Disusun oleh:
15511031
FAKULTAS PSIKOLOGI
2020
HALAMAN JUDUL
TESIS
Diajukan Kepada:
15511031
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Ni Putu Arika Mulyasanti Pande
15511031
Desember 2020
Mengetahui
ii
iii
MOTTO
“Usaha dan keberanian tidak cukup tanpa tujuan dan arah perencanaan.”
- John F. Kennedy
“Kamu tidak perlu menjadi luar biasa untuk memulai, tapi kamu harus
- Zig Ziglar
"Semuanya akan kelihatan tidak mungkin sampai segala sesuatu itu selesai".
-Nelson Mandela
"Tidak masalah seberapa lambat kau berjalan asalkan kau tidak berhenti".
-Confucius
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
nikmat kehidupan, karunia, dan segala berkah yang telah diberikan olehNya sehingga
Tesis ini juga dapat terselesaikan juga karena segala bantuan, doa, serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih
kepada :
2. Dr. Sri Muliati Abdullah, M.A., Psikolog, sebagai Ketua Program Studi
6. Bapak Made Arka dan Ibu Wayan Santiasih sebagai orang tua peneliti yang
tidak akan pernah bisa terbalaskan oleh peneliti sebagai seorang anak.
v
7. Wahyu Perdana, selaku suami yang selama ini menjadi tempat peneliti
8. Putu Reynand Bhaskara M.P. malaikat kecil yang sangat pengertian dan
9. Ibu dan Bapak Mertua yang selalu memberikan doa, semangat dan
10. Kadek Erika Mulyasih, Pande Ari Putra Yoga, dan Dewa Gede Agung
Pratama Viveka, adik- adik peneliti yang luarbiasa baik dan sudah banyak
11. Rekan Magister Profesi: Mbk Raisa, Nanik H, Mas Rondang, Mas Ahmad,
serta rekan- rekan mapro lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu
12. Bunda A. A. Ayu Ngurah Haryati dan bunda Siti Bastiah yang telah banyak
13. Seluruh pihak SMP Negeri 1 Kuta, yang telah banyak mendukung jalannya
penelitian.
14. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya baik sengaja maupun
Peneliti menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan
saran yang membangun terbuka bagi siapa pun. Semoga tesis ini bisa berguna bagi
vi
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1
B Tujuan dan manfaat penelitian .................................................................................. 9
C Keaslian Penelitian .................................................................................................... 10
vii
BAB III METODE PENELITIAAN
A Identifikasi dan Definisi Operasional ........................................................................ 40
B Subjek Penelitian ....................................................................................................... 41
C Desain Penelitian ....................................................................................................... 42
D Manipulasi Variabel Bebas ....................................................................................... 42
E Metode Pengumpulan Data ........................................................................................ 44
F Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data Penelitian ........................................ 47
BAB V PENUTUP
A Kesimpulan ................................................................................................................ 69
B Saran .......................................................................................................................... 69
viii
DAFTAR TABEL
Table 4. Blue print skala harga diri sebelum uji coba ........................................................ 44
Tabel 5. Ringkasan Indeks Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Skala Harga Diri ............. 45
Tabel 6. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Harga Diri ........................................... 46
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Informed Consent
Naskah Publikasi
CV. Trainer
Profesional Judgement
x
EFEKTIVITAS PELATIHAN ASERTIVITAS UNTUK MENINGKATKAN
HARGA DIRI PADA SISWA KORBAN CYBERBULLYING DI SMP X
PROVINSI BALI
Abstrak
Kemajuan teknologi sebagai media untuk berkomunikasi jarak jauh, hanya dengan
menggunakan smartphone dan koneksi internet orang-orang dapat berkomunikasi dengan
mudah melalui akun media namun muncul “kesepian” dan keterasingan baru, yakni lunturnya
rasa solidaritas, kebersamaan, dan silaturrahmi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara
empirik pengaruh pelatihan asertivitas untuk meningkatkan harga diri pada siswa korban
cyberbullying di SMP X di Bali. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 8 siswa SMP Negeri
X di Bali dengan kategori harga diri rendah dan mengalami cyberbullying selama 6 bulan
terakhir. Desain penelitian yang digunakan adalah one-group pretest-postest. Pengumpulan
data penelitian menggunakan skala harga diri. Intervensi yang digunakan pada penelitian ini
adalah pelatihan asertivitas. Intervensi dilakukan dalam 3 kali pertemuan. Analisis data
menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test untuk menilai perbedaan skor kelompok
eksperimen sebelum dan sesudah intervensi. Hasil analisis Wilcoxon Signed Ranks Test
menyimpulkan bahwa ada kenaikan tingkat harga diri setelah pemberian pelatihan asertivitas.
Hasil ini didukung dengan nilai Z = -2,521, (p < 0,05), artinya terdapat perbedaan tingkat
harga diri antara sebelum dan sesudah pemberian pelatihan. Perbedaaan tingkat harga diri
juga terlihat dari peningkatan hasil mean sebelum dan sesudah pelatihan, dimana skor mean
harga diri sebelum pelatihan sebesar 61,5 dan setelah pelatihan diperoleh skor harga diri
sebesar 109,6. Kesimpulannya adalah pelatihan asertivitas merupakan salah satu metode
untuk meningkatkan harga diri pada siswa SMP korban cyberbullying.
xi
EFFECTIVENESS OF ASSERTIVITY TRAINING TO INCREASE SELF
ESTEEM IN CYBERBULLYING VICTIMS AT JUNIOR HIGH SCHOOL X
PROVINCE BALI
Abstract
xii
BAB I
PENDAHULUAN
menyebar secara cepat bahkan sulit untuk dikontrol. Saat ini media sosial sudah
menjadi bagian dari kehidupan setiap individu, dimana hampir setiap individu
memiliki berbagai akun media sosial untuk diakses setiap hari, bahkan saat ini
media sosial sudah menjadi kebutuhan bagi setiap individu mulai dari berbagai
tingkatan usia, jenis kelamin, pendidikan dan sebagainya. Media sosial sebagai
sosial media ini dapat memberikan dampak perubahan perilaku manusia dalam
teknologi, yang semula untuk memudahkan manusia, ketika urusan itu semakin
mudah, maka muncul “kesepian” dan keterasingan baru, yakni lunturnya rasa
Nations Children's Fund (UNICEF) pada 2011-2013 (Razak, 2014) dari 400
media sosial.
