Anda di halaman 1dari 113

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA


WISATA BLUE LAGOON KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen
Progam Studi Manajemen

Oleh:
Fransisca Sherly Maharani Cahya Putri
NIM: 152214141

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA


WISATA BLUE LAGOON KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen
Progam Studi Manajemen

Oleh:
Fransisca Sherly Maharani Cahya
Putri NIM: 152214141

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26 Februari 2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

 Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok
mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk
sehari.
(Matius 6:34)

 Setiap fase yang kamu jalani harus bisa mendatangkan pelajaran untuk
naik ke fase berikutnya.
(Merry Riana)

 Setiap orang itu berbeda dan setiap orang unik dengan caranya sendiri.
Kamu harus menghargai namun bukan berarti kamu harus menyukali
semuanya.
(Penulis)

 Bersyukur atas apa yang telah dimiliki. Tak perlu iri atas keberhasilan
orang lain, karena Tuhan telah mempersiapkan keberhasilan untukku juga.
(Penulis)

Karya ini akan saya persembahan untuk :


1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Papa, Mama, Mas Hanes, Keluarga besar, serta teman-teman seperjuangan
yang selama ini telah mendukung, membantu, serta menjadi support system
dan selalu menanyakan kapan lulus
3. Universitas Sanata Dharma, tempat saya menuntut ilmu selama ini
4. Nusa, Bangsa, dan Negara

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26 Februari 2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26 Februari 2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dan terima kaih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikanskripsi

yang berjudul “Pemberdayaan Dalam Pengembangan Pariwisata Blue Lagoon Di

Kabupaten Sleman”. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen, Jurusan

Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Bapak Tiberius Handono Eko Prabowo, M.B.A., Ph.D. selaku Dekan

Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak. Patrick Vivid Adinata, M.Si, selaku Ketua Program Studi

Manajemen Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Dr. Lukas Purwoto, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya untuk mengarahkan, membimbing dan mendukung

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. G. Hendra Poerwanto, M.Si., selaku dosen pembimbing II

yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan, membimbing dan

mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang

telah memberikan ilmu dan pengalaman.

6. Segenap karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Bapak Suhadi selaku ketua pengelola desa wisata Blue Lagoon yang telah

memberikan ijin untuk melakukan penelitian dengan cara wawancara

langsung maupun melalui daring whatsapp

8. Seluruh anggota pengelola desa wisata Blue Lagoon

9. Seluruh masyarakat Widodomartani sekitar desa wisata Blue Lagoon

10. Para pengunjung atau wisatawan yang bersedia untuk diwawancarai saat

sedang asik berendam

11. Kedua orang tua saya papa Alexander Haryo Santosa dan mama Maria

Immaculata Endang Setyaningsih yang masih bersedia untuk memarahi

saya dengan berbagai cara agar saya tidak malas-malasan dan segera

menyelesaikan skripsi ini

12. Bapak Arso, Ibu Sarmini, Mas Inus, Mbak Detta yang selalu mendukung

dan menyemangati saya serta meyakinkan saya bahwa saya bisa

menyelesaikan skripsi ini

13. Keluarga besar saya yang telah banyak memberikan dukungan selama

proses penyelesaian skripsi ini

14. Teman-teman saya di luar kampus yang selalu mendukung,

menyemangati, mengomeli, dan selalu menanyakan kapan saya lulus

15. Margaretha Octavia, Bonifasius Tigana, Daniel Megawan, Petrus Ardito,

Vernanda Ade Pratama, Antonius Angga, Ananda Gita, Christoper Kenny,

John Paul, Petrus Bayu yang selalu menyemengati saya

16. Rosalia Yunita Wikan Arum yang sudah bersedia membimbing saya dari

yang semangat membimbing sampai luweh-luweh namun tetap

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26 Februari 2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

JUDUL......................................................................................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................................ii

PENGESAHAN......................................................................................................iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN..........................................................................iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS......................................................v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................................................vi

KATA PENGANTAR...........................................................................................vii

DAFTAR ISI............................................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiiii

ABSTRAK............................................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................6

C. Batasan Masalah........................................................................................6

D. Tujuan Penelitian.......................................................................................6

E. Manfaat Penelitian.....................................................................................6

BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................9

A. Landasan Teori..........................................................................................9

B. Peneilitian Sebelumnya...........................................................................34

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................36

A. Jenis Penelitian........................................................................................36

B. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................37

C. Subjek dan Objek Penelitian...................................................................37

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Populasi dan Sampel...............................................................................38

E. Unit Sampel.............................................................................................39

F. Teknik Pengambilan Sampel......................................................................39

G. Sumber Data............................................................................................40

H. Teknik Pengumpulan Data......................................................................41

I. Keabsahan Data...........................................................................................44

J. Teknik Analisis Data...................................................................................46

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK WISATA.............................................48

A. Sejarah Obyek Wisata.............................................................................48

B. Susunan Pengurus Wisata Blue Lagoon..................................................50

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN..............................................51

A. Deskripsi Lokasi Penelitian.....................................................................51

B. Reduksi Data...........................................................................................52

C. Analisis Peneliti.......................................................................................67

D. Peran Pokdarwis......................................................................................70

E. Hambatan Pengembangan.......................................................................72

F. Pendukung Pengembangan.........................................................................73

G. Pembahasan.............................................................................................74

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, KETERBATASAN......................................77

A. Kesimpulan..............................................................................................77

B. Saran........................................................................................................78

C. Keterbatasan............................................................................................79

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................80

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERTANYAAN..........................................................83

Daftar Pertanyaan......................................................................................84

LAMPIRAN II FOTO DOKUMENTASI.............................................................86

A. Gambaran umum obyek desa wisata...................................................87

B. Responden Wawancara.......................................................................90

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA


WISATA BLUE LAGOON KABUPATEN SLEMAN

Fransisca Sherly Maharani Cahya


Putri Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2021

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara masyakarat dalam


mengelola dan mengembangkan objek Desa Wisata Blue Lagoon serta
mengetahui adakah dampak positif maupun negatif dari segi ekonomi masyarakat
sekitar dengan berkembangnya objek Desa Wisata Blue Lagoon. Data diperoleh
melalui Wawancara langsung dengan narasumber yang berjumlah dua puluh
orang, diantaranya lima masyarakat yang terlibat langsung dalam pengelolaan
Desa Wisata Blue Lagoon (pengelola), lima masyarakat yang tidak terlibat
langsung (pedagang), dan sepuluh orang pengunjung di Desa Wisata Blue Lagoon.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Teknik purposive
sampling, sedangkan analisis data yang digunakan adalah teknik reduksi data,
penyajian data, serta penarikan atau pengambilan kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pengembangan Desa Wisata Blue
Lagoon memberikan dampak positif bagi warga sekitar. Beberapa diantaranya
adalah adanya peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan kesejahteraan
masyarakat, serta peningkatan penyerapan tenaga kerja. Dalam proses
pengembangan desa wisata warga masyarakat sekitar terlebih pegelola berperan
dalam merencanakan, melaksanakan, serta melaporkan.

Kata Kunci : Pemberdayaan Masyarakat, Pengembangan Pariwisata

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

COMMUNITY EMPOWERMENT IN THE DEVELOPMENT OF BLUE


LAGOON TOURIST VILLAGE SLEMAN DISTRICT

Fransisca Sherly Maharani Cahya Putri


Sanata Dharma University
Yogyakarta
2021

This study aims to determine how the community manages and develops the Blue
Lagoon Tourist Village object also finds out whether there is an positive or
negative impact in economic perspective on the surrounding community with the
development of the Blue Lagoon Tourist Village object. Data collected through
direct interview with total of twenty people, five of them were people who directly
managing the Blue Lagoon tourist village (managers), five of them who were not
directly participated (merchant), and ten visitors in the Blue Lagoon Tourist
Village. Sample collecting method in this study is purposive sampling, while data
analysis method use data reduction, data serving, also retraction or retrieval
conclusion.
Results from this study indicate that the development of Blue Lagoon Tourist
Village gives positive impact on local residents. Some of them are the increase in
community income, the improvement of community well-being, as well as the
increase in labor absorption. In the process of developing a tourist village, the
local community, especially the management, has a role in planning,
implementing, and reporting.

Keywords: Community Empowerment, Tourism Development

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat

Indonesia. Hal itu dapat diartikan bahwa pembangunan tersebut tidak

hanya mengutamakan kemajuan lahiriah seperti sandang, pangan, papan,

tetapi juga batiniah seperti rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat, yang

bertanggung jawab maupun pendidikan (Tirtoraharjo, Umar dan La Sula,

2000: 27).

Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting dalam

pembangunan, namun kualitas sumber daya manusia yang rendah dapat

menjadikan kondisi masyarakat kurang mampu dalam melihat serta

mengatasi masalah hidupnya yang kemudian akan berdampak pada

mengingkatnya jumlah pengangguran. Oleh karena itu usaha

pengembangan sumber daya manusia merupakan hal yang harus dan perlu

dilakukan.

Pariwisata merupakan suatu industri yang banyak menghasilkan

devisa bagi negara, sehingga pemerintah berusaha untuk meningkatkan

sektor ini dengan mengambil langkah-langkah kebijaksanaan

pembangunan pariwisata. Dilihat dari letak geografisnya, Indonesia

merupakan negara
1
kepulauan yang kaya akan sumber daya alam. Hal ini merupakan modal

untuk mengembangkan industri pariwisata dengan memanfaatkan potensi

alam dan budaya yang besar. Pemandangan alam gunung, lembah, air

terjun, hutan, sungai, danau, goa, dan pantai merupakan sumber daya alam

yang memiliki potensi besar untuk area wisata alam. Dengan demikian,

perekonomian negara dapat meningkat seiring meningkatnya sektor

pariwisata (Chalid Fandeli, 1995: 7).

Perkembangan industri kepariwisataan saat ini diidentifikasi

terdapat pergeseran orientasi, dari mass tourism menuju ke alternative

tourism. Hal tersebut terjadi karena adanya perubahan orientasi pasar yang

lebih menekankan kepada penghayatan dan penghargaan terhadap aspek

kelestarian alam, lingkungan dan budaya (enviromentally and cultural

sensitives), dengan penerapan pariwisata alternatif (alternative tourism).

Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta yang diwakili Kabupaten

Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kabupaten Bantul menempati

peringkat keempat dan kesepuluh di indeks pariwisata Indonesia versi

Kementerian Pariwisata. Posisi ini menunjukkan Daerah Istimewa

Yogyakarta tergeser oleh daerah-daerah lain yang terus membenahi lokasi

wisatanya. Sebelumnya Daerah Istimewa Yogyakarta pernah menjadi

tujuan wisata kedua setelah Bali yang difavoritkan wisatawan baik

nusantara maupun mancanegara.

Pariwisata di negara berkembang sering dianggap tidak membawa

keuntungan ekonomi yang signifikan, baik bagi negara tujuan maupun

bagi

2
masyarakat lokal (Goodwin, 1996). Ukuran keberhasilan pembangunan

pariwisata yang menggunakan konsep berkelanjutan tidak hanya dari

aspek ekonomi (meningkatnya devisa) yang ditentukan dengan lama

kunjungan (lenght of stay) serta eksploitasi lingkungan untuk kegiatan

kepariwisataan, namun dari kelestarian dan pemberdayaan sebagai

landasan, yang mengarah pada kelestarian lingkungan dan sumber daya

alam serta nilai sosiokultural kemasyarakatan dengan penghargaan yang

tinggi (Kemen LH, 2003)

Pengembangan pariwisata suatu daerah akan memberikan dampak

positif maupun dampak negatif. Dampak tersebut akan berpengaruh

terhadap kondisi fisik maupun kehidupan sosial ekonomi penduduk yang

berada di sekitar obyek wisata (Soekadijo, 1996).

Pariwisata Indonesia adalah pariwisata yang berasal dari, oleh dan

untuk rakyat, untuk itu dalam perencanaan pengembangan pariwisata harus

melibatkan masyarakat setempat (lokal) khususnya yang berada di sekitar

destinasi wisata, karena masyarakat setempat merupakan pemilik dan lebih

mengetahui destinasi tersebut (Ridwan, 2012).

Bank Indonesia (BI) menyatakan pariwisata merupakan sektor

yang paling efektif untuk mendongkrak devisa Indonesia. Salah satu

alasannya karena sumberdaya yang dibuthkan untuk mengembangkan

pariwisata terdapat di dalam negeri. Terlebih saat ini, di Indonesia tersedia

beragam destinasi eksotis dan memukau. Tidak hanya wisata alam yang

kaya, wisata budaya serta sejarah di Indonesia memiliki ratusan suku yang

tersebar dari Aceh (Sabang) hingga Papua (Merauke). Untuk itu Bank

3
Indonesia (BI)

4
bersama pemerintah menargetkan mampu mengumpulkan devisa sebesar

20 miliar dollar AS atau stara RP 1,8 triliun (1 dolar = Rp 14.000). target

tersebut, lebih besar 3 miliar dollar AS dibandingkan perolehan devisa dari

pariwisata tahun lalu yakni 17 miliar dollar AS atau Rp 2,3 triliun.Presiden

Joko Widodo pun melihat potensi besar pada pariwisata dan sektor

industry yang berkaitan. Karenanya Jokowi berkomitmen untuk

mengembangkan sektor pariwisata.

Salah satu objek dan daya tarik pariwisata di Daerah Istimewa

Yogyakarta adalah wisata permandian Tirta Budi atau yang sering disebut

Blue Lagoon Jogja yang terletak di Kecamatan Nnngemplak, Kabupaten

Sleman. Untuk mencapai Pemandian Blue Lagoon ini tidaklah sulit. Jika

kita datang dari arah Jogja kota, langsung saja arahkan kendaraan ke Jalan

Kaliurang. Sesampainya di kilometer 13, kita akan menemukan pertigaan

Jalan Raya Besi-Jangkang di sebelah kanan jalan. Belok dan ikuti saja jalan

raya ini hingga sampai di Pasar Jangkang. Dari pertigaan Pasar Jangkang,

ambil arah kanan sekitar 100 meter dan ikuti petunjuk arahnya. Maka kita

akan sampai di Blue Lagoon.

Daya tarik yang dimiliki objek wisata ini adalah keaslian alamnya,

serta aktivitas ekonomi penduduk yang sebagian besar adalah petani karna

lingkungan sekitar Blue Lagoon banyak sekali lahan persawahan, dengan

suasana pedesaan dan hamparan sawah yang luas. Kegiatan pariwisata

yang terdapat di Blue Lagoon saat ini didukung oleh kegiatan ekonomi

masyarakat lokal yang bertumpu pada pertanian dan pengelolaan wisata

5
Blue Lagoon sendiri. Blue Lagoon mulai diperkenalkan dan dikunjungi

wisatawan wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, pada

2014 dan Pemandian Tirta Budi (Blue Lagoon) ini diresmikan menjadi

tempat wisata oleh Bupati Sleman Drs. Sri Purnomo saat Peringatan Hari

Air Sedunia pada tanggal 22 Maret 2015.

