Disusun untuk memenuhi nilai Mata Kuliah Perencanaan Desa Terpadu yang diampu oleh
Dr. Ir.Lic.Rer.Reg. Agus Dwi Wicaksono
Disusun oleh:
2.1. Desa
Menurut UU No. 6 Tahun 2014 Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hal asal usul, dan/ atau
hak tradisional yang dilalui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI. Sementara itu,
kawasan perdesaan diartikan sebagai sebuah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
Tipologi dari masyarakat desa dilihat dari kegiatan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, tipologi desa dapat dilihat dari pola permukiman
maupun mata pencaharian. Secara politik, desa dianggap sebagai satu satunya benteng
kelembagaan okal yang diakui dalam lingkup kebijakan negara (Syamsu, 2008).
Desa dikategorikan menjadi beberapa klasifikasi. Berdasarkan mata pencaharian, desa
terbagi atas desa nelayan, desa agraaris, desa perkebunan, desa peternakan, ataupun desa
industri. Mata pencaharian bersifat homogen merupakan salah satu ciri khas dari desa (Syamsu,
2008). Akan tetapi, secara nyata hanya satu jenis mata pencaharian yang menonjol dan
dijadikan sebagai ciri khas dari desa tersebut (Syamsu, 2008). Selain mata pencaharian, ciri
khas desa yang lain yaitu ikatan keluarga yang erat. Faktor faktor yang memberi pengaruh
kehidupan desa diantaranya:
a. Faktor topografi sebagai suatu bentuk adaptasi penduduk.
b. Faktor iklim yang memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap mata pencaharian
penduduk desa.
c. Faktor bencana alam
Unsur unsur pendukung desa sebagai pembentuk corak suatu desa (Dilahur, 1994).
Selain itu, dapat juga dijadikan sebagai potensi pengembangan suatu desa. Unsur unsur
pendukung desa diantaranya:
1. Daerah
Daerah diartikan sebagai lahan produktif maupun tidak produktif. Lahan-lahan tersebut
dapat dimanfaatkan oleh penduduk desa sebagai pendukung kehidupan permukiman
desa. Selain itu, daerah juga mencakup unsur lokasi, luas, dan batas sesuai dengan
kondisi geografis setempat.
2. Penduduk
Penduduk berpengaruh pada pertumbuhan, kepadatan, maupun komposisi penduduk
desa. Kualitas penduduk desa berpengaruh pada kualitas desa tersebut.
3. Tata kehidupan
Tata pergaulan dan ikatan warga desa. Tata kehidupan desa yang dikenal guyub rukun
menjadikan masyarakatnya mengenal satu sama lain. Masyarakat perdesaaan dicirikan
mempunyai hubungan yang lebih mendalam antarpenduduknya.
2.2. Desa Sebagai Potensi Pariwisata
Pedesaan sebagai salah satu potensi yang dapat dikembangkan untuk menarik
wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Desa mulai dilirik sebagai pengembangan
wisata dikarenakan tidak sedikit wisatawan menginginkan suasana baru ketika berlibur
(Hermawan, 2016). Desa menawarkan suasana asri dengan kehidupan sosial dan alam yaang
saling berdampingan. Sehingga Kementerian Pariwisata dan Dinas Pariwisata setempat mulai
berlomba lomba untuk mendorong desa desa di daerahnya yang memiliki potensi untuk
menjadi desa wisata.
Secara konseptual, desa wisata (tourism village) merupakan produk desa yang dikelola
dalam kegiatan atau konsep rural tourism. Sementara itu, wisata perdesaan (rural tourism)
diartikan sebagai bentuk atau jenis wisata yang menjadikan desa sebagai aktivitas utama
pariwisata (Junaid & Salim, 2019). Desa wisata melalaui program rural tourism memberikan
dampak positif dalam memajukan destinasi wisata, diantaranya:
1. Daya tarik suatu destinasi wisata dapat menjadi variatif, memberikan kesempatan
wisatawan untuk mendapatkan pengalaman lain selain aktivitas utama di daerah
wisata.
2. Menciptakan paket wisata yang dapat dijual kepada wisatawan melalui program paket
tour rural tourism.
3. Peluang untuk mengembangkan destinasi karena kesempatan untuk mempengaruhi
wisatawan mengunjungi wisatawan mengunjungi desa desa wisata.
4. Manfaat sosial budaya dan ekonomi bagi masyarakat karena kesempatan untuk
memelihara dan melestarikan potensi yang dimiliki desa wisata.
5. Alternatif bagi destinasi wisata yang hanya tergantung pada suatu jenis atau bentuk
pariwisata.
