pedesaan (Junaid & Salim, 2019).
2.3. Desa Wisata
Desa wisata yaitu sebuah kawasan yang berkaitan dengan wilayah atau kearifan lokal
yang dikelola sebagai daya tarik wisata (Hermawan, 2016). Daya tarik tersebut dapat berupa
adat istiadat, budaya, ataupun potensi yang lainnya yang dapat mendukung desa tersebut.
Kearifan lokal sebagai pengetahuan lokal yang khas yang dimiliki oleh masyarakat yang telah
berkembang di dalam masyarakat desa. Kearifan lokal sebagai hubungan timbal balik antara
penduduk desa dengan lingkungannya (Junaid & Salim, 2019).
Pengembangan desa wisata secara langsung akan menyentuh dan melibatkan
masyarakat. Sehingga membawa dampak bagi masyarakat, baik dampak positif maupun
negatif. Adanya pariwisata akan mendorong perekonomian masyarakat desa, aspek sosial
maupun budaya. Akan tetapi, apabila pengembanganya tidak selaras dengan lingkungan, maka
akan berdampak buruk bagi penduduk desa wisata tersebut (Hermawan, 2016). Sehingga
pelaksanaan pariwisata harus terencana secara terpadu, utamanya mempertimbangkan aspek
ekonomi dan sosial-budaya masyarakat lokal.
2.4. Komponen Produk Desa Wisata
Produk yang berkaitan dengan perjalanan sebelum, selama, dan sesudah mengunjungi
suatu destinasi wisata adalah produk pendukung pariwisata. Produk tersebut saling berkaitan
untuk mencipakan suatu pengalaman bagi wisatawan. Empat aspek utama yang yang harus
dimiliki suatu daerah wisata dikenal dengan 4A, yaitu Attraction (daya tarik), Accessibility
(aksesibilitas), Amenity (fasilitas pendukung), dan Ancilliary (Organisasi) (Antara & Arida,
2015).
Attraction, merupakan produk utama sebuah destinasi pariwisata. Atraksi berkaitan
dengan what to see dan what to do. Atraksi dapat berupa keindahan ataupu keunikan alam,
budaya masyarakat, peninggalan bangunan sejarah, serta atraksi buatan seperti hiburan (Antara
& Arida, 2015).
Accessibility, adalah sarana atau infrastruktur untuk menuju ke desa wisata. Akses
jalan, ketersediaan sarana transportasi, dan rambu petunjuk merupakan aspek penting sebuah
destinasi wisata (Antara & Arida, 2015). Faktor aksesibilitas sangat penting utamanya untuk
individual tourist karena mereka akan mengatur perjalanannya sendiri tanpa bantuan travel
agent.
Amenity, segala fasilitas pendukung yang memenuhi kebutuhan dan keinginan
wisatawan selama berada di tempat wisata (Antara & Arida, 2015). Amenitas berkaitan dengan
ketersediaan sarana akomodasi untuk menginap atau warung untuk maka dan minum. Seain itu
dapat berupa rest area, toilet umum, atau klinik kesehatan.
Ancilliary berkaitan dengan ketersediaan sebuah orgaisasi untuk menaungi
kelembagaan pariwisata (Antara & Arida, 2015). Organisasi sebuah desa wisata berfungsi
utnuk mengatur atau mengurus desa wisata. Pengelolaan wisata yng baik, akan berdampak baik
bagi keberlaanjuan desa wisata, serta memberi keuntungan kepada ihak terkait.
2.5. Kriteria Desa Wisata
Desa wisata merupakan aset yang harus dijaga. Sehingga dalam pembentukannya harus
ditentukan oleh kriteria tertentu. Sebuah tempat dikatakan sebagai tempat wisata apabila
terdapat sesuatu yang unik dan berpotensi menjadi daya tarik (Antara & Arida, 2015). Kriteria
dasar pengembangan desa wisata antara lain:
1. Keberadaan objek dan daya tarik
Desa yang memiliki objek wisata, paling sedikit berdekatan dengan suatu objek daerah
tujuan wisata yang sudah terkenal
2. Memiliki akses fisik dan akses pasar
3. Memiliki potensi kemitraan
4. Adanya motivasi dan antusiasme masyarakat
5. Tersedianya fasilitas umum minimal
Sementara itu, (Hermawan, 2016) menyebutkan bahwa desa wisata berkaitan dengan
pariwisata perdesaa. Sehingga pariwisata perdesaan harus memperhatikan beberapa hak
berikut:
1. Lokasi harus di daerah perdesaan
2. Fungsi pedesaan dikembangkan dalam suasana pedesaan yang memiliki ciri khusus,
yaitu usaha kecil, ruang terbuka, berhubungan dengan alam,dan keaslian kegiatan
masyarakat.
3. Bersifat tradisional, berkembang secara perlahan dan berhubungan dengan masyarakat
lokal.