Salah satu strategi yang memungkinkan dalam pemberdayaan

masyarakat adalah pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang

secara konseptual memiliki ciri-ciri unik serta sejumlah karakter yang

dikemukakan sebagai berikut:

1. Pariwisata berbasis masyarakat menemukan rasionalitasnya dalam

properti dan ciri-ciri unik dan karakter yang lebih unik diorganisasi

dalam skala yang kecil, jenis pariwisata ini pada dasarnya merupakan,

secara ekologis aman, dan tidak banyak menimbulkan dampak negatif

seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata konversional.

2. Pariwisata berbasis komunitas memiliki peluang lebih mampu

mengembangkan obyek-obyek dan atraksi-atraksi wisata berskala

kecil dan oleh karena itu dapat dikelola oleh komunitas-komunitas dan

pengusaha-pengusaha lokal.

3. Berkaitan dangat erat dan sebagai konsekuensi dari keduanya lebih

dari pariwisata konvensional, dimana komunitas lokal melibatkan

diri dalam menikmati keuntungan perkembangan pariwisata, dan

oleh karena itu lebih memberdayakan masyarakat (Nasikun, 2000:

26-27).

6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka, rumusan masalahnya

adalah:

1. Bagaimana Strategi Promosi dalam meningkatkan jumlah kunjungan

wisata Blue Lagon ?

2. Bagaimana dampak perekonomian masyarakat sekitar dengan

berkembangnya wisata Blue Lagoon?

C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan identifikasi masalah

diatas, maka penelitian ini memfokuskan pada pembahasan mengenai

dampak perkembangan wisata Blue Lagoon terhadap kehidupan

perekonomian masyarakat Area Sawah Widomartani, kecamatan

Ngemplak, kabupaten Sleman.

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yang hendak dicapai oleh penulis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji cara masyakarat dalam mengelola dan mengembangkan

objek desa wisata

2. Mengkaji dampak ekonomi masyarakat sekitar dengan berkembangnya

Blue Lagoon

E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

7
1. Bagi Objek Wisata

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan serta membantu memberikan informasi kepada masyarakat

Indonesia lebih tepatnya masyarakat Yogyakarta tentang adanya

wisata Blue Lagoon. Serta diharapkan penelitian ini dapat menjadi

bahan pertimbangan serta acuan dalam membuat program-program

dalam pemberdayaan masyarakat dalam sektor pariwisata.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat

untuk lebih terlibat di sektor pariwisata

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna serta memberikan

kontribusi keilmuan dan dapat digunakan sebagai bahan informasi

untuk penelitian dimasa mendatang. Selain itu, semoga hasil

penelitian ini dapat dapat memperkaya khasanah kepustakaan

khususnya mengenai pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan

potensi pariwisata.

4. Bagi Penulis

Dengan melakukan penelitian ini menjadikan penambah

pengalaman dan wawasan baru bagi penulis dalam kegiatan

pengelolaan organisasi di sektor patiwisata. Penelitian ini juga

merupakan kesempatan bagi penulis untuk lebih mengetahui dan

8
menerapkan tentang teori-teori yang telah diperoleh oleh penulis

selama di bangku kuliah.

9
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pemberdayaan masyarakat

a. Pengertian

Pemberdayaan berasal dari kata dasar daya yang berarti tenaga,

upaya, kemampuan melakukan seusatu atau kemampuan bertindak.

Selain itu pemberdayaan juga berasal dari bahasa inggris “empower”

yang menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionary

mengandung dua pengertian. Yang pertama adalah to give power or

authority to/ memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau

mendelegasikan otoritas kepihak lain, sedangkan pengertian yang kedua

yaitu to give ability to or enable/ upaya untuk memberikan kemampuan

atau keberdayaan (Ambar Teguh S, 2004: 28).

Menurut Sumaryadi (2005: 114), pemberdayaan masyarakat

merupakan upaya untuk meningkatkan harkat lapisan masyarakat dan

pribadi manusia. Upaya ini meliputi:

1) Mendorong, memotivasi, meningkatkan kesadaran akan potensinya

dan menciptakan iklim atau suasana untuk berkembang;

2) Memperkuat daya potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah

positif pengembangan;

10
3) Penyediaan berbagai masukan dan pembukaan akses ke peluang-

peluang. Upaya-upaya yang dilakukan adalah peningkatan taraf

pendidikan, derajat kesehatan, akses kepada modal, teknologi tepat

guna, informasi, lapangan kerja dan pasar, serta fasilitas-fasilitasnya.

Konsep pemberdayaan berkaitan dengan dua istilah yang saling

bertentangan, yaitu konsep berdaya dan tidak berdaya terutama bila

dikaitkan dengan kemampuan mengakses dan menguasai potensi dan

sumber kesejahteraan sosial (Sunit Agus T, 2008: 9). Pemberdayaan

masyarakat sebenarnya mengacu pada kata empowerment, yaitu sebagai

upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses atau cara untuk

meningkatkan taraf hidup atau kualitas masyarakat. Melalui suatu

kegiatan tertentu, yaitu melakukan kegiatan yang bertujuan

meningkatkan kualita SDM, yang disesuaikan dengan keadaan dan

karakteristik di masyarakat

itu sendiri.

Secara umum, kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat menurut

Mardi Yatmo Hutomo (2000: 7) dapat dikelompokkan dalam beberapa

kegiatan, yaitu:

1) Bantuan modal

Pemberdayaan masyarakat dalam hal permodalan merupakan salah

satu aspek yang sering dihadapi. Aspek permodalan ini sangat

penting dalam melakukan pemberdayaan masyarakat karena apabila

tidak ada

11
modal maka masyarakat tidak akan mampu berbuat untuk dirinya

sendiri maupun untuk lingkungannya.

2) Bantuan pembangunan prasarana

Adanya bantuan prasarana dalam melakukan pemberdayaan

masyarakat merupakan usaha untuk mendorong masyarakat agar

berdaya. Tersedianya prasarana di tengah-tengah masyarakat yang

kurang berdaya akan mendorong dan meningkatkan mereka untuk

menggali potensi-potensi yang dimilikinya. Selain itu, dengan

adanya prasarana akan memudahkan mereka untuk melakukan

aktivitasnya.

3) Bantuan pendampingan

Pendampingan masyarakat memang perlu dan penting. Tugas utama

seorang pendamping adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi

dan menjadi mediator untuk masyarakat. Pendampingan merupakan

kegiatan yang diyakini mampu mendorong terjadinya pemberdayaan

fakir miskin secara optimal. Perlunya pendampingan

dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan pemahaman di antara

pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima bantuan.

Kesenjangan dapat disebabkan oleh berbagai perbedaan dan

keterbatasan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi. Oleh karenanya

para pendamping di tingkat lokal harus dipersiapkan dengan baik

agar memiliki kemampuan untuk memfasilitasi dengan sumber-

sumber baik formal dan informal (Gunawan Sumodiningrat, 2009:

106).

12
4) Penguatan kelembagaan

Adanya sebuah lembaga atau organisasi di tengah-tengah masyarakat

merupakan salah satu aspek penting. Fungsi dari keberadaan

lembaga tersebut adalah untuk memfasilitasi masyarakat dan

memberikan kemudahan dalam melakukan akses-akses yang

diinginkan, seperti permodalan, media musyawarah, dan lain

sebagainya.

5) Penguatan kemitraan

Pemberdayaan masyarakat adalah penguatan bersama, dimana yang

besar hanya akan berkembang kalau ada yang kecil dan menengah,

dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang menengah dan

besar. Daya saing yang tinggi hanya ada jika keterkaitan antara yang

besar dengan yang menengah dan kecil. Sebab, hanya dengan

keterkaitan yang adil maka efisiensi akan terbangun. Oleh sebab itu,

melalui kemitraan masing-masing pihak akan diberdayakan.

Pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi”, bukan sebuah

“proses instan”. Dapat dikatakan bahwa pemberdayaan adalah proses

menyeluruh, suatu proses aktif antara motivator, fasilisator, dan

kelompok masyarakat yang perlu diberdayakan melalui peningkatan

pengetahuan, ketrampilan, pemberia berbagai kemudahan, serta peluang

untuk mencapai akses sistem sumber daya keejahteraan social dalam

peningkatan pengetahuan, ketrampilan, pemberian berbagai kemudahan,

serta peluang untuk mencapai akses sistem sumber daya kesejahteraan

social dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses

13
pemberdayaan meliputi

14
enabling/ menciptakan suasana kondusif, empowering/ penguatan

kapasitas dan kapabilitas masyarakat, supporting/ bimbingan dan

dukungan, foresting/ memelihara kondisi yang kondusif dan seimbang

(Sri Kuntari, 2009: 12). Pemberdayaan adalah sebuah konsep yang lahir

sebagaian dari pengembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan

barat (Onny Prijono dan Pranarka, 1996: 44).

Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat,

menurut Winarni (Ambar Teguh S, 2004: 79) mengungkapkan bahwa inti

dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal, yaitu pengembangan

(enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), terciptanya

kekmandirian. Bertolak dari pendapat tersebut, bearti pemberdayaan

tidak saja terjadi pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, akan

tetapi pada masyarakat yang memiliki daya yang masih terbatas, dapat

dikembangkan hingga mencapai kemandirian.

b. Prinsip-prinsip

Terdapat empat prinsip pemberdayaan masyarakat menurut Sri

Najiati, Agus Asmana, I Nyoman N. Suryadiputra (2005: 54) yaitu:

1) Prinsip kesetaaan

Prinsip utama yang harus dipegang dalam proses pemberdayaan

masyarakat adalah adanya kesetaraan atau kesejajaran kedudukan

antara masyarakat dengan lembaga yang melakukan program-

program pemberdayaan masyarakat, baik perempuan maupun laki-

laki. Dinamika yang dibangun adalah kesetaraan dengan

15
mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman,

serta keahlian satu sama lain. Masing-masing saling mengakui

kelebihan dan kekurangan sehingga terjadi proses saling belajar.

2) Partisipasi

Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian

masyarakat adalah program sifatnya partisipatif, direncanakan,

dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi oleh masyarakat. Namun,

untuk sampai pada tingkat tersebut perlu waktu dan proses

pendampingan yang melibatkan pendamping yang berkomitmen

tinggi terhadap pemberdayaan masyarakat

3) Keswadayaan dan kemandirian

Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan

kemampuan masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini

tidak memandang orang miskin sebagai objek yang tidak

berkemampuan (the have not), melainkan sebagai subjek yang

memiliki kemampuan sedikit (the have little). Mereka memiliki

kemampuan untuk menabung, pengetahuan yang mendalam tentang

kendala-kendala usahanya, mengetahui kondisi lingkungannya,

memiliki tenaga kerja dan kemauan, serta memiliki norma-norma

bermasyarakat yang sudah lama dipatuhi.

4) Berkelanjutan

Program pemberdayaan perlu dirancang untuk keberlanjutan,

sekalipun pada awalnya peran pendamping lebih dominan

16
dibanding masyarakat sendiri. Tapi secara perlahan dan pasti, peran

pendamping akan makin berkurang, bahkan akhirnya dihapus karena

masyarakat sudah mampu mengelola kegiatannya sendiri.

Sedangkan menurut Sunit Agus Tri Cahyono (2008: 11-12)

mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pemberdayaan sebagai

berikut:

a) Pembangunan yang dilaksanakan harus bersifat lokal

b) Lebih mengutamakan aksi sosial

c) Menggunakan pendekatan organisasi komunitas atau

kemasyarakatan lokal

d) Adanya kesamaan kedudukan dalam hubungan kerja

e) Menggunakan pendekatan partisipasi, para anggota kelompok

sebagai subjek bukan objek

f) Usaha kesejahteraan sosial untuk keadilan

c. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan menurut Ambar Teguh

Sulistiyani, (2004: 80) adalah untuk membentuk individu dan masyarakat

menjadi mandiri, meliputi mandiri berpikir, bertindak dan mengendalikan

apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan kondisi

yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk

memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat

demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan

mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif,

17
konatif, psikomotorik, afektif, dengan pengerahan sumber daya yang

dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut.

Pemberdayaan bertujuan menekan perasaan ketidak berdayaan

masyarakat miskin bila berhadapan daengan struktur sosial politis

(Moeljarto, 1993: 41).

Menurut Hery Darwanto (Susmiati, 2008: 47), unsur-unsur

pemberdayaan masyarakat pada umumnya adalah:

1) Inklusi dan Partisiasi

Inklusi berfokus pada pertanyaan siapa yang diberdayakan,

sedangkan partisipasi berfokus pada bagaimana mereka

diberdayakan dan kontribusi apa yang mereka mainkan setelah

mereka menjadi bagian darikelompok yang diberdayakan.

2) Akses pada Informasi

Aliran informasi yang tidak tersumbat antara masyarakat dengan

masyarakat lain antara masyarakat dengan pemerintah informasi

meliputi ilmu pengetahuan, program dan kinerja pemerintah, hak dan

kewajiban dalam bermasyarakat, ketentuan tentang pelayanan

umum, perkembangan permintaan dan penawaran pasar, dsb.

3) Kapasitas Lokal

Kapasitas organisasi lokal adalah kemampuan masyarakat untuk

bekerjasama, mengorganisasikan perorangan dan kelompok-

kelompok yang ada di dalamnya, memobilisasi sumber-sumber daya

yang ada untuk menyelesaikan masalah bersama. Masyarakat yang

18
organized, lebih mampu membuat suaranya terdengar dan

kebutuhannya terpenuhi.

4) Professionalitas pelaku pemberdaya

Professionalitas pelaku pemberdaya adalah kemampuan pelaku

pemberdaya, yaitu aparat pemerintah atau LSM, untuk

mendengarkan, memahami, mendamingi dan melakukan tindakan

yang diperlakukan untuk melayani kepentingan masyarakat. Pelaku

pemberdaya dan tindakannya yang mempengaruhi kehidupan

masyarakat.

Memberdayakan masyarakat bearti melakukan investasi pada

masyarakat, khususnya masyarakat miskin, organisasi mereka, sehingga

asset dan kemampuan mereka bertambah, baik kapabilitas perorangan

maupun kapabilitas kelompok. Karena pada dasarnya untuk mewujudkan

upaya pemberdayaan masyarakat yang utama adalah memberdayakan

individu itu sendiri. Dimana dalam upaya pemberdayaan masyarakat

bukan hanya menjadi tanggung jawab masyarakat itu sendiri tetapi juga

semua pihak yang terkait. Dengan demikian sebagai konsekuensi dari

penempatan rakyat sebagai fokus sentral dari tujuan akhir pembangunan,

menghendaki partisipasi masyarakat secara langsung dalam

pembangunan.

Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses,

proses belajar dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan berlangsung

19
secara bertahap. Ambar Teguh S (2004: 83) menyatakan bahwa tahap-

tahap yang harus dilalui tersebut meiputi:

1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku meuju perilaku sadar

dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas

diri.

2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,

kecakapan-ketrampilan agar terbuka wawasan dan memberikan

ketrampilan dasar sehingga dapat mengambil peran didalam

pembangunan.

3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-ketrampilan

sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk

mengantarkan pada kemandirian.

