Anda di halaman 1dari 20

A.

Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara kepulauan memilik potensi untuk
mengembangkan industry pariwisata sangat terbuka lebar, sebab industry
pariwisata khususnya di Indonesia dan dunia pada umumnya juga telah
berkembang pesat. Perkembangan industry pariwisata tidak hanya
berdampak pada pendapatan devisa Negara saja, tetapi juga telah mampu
untuk memperluas kesempatan berusaha dan meciptakan suatu lapangan
pekerjaan yang baru bagi masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan dan
mengatasi pengangguran di daerah (Rahma, 2013).
Menurut Undang-Undang Pariwisata Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata
adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan Masyarakat, Pengusaha, Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.

Sebagai salah satu sektor andalan yang diharapkan mampu


memberikan sumbangan devisa bagi negara pada saat ini dan masa
mendatang, pariwisata memiliki kerentanan terhadap faktor-faktor
lingkungan alam, keamanan, dan aspek global lainnya, (Primantoro,
2015:12)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun


1990 pasal 3, pada hakikatnya tujuan dari penyelenggaraan pariwisata
adalah :

1. Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan


mutu obyek dan daya tarik wisata.

2. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar


bangsa.

1
3. Memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja.

4. Meningkatkan pendapatan Nasional dalam rangka meningkatkan


kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

5. Mendorong pendayagunaan produksi nasional.

Begitu banyak sektor-sektor yang berhubungan dengan


pengembangan pariwisata yang sebaiknya dapat dirasakan bagi seluruh
masyarakat yang ada terutama pada masyarakat yang tinggal disekitar area
daerah wisata serta memberikan peluang bagi mereka untuk berpartisipasi
aktif didalamnya. Peluang adanya partisipasi masyarakat dalam
pengembangan pariwisata terdapat dalam pasal 19 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang menyatakan bahwa
setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi
pariwisata mempunyai hak prioritas: (1) menjadi pekerja/buruh; (2)
konsinyasi; dan/atau (3) pengelolaan. Peraturan tersebut menegaskan
bahwa adanya keterlibatan masyarakat tidak hanya sebagai objek
pembangunan pariwisata namun juga menjadi subjek.

Peran serta masyarakat dalam pengembangan daerah wisata sangat


dibutuhkan, karena masyarakat adalah subyek utama dalam pembangunan.
Keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan bukan karena
mobilisasi, melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh
determinasi dan kesadaran. Dalam proses pembangunan, masyarakat tidak
semata-mata diperlakukan sebagai obyek, tetapi lebih kepada subyek dan
aktor. Dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam
pengembangan daerah pariwisata dinilai mampu memberdayakan
masyarakat dan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat
setempat.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu Provinsi


di Indonesia yang dikenal dengan beraneka ragam potensi alam yang bisa
dikelola untuk dijadikan destinasi wisata unggulan. Selain kaya dengan

2
wisata alam. DIY merupakan destinasi tujuan wisata yang memiliki daya
tarik berupa wisata budaya, wisata sejarah dan wisata kuliner yang mampu
menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara. DIY mempunyai 5
kabupaten yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul,
Kabupaten Gunung Kidul, dan Kabupaten Kulon Progo. Salah satu
wilayah DIY yang mempunyai potensi wisata adalah Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang memiliki


beragam potensi yang sangat unggul diberbagai hal, dalam hal ini yaitu
jenis obyek wisatanya yang banyak serta saat ini mengalami berbagai
kemajuan dan pengembangan untuk memajukan dan meningkatkan daya
tarik bagi para pengunjung dari sekitar daerah maupun dari luar daerah.
Kabupaten Sleman juga dikenal sebagai salah satu kabupaten yang
memiliki banyak sekali Desa Wisata, salah satunya yaitu Desa Wisata
Bromonilan yang terletak di Jl. Komperta, Kec. Kalasan, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Desa Wisata Bromonilan memiliki daya tarik wisata alam yang


sangat indah dengan memanfaatkan potensi berupa aliran sungai kuning
dan pinggiran sungai yang masih asri dengan dipenuhi pohon bambu.
Selain itu, tepat dibawah jembatan terdapat pemandangan indah berupa
aliran air terjun hasil dari bendungan di utara jembatan dengan air yang
sangat jernih.