4. Skala pedesaan baik dalam bentuk bangunan maupun pengaturan harus selalu dalam
skala kecil.
5. Menyajikan bentuk yang komplek dari lingkungan pedesaan, ekonomi, sejarah, dan
lokasinya.
Keberhasilan desa wisata tidak lepas dari peran serta masyarakat dalam memanajeen
potensi wisata yang dimilikinya. Keberadaaan desa yang kemudian dikembangkan menjadi
desa wisata memiliki pengaruh bagi kehidupan desa tersebut. Perencanaan yang ideal
hakikatnya sesuai dngan eksistig desa yang akan dikembangkan sebagai wisata (Arida &
Pujiani, 2017). Pengembangan desa wisata seharusnya memenuhi prinsip perencanaan sebagai
berikut:
1. Memperhatikan karakteristik lingkungan setempat
2. Menekan dampak negatif pengembangan pariwisata
3. Meggunakan materi yang berkesesuaian dengan lingkungan setempat
4. Bahan operasional yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang yang
memperhitungkan daya dukung dan daya tampung.
5. Melibatkan masyarakat desa sebagai pelaku kegiatan kepariwisataan.
Pada dasarnya pariwisata perdesaan masih dikategorikan sebagai model pariwisata
baru, yang dikenal sebagai wisata minat khusus (Junaid & Salim, 2019). Pariwisata pedesaan
mengedepankan keunikan suatu desa, baik dalam kondisi alam ataupun adat istiadatnya.
Potensi yang belum dikembangkan, kemudian dikemas menjadi wisata yang dapat ditawarkan
kepada wisatawan. Sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif matapencaharian dan
berpengaruh pada pendapatan masyarakat.
2.6. Manfaat Desa Wisata
Keberadaan desa wisata akan berpengaruh pada kehidupan desa tersebut.
Pengembangan desa wisata secara positif akan meningkatkan pendapatan masyarakat
(Purbasari & Manaf, 2017). Peningkatan pendapatan terjadi pada berbagai bidang mata
pencaharian masyarakat, seperti pedagang, pariwisat ataupun jasa. Peningkatan kesempatan
kerja sebagai salah satu dampak lain yang dapat dirasakan oleh desa wisata. Sehingga
mengurangi angka pengangguran desa. Selain tiu, pengembangan desa wisata mampu
mengangkat nilai jual produk produk lokal. Keberadaan desa wisata sebagai salah satu upaya
mendongkrak kualitas desa.
BAB III
STUDI KASUS

3.1. Desa Wisata Nglanggeran, Keelokan Wisata Gunung Api Purba


Desa Nglanggeran merupakan desa yang secara administratif terbagi dalam lima dusun,
yaitu dusun Karangsari, Doga, Nglanggeran Kulon, Nglanggeran Wetan, dan Gunung Butak
dan 23 Rukun Tetangga. Desa Nglanggeran memiliki luas wilayah 370.658,5 ha. Desa
Nglanggeran berada di kawasan Baturagung di bagian utara Kabupaten Gunungkidul dengan
ketinggian antara 200-700 mdpl. Jarak tempuh untuk menuju Desa Nglanggeran adalah 20 km
dari Wonosari dan 25 km dari Kota Yogyakarta (Purbasari & Manaf, 2017). Desa Nglanggeran
terletak di wilayah Kecamatan Patuk, Kabupaten gunungkidul dengan batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah utara : Desa Ngoro-Oro
Sebelah Selatan : Desa Putat
Sebelah Timur : Desa Nglegi
Sebelah Barat : Desa Salam
Desa wisata Nglanggeran merupakan desa wisata yang muncul dan berkembang berasal
dari inisiatif masyarakat. Pemuda pemudi Desa Nglanggeran menemukan potensi desa yaitu
bentang alam berupa gunung api purba. Setelah dilakukan inovasi untuk dijadikan desa wisata,
hasil yang didapatkan berupa dampak positif yang diterima masyarakat Desa Nglanggeran
(Purbasari & Manaf, 2017). Karang taruna berperan aktif untuk kemajuan wisata Desa
Nglanggeran. Lembaga karang taruna tersebut menjadi sentra kegiatan untuk menampung
aktivitas wisata, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Desa Nglanggeran.