2. Pariwisata

a. Pengertian

Peninjauan secara etimologis, kata pariwisata berasal dari bahasa

snsekerta, sesungguhnya bukanlah berarti tourisme atau tourism. Kata

pariwisata, menurut pengertian ini, sinonim dengan pengertian tour. Kata

pariwisata terdiri dari dua suku kata, yaitu masing-masing kata pari yang

berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap dan wisata yang

berarti perjalanan, berpergian yang dalam hal ini sinonim dengan kata

travel dalam bahasa inggris yang diartikan sebagai perjalanan yang

dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lain. Atas dasar itu pula

dengan melihat situasi dan kondisi saat ini pariwisata dapat diartikan

20
sebagai suatu perjalanan terencana yang dilakukan secara individu atau

21
kelompok dari satu tempat ketempat lain dengan tujuan untuk

mendapatkan kepuasan maupun kesenangan (Wardiyanto, 2011: 3).

Menurut Suwantoro (2004) pada hakikatnya pariwisata adalah proses

kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar

tempat tinggalnya, dengan dorongan kepergiannya adalah kerena

berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial,

kebudayaan, politik, agama, kesehatan, maupun kepentingan lain seperti

sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar.

Pariwisata menurut WTO atau World Tourism Organization dalam

Muljadi (2010: 8) pariwisata adalah aktivitas yang dilakukan orang-orang

yang mengadakan perjalanan untuk dan tinggal di luar kebiasaan

lingkungannya dan tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk

kesenangan, bisnis dan keperluan lain.

Menurut definisi yang luas pariwisata adalah perjalanan dari satu

tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun

kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan

kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial budaya,

alam, dan ilmu (JJ. Spillane,1993: 21).

Hari Karyono (1997: 15) mendefinisikan pariwisata kedalam definisi

yang bersifat umum ialah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha,

dan masyarakat untuk mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan

wisatawan, sedangkan definisi yang lebih teknis ialah rangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok

22
di dalam wilayah negara sendiri atau negara lain. Kegiatan tersebut

dengan menggunakan kemudahan jasa, dan faktor-faktor penunjang

lainnya yang diadakan oleh pemerintah dan atau msyarakat, agar dapat

mewujudkan keinginan wisatawan.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pariwisata

adalah suatu kegiatan atau perjalanan yang dilakukan seseorang atau

lebih ke suatu tempat di luar tempat tinggalnya yang dimaksudkan untuk

kesenangan, menenangkan diri, kepentingan bisnis atau kepentingan-

kepentingan lainnya.

3. Obyek wisata

Obyek wisata adalah sesuatu yang manjadi pusat tarik wisatawan dan

dapat memberikan kepuasan pada wisatawan. Ada beragam obyek

wisata, yakin: 1) yang berasal dari alam; 2) yang merupakan hasil

budaya, misalnya: museum, candi, galeri; 3) yang merupakan kegiatan,

mialnya: kagiatan keseharian masyarakat, kegiatan budaya masyarakat,

tarian, karnaval (Wardiyanto, 2011: 6). Sedangkan Hari Karyono (1997:

27) menyebutkan bahwa obyek wisata (Tourist Object) adalah segala

obyek yang dapat menimbulkan daya tarik bagi para wisatawan untuk

dapat mengunjunginya.

Pengertian objek wisata dalam Undang-Undang Nomor. 9 tahun

1990 tentang kepariwisataan Bab I pasal 4.6 menyebutkan objek wisata

dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.

23
Selanjutnya dalam Bab III pasal 4 disebutkan bahwa obyek dan daya

tarik wisata terdiri atas:

a. Obyek dan daya tarik wisata ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang

berwujud keadaan alam serta flora dan fauna.

b. Obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud

museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya,

wisata argo, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan, taman

rekreasi dan tempat hiburan.

Menurut Ridwan (2012:5) obyek wisata adalah segala sesuatu yang

memilik keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman

kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran

atau tujuan kunjungan wisatawan.

Menurut Mappi (2001: 30-33) Objek wisata dikelompokan ke dalam

tiga jenis, yaitu:

a. Objek wisata alam, misalnya: laut, pantai, gunung (berapi), danau,

sungai, fauna (langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan

alam dan lain-lain.

b. Objek wisata budaya, misalnya: upacara kelahiran, tari-tari

(tradisional), musik (tradisional), pakaian adat, perkawinan adat,

upacara turun ke sawah, upacara panen, cagar budaya, bangunan

bersejarah, peninggalan tradisional, festival budaya, kain tenun

(tradisional), tekstil lokal, pertunjukan (tradisional), adat istiadat

lokal,museum dan lain-lain.

24
c. Objek wisata buatan, misalnya: sarana dan fasilitas olahraga,

permainan (layangan), hiburan (lawak atau akrobatik, sulap),

ketangkasan (naik kuda), taman rekreasi, taman nasional, pusat-pusat

perbelanjaan dan lain-lain.

Berdasarkan pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa

obyek wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat, dirasakan, serta dinikmati

oleh manusia sehingga menimbulkan perasaan senang dan kepuasan

jasmani maupun rohani sebagai suatu hiburan.

Membangun obyek wisata tersebut harus memperhatikan keadaan

sosial ekonomi masyarakat setempat, sosial budaya daerah setempat,

nilai- nilai agama, adat istiadat, lingkungan hidup, dan obyek wisata itu

sendiri. Pembangunan obyek dan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh

pemerintah, badan usaha, maupun perseorangan dengan melibatkan dan

bekerjasama pihak-pihak yang terkait.

Menurut UU No.9 Tahun 1990 disebutkan bahwa obyek dan daya

tarik wisata terdiri dari:

a. Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang

berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna.

b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud

museum, peninggalan sejarah, wisata agro, wisata tirta, wisata

petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.

Berdasarkan definisi diatas, obyek wisata dapat diklasifikasikan

menjadi dua macam wisata yaitu wisata buatan manusia dan wisata alam.

25
4. Pengembangan Pariwisata

Pengembangan pariwisata bertujuan memberikan keuntungan baik

bagi wisatawan maupun warga setempat. Basis pengembangan pariwisata

adalah potensi sumber daya keragaman budaya, seni, dan alam (pesona

alam). Pengembangan sumber daya tersebut dikelola melalui pendekatan

peningkatan nilai tambah sumber daya secara terpadu antara

pengembangan produk pariwisata dan pengembangan pemasaran

pariwisata melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal dalam

rangka pengembangan pariwisata.

Hurlock E.B, (Bahar Suharto, 1985: 5) menyatakan bahwa

“Perkembangan dapat didefisinakan sebagai deretan progresif dari

perubahan yang teratur dan koheren”. Progresif menandai bahwa

perubahannya terarah, membimbing mereka maju, dan bukan mundur.

“Teratur” dan “koheren” meninjukkan hubungan yang nyata antara

perubahan yang terjadi dan telah mendahului atau mengikutinya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun

2002 Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang

telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat dan

aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau

menghasilkan teknologi baru.

Menurut Spillane (2002:51) pengembangan pariwisata memiliki

dampak positif maupun dampak negatif, maka diperlukan perencanaan

26
untuk menekan sekecil mungkin dampak yang ditimbulkan. Dampak

positif yang diambil dari pengembangan pariwisata meliputi:

a. Penciptaan lapangan kerja, dimana pada umumnya pariwisata

merupakan industri padat karya, dimana tenaga kerja tidak dapat

digantikan dengan modal atau peralatan.

b. Sebagai sumber devisa asing.

c. Pariwisata dan distribusi pembangunan spiritual, disini pariwisata

secara wajar cenderung mendistribusikan pembangunan dari pusat

industri kearah wilayah desa yang belum berkembang, bahkan

pariwisata disadari dapat menjadi dasar pembangunan regional.

Struktur perekonomian regional sangat penting untuk menyesuaikan

dan menentukan dampak ekonomis dari pariwisata.

Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya

pengembangan pariwisata adalah:

a. Pariwisata dan vulnerability ekonomi, karena di negara kecil dengan

perekonomian terbuka, pariwisata menjadi sumber mudah kena

serang, khususnya jika daerah tersebut hanya bergantung pada satu

pasar asing.

b. Polarisasi spesial dari industri pariwisata dimana perusahaan besar

mempunyai kemampuan untuk menerima sumber daya modal yang

besar dari kelompok besar perbankan atau lembaga keuangan lain,

sedangkan perusahaan kecil harus tergantung pada pinjaman atau

subsidi dari pemerintah dan tabungan pribadi. Hal ini menjadi

27
hambatan dimana terjadi konflik antara perusahaan kecil dan

perusahaan besar.

c. Sifat dalam pekerjaan industri pariwisata cenderung menerima gaji

yang rendah, menjadi pekerjaan yang musiman.

d. Dampak industri pariwisata terhadap alokasi sumber daya ekonomi

industri ini dapat menaikan harga tanah, dimana kenaikan harga

tanah ini dapat menimbulkan kesulitan bagi penghuni daerah tersebut

yang tidak bekerja di sektor pariwisata yang ingin membangun

rumah atau mendirikan bisnis disini.

e. Dampak terhadap lingkungan, bisa terhadap polusi air dan udara,

kekurangan air, keramaian lalu lintas, dan kerusakan dari

pemandangan yang tradisional.

Masyarakat dalam lingkugan suatu obyek wisata sangatlah penting

dalam kehidupan suatu obyek wisata karena mereka meiliki kultur yang

dapat menjadi daya tarik wisata, dukungan masyarakat terhadap tempat

wisata berupa sarana kebutuhan pokok untuk tempat obyek wisata,

tenaga kerja yang memadai dimana pihak pengelola obyek wisata dan

memuaskan masyarakat yang memerlukan pekerjaan dimana membuat

kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.

Menurut Prof.Ir. Kusudianto Hadinoto bahwa suatu tempat wisata

yang direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan keuntungan

ekonomi yang memperbaiki taraf, kualitas dan pola hidup komunitas

setempat, tetapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang

lebih

28
baik. Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat

memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan.

Menurut Pendit (2002:11) industri parwisata harus ditegakkan di atas

landasan prinsip-prinsip dasar yang nyata yang disebut dasar unsur atau

dasasila yang meliputi politik, pemerintahan, perasaan ingin tahu, sifat

ramah tamah, jarak waktu, atraksi, akomodasi, pengangkutan, harga-

harga, publisitas dan promosi serta kesempatan berbelanja. Bagi suatu

daerah yang ingin mengembangkan atau membangun industri pariwisata

maka harus memperhatikan dasasila pariwisata sebagai landasan

perhitungan bagi perencanaan sehingga industri pariwisata dapat

memberi hasil yang maksimal bagi pembangunan daerah yang

bersangkutan.

Pengembangan obyek wisata dapat di artikan usaha atau cara untuk

membuat jadi lebih baik segala sesuatu yang dapat dilihat dan di nikmati

oleh manusia sehingga semakin menimbulkan perasaan senang dengan

demikian akan menarik wisatawan untuk berkunjung. Gamal Suwantoro

(1997: 57) menulis mengenai pola kebijakan pengambangan obyek

wisata yang meliputi:

a. Prioritas pengembangan obyek

b. Pengembangan pusat-pusat penyebaran kegiatan wisatawan

c. Memungkinkan kegiatan penunjang pengembangan obyek wisata

M. J Prajogo (JJ.Spilance, 1993: 134) menyatakan bahwa negara

yang sadar akan pengembangan pariwisata, mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut:

29
a. Perencanaan pengembangan pariwisata harus menyeluruh.

b. Pengembangan pariwisata harus diintegrasikan ke dalam pola dan

program pembangunan semesta ekonomi, fisik, dan sosial suatu

negara.

c. Pengembangan pariwisata harus diarahkan sedemikian rupa,

sehingga dapat membawakan kesejahteraan.

d. Pengembangan pariwisata harus dasar-lingkungan, sehingga

pengembangannya mencerminkan ciri-ciri khusus budaya maupun

lingkungan alam suatu negara.

e. Pengembangan pariwisata harus di arahkan, sehingga pertentangan

sosial dapat dicegah seminimal mungkin.

Tujuan pengembangan pariwisata menurut Soekadijo (1996: 112)

diantaranya adalah untuk mendorong perkembangan beberapa sektor

ekonomi, yaitu antara lain:

a. Meningkatkan urbanisasi karena pertumbuhan, perkembangan serta

perbaikan fasilitas pariwisata.

b. Mengubah industri-industri baru yang berkaitan dengan jasa-jasa

wisata. Misalnya usaha transportasi, akomodasi (hotel, motel,

pondok wisata, perkemahan, dan lain-lain) yang memerlukan

perluasan beberapa industri kecil seperti kerajinan tangan.

c. Memperluas pasar barang-barang lokal.

d. Memberi dampak positif pada tenaga kerja, karena pariwisata dapat

memperluas lapangan kerja baru (tugas baru dihotel atau tempat

30
penginapan, usaha perjalanan, industri kerajinan tangan dan cendera

mata, serta tempat-tempat penjualan lainnya).

Berdasarkan pengertian di atas maka penulis dapat meyimpulkan

bahwa pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain

yang mempunyai daya tarik wisata untuk melakukan rekreasi atau

liburan.

5. Faktor Pendorong Pengembangan Obyek Wisata

Faktor pendorong adalah hal atau kondisi yang dapat mendorong

atau menumbuhkan suatu kegiatan, usaha atau produksi (Kamus Besar

Bahasa Indonesia Online). Modal kepariwisataan (tourism assets) sering

disebut sumber kepariwisataan (tourism resources). Suatu daerah atau

tempat hanya dapat menjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian

rupa, sehingga ada yang dikembangkan menjadi destinasi wisata. Apa

yang dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata itulah yang disebut

modal atau sumber kepariwisataaan. Modal kepariwisataan itu

mengandung potensi untuk dikembangkan menjadi dstinasi wisata,

sedangkan destinasi wisata itu sudah tentu harus komplementer dengan

motif perjalanan wisata. Maka untuk menemukan potensi kepariwisataan

suatu daerah harus berpedoman kepada apa yang dicari oleh wisatawan.

Menurut Soekadijo dalam Setianingsih (2006: 39) modal atraksi

yang menarik kedatangan wisatawan ada tiga diantaranya:

a. Modal dan potensi alam, alam merupakan salah satu faktor

pendorong seorang melakukan perjalanan wisata karena ada orang

berwisata

31
hanya sekedar menikmati keindahan alam, ketenangan alam, serta

ingin menikmati keaslian fisik, flora dan faunanya.

b. Modal dan potensi kebudayaannnya. Yang dimaksud potensi

kebudayaan disini merupakan kebudayaan dalam arti luas bukan

hanya meliputi seperti kesenian atau kehidupan keratin dll. Akan

tetapi meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di

tengah-tengah kehidupan. masyarakat. Sehingga diharapkan

wisatawan atau pengunjung bisa tertahan dan dapat menghabiskan

waktu di tengah-tengah masyarakat dengan kebudayaannya yang

dianggap menarik.

c. Modal dan potensi manusia. Manusia dapat dijadikan atraksi wisata

yang berupa keunikan-keunikan adat istiadat maupun kehidupannya

namun jangan sampai martabat dari manusia tersebut direndahkan

sehingga kehilangan martabatnya sebagai manusia.

6. Faktor Penghambat Pengembangan Obyek Wisata

Pengembangan obyek wisata pastilah tidak lepas dengan adanya

faktor-faktor penghambat. Beberapa permasalahan yang menyebabkan

kurangnya daya tarik wisata obyek wisata yang ada di Kabupaten Sleman

adalah belum tertatanya dengan baik berbagai macam potensi wisata

maupun sarana dan prasarana obyek wisata di Kabupaten Sleman.