1
Setiap perkembangan teknologi pasti selalu disertai dengan dampak positif
remaja. Pada usia remaja merupakan periode transisi dalam kehidupan batiniah
anak-anak yang dapat membuat sangat labil kejiwaannya dan mudah dipengaruhi
oleh rangsangan eksternal. Masa remaja merupakan masa transisi dalam rentang
dewasa (Kartono, 1995; Santrock, 2003; Rice dalam Gunarsa, 2004). Usia remaja
ini rentan akan kekerasan baik dalam dunia nyata maupun dunia maya. Salah satu
bentuk kekerasan yang sering dialami remaja dalam dunia maya adalah
sengaja dan berulang kali melakukan tindakan yang menyakiti orang lain melalui
remaja saat ini adalah cyberbullying. Indonesia termasuk posisi 3 dengan kasus
bullying tertinggi kedua di dunia yang banyak dilakukan di jejaring sosial. Posisi
pertama adalah Jepang dan Amerika Serikat menempati posisi ketiga (Satalina,
2014).
sedangkan korban yang berjenis kelamin laki-laki hanya 73 orang (44%). Hal ini
juga di dukung dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa wanita lebih
2
cenderung menerima cyberbullying dibandingkan dengan bullying tradisional
berulang kali melakukan tindakan yang menyakiti orang lain melalui media
elektronik seperti komputer, telepon seluler, dan alat elektronik lainnya (Patchin&
Hinduja 2011 dalam Emilia & Leonardi, 2013). Cyberbullying adalah ancaman,
ditakut-takuti dan dipermalukan oleh orang lain melalui jejaring sosial (Priyatna,
ataupun gambar, baik berupa foto maupun video melalui internet, smartphone,
atau melalui media elektronik lainnya (Kowalski, Limber, & Agatson, 2012).
mengunggah foto, bahkan sampai melakukan akses pada akun media sosial orang
lain, baik melalui surat elektronik dan melalui situs web untuk menyebarkan
terdapat suatu faktor penting mengapa cyberbullying sulit dilihat atau diprediksi
yaitu, karena sedikitnya potensi pelaporan, dimana korban enggan untuk mencari
berupa verbal yakni bentuk komunikasi yang disampaikan dengan cara tertulis
3
bentuk komunikasi verbal dengan mengunggah status apa yang sedang dialaminya
tidak menimbulkan luka fisik, dilakukan seseorang terhadap orang lain melalui
jejaring sosial dengan tujuan untuk menyakiti atau merugikan orang lain
Terkait dengan usia subjek yang masih berada dalam tahap remaja, Wiryada
et al. (2017) mengemukakan bahwa remaja merupakan sebuah masa peralihan dari
kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja ini berlangsung antara usia 12-21
tahun, dapat dikatakan masa remaja merupakan masa dimana gejolak emosi lebih
namun lingkungan juga memberikan pengaruh yang cukup besar. Yousef &
selama masa remaja dan merupakan bagian dari pengalaman bersosialisasi. Pada
dasarnya mengejek sering kali dianggap sebagai cara yang wajar bagi remaja
untuk menguji identitas diri dan identitas teman sebaya. Remaja mungkin
cyberbullying.
harga diri di temukan pada korban cyberbullying bukan pada pelaku cyberbullying
memiliki harga diri yang rendah dibandingkan individu yang tidak pernah
4
mengalami cyberbullying (Patchin & Hinduja, 2010). Dari beberapa hasil
penelitian tentang harga diri tersebut menjadi menarik untuk di teliti pada
penelitian ini untuk lebih melihat keadaan harga diri pada korban cyberbullying.
melanggar hak orang lain, mereka biasanya menarik diri dan malu-malu. Siswa
membela hak-hak diri mereka sendiri serta mereka biasanya menarik diri dan
Kondisi siswa yang mengalami cyberbullying dan harga diri yang rendah
terlihat dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di sekolah SMP X di
diri menurut Coopersmith (Sandha, Hartati, & Naiful 2012) yaitu: Significance
(keberartian) dari hasil wawancara, para korban selalu merasa salah terhadap apa
yang mereka kerjakan di status media sosial. Subjek membuat status di sosial
media tentang kejadian cyberbullying yang mereka alami dan subjek mudah
kecewa serta mudah tersinggung. Hal ini membuat subjek merasa diri aneh karena
selalu menjadi bahan untuk di bully oleh teman. kurang percaya diri bahwa
dirinya mampu dalam menolak perintah dari pelaku untuk tidak membuatkan
5
tugas, korban juga merasa tidak berharga karena sering dijadikan bahan ejekan di
whatsapp group kelas, pelaku seringkali body shaming di sosial media dengan
membuatkan stiker di whatsapp group dan capture korban saat sedang melakukan
korban juga merasa tidak mampu untuk mempengaruhi pelaku untuk berhenti
teman yang mengalami cyberbullying seperti dirinya untuk sama- sama membenci
kebutuhan, salah satu kebutuhan dasar yang dimiliki seseorang adalah kebutuhan
harga diri. Harga diri adalah suatu perasaan yang dapat diperoleh pada saat
tindakan seseorang sesuai dengan kesan pribadi dan ketika pesan khusus mengira-
Sobur (2013) seseorang yang harga dirinya kurang, ia akan merasa rendah diri,
tidak bersemangat, kurang percaya diri serta putus asa. Sebaliknya seseorang yang
memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri serta mampu, dan selanjutnya
lebih produktif.
6
Baron dan Byrne (2012) berpendapat bahwa harga diri adalah evaluasi diri
yang dilakukan oleh setiap individu, terhadap sikap seseorang terhadap dirinya
sendiri dalam rentang dimensi positif sampai negatif. Harga diri merupakan salah
satu komponen dari konsep diri sehingga faktor yang dapat mempengaruhi konsep
diri seperti adanya tekanan dari dari luar baik dengan teman sebaya. Harga diri
yang tinggi berarti seorang individu menyukai dirinya sendiri, evaluasi positif ini
sebagian berdasarkan opini orang lain dan sebagian berdasarkan dari pengalaman
spesifik.
Menurut Riana (2011) seseorang yang memiliki harga diri yang positif
cenderung sukses dalam bidang akademik dan kehidupan sosialnya, terlihat aktif
tingkat keemasan yang relatif rendah. Harga diri yang tinggi akan membangkitkan
rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa
berguna, serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan dalam dunia ini. Oleh karena
itu, peneliti menilai bahwa perlu usaha untuk meningkatkan tingkat harga diri para
dengan terapi kognitif. Terapi kognitif adalah suatu terapi yang mengidentifikasi
mendorong ke arah rendahnya harga diri dan depresi yang menetap (Allen, 2006).
Metode kedua menurut penelitian yang dilakukan oleh Marhani, Sahrani, dan
Monika (2018), yaitu pelatihan self-talk untuk meningkatkan harga diri. Metode
ketiga adalah pelatihan asertivitas. Anyamene, Chinyelu & Nneka (2016) percaya
7
bahwa rendahnya harga diri dapat ditingkatkan melalui penerapan pelatihan
asertivitas.
dengan penelitian oleh Stewart dan Lewis (dalam Nursalim, 2013) tentang
pengaruh pelatihan asertivitas pada harga diri siswa kulit hitam yang menjelaskan
bahwa pelatihan asertivitas dengan subjek kulit putih dapat meningkatkan harga
penelitian lain yang dilakukan oleh Alberti dan Emmons (dalam Nursalim, 2013)
dapat meningkatkan harga diri subjek, mengurangi rasa cemas, mengatasi depresi,
dan memperoleh penghargaan lebih besar dari orang lain, lebih dapat mencapai
kesulitan untuk menyatakan perasaan dan hak dirinya bahwa tindakanya adalah
layak atau benar. Pelatihan asertivitas ini bertujan untuk membantu orang yang
“tidak”, mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya. Caranya adalah dengan
8
Diambil dari Detik.com, selasa, 09 Mei 2017 Sonya Depari Sembiring, siswi
SMU asal Medan yang di bully di media sosial, setelah video dirinya yang
berdebat dengan Polwan dan mengaku anak Jendral BNN Arman depari tersebar
luas di internet, korban menjadi enggan pergi kesekolah, merasa terpuruk, malu,
ditimbulkan sangat memberikan pengaruh besar pada remaja khususnya. Perlu ada
upaya yang harus dilakukan dalam mengatasi fenomena tersebut, agar siswa
internet dengan baik sesuai dengan tujuannya. Maka melalui penelitian ini akan
korban memiliki perilaku yang tidak mampu menolak saat diperlakukan negatif,
dan tidak percaya diri, maka penulis tertarik untuk meneliti permasalahan di atas,
Provinsi Bali.