Selain menyimpan keindahan alamnya, Desa Wisata Bromonilan


memiliki permasalahan yang dihadapi, antara lain kurangya sumber daya
manusia dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata. Oleh karena
itu, peran masyarakat lokal sangat dibutuhkan untuk dapat
mengembangkan pariwisata di Desa Wisata Bromonilan.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk


melakukan penelitian dengan judul “Peran Masyarakat Lokal Terhadap
Pengembangan Desa Wisata Bromonilan”

3
B. Fokus Masalah

Berdasarkan pada uraian yang terdapat di latar belakang diatas,


peneliti memfokuskan masalah pada penelitian ini yaitu tentang :
1. Bagaimana bentuk peran masyarakat lokal terhadap
pengembangan Desa Wisata Bromonilan?
2. Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat peran
masyarakat lokal terhadap pengembangan Desa Wisata
Bromonilan?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus masalah diatas, peneliti menentukan tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengatahui bagaimana bentuk peran masyarakat lokal
terhadap pengembangan Desa Wisata Bromonilan.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan faktor
penghambat peran masyarakat lokal terhadap pengembangan
Desa Wisata Bromonilan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan mengenai
Peran Masyarakat Lokal Terhadap Pengembangan Desa
Wisata Bromonilan
b. Dari penelitian ini juga diharapkan menambah wawasan
mengenai Peran Masyarakat Lokal Terhadap
Pengembangan Desa Wisata Bromonilan, dan menjadi
referensi bagi seluruh mahasiswa dan akademisi STP
AMPTA Yogyakarta
2. Manfaat Praktis

4
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan
dan rekomendasi kepada pengelola Desa Wisata Bromonilan,
guna mengetahui bagaimana bentuk peran masyarakat terhadap
pengembangan Desa Wisata Bromonilan.

E. Tinjauan Pustaka
1. Desa Wisata
a. Pengertian Desa Wisata
Desa wisata merupakan kawasan perdesaan yang
menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian
perdesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat
istiadat, keseharian dan lain sebagainya yang mampu
dikembangkan sebagai objek pariwisata (Hadiwijoyo dalam Fitari
dan Ma`arif, 2017). Sejalan dengan pemahaman tersebut,
Muliawan (dalam Atmoko, 2014) mengatakan bahwa desa wisata
memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas yang
dikelola dan dikemas secara menarik serta alami dengan
pengembangan fasilitas pendukung wisatanya.
Adapun menurut Inskeep dalam Demantoto (2009:24-25)
mendefinisikan desa wisata sebagai “where small group of tourist
stay in or near traditional, often remote village anf learn about
village life and the local environment”, atau suatu bentuk
pariwisata dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal di dalam
atau di desa tradisional, sering di desa-desa terpencil dan
mempelajari tentang kehidupan desa dan lingkungan setempat.
Selanjutnya Permatasari (2006:25) mendefinisikan desa
wisata adalah pengembangan suatu wilayah desa, yang pada
hakikatnya tidak merubah apa yang sudah ada, tetapi lebih
cenderung kepada penggalian potensi desa dengan memanfaatkan
kemampuan unsur-unsur yang sudah ada di desa, dan berfungsi
sebagai atribut produk wisata dalam skala kecil menjadi rangkaian

5
aktifitas pariwisata, serta mampu menyediakan dan memenuhi
serangkaian kebutuhan perjalanan wisata, baik dari segi daya tarik
maupun fasilitas pendukung.
Kehidupan desa sebagai tujuan wisata adalah desa sebagai
objek sekaligus juga sebagai subjek dari kepariwisataan yaitu
sebagai pihak penyelenggara sendiri dari berbagai aktivitas
kewisataan dan hasilnya akan dinikmati oleh masyarakat secara
langsung. Oleh karena itu peran aktif masyarakat sangat
menentukan kelangsungan kegiataan desa ini.
Keberhasilan wisata desa atau desa wisata sangat
dipengaruhi oleh intensitas kegiatan, lokasinya, manajemen dan
dukungan dari masyarakat lokal dan harus sesuai dengan keinginan
masyarakat lokal dan tidak direncanakan secara sepihak. Mendapat
dukungan dari masyarakat setempat bukan hanya dari individu atau
suatu kelompok tertentu. Inisiatif menggerakkan modal usaha,
profesionalisme pemasara, citra yang jelas harus dikembangkan
karena keinginan wisatawan adalah mencari hal yang spesial dan
produk yang menarik.