Masih rendahnya kualitas pariwisata di Kabupaten Sleman

diakibatkan karena kurangnya pengembangan, pengelolaan, dan

perawatan terhadap potensi-potensi wisata. Keterbatasan sarana dan

32
prasarana penunjang pariwisata juga masih mempengaruhi rendahnya

kualitas pariwisata di Kabupaten Sleman. Hal tersebut merupakan

dampak dari kurangnya alokasi anggaran dana yang di peruntukan bagi

pengembangan sektor pariwisata. Kurangnya perhatian Pemerintah

Kabupaten Sleman untuk mengembangkan potensi wisata dan belum

ditempatkannya prioritas terhadap pengembangan sektor pariwisata

merupakan beberapa penyebab masih belum optimalnya usaha

peningkatan kualitas pariwisata di Kabupaten Sleman.

Selain itu, kendala pengembangan obyek wisata alam juga berkaitan

dengan instrumen kebijakan dalam pemanfaatan dan pengembangan

fungsi dan peran obyek wisata alam yang ditinjau dari aspek koordinasi

instansi terkait, kapasitas institusi, kemampuan sumber daya manusia

(SDM) dalam pengelolaan proyek wisata alam dan mekanisme peran

serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata.

7. Kelompok Sosial

Manusia adalah makhluk yang mempunyai naluri untuk hidup

bersama dengan manusia lain. Berbeda dengan binatang, manusia tidak

mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, maka timbulah apa yang

disebut kelompok sosial. Kelompok sosial atau social group. Kelompok,

lembaga sosial, dan organisasi sosial terbentuk setelah di antara individu

yang satu dengan yang lain bertemu. Dengan demikian interaksi

merupakan syarat utama yang harus di penuhi agar terbentuk kelompok.

33
Kelompok sosial sadar wisata adalah kesatuan orang-orang yang

memungkinkan kelompok itu mencapai tujuan yang tak bisa dicapai

hanya dengan kegiatan yang seorang secara sendirian (organization an

entities that enable society to pursue accomplishment that cannot be

achieve by individu acting) (Idianto Mu’in, 2004: 5). Robert Bierstedt

(Slamet Santosa, 2006: 75) mengembangkan bahwa kelompok

merupakan kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan

keaggotaan dan saling berinteraksi.

Menurut Soerjono Soekarno (2009: 78) kelompok sosial merupakan

himpunan atau satu-kesatuan manusia yang hidup bersama karena saling

berhubungan satu sama lain diantara mereka secara timbal balik dan

saling mempengaruhi. Suatu himpunan manusia disebut kelompok sosial

apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Setiap anggota kelompok memiliki kesadaran bahwa ia bagian dari

kelompok tersebut.

b. Adanya timbal balik antar anggota.

c. Adanya faktor pengikat seperti kesamaan, kepentingan, ataupun nasib.

d. Memiliki struktur, kaidah, dan pola perilaku.

e. Bersistem dan berproses.

Slamet Santosa (2006: 35) mengemukakan bahwa secara umum

kelompok sosial tersebut diikat oleh beberapa faktor berikut:

a. Bagi anggota kelompok, suatu tujuan yang realistis, sederhana, dan

memliki nilai keuntungan bagi pribadi.

34
b. Masalah kepemimpinan dalam kelompok cukup berperan dalam

menentukan kekuatan ikatan antar anggotanya.

c. Interaksi dalam kelompok secara seimbang merupakan alat perekat

yang baik dalam membina kesatuan dan persatuan.

Dari beberapa pengertian dan pendapat yang di kemukakan diatas

maka dapat disimpulkan bahwa kelompok sosial merupakan suatu

kesatuan sosial terdiri dari dua atau lebih individu yang telah

mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga

diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas. Dengan kata lain,

bahwa dalam suatu kelompok sosial selalu terdapat interaksi sosial dan

memliki kesadaran akan anggotanya, serta adanya tujuan bersama yang

hendak dicapai.

a. Kelompok sebagai proses pembelajaran

Menurut Sunarya Danuwijaya (Soelaiman Joesoef, 2004: 45)

Pendidikan masyarakat merupakan usaha pendidikan yang diberikan

kepada warga masyarakat di luar hubungan persekolahan

(nonformal) dengan tujuan agar mereka mendapatkan dasar-dasar

pengetahuan dan ketrampilan serta pembinaan sikap mental yang

dilakukan untuk menuju pada terbentuknya masyarakat yang

berswadaya dan berwakarsa.

Pendidikan adalah suatu proses pengembangan kemampuan

(perilaku) kearah yang di inginkan. Pendidikan (formal) sebagai

bagian dari diklat mempunyai peranan dalam sumber daya manusia

(tenaga) sehingga tenaga tersebut mampu melakukan tugas yang

35
dibebankan oleh oerganisasi atau instansi dalam hal ini yang

bergerak di bidang industri pariwisata. Sementara pelatihan adalah

merupakan bagian dari suatu pendidikan formal yang tujuannya

untuk meningkatkan kemampuan atau ketrampilan kerja seseorang

atau sekelompok orang.

Kelompok di sini dapat diartikan sebagai suatu system yang

terdiri dari sejumlah orang yang berinteraksi satu sama lain dan

terlibat dalam suatu kegiatan bersama selain itu pendapat yang tidak

berbeda dikemukakan oleh Sherif, yang mengatakan bahwa:

kelompok adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau

lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup

intensif dan teratur, sehingga diantara individu sudah terdapat

pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu yang khas bagi

ketentuan sosial tersebut.

Lebih dari itu, keeratan hubungan merupakan kekuatan

kelompok untuk berfikir dan bertindak sebagai kesatuan untuk

mencapai tujuan bersama. Walaupun demikian keinginan individu

bersumber pada kebutuhan masing-masing. Jadi pada dasarnya

masing-masing orang menitik berdasarkan pada kebutuhannya dan

keinginan individu, sepanjang kebutuhan dan keinginannya tidak

dapat terpenuhi manusia cenderung berusaha mencapai tujuan

dangan bekerja sama dengan orang lain untuk bekerja secara

kelompok.

36
b. Pengertian kelompok sadar wisata

Kelompok sadar wisata adalah sekumpulan warga masyarakat

yang mempunyai kaitan mata pencarian dari aktivitas wisata

membentuk suatu wadah. Kelompok ini bersifat informal sebagai

wadah bertukar pikiran, kegiatan, pembicaraan, dan pengembangan

dalam rangka mencapai tujuan agar wilayah mereka menjadi wilayah

yang mempunyai daya tarik wisata. Kelompok sadar wisata adalah

sarana penyalur aspirasi dan komunikatif antar pengurus dan warga.

Pembentukan kelompok sadar wisata ini dimaksudkan untuk

memberikan pemahaman kepada warga yang berada di sekitar lokasi

pariwisata tentang pentingnya keterlibatan warga secara langsung

dalam menjaga serta mengembangkan obyek wisata yang ada di

masing-masing wilayah. Seperti dikemukakan (Nyoman S. Pendit,

2006: 55) sifat ramah tamah rakyat Indonesia ini merupakan salah

satu “model potensial” yang besar dalam pariwisata. Disamping

keindahan alam dan atraksi yang menarik, sifat ramah tamah ini juga

merupakan “investasi tak nyata” dalam arti kata sesungguhnya pada

industri pariwisata, karena rakyat Indonesia merupakan daya tarik

tersendiri.

B. Peneilitian Sebelumnya
Penelitian terdahulu ini memuat berbagai penelitian yang telat dilakukan

oleh beberapa peneliti lain. Penelitian yang ada telah mendasari pemikiran

penulis dalam penyusunan skripsi, penelitian-penelitian tersebut sebagai

berikut:

37
1. Penelitian Novie Istoria Hidayah (2017) dalam ringkasan skripsi yang

berjudul Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata

Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui upaya-upaya yang

dilakukan untuk memberdayakan masyarakat dalam pengembangan Desa

Wisata Jatimulyo. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan

pendekatan kuantitatif

2. Penelitian Zaenal Arifi, S. pd (2017) dalam tesis yang berjudul

Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pariwisata (Studi Kasus AMAN

(Asosiasi Asongan Mandalika) Di Desa Kuta Kecamatan Pujut

Kabupaten Lombok Tengah - Nusa Tenggara Barat). Peneliti

menggunakan perspektif CBT (Community Base Tourism) dan

menganalisis data menggunakan modelanalisis - interaktif.

3. Penelitian Dei Handayani; Afrizal; Uly Shophia dalam jurnal yang

berjudul Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pariwisata Oleh Pemerintah

Kabupaten Bintan Tahun 2017 (Studi Pengembangan Ekonomi

Masyarakat Desa Kuala Sempang Kecamatan Seri Kuala Lobam

Kabupaten Bintan). Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui sudah

sejauh mana pemberdayaan masyarakat berbasis pariwisata dalam

pengembangan Desa Kuala Sempang serta untuk mengetahui bagaimana

hasil / dampak dari pemberdayaan masyarakat berbasis pariwisata.

Dalam penulisan ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif -

kualitatif.

38
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian merupakan keseluruhan cara atau kegiatan yang di

lakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian, mulai dari merumuskan

masalah sampai dengan penarikan suatu kesimpulan (Sugiyono, 2009: 1).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Menurut Masyhuri dan Zainuddin (2008: 13) penelitian

kualitatif adalah penelitian yang pemecahan masalahnya dengan

menggunakan data empiris.

Sedangkan Moleong (2007: 6) mendefinisikan penelitian kualitatif

sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian mislanya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripfi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah

Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2011: 8-10) menyebutkan bahwa

penelitian kualitatif memiliki lima ciri, yaitu:

1. Dilaksanakan dengan latar alami, karena merupakan alat penting adalah

adanya sumber data yang langsung dari peristiwa.

2. Bersifat deskriptif yaitu data yang dikumpullkan berbentuk kata-kata atau

gambar dari pada angka.

39
3. Lebih memperhatikan proses dari pada hasil atau produk semata.

4. Dalam menganalisis data cenderung cara induktif.

5. Lebih mementingkan tentang makna (essensial).

Dalam penelitian ini semua data yang terkumpul kemudian di analisa dan

diorganisasikan hubungannya untuk menarik kesimpulan yang diwujudkan

dalam bentuk tulisan. Dengan metode deskriptif kualitatif di harapkan mampu

mengetahui kontribusi apa saja yang telah diberikan masyarakat desa wisata

Blue Lagoon.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Waktu Penelitian : Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli 2020

hingga terselesaikannya penelitian ini.

2. Tempat Penelitian : Penelitian ini akan berlangsung di desa wisata Blue

Lagoon Koroulon Kidul, Area Sawah, Widodomartani, Kec Ngemplak,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55584.

C. Subjek dan Objek Penelitian


1. Penentuan Subjek Penelitian

Pengambilan sumber data/ subjek penelitian ini menggunakan teknik

“purpose sampling” yaitu pengambilan sumber data/ subjek yang

didasarkan pada pilihan penelitian tentang aspek apa dan siapa yang

dijadikan focus pada saat situasi tertentu dan saat ini terus-menerus

sepanjang penelitian, sampling bersifat purposive yaitu tergantung pada

tujuan focus suatu saat (Nasution, 2006: 29). Purpose Sampling adalah

teknik pengambilan sumber data/ subjek penelitian dengan pertimbangan

40
tertentu. Caranya yaitu, penulis memilih orang tertentu untuk

dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan, selanjutnya

berdasakan data atau informasi yang diperoleh dari sumber data

sebelumnya itu, penulis dapat menetapkan sumber data/ subjek penelitian

lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih lengkap.

Subjek dalam penelitian ini meliputi, 20 0rang dengan rincian: 5

masyarakat yang berpartisipasi (pengelola); 5 masyarakat yang tidak

berpartisipasi; dan 10 orang pengunjung yang sedang berekreasi di Desa

Wisata Blue Lagoon.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sasaran untuk medapatkan suatu data,

sesuai dengan pendapat Sugiyono (2009: 58) mendefinisikan bahwa:

“Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan guna tertentu tentang sesuatu hal objektif valid dan realibel

tentang suatu hal (varian tertentu)”.

Dari pengertian diatas, maka objek dari penelitian disini adalah

pemberdayaan masyarakat sekitar desa wisata Blue Lagoon melalui

pengembangan obyek wisata.

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang memliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

41
2017:80). Populasi dalam peneitian ini adalah cara masyarakat mengelola

dalam proses berkembangnya desa wisata Blue Lagoon.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2017: 81), sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel dari penelitian

ini adalah masyarakat sekitar dan pengunjung desa wisata Blue Lagoon.

Meskipun sampel hanya merupakan bagian kecil dari populasi, namun

kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel itu harus

menggambarkan dalam populasi.

E. Unit Sampel
Unit sampel dalam penelitian ini adalah 5 masyarakat sekitar yang

ikut berpartisipasi dalam mengelola desa wisata Blue Lagoon (penelola); 5

masyarakat yang tidak berpartisipasi; dan 10 orang pengunjung yang

sedang berekreasi di Desa Wisata Blue Lagoon.

F. Teknik Pengambilan Sampel


Menurut Sugiyono (2017: 81) mengemikakan teknik pengambilan

sampel/ teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel.

Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat

berbagai teknik sampling yang dapat digunakan.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non-

probability sampling melalui purposive sampling. Non-probability

Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang

42
atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota untuk dipilih

menjadi sampel (Sugiyono, 2017: 84)

Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengam

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2017: 85). Kriteria yang menjadi

pertimbangan khusus dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ikut

mengelola dan berpartisipasi dalam perkembangan desa wisata Blue

Lagoon.

Alasan pemilihan sampel dengan menggunakan purposive

sampling karena tidak semua sampel memiliki kriteria sesuai dengan yang

telah ditentukan oleh penulis. Oleh karena itu, sampel ini sengaja dipilih

dan ditentukan berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh

penulis untuk mendapatkan sampel yang representatif.

G. Sumber Data
1. Data Primer

Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari lapangan penelitian,

baik pengamatan langsung maupun wawancara kepada informan:

a. Masyarakat sekitar yang ikut berpatisipasi dalam mengelola wisata

Blue Lagoon

b. Masyarakat sekitar yang tidak ikut berpartisipasi dalam mengelola

wisata Blue Lagoon

c. Pengunjung yang berkunjung dan menikmati tempat wisata tersebut

43
2. Data Sekunder

Peneliti dalam hal ini turut memerlukan data-data pendukung lain

atau data sekunder untuk menguji mendukung kebenaran dari data primer

yang diperoleh peneliti. Data sekunder ini dapat berupa naskah, dokumen

resmi, literatur, artikel, koran dan sebagainya yang berkenaan dengan

penelitian ini.

H. Teknik Pengumpulan Data


Sesuai dengan pendekatan penelitian kualitatif dan sumber data

yang akan digunakan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah dengan dokumen, obeservasi, dan wawancara. Menurut Tatang M.