9
2. Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain:
a. Manfaat Teoritis
cyberbullying.
b. Manfaat Praktis
C. Keaslian Penelitian
Penelitian pelatihan asertivitas untuk meningkatkan harga diri pada siswa
korban cyberbullying di SMP X di Bali belum banyak teliti. Akan tetapi adapun
10
korban memiliki kategori tinggi. 4) Gambaran
cyberbullying pada usia 15 tahun, 16 tahun dan 17 tahun
menunjukkan bahwa subjek yang menjadi korban
memiliki kategori tinggi. Kategori tinggi yang dimaksud
adalah menunjukkan bahwa subjek lebih banyak
menjadi korban cyberbullying yaitu subjek merasa
tersakiti atau terintimidasi orang lain melalui akun
jejaring sosial.
2. Peneliti Aryani & Bakhtiar (2018)
Subjek penelitian siswa kelas X.9 SMP Negeri 18 Makassar
Judul Pengaruh asertive training terhadap perilaku
cyberbullying bagi siswa
Desain penelitian true-eksperimental design (true-experimental design;
Perlakuan italic)
Hasil Pemberian assertive training sangat berpengaruh
terhadap prilaku bullying disekolah. Untuk kelompok
eksperimen nilai t hitung adalah sebesar - 1,662 dengan
sig .000. Karena sig < 0.05 maka dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, artinya rata-rata data
teknik asestive training sebelum dan sesudah terdapat
perbedaan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
teknik asertive training mempengahuhi prilaku
cyberbulying disekolah dan sangat efektif untuk prilaku
cyberbulying di sekolah. Berbeda halnya dengan
kelompok kontrol dimana t hitung sebesar - ,212 dengan
sig.,833. Karena sig>0.05 maka disimpulkan bahwa H
H0 terima dan H1 ditolak berarti ratarata data siswa
pada kelompok kontrol atau siswa yang tidak diberikan
teknik asestive training tidak ada perbedaan. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa siswa yang tidak
diberikan teknik asertive training tidak dapat
mempengaruhi prilaku cyberbulying di sekolah.
3. Peneliti Rohmawati &Christiana (2018)
Subjek penelitian siswa SMP Negeri 5 Sidoarjo
Judul Latihan Asertif Untuk Meningkatkan Self-Esteem
Korban Cyberbullying Pada Siswa
Desain penelitian one group pre-test design – post-test design
Perlakuan Latihan Asertif
Hasil Hasil dari penelitian ini adalah mean pre-test sebesar
51,8 dan mean post-test 74,4 dan selisih antara mean
pre-test dan mean post-test adalah sebesar 22,6.Hasil
analisis menunjukan bahwa berdasarkan output “Test
11
Statistics” diketahui Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,042.
karena nilai 0,042 lebih kecil dari < 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa “Ha diterima”, artinya ada
perbedaan hasil self esteem korban cyberbullying untuk
pre-test dan post-test, Sehingga dapat dikatakan bahwa
“Latihan Asertif Dapat Meningkatkan Self esteem
Korban Cyberbullying Pada Siswa SMPN 5 Sidoarjo.”
atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada penelitian ini memilki topik yang
untuk meningkatkan harga diri pada siswa korban cyberbullying. Pada penelitian
ini subjek, yaitu siswa SMP akan diberikan perlakuan berupa pelatihan asertivitas.
Penelitian ini menggunakan teori dan aspek harga diri yang dikembangkan oleh
Coopersmith (1967) dan konsep asertivitas dari Lange & Jakubowski (1983)
sebagai rujukan modul pelatihan. Pada penelitian ini subjek penelitian yang
asertivitas terhadap harga diri siswa korban cyberbullying guna melihat apakah
selama 6 bulan terakhir dengan skor harga diri rendah. Pendekatan yang
12
untuk keluar dari kondisi yang tidak disukai berupa cyberbullying. Pemberian
pelatihan asertivitas pada penelitian ini melalui metode daring dengan zoom
meeting. Oleh karena itu, keaslian penelitian layak dipertahankan dan menjadi
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Harga Diri
1 Harga Diri
Menurut Mruk (2013) harga diri adalah sebuah sikap tertentu, seperti halnya
sikap lain yang dilakukan terhadap individu tertentu, ini bisa melibatkan
dirinya sendiri. Harga diri mengekspresikan setuju atau tidak setuju serta
cenderung menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan buruk,
14
selalu merasa khawatir dan mudah putus asa. Remaja yang tidak mampu
mengontrol diri dengan baik akan mendorong terbentuknya harga diri yang
Harga diri merupakan bagian dari konsep diri yang mempunyai arti
dalam sikap-sikap yang dapat bersikap positif maupun negatif (Baron &
Byrne, 2009). Maslow (dalam Feist & Feist, 2010) menjelaskan bahwa harga
bernilai atau bermanfaat dan percaya diri. Harga diri menggambarkan sebuah
serta kemandirian dan kebebasan. Harga diri didasari oleh kemampuan nyata
terhadap dirinya sendiri, evaluasi diri ini terkait bagaimana individu menilai
yaitu:
a. Perasaan mengenai diri sendiri. Seseorang yang memiliki harga diri yang
tinggi akan merasa nyaman dengan dirinya sendiri dan dapat memaafkan
15
diri sendiri atas segala kekurangan atau ketidaksempurnaan yang
dimilikinya.
akan menerima dengan lapang dada dan tidak menyalahkan keadaan atas
Aspek harga diri pada penelitian ini mengacu pada Coopersmith. Adapun
aspek harga diri menurut Coopersmith (Sandha, Hartati, & Naiful 2012;
a. Significance (keberartian)
mampu, berarti, berhasil, dan berharga menurut standar nilai dan pribadi.