b. Syarat Desa Wisata


Suatu desa akan dapat menjadi sebuah desa wisata jika
memenuhi kriteria/syarat sebagai berikut :
1) Atraksi wisata, yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan
hasil ciptaan manusia.
2) Jarak tempuh, yaitu jarak tempuh dari kawasan wisata terutama
tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota
provinsi serta ibukota kabupaten.
3) Besaran Desa, menyangkut jumlah penduduk, karakteristik dan
luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung
kepariwisataan pada suatu desa.

6
4) Sistem kepercayaan dan kemasyarakatan, merupakan aspek
penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada
komunitas sebuah desa, yang perlu dipertimbangkan adalah agama
yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada.
5) Ketersediaan infrastruktur, meliputi fasilitas dan pelayanan
transportasi, fasilitas listrik, jaringan telepon dan sebagainya.

c. Tipe Desa Wisata


Menurut pola, proses dan tipe pengelolaanya, desa atau
kampung wisata di Indonesia terbagi dalam dua tipe yaitu tipe
terstruktur dan tipe terbuka.
1. Tipe terstruktur/daerah kantong (enclave), tipe ini ditandai
dengan :
a. Lahan wisata yang dilengkapi dengan infrastruktur yang
spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini memiliki
kelebihan dalam citra yang ditumbuhkannya, sehingga
mampu menembus pasar Internasional
b. Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau
penduduk lokal, sehingga dampak negatif yang
ditimbulkannya dapat lebih diminimalisir. Selain itu
pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi
sejak dini.
c. Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat
kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinasi.
Sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen
untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur
utama untuk menangkap servis-servis dari hotel berbintang.
Tipe terbuka (spontaneous), tipe ini ditandai dengan karakter-
karakter yaitu tumbuh-menyatunya kawasan dengan struktur
kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal.
Distribusi pendapatan yang didapat dari para wisatawan,

7
dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal. Akan tetapi
dampak negatifnya yaitu cepat menjalar menjadi satu ke dalam
penduduk lokal, sehingga lebih sulit dikendalikan.

2. Peran Masyarakat
1. Pengertian Peran Masyarakat
Peran menurut Wulansari (2009) diartikan sebagai konsep tentang
apa yang harus dilakukan oleh individu dalam masyarakat, sejalan dengan
pengertian tersebut Paul dan Chester (1993) mengartikan peran sebagai
perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status. Dari
pemahaman tersebut, peran hakekatnya merupakan tindakan seseorang
yang dilakukan dikaitkan dengan kedudukannya dalam suatu struktur
sosial. Adapun jika dikaitkan dengan masyarakat, maka peran masyarakat
memiliki arti sebuah tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang dan
mencerminkan kesamaan perilaku sebagai sebuah entitas komunal yang berkaitan
dengan struktur sosial tertentu. Dari pemahaman diatas, maka peran masyarakat
memiliki sifat-sifat sebagai berikut: Pertama, perilaku sekelompok orang yang
dimana tindakan tersebut dilakukan secara bersama-sama oleh individu-individu
yang ada dalam suatu kelompok. Kedua, adanya pembagian peran masing-masing
kelompok. Ketiga, adanya kesamaan perilaku dari kelompok tersebut yang
meliputi pola pikir dan pola tindak. Keempat, perilaku tersebut merupakan
perwujudan dari ciri atau kehendak kelompok. Kelima, dilakukan dalam suatu
struktur social tertentu.
Pemahaman peran masyarakat tersebut dalam konteks pengembangan
desa wisata memiliki arti sebagai adanya kesamaan pola pikir maupun pola tindak
dari masyarakat mengenai potensi wisata yang ada di desanya, untuk kemudian
masyarakat tersebut secara bersama-sama, melakukan suatu tindakan dalam
upayanya untuk mewujudkan tujuan pengembangan pariwisata sebagai dimensi
yang mampu memberikan dampak positif bagi mereka, serta mampu
mencerminkan identitas mereka sebagai sebuah kesatuan masyarakat yang
memiliki struktur sosial yang khas atau unik.