Amirin (1990: 94) teknik-teknik yang bisa digunakan untuk menggali

data adalah

1) tes; 2) angket/kuisioner; 3) wawancara/interview; 4)

observasi/pengamatan; dan 5) telaah dokumen. Sedangkan menurut Gulo

W pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian (2002: 110).

Adapun teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam

penelitian ini yaitu:

1. Observasi (Pengamatan)

Menurut Sofar dan Widiyono (2013:153) Pengamatan adalah

kegiatan yang meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu obyek

penelitian dengan menggunakan seluruh indra. Dalam kegiatan ini,

dilakukan pencatatan yang sistematis terhadap unsur-unsur yang

44
tampak atau yang dirasakan indra mengenai gejala-gejala yang

muncul pada obyek penelitian.

Permasalahan yang harus diamati ketika melakukan pengamatan

menurut J.P Spredly seperti dikutip oleh S. Nasution (2006: 88) yaitu

sebagai berikut:

a. Ruang dalam aspek fisik

b. Perilaku, yaitu semua orang yang terlibat dalam situasi

c. Kegiatan, yaitu apa yang dilakukan orang dalam situasi itu

d. Obyek, yaitu benda-benda yang berasa di tempat itu

e. Kejadian atau peristiwa, yaitu rangkaian kegiatan

f. Tujuan, yaitu apa yang ingin dicapai orang dan makna perbuatan

orang

g. Perasaan, yaitu emosi yang dirasakan dan dinyatakan.

Dengan melakukan pengamatan akan memperoleh manfaat

seperti yang dikemukakan oleh Patton yang dikutip oleh Nasution S

(2006: 59), yaitu:

a. Dengan berada dalam lapangan akan lebih memahami konteks data

dalam keseluruhan situasi.

b. Pengamatan langsung memungkinkan penulis menggunakan

pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi konsep-konsep atau

pandangan sebelumnya.

45
c. Penulis dapat melihat yang kurang atau tidak diamati oleh orang

yang telah lama berada dalam lingkungan tersebut, karena telah

dianggap biasa dan tidak terungkap dalam wawancara.

d. Penulis dapat mengemukakan hal-hal di luar presepsi responden,

sehingga penulis memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

e. Di lapangan peneliti tidak hanya dapat mengembangkan pengamatan

akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, misalnya situasi

soasial.

2. Wawancara

Wawancana terbagi dalam tiga macam yaitu wawancara

terstruktur (structured interview), wawancara tidak terstruktur

(unstructured interview), dan wawancara campuran (semi

structured). Wawancara terstruktur menyangkut pada persiapan

penulis untuk menyusun daftar pertanyaan kepada informan,

wawancara tidak terstruktur penulis justru mempersiapkan

pertanyaan pokok saja yang nantinya pada saat berlangsung

wawancara berdasarkan jawaban dari informan tersebut kemudian

penulis mengembangkan pertanyaan yang sifatnya lebih mendalam,

sedangkan wawancara campuran penulis menanyakan tentang pokok

pertanyaan kemudian setelah selesai mulai mengupas setiap

pertanyaan secara mendalam (Sugiyono, 2009: 73-75)

Menurut Sofar dan Widiyono (2013:153) wawancara adalah

alat pengumpulan data yang digunakan dalam komunikasi langsung

yang

46
berbentuk sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan oleh pengumpul

data (interviewer) sebagai pencari informasi yang dijawab secara

lisan oleh informan (interviewer) secara singkat wawancara

didefinisikan sebagai alat pengumpulan data berupa tanya jawab

antara pihak pencari informasi dan sumber informasi yang

berlangsung secara lisan.

Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini menggunakan

wawancara semi-structured yang berarti mula-mula wawancara

dilakukan dengan pertanyaan yang terstruktur kemudian diperdalam

dengan pertanyaan lebih lanjut sehingga diperoleh keterangan yang

lengkap dan mendalam.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari

record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang

penyidik (Moleong, 2011: 216). Dengan menggunakan dokumentasi

maka hasil observasi dan wawancara akan lebih akurat karena

dokumentasi didukung dengan berisikan catatan yang sudah berlalu,

bisa berupa foto, tulisan, gambar, karya dan lain sebagainya.

I. Keabsahan Data
Untuk membuktikan keabsahan data dalam penelitian ini, teknik

yang digunakan hanya terbatas pada teknik pengamatan lapangan dan

triangulasi. Norman K. Denzin (2009) mendefinisikan trianggulasi

sebagai gabungan atau kombinasi berbagai mendefinisikan trianggulasi

sebagai

47
gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji

fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang

berbeda. Menurutnya trianggulasi meliputi empat hal, yaitu:

1. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan

informasi atau data dengan cara yang berbeda.

2. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih

dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data.

3. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informasi

tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.

4. Triangulasi teori adalah membandingkan dengan perspektif teori

yang relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan

atau kesimpulan yang di hasilkan.

Dari empat macam pengertian triangulasi diatas maka dalam

penelitian ini penulis mengunakan triangulasi sumber dan triangulasi

metode

1. Triangulasi metode maksudnya dalam penelitian kualitatif peneliti

menggunakan metode wawancara, observasi, dan survei. Untuk

memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang

utuh mengenai informasi tertentu, penelitian bisa menggunakan

metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur atau peneliti

dapat menggunakan wawancara dan observasi serta pengamatan

untuk mengecek kebenarannya.

48
2. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih

dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini

diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang

digali dari subjek penelitian.

J. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis data dari Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2013:

246) yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan.

Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data, penyajian data,

dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, yaitu proses pemilihan,

pemusatan, perhatian, pada penyederhanaan, abstrak, dan

transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan studi

(Sugiyono, 2009: 92).

Reduksi data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan

merangkum data, memilih hal-hal pokok, disusun lebih sistematis,

sehingga data dapat memberkan gambaran yang lebih jelas tentang

hasil pengamatan dan mempermudah penulis dalam mencari

kembali data yang di peroleh dan di perlukan. Langkah ini di

maksudkan agar data yang di peroleh dan di kumpulkan lebih

mudah untuk dikendalikan.

49
2. Penyajian Data

Penyajian data ini dapat dilakukan dengan bentuk table, grafik,

phie card, pictogram, dan sejenisnya (Sugiyono, 2009: 95). Dengan

melihat sajian data, penulis akan dapat memahami apa yang sedang

terjadi dan apa yang harus di lakukan yang memungkinkan untuk

menganalisis dan mengambil tindakan lain berdasarkan

pemahaman.

3. Pengambilan atau Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan yang di verifikasi adalah berupa suatu pengulangan

sebagai pemikiran kedua yang timbul melintas pada penulis waktu

menulis. Penarikan kesimpulan dan verifikasi yang di kemukakan

masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak di temukakn

bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan

data berikutnya (Sugiyono, 2009: 99).

50
BAB IV

GAMBARAN UMUM OBYEK WISATA

A. Sejarah Obyek Wisata


Masyarakat sekitar memiliki ide untuk menjadikan desa wisata

Blue Lagoon atau yang dulunya bernama Mata Air Tirta Budi Dalem di

awali oleh beberapa mahasiswa/i yang sedang melakukan kegiatan KKN di

sekitar desa Widodomartani, Ngempak, Sleman yang sedang berjalan-jalan

dan mengambil beberapa foto di sekitar Blue Lagoon lalu di upload ke

internet sehinga banyak masyarakat luar yang mengenal. Melihat potensi

itulah Pak Suhadi dan beberapa masyarakat yang lainnya memiliki ide dan

gagasan untuk menjadikan desa wisata dengan mengumpulkan seluruh

warga masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber

daya manusia yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sekiat Blue Lagoon melalui terbentuknya sebuah desa wisata. Blue Lagoon

mulai dikelola pada bulan September tahun 2014 dan diresmikan menjadi

desa wisata oleh pemerintah Kabupaten Sleman yaitu Drs. H. Sri.

Purnomo, M.SI. selaku Bupati Sleman periode 2010-2021 pada tanggal 22

Maret 2015 sehingga menjadi hari jadi Blue Lagoon sekaligus juga

memperingati hari air sedunia.

Blue Lagoon merupakan salah satu obyek wisata pemandian mata

air yang muncul dari permukaan tanah kolam Blue Lagoon dan juga

kumpulan dari 11 sumber mata air yang terdiri dari air laut utara, air laut

51
selatan, air yang diambil dari sumber para wali dan raja-raja, air hujan

yang jatuh pada malam hari.

Dalam melestarikan mata air serta melestarikan budaya lokal

(jawa), masyarakat sekitar Blue Lagoon selalu mengadakan upacara Murti

Sumber setahun sekali setiap tanggal 25 Sha’ban atau sambil menyambut

bulan suci ramadhan sekaligus ucapan syukur karena mata air yang berada

di Blue Lagoon bisa menimbulkan kesejahteraan bagi warga masyarakat

sekitar. Upacara Murti Sumber menggelar seni dan budaya selama 2

minggu dan pada puncak acara terdapat penuangan 11 sumber mata air

yang sudah di tuang ke dalam satu kendi kemudian tamu-tamu VVIP yang

akan menuangkan ke kolam desa wisata Blue Lagoon.

Terdapat berbagai seni dan budaya yang ditampilkan dalam

upacara Murti Sumber seperti seni tari, jatilan, ketoprak dan berbagai

kesenian jawa yang merupakan suatu budaya kearifan lokal. Setelah itu di

ikuti dengan empat gunungan Gunungan Nasi Wiwit, Gunungan Cara,

Gunungan Sayuran, Gunungan Hasil Bumi untuk dijadikan rayahan

masyarakat (dalam adat jawa).

Mayoritas masyarakat yang ikut mengelola desa wisata Blue

Lagoon adalah masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan diluar dan warga

masyarakat yang berprofesi sebagai petani sehingga hanya mengandalkan

penghasilan dari Blue Lagoon saja. Namun ada pula beberapa masyarakat

yang sudah memiliki pekerjaan namun tetap ikut mengelola desa wisata

52
Blue Lagoon sehingga hanya dijadikan sebagai sambilan / pekerjaan

sampingan.

B. Susunan Pengurus Wisata Blue Lagoon


Ketua : Suhadi

Wakil : Sunar

Sekertaris : Yuda Pratama

Bendahara : Hariyanto

Seksi Pembangunan : Sukarto

Seksi Pedagang dan Koperasi : Bu Gandung

Seksi Keamanan : Dodo Bayu

Seksi Humas : Widodo

53
BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian


1. Pelaksanaan Pengambilan Data

a. Waktu Penelitian : Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2020

hingga bulan Agustus 2020.

b. Tempat Penelitian : Penelitian ini berlangsung di desa wisata Blue

Lagoon Area Sawah, Widodomartani, Kec Ngemplak, Kab Sleman,

Daerah Istimewa Yogyakarta 55584.

2. Keadaan Umum Desa Wisata Blue Lagoon

Blue Lagoon merupakan pemandian alam mata air yang berada di

Area Sawah, Widodomartani, Kec Ngemplak, Kab Sleman, Daerah

Istimewa Yogyakarta 55584. Daya tarik desa wisata ini adalah lokasi

yang mudah ditemukan serta dapat diakses dengan kendaraan roda dua

maupun roda empat, airnya yang jernih, aliran air yang cukup tenang, dan

suasana alam yang masih sangat asri dan sejuk.

3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisis dalam penelitian ini berdasarkan kepada pendapat Miles dan

Hubberman (1992) yang menjelaskan bahwa analisis data terdiri dari tiga

alur kegiatan, yaitu :

54
a. Reduksi Data, yaitu proses pemilihan data-data yang muncul dari

catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi data dilakukan terus-

menerus selama kegiatan penelitian berlangsung

b. Penyajian Data, yaitu data berupa sekumpulan informasi tersusun

yang memberikan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Dalam bentuk yang sederhana penyajian data merupakan uraian

deskriptif yang merupakan kumpulan dari sejumlah data yang

diperoleh peneliti dan siap untuk dianalisis menuju pada kesimpulan-

kesimpulan.

c. Menarik Kesimpulan yaitu kegiatan menyimpulkan makna-makna

yang muncul dari data yang harus dijui kebenarannya.

B. Reduksi Data
Reduksi data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan

merangkum data, memilih hal-hal pokok, disusun lebih sistematis,

sehingga data yang diperoleh dapat memberikan gambaran yang lebih jelas

tentang hasil pengamatan dan mempermudah penulis dalam mencari

kembali data yang di peroleh dan di perlukan. Berikut adalah hasil dari

data yang diperoleh:

1. Masyarakat yang ikut berpartisipasi (Pengeola Blue Lagoon)

Kontribusi dapat diberikan dalam berbagai bidang yaitu

pemikiran, kepemimpinan, profesionalisme, finansial, dan lainnya.

Kontribusi adalah suatu keterlibatan yang dilakukan oleh seseorang

atau organisasi yang kemudian memposisikan dirinya terhadap peran

dalam

55
masyarakat sehingga memberikan dampak yang kemudian dinilai dari

beberapa obyek. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan

kontribusi dalam Desa Wisata Blue Lagoon ialah sumbangan dan

keterlibatan masyarakat dalam mengembangkan obyek wisata.

a. Pak Suadi (ketua sekaligus pendiri desa wisata Blue Lagoon)

Respon atau partisipasi masyarakat sekitar saat terbentuknya desa

wisata Blue Lagoon sangat antusias. Sejak awal hingga saat ini

kebetulan memang saya dan bersama masyarakat disini untuk

menggerakkan serta mengelola keseluruhan desa wisata ini. Pada

awalnya kami sudah membentuk atau merekrut masyarakat ibu-ibu

untuk membuat ciri khas batik sini untuk souvenir khas Blue

Lagoon, terdapat tiga macam jenis batik yang ada namun setelah

terbentuk kelompok membatik tersebut mereka malah tidak mau

mengembangkan justru malah mempunyai ide sendiri padahal

sudah diresmikan untuk menjadi souvenir batik ciri khas di sini.

Jadi sebenarnya sudah ada tiga macam batik dan mungkin juga

kedepan akan ada gantungan kunci dan buku, karena rencana saya

mau membuat buku. Sementara batik tetap produksi namun mereka

tidak membuat untuk ciri khas sini padahal dari awal kita yang

sudah mengadakan pelatihan serta membelikan alat-alatnya.

Setelah 6 bulan kita kelola saya langsung minta Blue Lagoon untuk

diresmikan ke Bupati Sleman, 1 tahun setelahnya saya kembangkan

ke arah seni budaya dan adat sdengan membentuk upacara adat

56
Murti Sumber dan sekaligus untuk mensyukuri tempat ini. Kita

selalu mengadakan acara seni dan budaya setahun sekali yaitu adat

Murti Sumber setiap tanggal 25 Sha'ban atau sambil menyambut

bulan suci ramadhan, kita menggelar seni dan budaya selama 2

minggu dan pada puncak acara kita menuangkan 11 sumber mata

air yang terdiri dari air laut utara, air laut selatan, air yang diambil

dari sumber para wali dan raja-raja, air hujan yang jatuh pada

malam hari lalu kita tuang ke dalam satu kendi kemudian tamu-

tamu VVIP lah yang menuangkan kesini. Beberapa seni dan

budaya yang ditampilkan dalam acara adat Murti Sumber ada seni

tari, jatilan, ketoprak dan macem-macem yang pasti kesenian jawa

yang merupakan suatu seni dan adat budaya kearifan lokal. Adapun

beberapa kendala dalam masa pembangunan dan perkembangan

Blue Lagoon namun menurut saya hanya kendala kecil-kecil.