16
dalam dirinya. Makin banyak orang menunjukkan kasih sayang, maka
b. Power (kekuasaan)
didasari oleh adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu
mengontrol diri sendiri dan orang lain dengan baik maka hal tersebut
c. Virtue (kebijakan)
Ketaatan kepada standar moral dan etika yang berlaku, individu berusaha
17
menjauhi tingkah laku yang harus dihindari dan melakukan tingkah laku
contoh atau dapat menjadi panutan yang baik bagi lingkungannya, akan
d. Competence (kemampuan)
18
tersebut merasa tidak kompeten. Hal tersebut dapat membuat individu
Harga diri pada penelitian ini mengacu pada teori Coopersmith (Sandha,
Hartati, & Naiful 2012) yang dapat di lihat dari aspek- aspek yang terkandung
didalamnya dapat menunjukkan harga diri pada siswa di SMP X Bali. Aspek-
aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa harga diri tinggi akan membuat
seseorang percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, berharga dan merasa
nyaman dengan dirinya sendiri. Seseorang yang memiliki harga diri tinggi tidak
menyalahkan keadaan atas segala masalah yang sedang dihadapinya dan akan
menghormati orang lain serta tidak akan memaksakan kehendak kepada orang
lain. Harga diri yang tinggi dapat menghargai individu lainnya yang didasari oleh
internal dan eksternal. Penjelasan lebih jauh faktor-faktor harga diri adalah
sebagai berikut:
a. Faktor Internal
1) Jenis Kelamin
19
2007) yang diberikan mengenai menurunnya harga diri perempuan di
masa remaja awal adalah karena mereka memiliki citra tubuh yang
remaja muda perempuan yang terlibat dalam relasi sosial dan kegagalan
2. Penampilan Fisik
a. Faktor Eksternal
itu dapat memberikan pengaruh yang penting bagi harga diri remaja.
20
pembukaan diri mengenai seluruh perasaan mendalam yang dialami,
mendukung.
Faktor dari harga diri rendah, yaitu kurang adanya dukungan emosional dan
pengaruh yang kuat terhadap harga diri remaja, selain itu rasa bersalah dan adanya
cyberbullying sama-sama memiliki harga diri yang rendah. Korban yang pernah
(2015); Okoiye, Anayochi, dan Onah (2015); Patchin dan Hinduja (2010) adapun
factor psikologis seperti harga diri juga ditemukan memiliki hubungan dengan
Cara untuk meningkatkan harga diri remaja dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu dapat dengan terapi kognitif adalah suatu terapi yang mengidentifikasi
mendorong ke arah rendahnya harga diri dan depresi yang menetap (Allen, 2006).
Adapun menurut penelitian yang dilakukan oleh Marhani, Sahrani, dan Monika
(2018) intervensi pelatihan self-talk juga dapat meningkatkan harga diri. Pada
21
penelitian ini, pelatihan yang akan dilakukan untuk meningkatkan harga diri siswa
penelitian oleh Stewart dan Lewis (dalam Nursalim, 2013) tentang pengaruh
latihan asertivitas pada harga diri siswa kulit hitam yang menjelaskan bahwa
latihan asertif dapat meningkatkan perilaku subjek. Hasil dari penelitian tersebut
dengan subjek kulit putih dapat meningkatkan harga diri, self confidence, dan
oleh Alberti dan Emmons (dalam Nursalim, 2013) menjelaskan bahwa latihan
asertivitas akan menghasilkan perilaku asertif dan dapat meningkatkan harga diri
lebih besar dari orang lain, lebih dapat mencapai tujuan hidup, meningkatkan level
B. Pelatihan Asertivitas
1. Pegertian Pelatihan
2012)
22
pendidikan yang berlaku dalam waktu relatif singkat dengan metode yang lebih
2. Pengertian Asertivitas
dirasakannya kepada orang lain serta mampu menjaga haknya dan hak orang
lain. Individu yang memiliki perilaku asertif maka individu tersebut merasa
percaya diri, terbuka, jujur dan merasa dihormati. Sriyanto, Aim, Asmawi, &
keyakinan secara langsung, jujur serta dengan cara yang sesuai yaitu dengan
adalah perilaku bersifat aktif, langsung, dan jujur. Perilaku ini mampu
mengkomunikasikan kesan respek kepada diri sendiri dan orang lain sehingga
dapat memandang keinginan, kebutuhan, dan hak kita sama dengan keinginan,
dan kebutuhan orang lain atau bisa diartikan juga sebagai gaya wajar yang
tidak lebih dari sikap langsung, jujur, dan penuh respek saat berinteraksi
23
dengan orang lain. Asertivitas merupakan suatu keterampilan untuk
merugikan hak orang lain (Sheffield, 2001). Alberti & Emmons (2002)
terbaik diri sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan berlebihan,
individu yang penuh ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi
sesuatu untuk mendapatkan hak-hak tersebut dan melakukan hal itu sebagai
dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang
dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat terfokus dengan benar. Jujur berarti
menghambat efek negatif dari pengaruh stress yang dialami seseorang, karena
24
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, peneliti merumuskan
spesifik dan tidak ambigu, serta mampu menjadi sensitif terhadap kebutuhan
3. Karateristik Asertivitas
a. Merasa bebas untuk mengemukakan emosi yang dirasakan melalui kata dan
tindakan.
b. Dapat berkomunikasi dengan orang lain, baik dengan orang yang tidak
cenderung mengejar apa yang diinginkan dan berusaha agar sesuatu itu
terjadi serta sadar akan dirinya bahwa ia tidak dapat selalu menang, maka ia
sesuatu dengan usaha yang sebaik-baiknya dan sebaliknya orang yang tidak
25
a. Mampu mengatakan tidak dengan sopan dan tegas, individu tersebut mampu
pandangannya.
c. Individu tersebut akan berbicara sesuai realita dan jujur kepada orang lain
tertekan.
dipikirkan dan dirasakannya kepada orang lain serta mampu menjaga haknya
dan hak orang lain. Individu yang mampu asertif maka individu tersebut
merasa percaya diri, terbuka, jujur dan merasa dihormati. Sriyanto, Aim,
Asmawi, dan Enok (2014) mengemukakan bahwa remaja yang asertif akan
26
mengekspresikan perasaan baik positif maupun negatif serta membuka dan
tepat, serta tidak melanggar hak asasi seseorang sehingga untuk meningkatkan
dengan orang lain, baik dengan orang yang tidak dikenal, sahabat dan
mestinya.
b. Tahap Learning, melatih siswi dalam memahami aspek verbal dan non
27
dalam berkomunikasi dan berperilaku terhadap korban cyberbullying.
secara langsung. Pada aspek non verbal perilaku asertif siswa dilatih
Baer (Meilena dan Suryanto, 2015) yang muncul yaitu merasa bebas
Tahap ini melatih siswa menyampaikan perasaan tanpa rasa takut dan
Pada sesi ketiga, siswa akan diminta untuk berdiskusi dan membahas
tentang tugas perilaku asertif yang telah dilakukan subjek di rumah dan
28
d. Tahap Transferring, melatih siswa dalam membuat keputusan menolak
diinginkan dan berusaha agar sesuatu itu terjadi serta sadar akan
setiap individu berbeda diharapkan subjek dengan harga diri rendah yang
dapat belajar menerima perbedaan yang ada disekitarnya dan lebih terbuka
mudah tersinggung.
29
Materi kedua bertujuan untuk mengungkap kelebihan dan kekurangan
dirinya. Hal tersebut karena mereka lebih fokus pada kekurangan yang ada
dirinya yang semula negatif akan menjadi lebih positif sehingga perasaan
tidak berharga dan tidak percaya diri yang dimiliki menjadikan subjek
lebih percaya diri serta merasa dirinya berharga. Pada sesi ini subjek akan
subjek. Subjek yang menerima pujian akan merasa bahwa dirinya berharga,
disayangi dan diperhatikan oleh orang lain. Pada akhir sesi ini subjek juga
dengan tujuan subjek mampu mengatasi masalah dengan baik. Pada sesi ini
maka siswa akan belajar dalam membela dirinya sendiri yang terwujud dalam
30
kemampuan mengatakan tidak, menanggapi kritik atau hinaan. Siswa yang
dapat mengatakan tidak atau menolak secara tepat dan mampu menanggapi
selanjutnya.