8
Lebih lanjut Herdiana (2019:16) menjelaskan mengenai bentuk
peran masyarakat dalam pengembangan pariwisata, setidaknya dapat
dibagi ke dalam 3 (tiga), yaitu:
a. Peran masyarakat sebagai pemrakarsa yang mana masyarakat
menjadi pihak pertama yang menemukenali dan menggali
potensi pariwisata.
b. Peran masyarakat sebagai pelaksana yang mana masyarakat
menjadi pihak yang menginisiasi pelaksanaan dan
pengembangan pariwisata sampai dengan terwujudnya objek
wisata.
c. Peran masyarakat sebagai penyerta yang mana masyarakat turut
serta dalam proses pengembangan pariwisata, namun bukan
sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam
pengembangan pariwisata, melainkan turut berpartisipasi
sebagai salah satu aktor atau pelaku pengembangan wisata.
d. Peran masyarakat sebagai peninjau yang mana masyarakat
bukan pihak yang mengembangkan pariwisata, namun
melakukan pengawasan mengenai proses maupun dampak dari
adanya pengembangan pariwisata.
e. Masyarakat berperan sebagai penerima manfaat yang mana
masyarakat tidak terlibat dalam pengembangan pariwisata,
namun menerima manfaat dari adanya pengembangan
pariwisata.

F. Penelitian Terdahulu
Peneliti telah meninjau literatur hasil penelitian yang
membahastentang peran masyarakat lokal terhadap pengembangan antara
lain yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan Yulianita Istiqomatus Saidah (2021) dengan
judul “Peran Masyarakat Dalam Mengembangkan Daerah Wisata
Pantai Mbah Drajid di Desa Wotgalih Kecamatan Yosowilangun

9
Kabupaten Lumajang” dengan hasil penelitian yaitu Pengembangan
dan pembangunan daerah pariwisata secara langsung telah
memberikan kegiatan atau kesibukan bagi masyarakat sekitar
khususnya masyarakat Desa Wotgalih itu sendiri. Peran masyarakat
adalah sesuatu yang diharapkan dari masyarakat itu sendiri untuk
pengembangan, kontribusi dan pembangunan pariwisata di lingkungan
sekitar objek wisata. Seperti halnya peran masyarakat di Desa
Wotgalih yang dipelopori oleh kelompok sadar wisata (Pokdarwis)
yang menyumbangkan pikiran, tenaga dan kretivitasnya untuk
mengembangkan wisata yang dimilikinya yakni pantai mbah drajid.
Masyarakat yang ikut dalam keanggotaan Pokdarwis bekerja sama
untuk mengembangkan wisata yang dimiliki daerahnya.

2. Penelitian yang dilakukan Muhammad Rifki Alfiansah, dkk (2022)


dengan judul “Pengembangan Objek Wisata Ail Buak Kecamatan
Kopang Kabupaten Lombok Tengah” dengan hasil penelitian yaitu
Desa Wisata Ail Buak merupakan salah satu Desa Wisata yang ada di
Lombok Timur dan peran masyarakat dalam pengembangan objek
wisata belum maksimal hingga saat ini. Peran tenaga maupun fisik
meruapakn peran aktif oleh individu atau kelompok masyarakat yang
terlibat langsung dalam kegiatan di desa. Peran ini terlihat dari peran
masyarakat yang terlibat langsung dalam peneglolaan hutan
kemasyarakatan dan pengelolaan Embung Bual yang sampai saat ini
masih dijadikan objek wisata di Desa Ail Buak. Pada tahap
perencanaan maupun pengembangan masyarakat berperan dalam
memberikan ide yang dibuat sebagai keputusan bersama oleh seluruh
masyarakat untuk mengembangkan potensi objek wisata.Sedangkan
peran masyarakat dalam bentuk tenaga yaitu menjadikan objek
wisata yang bersih, aman, dan nyaman untuk di kunjungi.Dan
peran masyarakat dalam bentuk keahlian yaitu meningkatkan daya
tarik wisata dengan keahlian yang dimiliki sehingga objek wisata

10
dapat berkembang sesuai yang diharapkan oleh masyarakat desa wisata
Ail Buak.