Kendala paling utama adalah keuangan karena dari awal kita adalah

swadaya tanpa modal sedikitpun, kalau kendala manusia memang

ada yang pro dan kontra itu hal yang wajar bagi saya lalu kendala

alam dengan adanya bencana alam seperti banjir dimusim

penghujan itu adalah hal yang wajar.

Jumlah pengunjung sendiri ditahun 2018 sekitar 70.000 orang

setahun jika dijumlah total dengan adanya desa wisata ini dan

diuangkan dari tiket wisatawan harian saja belum dari kegiatan

homestay, camping, pedagang, dan lain-lain sekitar 700jt setahun.

57
Kalau total keseluruhan rata-rata dengan adanya desa wisata ini

masuknya perputaran uang di dusun ini sekitar hampir 1Milyar

sudah termasuk kegiatan homestay, camping, pedagang, dan lain-

lain. Uang yang diterima dengan adanya desa wisata ini kembali

lagi ke warga, setiap minggu saya bagi hasil perputaran uang di

dusun ini untuk tenaga kerja, anak yatim, tempat ibadah (infaq),

dana sosial, asuransi, dana pembangunan, dana untuk warga yang

terkena musibah dan lain-lain.

b. Pak Sunar (wakil ketua Blue Lagoon)

Partisipasi masyarakat sekitar sangat antusias pada saat awal

memiliki gagasan atau ide untuk mengembangkan desa wisata Blue

Lagoon ini sampai dalam masa pembagunan saat ini, namun

memang tidak semua masyarakat ikut mengelola karena banyak

warga masyarakat sekitar sini yang sudah memiliki pekerjaan lain.

Adapula masyarakat yang sudah memiliki pekerjaan lain namun

tetap membantu untuk mengelola desa wisata Blue Lagoon ini,

kebanyakan masyarakat yang ikut mengelola desa wisata Blue

Lagoon ini adalah masyarakat yang tidak memiliki pkerjaan lain

sehingga hanya menggantungkan hasil mata pancahariannya dari

sini saja.

Banyak kontribusi yang diberikan masyakarat apalagi memang

sudah dibagi dalam bagian-bagiannya tapi ya bukan berarti sudah

ada bagian-bagiannya lalu tidak memperhatikan pekerjaan lainnya.

58
Seperti saya kalau memang toilet atau bagian tiket tidak ada yang

jaga ya saya yang jaga, walaupun memang bukan tugas saya namun

bukan berarti saya tidak peduli. Saat adanya pandemi covid-19

sepeti ini sebagian waktu kita gunakan untuk mengembangkan

tempat ini seperti membangun gapura dan lain-lain sehingga pada

saat pandemi sudah selesai dan tempat wisata sudah resmi di buka

kembali tempat ini sudah siap di kunjungi dan sudah lebih bagus

dari sebelumnya. Saya sebagai warga yang hanya menggantungkan

hasil mata pancaharian dari Blue Lagoon saja merasa mendapatkan

dampak yang sangat baik dengan adanya Blue Lagoon ini karena

saya bisa menghidupi keluarga saya dengan bekerja disini. Kita

juga sering mengadakan acara kesenian dan budaya untuk

mengembangkan serta melestarikan budaya terutama budaya lokal.

c. Mas Gandung dan Pak Yatno

Respon masyarakat sekitar dengan adanya desa wisata Blue Lagoon

sedang-sedang saja, dalam artian ada yang pro dan sangat antusias

dengan ikut mengelola guna mengembangkan desa wisata ini

namun ada pula yang kontra. Sebagai pengelola banyak kontribusi

yang diberikan baik itu sesuai dengan yang sudah dibagikan sesuai

dengan struktur organisasi ataupun bila ada sesuatu yang perlu

dikerjakan walaupun itu bukan bidangnya `tetap kita kerjakan

contohnya seperti pembangunan gapura dan pendopo/ gazebo. Saat

awal-awal terbentuknya desa wisata Blue Lagoon memang warga

disini harus

59
diberi tahu terlebih dahulu karena masyarakat sekitar juga tida tahu

kalau tidak ada woro-woro (pengumuman) terlebih dahulu. Desa

wisata Blue Lagoon tidak memaksa masyarakat sekitar untuk

mengeluarkan dana pribadi melainkan masyarakat mendapatkan

banyak keuntungan. Sebagai contohnya kami, kami tidak perlu

mencari pekerjaan dimana-mana karena disini sudah tersedia

pekerjaan yang harus dijaga dan dikelola. Kalaupun sudah terlanjur

bekerja diluar tidak apa-apa dan tetap bekerja disini sebagai

sambilan, hanya saja rata-rata kami yang menjadi pengelola disini

merupakan masyarakat yang tidak memiliki dan tidak ingin

mencari pekerjaan diluar. Dari segi sosial budaya, makin kesini

makin maju karena yang dulunya tidak hidup dan hilang saat ini

dihidupkan lagi seperti kesenian jathilan dan kesenian lokal

lainnya. Kesenian budaya ini sebenarnya sudah cukup lama mulai

berjalan kembali karena awal mula desa wisata ini terbentuk kami

sudah mengadakan acara kesenian tersebut.

d. Mas Yanto

Masyarakat disekitar Blue Lagoon, khususnya warga yang tinggal

disekitar sini cukup antusias dalam membantu pengembangan

tempat wisata ini. Tetapi pada saat pandemi seperti ini ada sebagian

warga yang sebelumnya ikut bantu-bantu disini sekarang lebih

memilih untuk tinggal dirumah terlebih dahulu. Kalau dari segi

pengelola semua sudah dibentuk secara terstruktur, ada yang

berjaga

60
di pos masuk, ada petugas kebersihan, keamanan, pelayanan

souvenir, dan lain-lain. Sebelum adanya pandemi ada sekitar 30

orang, sekarang bisa dihitung jari orang yang berpartisipasi secara

langsung. Bagi saya sendiri yang saya rasakan dari segi ekonomi

adalah saya bisa mendapatkan penghasilan disini, jadi tidak perlu

mencari pekerjaan diluar lagi. Jadi dapat dikatakan bahwa Blue

Lagoon membantu perekonomian warga sekitar sini. Dari segi

budaya ada berbagai kesenian yang ditampilkan sekali dalam

setahun, antara lain seni tari, jathilan, dan ketoprak. Sebagai

puincaknya ada upacara Murti Sumber yang diadakan pada tanggal

25 Sha’ban. Kalau untuk pedagang sebenarnya ada yang berjualan

makanan, snack, dan minuman. Sebelum pandemi (pedagang)

boleh berjualan didalam area Blue Lagoon yang didekat parkir

motor itu, hanya saja untuk sementara tidak boleh dulu mengingat

keadaan sekarang.

2. Masyarakat yang tidak berpatisipasi langsung

Pada penelitian ini yang menjadi subyek adalah masyarakat

yang ikut berpartisipasi dalam mengelola desa wisata Blue Lagoon

(pengelola) dan masyarakat yang tidak ikut berbartisipasi (pedagang).

61
a. Ibu Lanjar pedagang bakso dan sempol

Saya kan juga seorang perempuan jadi saya lebih memilih

berdagang dan tidak kerja fisik. Selain itu saya juga memang sudah

lama berdagang bahkan sebelum adanya Blue Lagoon saya sudah

berdagang, dan memang orang tua saya dari dulu juga pedagang

berjualan bakso. Kalau untuk tanggapan masyarakat lainnya

memang semua ada yang pro dan kontra. Apalagi saya kan tidak

mempunyai warung permanen di Blue Lagoon karena memang

saya sudah berdagang keliling sebelum adanya desa wisata ini jadi

saya berjualan menggunakan motor, namun sejauh ini

tanggapannya semua baik-baik saja dan tetap boleh berdagang di

lokasi Blue Lagoon.

b. Ibu Rika pedagang ayam geprek

Mungkin karena saya istri dan seorang perempuan sehingga tidak

ikut kerja fisik, karena suami juga ketua disana istilahnya saya juga

mendukung ajalah gitu dengan berjualan disana. Kalau pengelola

sebenarnya semua tanggapannya baik ke masyarakat, baik yang

mendukung maupun yang tidak mendukung semuanya baik. Semua

warga masyarakat sekitar boleh berjualan disana karena itu juga

milik bersama dan milik warga kampung juga, jadi yang namanya

untuk bersama pasti mereka juga yang merasakan kalau yang

mendukung kalau tapi kalau yang tidak mendukung ya terserah

gitu. Tapi kalau pengelola walaupun tidak mendukung sekalipun

tetap

62
baik dan tetap usaha merangkul walaupun aslinya tidak

mendukung. Jadi secara garis besar semua dianggap saja

mendukung semua karena kan memang untuk bersama juga dan

hasilnya juga mereka juga yang merasakan. Kalau yang tidak

mendukung ya terserah monggo (silahkan) karena masih banyak

yang mendukung dari pada yang tidak mendukung sampai maju

seperti ini kan juga karena pengelola dan warga masyarakat yang

mendukung-mendukung itu sehingga bisa jadi seperti ini bisa maju

dan bisa terkenal juga. Apalagi kalau liburan kebanyakan

pengunjungnya dari luar kota semua.

c. Ibu Samsyah pedagang minuman ringan

Saya tidak bisa kalau disuruh ikut mengelola karena saya bisanya

hanya bergadang saja dan saya kurang pengalaman juga dalam

mengelola hal-hal seperti itu, sehingga saya lebih memilih

berdagang saja. Sejauh ini masyarakat lainnya menerima dengan

baik semua.

d. Ibu Heni pedagang minuman dan makanan ringan

Saya bisanya hanya berjualan pada hari sabtu minggu, karena

suami saya juga bekerja sehingga saya hanya dirumah dan tidak

bisa berjualan. Karena suami saya kan 5 hari kerja sehingga hanya

bisa di hari sabtu dan minggu saja. Sejauh ini pihak pengelola tidak

merasa bermasalah malah saling membantu dan menerima dengan

baik. Bapaknya (suami bu Heni) kerja dan saya mempunyai

63
sambilan menjahit dirumah dan bapaknya kalau libur hanya hari

sabtu dan minggu, kalau disuruh full jualan gitu tidak bisa jadi

cuma pas tanggal merah dan hari libur saja baru bisa berjualan.

e. Bu Iis pedagang tempura

Saya seorang pensiunan guru dan untuk menjadi pengelola sudah

dipilih dari ketua pengelola. Menurut saya pengelola ditempat ini

seperti ingin menguasai sendiri, seperti yang tadinya yang

berdagang didalam area wisata disuruh naik dan hanya bisa

berjualan di pintu masuk area wisata. Maka dari itu banyak

pedagang yang kurang suka dengan manajemen desa wisata ini,

padahal seharusnya menurut saya kalau tempat wisata itu kan

seharusnya yang berjualan banyak dan tidak jauh dari lokasi wisata

sehingga pengunjung senang. Padahal sebelumnya saya punya

warung bakso di depan lapangan dan sekarang tidak boleh

berjualan disitu, akhirnya tidak berjualan disitu dan saya berjualan

tempura disini. Disini semua mengeluh karena harus berjualan

seperti ini dan dulu kalau lebaran semua warga masyarakat sekitar

diberi bingkisan, tidak terlalu di pikirkan harganya tetapi rutin.

Kalau pengelola sendiri diberi THR dan bingkisan yang cukup

besar namun itu khusus hanya untuk pengelola saja.

64
3. Pengunjung

a. Vega dan Mita

Ini baru pertama kali kami datang ke sini (Blue Lagoon),

sebenarnya kalau dilihat dari foto terlihat seperti lebih bagus jadi

yang kita lihat di internet ada air terjunnya disebelah sana (bagian

ujung sungai yang lumayan dalam) cuman ini terlalu sedikit ya,

tapi menurut kami ini bagus sih karena ternyata airnya sangat

jernih. Pokoknya kesannya banyak sih dan senang bisa dateng sama

teman-teman kesini karena dekat juga dari Jogja (kota). Kami

mendapatkan informasi dari teman-teman yang udah pernah kesini

namun karena terlalu banyak orang (pengunjung) jadi gazebonya

full di pakai dan karena covid jadi di batasi untuk setiap gazebonya

(ada jumlah maksimal tiap gazebo). Blue Lagoon airnya sangat

jernih dan lumayan untuk sekedar mandi-mandi (berendam) dan

refreshing.

b. Tama

Saya kan baru pertama kali kesini (Blue Lagoon), menurut saya

tempatnya sih oke cukup hijau tapi masalahnya kalau pas saya

datang hari ini masih banyak toko makanan yang tutup (warung),

jadi kalau misalkan mau beli makanan atau minuman harus keluar

dulu. Sebenarnya ada sih didepan pintu masuk akan tetapi terasa

lumayan jauh . Dapat informasi sama pacar saya dan menurut saya

so far so good, hanya saja kamar mandi atau toiletnya terlalu jauh

dari gazebo pengunjung. Menurut saya akan lebih bagus kalau ada

65
tempat ganti baju / kamar mandi yang tidak jauh dari objek wisata

dan gazebo pengunjung. Tempatnya yang hijau, asri dan kebetulan

saya juga suka outdoor serta suara deruan air kalinya membuat

saya suka aja gitu.

c. Jihan

Menurut saya mungkin gara-gara airnya kering sehingga airnya

kurang deras dan menjadi kurang menarik. Setau saya dulu Blue

Lagoon pernah masuk keacara TV lokal (Jogja) tapi kalau sekarang

saya kesini karena diajak adik. Fasilitas yang di sediakan disini

menurut saya cukup nyaman seperti gazebonya lumayan nyaman

untuk sekedar duduk-duduk dan bersantai tapi mungkin karena

covid-19 jadi tidak ada orang yang berjualan di sekitar sini. Kalau

saya tidak bisa berenang jadi hanya ikut-ikutan saja, tapi daya tarik

Blue Lagoon sehingga banyak yang berwisata disini karena airnya

jernih dan nyaman untuk sekedar berendam dan bermain.

d. Cindy

Blue Lagoon sangat menyenangkan karena airnya jernih dan

dingin.tempatnya pun tidak sulit dicari dan pendoponya(gazebo)

juga cukup banyak dan muat banyak serta nyaman. Sangat senang

bisa menemukan tempat wisata seperti Blue Lagoon karena airnya

sangat bersih dan tidak ada sampah. Saya mengetahui adanya Blue

Lagoon ini dari media sosial dan nyaman serta puas dengan semua

fasilitas yang disediakan disini karena sangat bersih, terawat, dan

66
aman. Daya tarik Blue Lagoon itu airnya yang jernih, airnya sangat

segar, tidak kotor, dan bisa di pakai untuk berendam dan berenang

bersama dengan ikan-ikan kecil.

e. Vanny

Tempatnya sejuk, airnya jernih dan segar untuk sekedar berendam

dan bermain air. Namun berhubung pada saat saya berkunjung saya

sedang halangan(haid) sehingga tidak bisa ikut berendam bersama

teman-teman yang lain. Saya mengetahui Blue Lagoon dari

beberapa teman kuliah yang sudah pernah kesini sebelumnya,

tempatnya cukup nyaman, airnya cukup tenang dan jernih apabila

tidak terlalu banyak pengunjung, dan fasilitasnya lumayan lengkap

namun karena sedang pandemi covid-19 sehingga tidak ada yang

berjualan jadi kalau mau makan atau minum kita harus bawa bekal

sendiri. Lokasinya sangat sejuk, hijau, dan rimbun.

f. Sekar

Tempatnya asri, luas dan terdapat beberapa spot untuk berenang

karena memiliki kedalam yang lumayan dalam dan Blue Lagoon

juga menyediakan pelampung untuk pengunjung yang belum bisa

berenang namun ingin bermain air di tempat yang lumayan dalam.