Banyaknya jumlah remaja pengguna internet di satu sisi merupakan hal yang
mempermudah komunikasi (Lu, Hao, & Jing, 2016). Namun di sisi lain, Barak
(2008) menyatakan bahwa remaja yang aktif di dunia maya menghadapi sejumlah
cyberbullying sama-sama memiliki harga diri yang rendah. Korban yang pernah
kesulitan untuk menyatakan perasaan dan hak dirinya bahwa tindakanya adalah
layak atau benar yaitu pelatihan asertivitas. Pelatihan asertivitas bertujan untuk
31
Caranya adalah dengan bermain peran dan diskusi-diskusi kelompok diterapkan
Menurut Cowie & Colliet (Kartika, 2014) dapat membantu anak-anak untuk
mengatasi pelaku dengan hasil emosional yang diakibatkan dan memberi strategi
adalah dengan mendorong korban untuk tetap tenang dan terkontrol ketika
untuk meningkatkan pilihan strategi yang ada untuk mereka ketika berada pada
Manfaat ketiga, yaitu menolong mereka untuk merasa lebih percaya diri dan
Harga diri memiliki hubungan yang positif dengan asertivitas, hal tersebut
dapat ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Ozsaker (2013) yang
meneliti tentang hubungan antara asertivitas dan harga diri pada remaja, yang
dan harga diri yang dibandingkan pada para remaja tersebut. Kemudian penelitian
yang dilakukan oleh Serdar, et al. (2015) menemukan bahwa tingkat harga diri
asertivitas individu. Sehingga ketika seseorang memiliki tingkat harga diri yang
baik, maka kemampuan asertivitas seseorang tersebut juga memiliki tingkat yang
32
Pelatihan asertivitas merupakan suatu proses dimana individu belajar
perasaan postif dan negatif secara terbuka, jujur, langsung, dan sesuai dengan
dan respek terhadap hak dan harkat orang lain Fortinash dalam (Gowi, 2011).
positif maupun negatif serta membuka dan mengakhiri percakapan (Alberti &
menolak sebuah permintaan atau berkata tidak, dan menerima serta menolak kritik
(Shimizu, 2004).
asertif. Pelatihan yang akan dilakukan pada sesi pertama, subjek akan dijelaskan
perasaan dan pemikiran secara tegas dan jujur tanpa mengganggu hak orang lain
baik secara verbal maupun non-verbal. Pada sesi pertama juga akan dijelaskan
asertif setiap orang berbeda- beda. Di akhir sesi pertama, subjek akan diberikan
tugas untuk membuat cerita tentang pengalaman asertif yang pernah dilakukan.
Pada pertemuan kedua, subjek dilibatkan dalam role play dengan memainkan
33
dari 2 (dua) siswa. Satu siswa sebagai pemain peran dan satu siswa sebagai lawan
bicara. Subjek akan diberi video lalu berperan sebagai pelaku dan korban secara
bergantian. Pada sesi terakhir, digunakan metode sharing yang dilakukan oleh
fasilitator dengan subjek melalui kegiatan saling berbagi tentang perubahan dan
di sesi pelatihan. Para siswa akan diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan
dapat mengajarkan individu cara menolak sebuah permintaan atau berkata tidak
D. Landasan Teori
masa dewasa, yang dimulai dari usia 9 hingga 11 tahun dan berakhir pada usia 16
pemahaman diri yang terbentuk melalui diri sendiri dan lingkungan sosialnya
34
(Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Pemahaman diri inilah yang membuat remaja
dapat mendeskripsikan mengenai diri mereka dan berdasarkan deskripsi ini lah
remaja melakukan berbagai evaluasi di dalam hidupnya yang mana evaluasi ini
Baron & Byrne (2012) menegaskan harga diri merujuk pada sikap seseorang
terhadap dirinya sendiri, mulai dari sangat negatif sampai sangat positif, individu
yang ditampilkan nampak memiliki sikap negatif terhadap dirinya sendiri. Harga
diri yang tinggi berarti seorang individu menyukai dirinya sendiri, evaluasi positif
ini sebagian berdasarkan opini orang lain dan sebagian berdasarkan dari
pengalaman spesifik. Harga diri sering kali diukur sebagai sebuah peringkat dalam
dimensi yang berkisar dari negatif sampai positif atau rendah sampai tinggi.
Tindakan cyberbullying yang didapatkan oleh korban yaitu penyebaran foto yang
menunjukkan body shaming, memanggil korban denagn nama julukan, serta meminta
korban untuk membuatkan tugas pelaku sehingga korban dalam penelitian ini memiliki
seseorang yang moody, merasa selalu salah, menganggap diri aneh, tidak mampu
untuk menceritakan kepada orang lain terhadap apa yang dirasakan, merasa
kurang dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik, kurang dewasa, serta
kurang percaya diri. Sehingga dapat dikatakan bahwa subjek memiliki pandangan
atau penilaian diri yang negatif, dimana hal tersebut merupakan kriteria
harga diri rendah. Dampak yang muncul dari tindakan cyberbullying yang
didapatkan korban adalah korban sering kali menghindar dengan tidak mengikuti
kelas online atau daring, sering mematikan video saat daring, dan membuat
prestasi korban menurun. Menurut Mruk (2013) harga diri adalah sebuah sikap
35
tertentu, seperti halnya sikap lain yang dilakukan terhadap individu tertentu, ini
bisa melibatkan pemikiran positif dan negatif, reaksi emosional dan perilaku.
Chadwick (2014) Baik pelaku maupun korban cyberbullying ini sendiri lebih
rentan terjadi pada remaja, dimana generasi muda saat ini dikenal dengan „bocah
digital‟. Pelaku maupun korban ini tidak mengetahui dunia dimana teknologi
belum diperkenalkan.
akan langsung mendapatkan evaluasi, pengukuh, dan juga umpan balik dari orang
lain atas perilakunya. Metode ini, individu dapat mengembangkan harga diri
melalui perlakuan, penghargaan, dan juga penerimaan dari orang lain. Selain itu,
individu juga difasilitasi untuk menghadapi kesulitan yang dialami dengan bekal
keterampilan yang telah diajarkan sebelumnya. Hal ini akan membuat individu
diperlukan bagi pengembangan harga diri yang positif. Hal ini dibuktikan juga
dampak positif bagi harga diri (Tannous, 2015; Fox & Boulton, 2003).
pikiran dan perasaan (Alberti & Emmons, 2001). Asusmsi dasar dari asertif
Hal ini menurut Widodo & Pratitis (2013) yang menjelaskan bahwa harga
diri merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan seseorang dalam
36
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Bagaimana individu berinteraksi
penilaian yang dilakukan oleh seorang individu terhadap dirinya sendiri karena
individu itu percaya bahwa dirinya mampu akan berhasil, merasa penting, serta
berharga.