Wisata pedesaan menciptakan "lingkungan pedesaan" bagi pengunjung, dengan
menawarkan kombinasi alam, budaya dan pengalaman manusia yang memiliki karakter khas
pedesaan. Selain itu memberikan perhatian pengunjung dengan pengalaman otentik dan
tradisional yang merupakan inti dari kehidupan pedesaan (Junaid & Salim, 2019).
2.3. Desa Wisata
Desa wisata yaitu sebuah kawasan yang berkaitan dengan wilayah atau kearifan lokal
yang dikelola sebagai daya tarik wisata (Hermawan, 2016). Daya tarik tersebut dapat berupa
adat istiadat, budaya, ataupun potensi yang lainnya yang dapat mendukung desa tersebut.
Kearifan lokal sebagai pengetahuan lokal yang khas yang dimiliki oleh masyarakat yang telah
berkembang di dalam masyarakat desa. Kearifan lokal sebagai hubungan timbal balik antara
penduduk desa dengan lingkungannya (Junaid & Salim, 2019).
Pengembangan desa wisata secara langsung akan menyentuh dan melibatkan
masyarakat. Sehingga membawa dampak bagi masyarakat, baik dampak positif maupun
negatif. Adanya pariwisata akan mendorong perekonomian masyarakat desa, aspek sosial
maupun budaya. Akan tetapi, apabila pengembanganya tidak selaras dengan lingkungan, maka
akan berdampak buruk bagi penduduk desa wisata tersebut (Hermawan, 2016). Sehingga
pelaksanaan pariwisata harus terencana secara terpadu, utamanya mempertimbangkan aspek
ekonomi dan sosial-budaya masyarakat lokal.
2.4. Komponen Produk Desa Wisata
Produk yang berkaitan dengan perjalanan sebelum, selama, dan sesudah mengunjungi
suatu destinasi wisata adalah produk pendukung pariwisata. Produk tersebut saling berkaitan
untuk mencipakan suatu pengalaman bagi wisatawan. Empat aspek utama yang yang harus
dimiliki suatu daerah wisata dikenal dengan 4A, yaitu Attraction (daya tarik), Accessibility
(aksesibilitas), Amenity (fasilitas pendukung), dan Ancilliary (Organisasi) (Antara & Arida,
2015).
Attraction, merupakan produk utama sebuah destinasi pariwisata. Atraksi berkaitan
dengan what to see dan what to do. Atraksi dapat berupa keindahan ataupu keunikan alam,
budaya masyarakat, peninggalan bangunan sejarah, serta atraksi buatan seperti hiburan (Antara
& Arida, 2015).
Accessibility, adalah sarana atau infrastruktur untuk menuju ke desa wisata. Akses
jalan, ketersediaan sarana transportasi, dan rambu petunjuk merupakan aspek penting sebuah
destinasi wisata (Antara & Arida, 2015). Faktor aksesibilitas sangat penting utamanya untuk
individual tourist karena mereka akan mengatur perjalanannya sendiri tanpa bantuan travel
agent.
Amenity, segala fasilitas pendukung yang memenuhi kebutuhan dan keinginan
wisatawan selama berada di tempat wisata (Antara & Arida, 2015). Amenitas berkaitan dengan
ketersediaan sarana akomodasi untuk menginap atau warung untuk maka dan minum. Seain itu
dapat berupa rest area, toilet umum, atau klinik kesehatan.
Ancilliary berkaitan dengan ketersediaan sebuah orgaisasi untuk menaungi
kelembagaan pariwisata (Antara & Arida, 2015). Organisasi sebuah desa wisata berfungsi
utnuk mengatur atau mengurus desa wisata. Pengelolaan wisata yng baik, akan berdampak baik
bagi keberlaanjuan desa wisata, serta memberi keuntungan kepada ihak terkait.
2.5. Kriteria Desa Wisata
Desa wisata merupakan aset yang harus dijaga. Sehingga dalam pembentukannya harus
ditentukan oleh kriteria tertentu. Sebuah tempat dikatakan sebagai tempat wisata apabila
terdapat sesuatu yang unik dan berpotensi menjadi daya tarik (Antara & Arida, 2015). Kriteria
dasar pengembangan desa wisata antara lain:
1. Keberadaan objek dan daya tarik
Desa yang memiliki objek wisata, paling sedikit berdekatan dengan suatu objek daerah
tujuan wisata yang sudah terkenal
2. Memiliki akses fisik dan akses pasar
3. Memiliki potensi kemitraan
4. Adanya motivasi dan antusiasme masyarakat
5. Tersedianya fasilitas umum minimal
Sementara itu, (Hermawan, 2016) menyebutkan bahwa desa wisata berkaitan dengan
pariwisata perdesaa. Sehingga pariwisata perdesaan harus memperhatikan beberapa hak
berikut:
1. Lokasi harus di daerah perdesaan
2. Fungsi pedesaan dikembangkan dalam suasana pedesaan yang memiliki ciri khusus,
yaitu usaha kecil, ruang terbuka, berhubungan dengan alam,dan keaslian kegiatan
masyarakat.