3. Penelitian yang dilakukan Junaid pada tahun (2020) dengan judul


“Peran Masyarakat dalam Mewujudkan Desa Wisata Kampung
Nelayan, Tanjung Binga Kabupaten Belitung”. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa Kampung Nelayan di Kabupaten Belitung
berpotensi sebagai desa wisata. Wisata budaya yang memfokuskan
pada wisata pedesaan berbasis komunitas sangat penting untuk
menarik pengunjung. Disamping itu keramahtamahan masyarakat
setempat menjadi faktor penting dalam mendukung terwujudnya desa
wisata berbasis masyarakat. Makalah ini mengusulkan peran
masyarakat lokal dalam penyelenggaraan desa wisata, termasuk
pelaksana, dan evaluator. Masyarakat sebagai stakeholder pariwisata
dapat melaksanakan tahapan seperti sosialisasi, ekonomi, partisipasi
dan saling mendukung untuk mencapai apa yang menjadi tujuan desa
wisata.

G. Kerangka Pemikiran
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaiman
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi
sebagai masalah penting (Sugiyono, 2009). Dalam kerangka berfikir
ini menjelaskan tentang peran masyarakat lokal terhadap
pengembangan Desa Wisata Bromonilan, serta apa saja yang menjadi
faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pengembangan Desa
Wisata Bromonilan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat
kerangka pemikiran yang menjelaskan masalah dengan tujuan untuk
seluruh teori yang
digunakan sebagai landasan penelitian. Adapun kerangka pemikiran
dalam penelitian ini sebagai berikut:

Destinasi wisata Desa Wisata


Bromonilan
11
Identifikasi Peran Masyarakat Lokal

Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat

H. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian pendekatan
deskripsi dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan
melakukan studi kasus dan bersifat non angka. Selain itu, metode
tersebut digunakan karena dalam penelitian ini peneliti berfokus pada
peran masyarakat lokal terhadap pengembangan. Pendekatan penelitian
ini menggunakan pendekatan studi kasus, pada konteks penelitian
kualitatif, studi kasus merupakan proses pencarian pengetahuan
empiris guna menyelidiki dan meneliti berbagai fonomena dalam
konteks kehidupan (Yin:1996).

2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di Desa Wisata Bromonilan
yang terletak di Jl. Komperta, Kec. Kalasan, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Teknik Cuplikan
Teknik cuplikan yang diambil oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah teknik cuplikan (sampling) yaitu purposive sampling. Purposive
Sampling Teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
adalah salah satu teknik pengambilan sampel yang sering digunakan
(Sugiyono, 2009:85), selanjutnya menurut Arikunto (2010:185)

12
pemilihan sampel secara purposive pada penelitian ini berpedoman
pada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Pengambilan sampel didasarkan atas ciri-ciri sifat-sifat atau
karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.\
b. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan
subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat
pada populasi.
c. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat dan
dalam.
. Alasan menggunakan teknik purposive sampling dalam penelitian
ini karena narasumber berasal dari pengelola desa wisata yang tentu
mengetahui bagaimana peran masyarakat lokal terhadap
pengembangan Desa Wisata Bromonilan.

4. Sumber Data
Data merupakan hal yang esensi untuk menguatkan suatu
permasalahan dan juga diperlukan untuk menjawab masalah penelitian.
Adapun sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder :
a. Sumber data primer
Data primer yaitu pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti
dengan cara melakukan pengamatan atau observasi dan wawancara
yang dilakukan langsung di lapangan.
b. Sumber data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain berupa
studi pustaka seperti buku maupun jurnal penelitian terdahulu.