berinteraksi dengan teman sebaya sehingga nantinya korban tidak menutup diri
37
Gambar 1. Alur Penelitian
Remaja SMP
Cyberbullying
- Menyebarkan foto di whatsapp group Faktor resiko tinggi, faktor
- Memanggil korban dengan nama julukan protektif rendah
- Body shaming Asertivitas rendah
- Meminta korban untuk membuatkan tugas
Keterangan:
: Dampak
: Terjadi Pada
: Berpengaruh
38
E. Hipotesis
Ada pengaruh pelatihan asertivitas terhadap tingkat harga diri remaja korban
39
BAB III
METODE PENELITIAAN
berikut :
1. Pelatihan Asertivitas
2. Harga Diri
Harga diri merupakan hasil dari evaluasi individu terhadap dirinya sendiri
digunakan dalam penelitian adalah skala aspek harga diri yang mengacu pada
40
teori Coopersmith yaitu significance (keberartian), power (kekuasaan), virtue
B. Subjek Penelitian
harga diri rendah yang dilihat dari skor skala harga diri yang masuk dalam
kategori rendah.
atribut yang diukur. Menghitung kategorisasi diperlukan mean teoritik dan satu
standar deviasi pada populasi. Standar deviasi dihitung dengan cara mencari
rentang skor, yaitu skor maksimal yang mungkin diperoleh responden dikurangi
tersebut dibagi menjadi enam (Azwar, 2012). Berdasarkan hasil seleksi partisipan
penelitian menggunakan skala harga diri, maka diperoleh skor yang sudah
41
Tabel 2. Kategorisasi Skor Skala Harga Diri
Skor Kategori
X < 66 Rendah
66 ≤ X < 99 Sedang
99 ≤ X Tinggi
C. Desain Penelitian
sebelum dan setelah perlakuan. Dalam desain ini, sebelum perlakuan diberikan
terlebih dahulu sampel diberi pretest (tes awal) dan di akhir pembelajaran sampel
diberi posttest (tes akhir) (Sugiyono, 2010). Desain ini digunakan untuk
Pretest Posttest
O1 X O2
Keterangan:
O1 :pengukuran kondisi sebelum pemberian perlakuan
O2 :pengukuran kondisi setelah pemberian perlakuan
X :perlakuan (pelatihan asertivitas)
(Azwar, 2012). Manipulasi variabel bebas dalam penelitian ini berupa pelatihan
42
dipertimbangkan oleh orang lain, serta tidak membiarkan orang lain selalu
Tahap dalam pelatihan yang akan dilakukan merujuk pada tahapan pelatihan
b. Tahap Learning, subjek akan dilatih dalam memahami aspek verbal dalam
c. Tahap Practicing, subjek diberi role play dengan tujuan melatih subjek
asertif; melawan manipulasi dan ancaman. Pada tahap ini subjek dapat
dialami. Pada sesi ini, subjek akan mengikuti kegiatan bermain peran yaitu
asertif.
43
mengungkapkan rasa tertekan karena memgalami cyberbullying yang
waktu 60 menit melalui aplikasi zoom meeting. Setiap akhir dari sesi pertemuan,
Skala harga diri yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori harga
diri yang dikembangkan oleh Coopersmith (1967). Skala memiliki dua bentuk
pernyataan yaitu favorable dan unfavorable. Berikut blue print skala harga diri,
yaitu:
44
Jumlah aitem yang digunakan pada kuisioner ini adalah 40 aitem. Penilaian yang
diberikan respon terhadap kuisioner ini terdiri dari 4 pilihan jawaban, yaitu
“Sangat Tidak Sesuai” (1), “Tidak Sesuai” (2), “Sesuai” (3), “Sangat Sesuai” (4).
Pelakasanaan uji coba skala harga diri untuk mengukur kualitas aitem pada
skala yang dilakukan dengan menggunakan uji daya beda aitem minimal yang
digunakan sebagai penentu aitem yang valid dan yang gugur adalah ≥ 0,30.
Peneliti melakukan uji coba skala kepada 100 responden. Setelah proses
penyebaran dan rekapitulasi uji coba skala, langkah selanjutnya adalah melakukan
uji daya beda, validitas dan reliabilitas terhadap skala tersebut. Setelah diuji daya
beda aitem dan reliabilitas, maka skala yang yang valid dapat digunakan untuk
penelitian di lapangan. Perhitungan uji daya beda, uji reliabilitas dan validitas
aitem skala harga diri dilakukan dengan bantuan program SPSS 24 for windows.
Berdasarkan hasil analisis uji coba pada skala harga diri terdapat 33 aitem
valid dan 7 aitem gugur. Indeks daya beda aitem (rix) berkisar antara 0,300 hingga
0,704 dengan koefisien reliabilitas 0,893 Ringkasan hasil uji coba skala disajikan
pada tabel 5.
Tabel 5. Ringkasan Indeks Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Skala Harga Diri
Jumlah rix rix Koefisien
Aitem Minimal Maksimal Reliabilitas
33 0,300 0,704 0,893
45
Berdasarkan hasil seleksi aitem harga diri dijumpai 33 aitem valid dan 7 aitem
0,893 sehingga skala sebagai alat ukur dapat dikategorikan reliable untuk
subjek memberikan penilaian sejauh mana materi itu dapat dipahami oleh
4. Observasi
saat menjelang sesi pelatihan dan untuk mengetahui bagaimana reaksi subjek
pada saat pelatihan berlangsung. Reaksi subjek dapat diamati saat pelatihan
46
F. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data Penelitian
UMBY.
media.
47
Modul berisi tujuan, manfaat pemberian perlakuan, serta materi
aplikasinya (instruksi).
peserta.
trainer.
48
setiap informasi dan instruksi dari trainer.
5) Uji coba modul. Modul yang telah disusun dan melewati proses
kebutuhan penelitian.
1. Pelaksanaan Penelitian
49
2. Screening partisipan penelitian
screening kembali dengan memberikan skala harga diri untuk melihat harga
penelitian.
tentang pelatihan yang akan dilakukan oleh trainer, pengisian lembar informed
consent. Pemberian materi, lembar kerja, dan diskusi pada setiap sesi
tanggal 25, 26, dan 28 November 2020. Pada sesi ke dua aka nada jeda satu
50
memberikan kesempatan untuk menemukan progres positif pada hidup
partisipan.
setelah semua proses perlakuan selesai dengan merujuk pada penelitian Eka,
Bashori, dan Hayati (2014). Poin-poin evaluasi konseling antara lain, secara
Partisipan menulis berbagai keberhasilan dan karakter positif diri sendiri serta
Wilcoxon Signed Ranks Test untuk menilai harga diri korban cyberbullying
sesudah intervensi. Uji ini digunakan untuk mengetahui perbedaan antara dua
51
BAB IV
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data
kategori harga diri rendah sebelum pelatihan, dimana berdasar skala harga
diri skor 61,5 termasuk dalam kategori rendah. Setelah pemberian pelatihan
tampak terjadi peningkatan, 7 anak masuk dalam kategori harga diri tinggi
dan 1 anak pada kategori sedang. Dari hasil deskriptif terlihat bahwa
sebelum intervensi, skor mean harga diri sebesar 61,5 dan setelah intervensi
diperoleh skor harga diri meningkat yaitu sebesar 109,625 . Hal ini berarti
52
2. Uji Hipotesis
skor harga diri sebelum dan sesudah pelatihan asertivitas, dengan teknik
Wilcoxon. Uji hipotesis pada data skala harga diri yang telah dilakukan dan
pelatihan. Perbedaaan tingkat harga diri juga terlihat dari peningkatan hasil
mean sebelum dan sesudah pelatihan, dimana skor mean harga diri sebelum
pelatihan sebesar 61,5 dan setelah pelatihan diperoleh skor harga diri
sebesar 109,625 Hal ini berarti ada kenaikan tingkat harga diri setelah
subjek pada lembar evaluasi dan hasil observasi yang dilakukan tiga
sebagai berikut:
53
a) Subjek DPA
tidak berani menjadi ketua kelas selama belajar dari rumah dan subjek
trainer, suara subjek juga terdengar lirih dan terkadang diam hanya
namun pada hari kedua, subjek lebih aktif dan mulai menjawab tanpa
malu.
karena subjek takut diejek di insta story dan setelah diberikan pelatihan
subjek merasa lebih bisa memahami bahwa menolak ketika kita tidak
54
ketidaksukaan maka oranglain juga akan menghargai pendapatnya.