3. Bersifat tradisional, berkembang secara perlahan dan berhubungan dengan masyarakat
lokal.
4. Skala pedesaan baik dalam bentuk bangunan maupun pengaturan harus selalu dalam
skala kecil.
5. Menyajikan bentuk yang komplek dari lingkungan pedesaan, ekonomi, sejarah, dan
lokasinya.
Keberhasilan desa wisata tidak lepas dari peran serta masyarakat dalam memanajeen
potensi wisata yang dimilikinya. Keberadaaan desa yang kemudian dikembangkan menjadi
desa wisata memiliki pengaruh bagi kehidupan desa tersebut. Perencanaan yang ideal
hakikatnya sesuai dngan eksistig desa yang akan dikembangkan sebagai wisata (Arida &
Pujiani, 2017). Pengembangan desa wisata seharusnya memenuhi prinsip perencanaan sebagai
berikut:
1. Memperhatikan karakteristik lingkungan setempat
2. Menekan dampak negatif pengembangan pariwisata
3. Meggunakan materi yang berkesesuaian dengan lingkungan setempat
4. Bahan operasional yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang yang
memperhitungkan daya dukung dan daya tampung.
5. Melibatkan masyarakat desa sebagai pelaku kegiatan kepariwisataan.
Pada dasarnya pariwisata perdesaan masih dikategorikan sebagai model pariwisata
baru, yang dikenal sebagai wisata minat khusus (Junaid & Salim, 2019). Pariwisata pedesaan
mengedepankan keunikan suatu desa, baik dalam kondisi alam ataupun adat istiadatnya.
Potensi yang belum dikembangkan, kemudian dikemas menjadi wisata yang dapat ditawarkan
kepada wisatawan. Sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif matapencaharian dan
berpengaruh pada pendapatan masyarakat.
2.6. Manfaat Desa Wisata
Keberadaan desa wisata akan berpengaruh pada kehidupan desa tersebut.
Pengembangan desa wisata secara positif akan meningkatkan pendapatan masyarakat
(Purbasari & Manaf, 2017). Peningkatan pendapatan terjadi pada berbagai bidang mata
pencaharian masyarakat, seperti pedagang, pariwisat ataupun jasa. Peningkatan kesempatan
kerja sebagai salah satu dampak lain yang dapat dirasakan oleh desa wisata. Sehingga
mengurangi angka pengangguran desa. Selain tiu, pengembangan desa wisata mampu
mengangkat nilai jual produk produk lokal. Keberadaan desa wisata sebagai salah satu upaya
mendongkrak kualitas desa.
BAB III
STUDI KASUS
Antara, M., & Arida, S. (2015). Panduan Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Potensi Lokal.
Denpasar, Bali.
Arida, I. N., & Pujiani, L. K. (2017). Kajian Penyusunan Kriteria Kriteria Desa Wisata Sebagai
Instrumen Dasar Pengembangan Desa Wisata. Jurnal Analisis Pariwisata, Vol. 17,
No.1, 1-10.
Dilahur. (1994). Geografi Desa dan Pengertian Desa. Jurnal Forum Geografi No.14 dan No.15,
119-128.
Hermawan, H. (2016). Dampak Pengembangan Desa Wisata Nglanggeraan Terhadap Ekonomi
Masyarakat Lokal. Jurnal Pariwisata, Vol.III, No.2, 105-115.
Junaid, I., & Salim, M. A. (2019). Peran Organisasi Tata Kelola Dalam Pengelolaan Desa
Wisata Nglanggeran, Yogyakarta. Jurnal Pariwisata, Vol.I, No. 1, 1-7.
Purbasari, N., & Manaf, A. (2017). Karakteristik Elemen Sistem Pariwisata Ekowisata Desa
Wisata Nglanggeran dan Wisata Desa Pada Desa Wisata Petingsari. Jurnal Planologi,
Vol. 13, No. 1, 100-113.
Syamsu, S. (2008). Memahami Perkembangan Desa di Indonesia. Jurnal Ilmu Pemerintahan,
Vol. I, No. I, 77-87.