13
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama

14
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data berdasarkan :
a. Wawancara
Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk
mengumpulkan informan atau subjek penelitian (Emzir, 2010:50)
Wawancara adalah salah satu cara yang paling banyak digunakan
untuk mengumpulkan data penelitian kualitatif. Wawancara
memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari
responden dalam berbagai situasi dan konteks (Sarosa, 2017).
Teknik yang dilakukan yaitu tanya jawab langsung antara peneliti
dan pengelola Desa Wisata Bromonilan.
b. Observasi
Observasi merupakan aktivitas penelitian dalam rangka
mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah penelitian
melalui proses pengamatan langsung di lapangan. Peneliti berada
Desa Wisata Bromonilan, untuk mendapatkan bukti-bukti yang
valid dalam laporan yang akan diajukan. Observasi adalah metode
pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi
sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian (W. Gulo,
2002: 116).
Dalam observasi ini peneliti menggunakan jenis observasi
partisipan, yaitu peneliti melakukan pengamatan keadaan objek
secara langsung di lapangan.
C. Dokumentasi
Penggunaan dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian
sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai
sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan
untuk meramalkan (Lexy J. Moleong, 2010: 217). Adanya
dokumentasi untuk memperoleh dan mendukung data yang
berkaitan dengan gambaran umum Desa Wisata Bromonilan.

15
6. Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2012), data penelitian yang dikumpulkan
diharapkan dapat menghasilkan penelitian yang bermutu dan kredibel,
oleh karena itu peneliti melakukan pengabsahan data dengan berbagai
hal sebagai berikut :
1. Perpanjangan Pengamatan
Hal ini dilakukan ketika peneliti masih menemukan kekeliruan dari
hasil penelitiannya sehingga mengharuskan untuk melakukan
peninjauan kembali ke lokasi penelitian sehingga bisa
mendapatkan informasi yang lebih akurat lagi dari apa yang sudah
didapatkan sebelumnya.
2. Meningkatkan Ketekunan
Lebih mencermati hal yang ingin di teliti dengan cara lebih
memfokuskan diri pada hal yang ingin di teliti sehingga lebih
sistematis dan lebih jelih lagi untuk melihat apakah data yang
dikumpulkan itu benar atau salah.
3. Triangulasi
Pengujian kebenaran informasi dengan berbagai cara dan berbagai
kondisi berupa pengujian kebenaran serta akurasi data harus
dengan berbagai cara. Hal ini dilakukan dengan 3 tringulasi, yaitu :
a. Triangulasi Sumber yaitu pengumpulan data yang diperoleh
dengan cara mengecek pada sumber lain keabsahan data yang
telah diperoleh sebelumnya.
b. Triangulasi Teknik yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari
satu sumber dengan menggunakan bermacam-macam cara atau
teknik tertentu untuk diuji keakuratan dan ketidak akuratannya.
c. Triangulasi Waktu yaitu triangulasi waktu berkenan dengan
waktu pengambilan data yang berbeda agar data yang diperoleh
lebih akurat dan kredibel dari setiap hasil wawancara yang telah
dilakukan pada informan.

16
7. Metode Analisis Data
Analisis data kualitatif (Bogdan dan Biklen, 1982) adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah – milahnya menjadi satuan yang dapat di kelola,
mensintetiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang di pelajari, dan memutuskan apa yang
dapat di ceritakan kepada orang lain. Beberapa tahapan model
analisis interaktif Miles dan Herberman melalui empat tahap, yakni
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan:
a. Pengumpulan data (data colection)
Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan
dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua
aspek, yaitu deskripsi dan refleksi.
b. Reduksi data (data reduction)
Reduksi data merupakan proses seleksi, penyederhanaan, dan
abstraksi. Cara mereduksi data adalah dengan melakukan seleksi,
membuat ringkasan atau uraian singkat, menggolong-golongkan
ke polapola dengan membuat transkip, penelitian untuk
mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuat bagian
yang tidak penting dan mengatur agar dapat ditarik kesimpulan.
c. Penyajian Data (data display)
Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun sehingga
memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
d. Penarikan kesimpulan (conclusion)
Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau
memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab
akibat atau proporsi.