Subjek juga berniat untuk menjadi lebih baik dari dirinya yang
sebelumnya.
nyaman karena tidak ada tugas yang menumpuk dan dapat lebih fokus
b) Subjek FAP
55
Tahap follow-up pada subjek yaitu ia menjadi lebih berani dalam
c) Subjek FN
Subjek seringkali menjadi bahan ejekan dikelas online dan merasa diri
itu asertif dan tidak memahami apa yang dilakukannya (tidak dapat
sebelumnya dan berniat menjadi lebih baik dari dirinya yang lalu.
56
nyaman karena sudah tidak ada yang dikhawatirkan lagi ketika
d) Subjek HNN
orang tua saat subjek dimintai uang oleh pelaku. Hasil dari observasi
subjek terlihat aktif dari teman- teman yang lain dan tampak sangat
malu- malu dan seringkali berkata “akhirnya saya bisa bu”. Subjek juga
pertanyaan.
57
Tahap follow-up, subjek akhirnya mengutarakan apa yang
dilamainya kepada orang tua sehingga subjek menjadi lebih tenang dan
e) Subjek HA
58
f) Subjek KNRD
Subjek merasa diri tidak pintar dan malu untuk menjawab pertanyaan
diri karena takut diejek dan ditertawakan oleh teman ketika akan
subjek berkata “saya mencoba menjawab tapi saya harap tidak ada
59
menyampaikan jawabannya.
g) Subjek MRAT
60
h) Subjek ZTD
dengan pelaku subjek lebih banyak diam. Hasil dari observasi pada
subjek ZTD, subjek tampak malu dan lebih banyak diam. Ketika
subjek lebih tegas untuk mengatakan tidak suka dengan cara pelaku
akan ejekan dari pelaku, namun subjek lebih merasa percaya diri dan
61
mayoritas subjek sebelum pelatihan mereka merasa belum mengerti
tidak mengikuti kelas online karena malas menjadi bahan ejekan, tidak
mengaktifkan video saat pelajaran dan merasa diri buruk. Hal ini juga
B. Pembahasan
meningkatkan harga diri siswa korban cyberbullying. Hasil dari pelatihan yang
harga diri antara sebelum dan sesudah pemberian pelatihan. Partisian yang
aspek kognisi yang menjadi perubahan pada partisipan yaitu partisipan merubah
cara pandang peristiwa yang tidak mereka sukai (negatif) dari sisi yang berbeda
sehingga mampu melihat sisi positifnya (seperti: ejekan bukanlah hal yang
62
menjadi diri merasa buruk namun dapat sebagai motivasi diri untuk menjadi lebih
baik, tidak perlu takut untuk dimusuhi oleh teman yang hanya bisa menyuruh
menumbuhkan sikap optimis dalam hidup untuk menjadi lebih baik dan tegas lagi
dalam hubungan sosial). Pada perubahan emosional yaitu partisipan tidak terbawa
perasaan saat diejek pelaku melainkan partisipan dapat menolak dengan tegas,
serta partisipan juga tidak merasa malu lagi untuk mengaktifkan video saat zoom
meeting. Perubahan perilaku sosial yang terjadi pada partisipan yaitu mampu
berkata „tidak‟, tidak menarik diri dari lingkungan pertemanan terutama di kelas.
Coopersmith (Firdausi & Adiyanti, 2016) menyatakan bahwa salah satu faktor
positif terhadap diri dan hal tersebut berdampak positif pada harga diri seseorang
(Bayat & Kashani, 2010; Mruk, 1999). Selain itu Juvonen & Schacter (2015) juga
yang berkaitan dengan menyalahkan diri sendiri, dimana hal tersebut dapat
berpengaruh terhadap pengembangan harga diri yang lebih positif. Terdapat hasil
penelitian dari Khoirunafik (2018) remaja yang memiliki harga diri tinggi
sebaliknya jika harga diri negatif maka semakin negatif penyesuaian sosial
remaja.
63
Menurut Lange & Jakubowski (1983) pelatihan asertivitas melibatkan
perilaku asertif yang dikhususkan pada perilaku asertif untuk meningkatkan harga
diri; tahap learning yaitu partisipan dilatih dalam memahami aspek verbal dalam
perasaan secara langsung; tahap practicing, partisipan diberi role play dengan
adanya pemahaman akan menjadi domain yang sangat penting untuk terbentuknya
suatu tindakan seseorang. Asertif diajarkan kepada partisipan adalah agar mereka
diinginkannya secara langsung dan terus terang serta memahami dirinya kedalam
individu yang asertif, pasif, atau agresif. Pada tahap describing terdapat aspek
harga diri yang ditingkatkan yaitu pada aspek significance beberapa partisipan
perintah dari pelaku dan merasa berharga karena adanya dukungan dari orang
sekitar. Melalui proses ini, partisipan diarahkan untuk menjadi asertif ketika
64
pelaku kepada partisipan sehingga partisipan merasa dirinya mampu menolak
Pada pertemuan kedua yaitu tahap learning menurut Lange & Jakubowski
(1983) dengan melatih partisipan dalam memahami aspek verbal dan non verbal
dalam berperilaku asertif, agresif, dan pasif terhadap korban cyberbullying. Pada
Pada aspek non verbal perilaku asertif partisipan dilatih agar dapat menyelaraskan
antara ucapan dengan bahasa tubuh. Pada pertemuan kedua juga terdapat tahap
melalui studi kasus. Melalui kegiatan ini maka partisipan akan belajar dalam
menanggapi kritik atau hinaan. Partisipan yang dapat mengatakan tidak atau
menolak secara tepat dan mampu menanggapi kritik merupakan partisipan yang
dapat menunjukan sikap asertif. Aspek harga diri yang muncul pada tahap
learning dan practicing yaitu menurut Coopersmith (Sandha, Hartati, & Naiful
2012) adapun aspek Significance yaitu partisipan percaya bahwa dirinya mampu,
berarti, berhasil, dan berharga menurut standar nilai dan pribadi ; Power yaitu
oleh adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu lainnya; dan
Virtue yaitu ketaatan kepada standar moral dan etika yang berlaku, individu
berusaha menjauhi tingkah laku yang harus dihindari dan melakukan tingkah laku
65
Pada pertemuan ketiga yaitu tahap transferring menurut Lange & Jakubowski
Partisipan akan belajar untuk tetap tenang dalam situasi yang menekan dan
tetap tenang dalam keadaan yang menekan dengan didukung relaksasi. Pada tahap
transferring aspek harga diri yang muncul yaitu Competence yang terbaik dalam
untuk dapat merubah diri menjadi lebih baik. Sehingga dapat menolak dan
perubahan harga diri pada partisipan yang mana partisipan mampu menerapkan