Saya mendapatkan informasi tentang adanya Blue Lagoon dari

internet (media sosial). Daya tarik wisata Blue Lagoon yaitu

tempatnya yang masih asri, sangat alami dan sejuk, fasilitas yang

disediakan pun sudah cukup nyaman namun saya rasa fasilitas

untuk

67
ganti baju atau mandinya terlalu jauh dari spot berenang. Mugkin

maksud dari pengelola agar setelah bilas atau mandi bisa sekalian

ke warung makanan dan minuman namun karena sedang adanya

pandemi covid-19 dan warung-warung tidak ada yang berjualan

sehingga kamar mandinya terasa jauh.

g. Dito

Wisata Blue Lagoon menjadi pengalaman berwisata yang sangat

menarik karnea Blue Lagoon menampilkan wisata alam yang masih

alami dan asri. Disana kita dapat berenang dan bermain air di aliran

sungai yang tenang dan airnya yang jernih. Pertama kali tahu soal

adanya Blue Lagoon dari postingan teman di media sosial, saran

saya seharusnya pengelola Blue Lagoon lebih giat lagi dalam

mempromosikan Blue Lagoon agar lebih dikenal lagi oleh

masyarakat luas. Kenyamanan yang di berikan mungkin perlu

sedikit di benahi dari fasilitas pendukung di area Blue Lagoon

seperti area parkir dan food court demi mendukung kenyamanan

konsumen dalam berwisata. Kepuasan saya berwisata di Blue

Lagoon ini sangat puas karena Blue Lagoon memberikan

pengalaman wisata yang indah dan menyenangkan. Aliran sungai

yang tenang, airnya yang bersih dan jernih membuat daya tarik

tersendiri untuk datang dan berwisata di desa wisata Blue Lagoon.

68
h. Putra

Tempatnya sangat menarik perhatian karena keaslian dan terasa

masih sangat alami, saya mendapatkan informasi adanya Blue

Lagoon dari media sosial. Selama berkunjung disana saya cukup

puas dengan semua fasilitas yang telah disediakan seperti gazebo

dan fasilitas-fasilitas lainnya seperti pelampung yang disediakan

bagi para pengunjung yang tidak bisa berenang dan menjaga

keselamatan pengujung. Saya tertarik untuk berwisata di desa

wisata Blue Lagoon ini karena airnya yang sangat jernih dan

tenang, suasana alam yang indah, dan tempatnya yang masih asri

dan sejuk.

i. Rochim

Kesan saya setelah berkunjung ke Blue Lagoon sangat senang

karena ekspetasi saya saat melihat foto di media sosial dan

realitanya sama- sama indah karena airnya yang jernih dan segar.

Namun saya masih merasa kurang puas dengan fasilitas yang

tersedia karena masih ada beberapa fasilitas yang kurang seperti

gazebo yang memiliki batas maksimal yang sedikit dan kurangnya

spot foto yang menarik bagi pengunjung. Saya tertarik untuk

datang kesini karena airnya yang jernih, belum terlalu banyak

pengunjung di hari biasa atau weekday sehingga tidak membuat

airnya menjadi keruh, dan udaranya yang segar dengan banyaknya

pepohonan.

69
C. Analisis Peneliti
1. Masyarakat yang berpartisipasi langsung (Pengelola desa wisata Blue
Lagoon)
Dari penjabaran hasil wawancara diatas masyarakat desa wisata
Blue Lagoon dalam proses mengembangkan desa wisatanya bisa di
bilang sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari antusias
masyarakat dari awal munculnya ide gagasan akan dibentuknya desa
wisata hingga dalam meningkatkan fasilitas yang ada guna memberi
kenyamanan wisatawan. Seperti halnya pada saat adanya pandemi
covid-19 saat ini dan banyak tempat wisata yang ditutup sementara
termasuk desa wisata Blue Lagoon, pengelola setempat menggunakan
kesempatan itu untuk memperbaiki fasilitas yang ada seperti
membangun gapura dari batang pohon bambu, memperbaiki akses
jalan menuju tempat wisata, memperbaiki lahan parkir, membersihkan
area wisata, dll. Dalam hal ini dapat disimpulkan pula bahwa dalam
proses mengembangkan desa wisata Blue Lagoon pengelola tidak
hanya melakukan tugas sesuai job disc masing-masing namun saling
bergotong-royong dalam segala tugas, dengan begitu proses
pembangunan pengembangan desa wisata dapat cepat terselesaikan
sampai pandemi covid-19 ini berakhir dan dapat beroperasi kembali.
Mayoritas pengelola desa wisata Blue Lagoon adalah warga
masyarakat yang kurang mampu dan tidak mempunyai pekerjaan.
Menurut hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan beberapa
pengelola, desa wisata Blue Lagoon memberikan dampak
perekonomian yang positif dan sangat meningkatkan kesejahteraan
bagi mereka dengan mendapatkan gaji setiap bulannya meskipun
nominalnya tidak menentu tergantung banyak-sedikitnya wisatawan
yang datang namun itu sudah lebih dari cukup terlebih lagi pada saat
hari-hari besar pengelola desa wisata Blue Lagoon mendapatkan
bingkisan berupa sembako. Dampak positif lainnya yang dapat
dirasakan oleh masyarakat adalah dengan tidak perlu susah-susah

70
mencari pekerjaan karena sudah tersedia di Blue Lagoon, masyarakat
yang sudah pensiun dan tergolong kurang mampu mendapatkan
matapencaharian kembali dengan adanya Blue Lagoon, masyarakat
dengan keterbatasan fisik seperti tunarungu dan tunawicara yang
mungkin susah untuk mendapatkan pekerjaan diluar dapat bekerja dan
mendapatkan penghasilan di desa wisata Blue Lagoon, dan lain
sebagainya.
2. Masyarakat yang tidak berpartisipasi langsung (pedagang)
Dalam proses mengembangkan desa wisata Blue Lagoon,
masyarakat yang tidak berpartisipasi langsung hanya dapat membantu
dalam bentuk dukungan saja dikarena rata-rata yang berjualan di
kawasan wisata adalah ibu rumah tangga dan ada pula yang suaminya
bekerja sebagai pengelola desa wisata Blue Lagoon sehingga para ibu-
ibu tersebut tidak mampu membantu proses mengembangan desa
wisata secara fisik.
Tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang berpartisipasi
langsung (pengelola), masyarakat yang tidak berpartisipasi langsung
juga merasakan dampak positif dalam perekonomiannya. Blue Lagoon
merupakan destinasi wisata yang sepenuhnya dikelola masyarakat
baik secara langsung maupun bentuk dukungan, oleh karena itu hanya
masyarakat sekitar desa wisata Blue Lagoon saja yang diperbolehkan
untuk berjualan di kawasan tersebut. Bahkan desa wisata Blue Lagoon
telah menyediakan lapak permanen bagi warga masyarakat yang ingin
berjualan namun ada pula yang memilih untuk berjualan
menggunakan sepeda motor. Namun dengan adanya pandemi covid-
19 seperti saat ini masyarakat yang berjualan tidak diperbolehkan
berjualan di kawasan wisata dengan maksud pencegahan penyebaran
covid-19 dan memang wisatawan yang berkunjung tidak sebanyak
biasanya, namun masyarakat masih diperbolehkan berjualan di
sepanjang jalan pintu masuk. Memang ada sedikit kontra dari
masyarakat yang tidak berpartisipasi karena tidak diperbolehkan
berjualan di area wisata
71
namun banyak juga yang pro akan kebijakan tersebut karena untuk
kebaikan bersama juga.
Tidak hanya mendapatkan wadah untuk berjualan, masyarakat
yang tidak berpartisipasi juga mendapatkan bingkisan berupa sembako
di setiap hari-hari besar namun memang akhir-akhir ini dengan
menurunnya jumlah wisatawan menyebabkan jumlah omset yang
didapat menurun sehingga hanya pengelola saja yang mendapatkan
bingkisan tersebut, beberapa masyarakat yang mengeluh akan hal ini
namun tidak sedikit pula yang mengerti akan konsidi tersebut dan
masyarakat sekitar menganggap bahwa pro dan kontra adalah hal yang
wajar.
3. Pengunjung
Sebelum peneliti melakukan penelitian di desa wisata Blue lagoon,
peneliti merupakan salah satu pengunjung dari awal terbentuknya desa
wisata tersebut dampai saat ini. Peneliti mengkuti dari awal
terbentuknya desa wisata Blue Lagoon tahun 2015 dan sampai saat ini
banyak sekali perkembangan yang sudah dilakukan oleh masyarakat
setempat guna memberi kenyamanan lebih bagi wisatawan.
Contohnya seperti area kali yang sudah di perbagus, perbaikan akses
jalan yang dulunya hanya tanah merah, adanya bangunan loket masuk,
penyediaan wadah cuci tangan sebelum masuk ke area wisata,
pelebaran lahan parkir, pembangunan warung-warung dan gazebo,
perbaikan mck, penyediaan pelampung, dan penyediaan spot foto. Hal
ini menurut peneliti pribadi merupakan perkembangan yang sangat
pesat yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat. Namun memang
ada beberapa pengunjung yang mengeluh dengan mck dan warung-
warung yang dianggap jauh dari sekitar area kali melainkan dekat
dengan pintu masuk area wisata, namun hal tersebut tidak membuat
pengunjung menyesal telah berwisata di desa wisata Blue Lagoon.
Untuk harga tiket masuk ke desa wisata Blue Lagoon tergolong murah
yakni sukarela dengan minimal Rp. 5.000,oo per orang.

72
D. Peran Pokdarwis
Dijadikannya desa Widodomartani sebagai desa wisata

memberikan pemikiran baru bagi masyarakat yang ikut berpartisipasi

dalam mengembangkan desa mereka. Salah satunya dengan adanya

Pokdarwis sebagai organisasi internal yang membantu dalam setiap

strategi maupun perencanaan mengenai pengembangan desa wisata Blue

Lagoon. Pokdarwis menjadi salah satu konsep dan syarat dalam

pengembangan desa wisata dimana keterlibatan masyarakat menjadi sangat

penting. Dengan adanya keterlibatan masyarakat menjadi bagian dari

Pokdarwis dapat meningkatkan perannya sebagai pelaku pengembangan

pariwisata, menumbuhkan dukungan positif masyarakat sebagai tuan

rumah serta dapat memeprkenalkan, melestarikan dan memanfaatkan

potensi daya tarik yang ada di daerahnya.

Di tahap pengembangannya, desa wisata Blue Lagoon sudah

melakukan perencanaan dalam proyek menjadikan desa mereka sebagai

desa wisata seperti :

1. Tahap perrtama pendamping dengan melakukan sosialisai kepada

masyarakat dan pengurus Pokdarwis

2. Tahap kedua masyarakat tidak mau adanya hanya satu orang saja yang

menojol one man show akan tetapi mereka ingin semua masyarakat

terlibat

73
3. Tahap ketiga mereka sudah membentuk Pokdarwis sebagai organisasi

internal dengan anggota seluruh masyarakat desa yang sudah dibentuk

sejak bulan September 2014

4. Tahap keempat menciptakan perubahan dengan memberikan tanggung

jawab kepada setiap pengurus dengan job disc masing-masing.

Penentukan Pokdarwis dilakukan dengan cara mufakat atau

musyawarah dengan mengutamakan warga masyarakat yang tidak mampu

serta tidak memiliki pekerjaan lain diluar desa wisata Blue Lagoon dengan

memberikan gambaran bagaimana potensi mengenai mereka, memilih

pengurus untuk Pokdarwis serta memberikan gambaran bagaimana job

dics dari masing-masing pengurus. Alasan pemilihan anggota Pokdarwis

dengan melihat kemampuan dan latar belakang diharapkan agar lebih

mudah dalam berkomunikasi antar pengurus dan agar mereka lebih mudah

dalam menjalankan setiap tugas dan tanggung jawab yang diberikan. Akan

tetapi pengurus Pokdarwis yang ada di desa wisata Blue Lagoon belum

sesuai dengan pedoman Pokdarwis yang diterbitkan oleh Kememparekraf

(2012) yaitu dengan adanya pembina, pensehat, sekretarias atau humas,

anggota, dan seksi-seksi. Desa wisata Blue Lagoon belum memiliki

pembina serta penasehat diluar kepengurusan Pokdarwis.

Pengurus dan anggota dari Pokdarwis adalah semua warga

masyarakat di desa wisata Blue Lagoon baik dari kalangan bapak-bapak,

ibu-ibu, maupun pemuda. Tetapi kebanyakan yang menjadi pengurus

adalah kaum bapak-bapak karena banyak bapak-bapak warga masyarakat

74
Widodomartani yang tidak memiliki pekerjaan baik itu yang memang tidak

bekerja atau pun sudah pensiun sehingga lebih mudah untuk diajak kerja

sama serta memiliki kemauan yang besar dalam berpartisipasi dan

mengembangkan desa mereka. Desa wisata Blue Lagoon sudah memiliki

struktur organisasi Pokdarwis, setiap seksi yang menjadi pengurus

Pokdarwis memiliki job dics masing-masing dan sebagian dari mereka

sudah menjalankan tugas, pengurus Pokdarwis juga sudah mendapatkan

gaji dikarenakan banyak pengurus Pokdarwis yang menggantungkan hasil

matapancahariannya di Blue Lagoon namun gaji yang diberikan tidak tetap

karena pembagian gaji tergantung dari sedikit-banyaknya pengunjung yang

datang setiap bulannya.

Proses perkembangan Pokdarwis di desa wisata Blue Lagoon masih

dalam tahap berkembang, dimana mereka masih memerlukan perbaikan

dalam beberapa sisi. Misalnya saja pengetahuan mengenai pariwisata dari

setiap pengurus karena dari hasil wawancara dengan beberapa pengurus,

mereka masih belum terlalu paham akan desa wisata dan pariwisata.

Sedangkan dalam pemahaman dalam meningkatkan serta keterlibatan dan

peran serta akan mengembangkan desa wisata mereka sudah baik dengan

membuat perubahan meningkatkan fasilitas, memperbaiki akses jalan,

melakukan promosi, dll.