8. Alur Penelitian

17
Alur penelitian merupakan kronologi teratur yang dilakukan oleh
seorang peneliti dalam penelitiannya. Alur penelitian merupakan
penjelas langkah-langkah yang harus ditempuh dalam suatu penelitian.
Menurut Lexy dan Moleong (2007:127), langkah-langkah prosedur
penelitian meliputi 3 hal sebagai berikut :
1. Tahap Pra Lapangan
Pada tahap ini merupakan tahap awal yang dilakukan peneliti
dengan etika penelitian lapangan dengan tahap pembuatan
rancangan usulan hingga menyiapkan perlengkapan penelitian.
Dalam tahap ini peneliti diharapkan mampu untuk memahami
latar belakang penelitian dengan persiapan diri secara mantap
untuk terjun ke lapangan penelitian yang ada di Desa Wisata
Bromonilan.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap pekerjaan lapangan merupakan tahap dimana peneliti
mempersiapkan diri untuk menggali dan mengumpulkan data
untuk dibuat suatu analisis data mengenai peran masyarakat
lokal terhadap pengembangan Desa Wisata Bromonilan.
3. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan kegiatan berupa pengelolaan data
yang diperoleh dari narasumber maupun dokumen, kemudian
akan disusun dalam sebuah penelitian. Hasil analisis tersebut
dituang dalam laporan sementara sebelum akhirnya menulis
keputusan akhir.

18
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.
Bogdan, Robert C. dan Biklen Kopp Sari. (1982). Qualitative Research for
Education: An Introduction to Theory and Methods. Allyn and Bacon,
Inc.: Boston London.
Chester L. Hunt dan Paul B. Horton. (1993). Sosiologi, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Emzir. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan:Kuantitatif dan Kualitatif.
Jakarta: Rajawali Pers.
Gulo, W. (2002). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.
Lexy J., Moleong. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja
Rosdakarya, Bandung
Putri, Rahma. (2013). Strategi Pengembangan Objek Wisata.
Sari. (2009). “Pengaruh Firm Size, Growth, Profitability, Business Risk dan
Tangible Asset, terhadap Financial Leverage pada Industri Manufaktur yang
terdaftar di BET.” Jurnal Manajemen dan Bisnis, 11. (4).
Sarosa, Samiaji. (2017). Metodologi Pengembangan Sistem Informasi.Jakarta:
Indeks Jakarta
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif”. Bandung : ALFABETA.
Yin, Robert K, (1996), (Terj), Studi Kasus, Desain dan Metode, Jakarta, Rajawali
Press.

Skripsi dan Jurnal


Alfinsah, dkk. (2022). “Pengembangan Objek Wisata Ail Buak Kecamatan
Kopang Kabupaten Lombok Tengah”
Atmoko, T. P. H. (2014). “Strategi Pengembangan Potensi Desa Wisata Brajan
Kabupaten Sleman. Jurnal Media Wisata”, 12(2), 146–154.
Fitari, Y., dan Ma`arif, S. (2017). “Manfaat Pengembangan Desa Wisata
Wonolopo terhadap Kondisi Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Masyarakat Lokal.
Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 5(1), 29–44.

19
Herdiana, Dian. (2019). Peran Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata
Berbasis Masyarakat. Jurnal JUMPA. Vol. 6 No. 1
Junaid. (2020).“Peran Masyarakat dalam Mewujudkan Desa Wisata Kampung
Nelayan, Tanjung Binga Kabupaten Belitung”.
Saidah, Yulianita. I. (2021). “Peran Masyarakat Dalam Mengembangkan Daerah
Wisata Pantai Mbah Drajid di Desa Wotgalih Kecamatan Yosowilangun
Kabupaten Lumajang”.
Primantoro. (2015). Kualitas Kawasan Pantai Depok, Gumuk Pasir Barchan,
Pantai Parangkusumo dan Pantai Parangtritis Berdasarkan Parameter Geowisata :
Jurnal Kepariwisataan, vol. 9, no 2 ( Mei 2015:12)

Peraturan Pemerintah
Undang – Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.
Undang – Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

20

Anda mungkin juga menyukai