Identifikasi elemen pariwisata Desa wisata Nglanggeran terdiri atas:
1. Atraksi
Atraksi yang dihadirkan oleh Desa Wisata Nglanggeran berupa wisata alam, wisata
buatan, wisata pendididkan serta wisata budaya. Daya tarik wisata alam terbentuk dari
potensi alam yang dimiliki oleh Desa Wisata Nglanggeran yaitu berupa Gunung Api
Purba. Gunung Api Purba ini menjadi icon wisata di Desa Wisata Nglanggeran. Di
Gunung Api Purba ini, masyarakat juga menjual fenomena sunset dan sunrise yang
menyajikan pemandangan yang indah. Wisata alam lainnya adalah air terjun kedung
kandang yang berada di sekitar kawasan Desa Wisata Nglanggeran. Selain wisata alam,
juga terdapat atraksi wisata buatan yang memanfaatkan potensi alam. Salah satunya
yang paling menarik adalah dengan adanya embung buah yang dibuat untuk mengairi
kebun buah, namun menyajikan pemandangan yang indah. Di samping itu juga terdapat
atraksi outbond di sekitar Gunung Api Purba, baik itu flying fox, rafling, dan climbing.
Semuanya itu berbasis alam gunung api purba yang menyajikan view yang indah.
Wisata buatan lainnya adalah wisata spa, yaitu wisata relaksasi yang didukung oleh
suasana desa yang membuat tubuh menjadi lebih relaks. Atraksi lainnya adalah wisata
pendidikan dan budaya yang disajikan dalam bentuk paket-paket wisata seperti paket
wisata pertanian, live in, kesenian, kebudayaan, cinta alam, dan kuliner. Semua atraksi
yang disajikan merupakan atraksi yang berbasis konservasi yang mengutamakan
prinsip konservasi. Salah satunya ditunjukkan dengan paket wisata cinta lingkungan
yang merupakan perwujudan dari upaya konservasi lingkungan.
2. Akomodasi
Di desa wisata Nglanggeran, akomodasi yang tersedia adalah dengan adanya
homestay. Keseluruhan homestay merupakan milik masyarakat. Di Desa Wisata
Nglanggeran terdapat sebanyak 80 buah homestay. Selain homestay, Desa Wisata ini
juga menyediakan pelayanan akomodasi berupa fasilitas umum seperti gazebo, MCK,
pendopo, tempat parkir, secretariat, petunjuk arah dan tempat ibadah.
3. Promosi
Desa Wisata Nglanggeran memiliki cara promosi secara offline maupun online.
Promosi offline dilakukan dengan pameran, leaflet, door to door, mulut ke mulut, table
talk, media massa dan juga melalui jaringan komunikasi dengan Desa Wisata lain
melalui NGO INDECON yaitu jaringan komunikasi ekowisata Indonesia, Forum
komunikasi Desa Wisata, Pokdarwis tingkat Kabupaten maupun DIY. Melalui jaringan
tersebut, Desa Wisata Nglanggeran sharing dengan Desa Wisata lain serta
memperkenalkan Desa Wisata Nglanggeran sebagai salah satu destinasi wisata yang
dapat dikatakan berhasil. Sedangkan promosi secara online dilakukan melalui website
dan media sosial. Tidak kalah pentingnya melalui pelayanan yang dilakukan oleh
masyarakat dan juga adanya even yang sengaja diselenggarakan sebagai daya tarik
untuk memperkenalkan potensi Nglanggeran melalui kirab budaya.
4. Transportasi
Jalan menuju Desa Wisata Nglanggeran sudah cukup baik. Ada dua akses untuk menuju
ke Desa Wisata ini yaitu dari arah Kota Yogyakarta bisa melalui Polsek Patuk belok
kiri, bisa pula melalui Sambipitu ke kiri. Kondisi jalan sudah teraspal halus, sehingga
wisatawan mudah mengakses. Namun satu kendala yaitu untuk transportasi, jalur ini
tidak dilewati jalur kendaraan umum, sehingga sebagian besar pengunjung mengakses
menggunakan kendaraan pribadi, baik itu roda dua maupun roda empat. Namun untuk
transportasi secara internal, Pokdarwis selaku pengelola bersedia menyediakan
transportasi dan layanan penjemputan bagi mereka yang tidak membawa kendaraan.
Berkembangnya Desa Wisata Nglanggeran juga memunculkan adanya pangkalan ojek
di sekitar kawasan baik itu dari Patuk maupun Sambipitu. Transportasi juga disediakan
oleh travel agen bagi mereka yang memilih perjalanan wisata melalui travel agen.
5. Pengunjung
Elemen pada sistem pariwisata selanjutnya adalah pengunjung. Karakteristik
wisatawan yang berkunjung di Desa Wisata Nglanggeran mayoritas adalah mereka
yang menggemari petualang dan pencinta alam. Selain itu juga para pelajar yang
melakukan kegiatan live in di sekolahnya. Sebagian merupakan wisatawan domestic
dan beberapa juga merupakan wisatawan mancanegara. Selain itu juga tamu dari
kalangan keluarga juga sering mengunjungi Desa Wisata ini. Namun untuk menjaga
lingkungan dan alam seperti konsep pengembangan Desa Wisata ini, maka dari pihak
pengelola yaitu Pokdarwis melakukan upaya segmentasi pasar, yaitu lebih fokus untuk
menjangkau pengunjung dari kalangan pelajar dan pecinta alam.