E. Hambatan Pengembangan
Dana merupakan hambatan paling utama dalam pembangunan serta

pengembangan desa wisata Blue Lagoon. Karena dari awal terbentuknya

75
desa wisata ini adalah swadaya tanpa modal sedikit pun yang hanya

mengandalkan sumber daya alam dan manusia, namun di balik hambatan

tersebut pengurus atau pengelola memiliki jalan keluar dengan

mengalihkan hasil dari penjualan tiket untuk biaya pembangunan dan

apabila masih dianggap tidak cukup pengelola akan mengajukan bantuan

ke pemerintah. Ada pula kendala lainnya seperti kendala manusia yang pro

dan kotra dan kendala alam dengan adanya bencana seperti banjir di

musim penghujan namun itu adalah hal yang wajar. Kalau saat ini

hambatan yang sedang di hadapi adalah sumber daya manusia, dengan

adanya pandemi covid-19 saat ini membuat berkurangnya masyarakat

yang terlibat langsung dalam pengelolaan desa wisata Blue Lagoon serta

masyarakat yang berdagang di area desa wisata karena banyak masyarakat

yang memilih di rumah terlebih dahulu dan memang dari pihak pengelola

yang meminimalkan jumlah masyarakat yang terlibat langsung di desa

wisata ini.

F. Pendukung Pengembangan
Pendukung pengembangan dapat dilihat dengan antusias

masyarakat pengembangan desa wisata Blue lagoon dengan bergotong-

royong dalam proses pembangunan serta penyediaan fasilitas,

memanusiakan manusia dan mencintai lingkungan. Keberadaan desa

wisata ini menjadi rahmat bagi kesejahteraan masyarakat yang tergolong

kurang mampu akan tuntutan hidup di sekitar kawasan desa wisata.

76
G. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengembangan desa wisata

Blue Lagoon memberikan dampak perekonomian yang positif bagi warga

masyarakat sekitar dan dapat dilihat dari adanya peningkatan kesejahteraan

masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, serta peningkatan

penyerapan tenaga kerja. Warga masyarakat desa wisata Blue Lagoon

terlebih pengelola merupakan kalangan dari masyarakat yang kurang

mampu dan tidak memiliki matapancaharian, dengan adanya desa wisata

ini sangat membantu perekonomian mereka karena mereka dapat bekerja

dan mendapatkan gaji meskipun nominalnya tidak menentu setiap

bulannya namun hal ini sudah sangat membantu perekonomian mereka

terlebih rata- rata yang menjadi pengelola adalah bapak-bapak dan sudah

berkeluarga. Namun ada pula dampak negatif yang diterima oleh beberapa

masyarakat yang tidak berpartisipasi langsung yaitu adanya kecemburuan

terhadap pengelola karena pada saat hari-hari besar hanya pengelola saja

yang mendapatkan bingkisan dan THR. Sedangkan menurut masyarakat

sekitar, Blue Lagoon merupakan milik warga kampung naun kenapa hanya

beberapa warga saja yang merasakan dampak positifnya dan tidak

menyeluruh. Namun dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa

sumber menyebutkan bahwa pada awal terbentuknya desa wisata Blue

Lagoon seluruh warga sekitar mendapatkan bingkisan pada hari-hari besar

tertentu, akan tetapi dikarenakan jumlah pengunjung yang menurun yang

menyebabkan omset pendapatan menurun membuat pengelola mengambil

77
keputusan untuk hanya pengelola saja yang mendapatkan bingkisan serta

THR di hari-hari besar tertentu.

Dalam proses pengembangan desa wisata wargga masyarakat

sekitar terlebih pegelola berperan dalam merencanakan, melaksanakan,

serta melaporkan. Merencanakan yang dimaksud adalah pengurus atau

pengelola memikirkan pembangunan apalagi yang akan dilakukan guna

mengembangkan desa wisata Blue Lagoon dan agar dapat lebih menarik

minat pengunjung. Melaksanakan yang dimaksud adalah setelah pengelola

atau pengurus melakukan musyawarah akan ide-ide perencanaan tersebut

kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan pembangunan dengan cara

bergotong royong. Melaporkan yang dimaksud adalah memberikan info

kepada pengelola atau pengurus yang lain apabila dalam proses

pembangunan dibutuhkan dana lebih dari yang sudah dianggarkan dan

melaporkan apabila ada hambatan dalam proses pembangunan tersebut

serta progres pembangunan tersebut.

Peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam proses pengembangan

desa wisata Blue Lagoon karena disatu sisi desa wisata ini sepenuhnya

dikelola oleh warga masyarakat sekitar lebih tepatnya hanya masyarakat

yang kurang mampu dalam artian tidak memiliki pekerjaan atau profesi di

luar desa sehingga hanya menggantungkan hasil mata pancaharian dari

Blue Lagoon saja dan oleh karena itu desa wisata Blue Lagoon sepenuhnya

dikelola oleh masyarakat dan kembali lagi untuk masyarakat. Respon

masyarakat saat akan adanya desa wisata Blue lagoon sedang-sedang saja

78
dalam artian memang ada yang pro dan sangat antusias namun ada pula

yang kontra dalam faktor tertentu. Banyak kontribusi yang diberikan

masyarakat namun dalam berkontribusi masyarakat sudah memiliki job

decs masing- masing dari tiket, mck, keamanan, kebersihan,

pembangunan, dll akan tetapi pembagian job decs tersebut tidak membuat

masyarakat atau pegelola tidak peka akan pengelola lain yang

membutuhkan bantuan atau kewalahan akan job desc yang sudah

diberikan.

79
BAB VI

KESIMPULAN, SARAN, KETERBATASAN

A. Kesimpulan
Desa wisata Blue Lagoon sudah layak disebut sebagai desa wisata

karena sudah memenuhi persyaratan sebagai desa wisata baik dari segi

atraksi alam dan buatan, budaya dan kesenian, aksesbilitas dan akomodasi,

organisasi internal, masyarakat lokal yang berpartisipasi sebagai pelaku

pokdarwis, serta pemberdyaan adat-adat lokal. Sampai saat ini drsa wisata

Blue Lagoon masih dalam tahap pengembangan. Pengembangan yang

dilakukan baik dari segi fasilitas pendukung, masyarakat lokal dan

organisasi internal yaitu pengurus Pokdarwis. Pemilihan pengurus dan

anggota Pokdarwis dengan menggunakan sistem mufakat atau bisa disebut

musyawarah dan mengutamakan masyarakat yang kurang mampu serta

menyesuaikan dengan kemampuan.

Pengembangan desa wisata ini memberikan dampak positif bagi

warga masyarakat desa dengan adanya peningkatan kesejahteraan

masyarakat, peningkatan intensitas perkumpulan masyarakat, peningkatan

penyerapan tenaga kerja serta peningkatan pendapatan masyarakat.

Dampak positif tersebut hanya dapat dirasakan oleh masyarakat yang ikut

berpartisipasi di desa wisata dan belum meluas untuk keseluruhan

masyarakat desa Widodomartani. Sealin itu, adanya dampak dari adanya

desa wisata Blue Lagoon ini memunculkan dua presepsi yang berbeda dari

80
masyarakat, ada yang memandang dampak yang muncul sebagai hal

positif namun ada pula yang menggang dampak yang muncul ini sebagai

dampak negatif.

B. Saran
1. Bagi Pengelola Desa Wisata Blue Lagoon

Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) memerlukan sosialisasi lebih

akan pengetahuan mengenai desa wisata di sektor pariwisata.

Melakukan promosi yang lebih menarik seperti membuat media sosial

pribadi serta meningkatkan lagi pelayanan dalam pengadaan fasilitas

seperti kenyamanan, keamanan, dan pelayanan sehingga dapat

mengingkatkan jumlah wisatawan atau pengunjung.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di desa wisata

yang masih tergolong sudah ramai pengunjung dan mudah diketahui.

Ungtuk peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian serupa dan

dapat melakukannya pada obyek-obyek wisata lainnya yang mungkin

belum terlalu diketahui banyak orang akan keberadaannya sehingga

bisa sekaligus untuk membantu memptomosikan obyek wisata

tersebut.

81
C. Keterbatasan
Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan yang harus diperhatikan

antara lain:

1. Penelitian ini berupa analisis kasus pada desa wisata Blue Lagoon

sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan pada obyek wisata

umbul lainnya.

2. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2020 yang sedang dalam keadaan

pandemi covid-19 sehingga kemungkinan akan terjadi beberapa

perubahan yang ada pada desa wisata Blue Lagoon pada tahun-tahun

yang selanjutnya.

82
DAFTAR PUSTAKA

Ambar Teguh., (2004). Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta:


Gama Media
Bahar Suharto., (1985). Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunugkidul.
Yogyakarta: BPS
Chalid Fandeli., (1995). Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam.
Yogyakarta: Liberty
Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Liconln (eds.). 2009. Handbook of Qualitative
Research. Terj. DAriyatno dkk. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Goodwin, H., (1996), In pursuit of ecotourism, Biodiversity and Concervation.
Netherland: Springer
Gulo, W., (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.
Gunawan Sumodiningrat., (2009). Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa:
Menanggulagi Kemiskinan dengan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Hari Karyono., (1997). Kepariwisataan. Jakarta: Erlangga.
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/travel/read/2019/03/23/0845006
27/bi--industri--pariwisata-jadi-sektor-paling-hasilkan-devisa
Idianto Mu’in., (2004). Sosiologi SMA. Jakarta: Erlangga.
Kemen LH., (2003). “Pengembangan Wisata Ramah Lingkungan Berbasis
Masyarakat”,
http://www.menlh.go.ig/pengembangan-wisata-ramah-lingkungan-berbasis-
masyarakat/,Diakses10Februari2014
Mardi Yatmo Hutomo., (2000). Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang
Ekonomi: Tinjauan Teoritis dan Implementasi. Jakarta: Bappenas.
Masyhuri dan M. Zainuddin., (2008). Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi,
Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
Moeljarto., (1993). Politik Pengembangan Sebuah Analisis, Konsep, Arah, dan
Strategi. Yogyakarta: Tiara Wacana.

83
Moleong, Lexy J., (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarta Offset.
Moleong, Lexy J., (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarta Offset.
Muljadi Aj., (2010). Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: Rajawali Pers
Nasikun., (2000). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution S., (2006). Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.
Nyoman.S. Pendit., (2002). Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta:
Pradya Paramita.
Nyoman.S. Pendit., (2002). Pariwisata Sebuah Study, Analisa, Informasi. Jakarta:
Djembatan.
Onny Prijono dan Pranarka., (1996). Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan, dan
Implementasi. Jakarta: CSIS.
Ridwan, Muhammad., (2012). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata.
Jakarta: PT. Sofmedia
Silaen, Sofar, Widiyono., (2013). Metodologi Penelitian Sosial Untuk Penulisan
Skripsi dan Tesis. Jakarta: IN MEDIA.
Slamet Sentosa., (2006). Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Soelaiman Joesoef., (2004). Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta:
Bumi Aksara.
Soekadijo., (1996). Dampak Perkembangan Sektor Pariwisata Terhadap Berbagai
Aspek Kehidupan. Bandung: Alfabeta.
Soekadijo, R.G., (1995). Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata Sebagai
System Linkage. Bandung: Angkasa.
Soerjono Soekanto., (2009). Struktur Masyarakat. Jakarta: CV. Rajawali.
Spillance, JJ., (1993). Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya.
Diterjemahkan oleh Andiyanto. Yogyakarta: Kanisius.
Sri Kuantari., (2009). Strategi Pemberdayaan (Quality Growth) Melawan
Kemiskinan. Yogyakarta: B2P3KS PRESS
Sri Najiati, Agus Asmana, I Nyoman N. Suryadiputra., (2005). Pemberdayaan
Masyarakat di Lahan Gambut. Bogor: Wetlands Internasonal.

84
Sugiyono., (2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono., (2017). Metode Penelitian Kualitatif: untuk penelitian yang bersifat:
eksploratif, enterpretif, interaktif, dan konstruktif. Bandung: Alfabeta.
Sumaryadi, I Nyoman., (2005). Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom &
Pemberdayaan masyarakat. Jakarta: Citra Utama.
Sameng, Andi Mappi., (2001). Cakrawala Pariwisata. Jakarta: Balai Pustaka.
Sunit Agus Tricahyono., (2008). Pemberdayaan Komunitas Terpencil di Provinsi
NTT. Yogyakarta: B2P3KS.
Susmiati., (2008). Kepemimpinan Kreatif Dalam Proses Pemberdayaan
Masyarakat. Yogyakarta: Alfabeta.
Suwantoro, Gamal., Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi, 2004.
Tatang M. Amirin., (1990). Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Tirtoraharjo, Umar dan La Sula., (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta
Wardiyanto., (2011). Perencanaan Pengembangan Pariwisata. Bandung: Lubuk
Agung.

85
LAMPIRAN I

DAFTAR PERTANYAAN

86
DAFTAR PERTANYAAN

A. Masyarakat yang berpartisipasi langsung

1. Bagaimana partisipasi dari masyarakat dalam pembangunan wisata Blue

Lagoon?

2. Kontribusi apa saja yang diberikan masyarakat dalam pemberdayaan

masyarakat melalui pengembangan obyek wisata?

3. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata

Blue Lagoon?

4. Apa saja dampak ekonomi yang diterima masyarakat dengan adanya

wisata Blue Lagoon?

5. Bagaimana dampak sosial-budaya adanya wisata Blue Lagoon bagi

masyarakat?

B. Masyarakat yang tidak berpartisipasi langsung

1. Apakah ada masyarakat sekitar yang tidak ikut berpartisipasi dalam

mengelola desa wisata Blue Lagoon ini?

2. Jika ada, apa kendala masyarakat tersebut sehingga tidak dapat ikut serta

berpartisipasi dalam mengelola desa wisata Blue Lagoon?

3. Bagaimana tanggapan masyarakat yang telah ikut berpartisipasi dalam

mengelola desa wisata ini dengan adanya masyarakat yang tidak ikut

serta berpartisipasi?

87
C. Pengunjung Blue Lagoon

1. Bagaimanakah kesan pengunjung terhadap obyek wisata Blue Lagoon?

2. Dari manakah pengunjung mendapatkan informasi wisata Blue Lagoon?

3. Apakah pengunjung merasakan kenyamanan serta kepuasan akan fasilitas

yang diberikan di wisata Blue Lagoon?

4. Apa yang menjadi daya tarik wisata Blue Lagoon?

88
LAMPIRAN II

FOTO DOKUMENTASI

89
A. Gambaran umum obyek desa wisata Blue Lagoon

Area mata air desa wisata Blue Lagoon

Area lahan parkir dan lapak pedagang bermotor

90
Area lapak permanen dan MCK

Area gazebo

91
Area cuci tangan dan spot foto khas desa wisata Blue Lagoon

92
B. Responden wawancara
1. Masyarakat yang ikut berpartisipasi (pengelola)

Pak Suhadi Pak Sunar

Mas Gandung & Pak yatno Mas Yanto

93
2. Masyarakat yang tidak berpartisipasi langsung (pedagang)

Bu Lanjar Bu Rika

Bu Samsyah Bu Heni

94
Bu Iis

Wawancara di laksanakan di salah satu rumah warga

95
3. Pengunjung
Hanya beberapa pengunjung yang peneliti ajak berfoto untuk dokumentasi
dan memang tidak semua pengunjung mau untuk diajak berfoto

Vega dan Mita

Tama

96
Jihan

Beberapa foto anak-anak kecil warga desa Widodomartani yang kebetulan sedang
bermain air dan bercanda tawa dengan peneliti di desa wisata Blue Lagoon.

97
98

Anda mungkin juga menyukai