Pengembangan pariwisata Desa wisata Nglanggeran berdampak positif terhadap
masyarakat. Peningkatan pendapatan terjadi pada berbagai bidang mata pencaharian
masyarakat seperti pedagang, pekerja jasa pariwisata dan sebagainya (Hermawan, 2016).
Pengembangan pariwisata di Desa Wisata Nglanggeran juga banyak membuka peluang baru
bagi masyarakat untuk mendapat penghasilan tambahan selain dari sektor pertanian. Manfaat
pengembangan Desa Wisata Nglanggeran yang dapat dirasakan secara langsung oleh warga
berupa peningkatan omzet penjualan bagi masyarakat yang berdagang, serta penghasilan
tambahan bagi masyarakat yang bekerja di sektor pariwisata. Sedangkan dampak tidak
langsung adalah semakin meningkatnya nilai jual tanah yang berarti juga sebuah investasi
masyarakat.
Selain itu, Pengembangan Pariwisata di Desa Wisata Nglanggeran telah berkontribusi
positif terhadap peningkatan kesempatan kerja serta mengurangi pengangguran di masyarakat
Desa Nglanggeran. Pengembangan pariwisata telah membuat masyarakat berinovasi membuat
usaha baru. pengembangan pariwisata justru dapat mengangkat nilai jual produk-produk lokal
seperti produk hasil kerajinan tangan, produk makanan sebagai oleh-oleh, cinderamata, produk
kuliner lokal dan sebagainya. Pengembangan Desa Wisata Nglanggeran adalah menganut pola
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat atau community bassed tourism (CBT). Oleh
karena itu sampai saat kepemilikan dan kontrol dalam pengembangan Desa Wisata
Nglanggeran sepenuhnya masih milik masyarakat lokal.
Sejalan dengan pengembangan pariwisata, pengembangan terhadap infrastruktur desa
juga mulai dikerjakan seperti pembangunan konblok pada gang-gang di desa, pembangunan
balai pertemuan, neonisasi, sarana MCK, dan lain sebagainya. Dampak pengembangan
pariwisata di Desa Wisata Nglanggeran terhadap terhadap pendapatan pemerintah secara
langsung adalah melalui retribusi.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kesuksesan desa wisata tidak lepas dari peran serta masyarakat desa. Masyarakat
merupakan inti dari adanya desa wisata maupun pariwisata berbasis masyarakat. Desa dengan
potensi sebagai desa wisata seharusnya lebih dikembangkan utamany oleh masyrakat.
Kegiaatan pariwisata dapat dimulai dari kelompok pemuda yang sadar mengenai potensi yang
dimiliki desanya. Selain dukungan secara internal, pengembangan wisata harus didukung oleh
pihak eksternal. Dalam hal ini adalah pemerintah setempat maupun pemangku kepentingan.
Pewujudan pariwisata berbasis masyarakat untuk mengelola Desa wisata Nglanggeran
telah melalukan berbagai upaya salah satunya pemberian layanan penunjang wisata. Desa
wisata Nglanggeran menawarkan kegiatana konservasi yang mendukung adanya ekowisata.
Konsep tersebut sebagai acuan dan arah pengembangan elemen pariwisata.
Daftar Pustaka

Antara, M., & Arida, S. (2015). Panduan Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Potensi Lokal.
Denpasar, Bali.
Arida, I. N., & Pujiani, L. K. (2017). Kajian Penyusunan Kriteria Kriteria Desa Wisata Sebagai
Instrumen Dasar Pengembangan Desa Wisata. Jurnal Analisis Pariwisata, Vol. 17,
No.1, 1-10.
Dilahur. (1994). Geografi Desa dan Pengertian Desa. Jurnal Forum Geografi No.14 dan No.15,
119-128.
Hermawan, H. (2016). Dampak Pengembangan Desa Wisata Nglanggeraan Terhadap Ekonomi
Masyarakat Lokal. Jurnal Pariwisata, Vol.III, No.2, 105-115.
Junaid, I., & Salim, M. A. (2019). Peran Organisasi Tata Kelola Dalam Pengelolaan Desa
Wisata Nglanggeran, Yogyakarta. Jurnal Pariwisata, Vol.I, No. 1, 1-7.
Purbasari, N., & Manaf, A. (2017). Karakteristik Elemen Sistem Pariwisata Ekowisata Desa
Wisata Nglanggeran dan Wisata Desa Pada Desa Wisata Petingsari. Jurnal Planologi,
Vol. 13, No. 1, 100-113.
Syamsu, S. (2008). Memahami Perkembangan Desa di Indonesia. Jurnal Ilmu Pemerintahan,
Vol. I, No. I, 77-87.

Anda mungkin juga menyukai