dibandingkan dengan sebelum pelatihan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan
skor pretest dan posttest pada partisipan. Pada aspek significance, sebelum
66
kategori rendah. Setelah diberi pelatihan asertivitas, partisipan memperoleh skor
rata partisipan mendapatakan skor pada kategori rendah. Setelah diberi pelatihan
bahwa hasil evaluasi harga diri menunjukkan terjadi peningkatan skor partisipan
harga diri pada korban cyberbullying ini tidak hanya didapat dari analisis statistik
dan hasil evaluasi-evaluasi yang peneliti lakukan. Penelitian ini juga didukung
meningkatkan harga diri korban cyberbullying. Hasil ini didukung dengan penelitian
2016; Anyamene, Chinyelu, & Ezeani, 2016). Tenemuan penelitian ini juga
harga diri, peningkatan penghargaan diri menghasilkan rasa dan sikap percaya
diri, rasa berharga kuat, perasaan mampu dan berguna (Sipayung, 2007). Melalui
67
bagaimana menyatakan rasa tidak suka, serta bagaimana menolak sesuatu yang
Jika seseorang memiliki harga diri yang rendah, maka ia rentan terhadap
dampak negative dari kejadian atau peristiwa sehari-hari. Secara emosi dan afektif
tidak stabil sehingga sering bereaksi negatif terhadap kehidupan sukses dan
bahagia. Pada perhitungan statistik, terdapat perubahan pengaruh antara harga diri
Siswa dengan harga diri tinggi akan merasa yakin bahwa apa yang
dilakukan pada dirinya sangat berharga serta memiliki kualitas diri yang baik
selanjutnya siswa yang memiliki asertivitas yang tinggi dapat berkata tidak jika
siswa tersebut tidak setuju dengan apa yang tidak disukainya, memiliki keberanian
dan terbuka.
hanya berselang 3 (tiga) hari setelah pelatihan dilakukan sehingga belum betul-
Kelemahan lainnya yaitu jumlah sampel yang kecil. Sampel penelitian ini hanya
berjumlah 8 orang sehingga hasil penelitian kurang kuat untuk dapat menjadi
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
subjek. Hal ini berarti adanya kenaikan tingkat harga diri setelah pemberian
bahwa pelatihan asertivitas yang diberikan dapat menaikan tingkat harga diri pada
pelatihan. Partisipan juga dapat bersikap asertif kepada pelaku dan orang lain.
kembali.
B. Saran
69
berinteraksi langsung dengan siswa guna membantu siswa terhindar dari
cyberbullying.
lebih mendukung.
70
DAFTAR PUSTAKA
Aluedse, O. (2016). Bullying in Schools: A Form of Child Abuse in Schools.
Academic Journal Article. 32(2). 17-18
Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Anindyajati, M., dan Karima, C. M. (2004). Peran Harga Diri Terhadap
Asertivitas Remaja Penyalahgunaan Narkoba (Penelitian Pada Remaja
Penyalahgunaan Narkoba Di Tempat- tempat Rehabilitasi Penyalahgunaan
Narkoba). Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Indonusa Esa Unggul,
Jakarta
Anyamene, A., Chinyelu, N., & Nneka, E. (2016). Effects of Assertive Training
on the Low Self-Esteem of Secondary School Students in Anambra State.
Journal Psychology And Behavioral Science. 4(1). 65-78
Arista, N. M. (2015). Studi Komparasi Perbandingan Dampak Media Sosial
Terhadap Perilaku Bullying Remaja. Jurnal Kesejahteraan Keluarga Dan
Pendidikan, 5(1), 26–30.
Bachtiar, Amsal. (2012). Filsafat ilmu edisi revisi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Baron, R. A., & Byrne, D. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.
Baron, Robert, A., & Byrne. D. (2012). Psikologi Sosial jilid 2. Jakarta: Erlangga
Bayat, M., & Kashani, P. A. (2010). The effect of social skills training
(assertiveness) on assertiveness and self-esteem increase of 9 to 11 years-old
female students in Tehran, Iran. World Applied Sciences Journal, 9(9),
1028-1032.
Branden, Nathaniel. (2005). Kekuatan Harga Diri. Batam: Interaksara
Brewer, G., & Kerslake, J. (2015). Cyberbullying, self-esteem, empathy and
loneliness. Computers in Human Behavior, 48, 255-260.
Chadwick, S. (2014). Impact of Cyberbullying, building Social and Emotional
Resilience in School. New York: Springer.
Coopersmith, S. (1967). Antecedents Of Self Esteem. San Fransisco: W.H.
Freeman and Company.
Corey, Gerald. (2013). Case Approach to Counseling & Psychotherapy (8th Ed.).
Belmont: Brooks/Cole.
Emilia, Leonardi. 2013. Hubungan Antara Kompetensi Sosial dengan Perilaku
Cyberbullying yang Dilakukan oleh Remaja Usia 15-17 Tahun. Jurnal
Psikologi Kepribadian dan Sosial, Vol 2. No.2.
Faturochman. (2012). Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Feist, J dan Feist G.J. (2010). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika
71
Firdausi, A. H., & Adiyanti, M.G. (2016). Pelatihan Teknik Asertivitas untuk
Meningkatkan Self-Esteem Korban Bullying. Gadjah Mada Journal Of
Professional Psychology. 2(1). 15-25
Fox, C. L., & Boulton, M. J. (2003). Evaluating the effectiveness of a social
skills training programme for victims of bullying. Educational
Research, 45(3), 231–247. doi: 10.1080/ 001318 8032 000 137238
Gunarsa, S.D. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung
Mulia.
Harris,C. & Reynold, B. (2001). How To Raise Children’s Self Esteem, terj.
Meitasari Tjandrasa, Bagaimana Kita Meningkatkan Harga Diri Anak.
Jakarta : Binarupa Aksara.4-5.
Hasanah, N., Supriyono, Y., Herani, I., & Lestari, S. (2012). Peningkatan
Kepercayaan Diri Mahasiswa Melalui Pelatihan Asertivitas. Jurnal
Interaktif. 1(2), 1-7.
Hinduja, S., & Patchin, J. W. (2010). Cyberbullying: A review of the legal issues
facing educators. Preventing School Failure. 55(2), 1–8.
Irmayanti, N. (2016). Pola asuh otoriter,self esteem dan perilaku bullying. Jurnal
Penelitian Psikologi, 7(1), 20-35.
Juvonen, J., & Nishina, A. (2005). Daily reports of witnessing and
experiencing peer harassment in middle school. Child Development, 76,
435-450. doi: 10.1111/j.1467-8624.2005.00855.x
Juvonen, J., & Schacter, H. L. (2015). The effects of school-level victimization
on self-blame: Evidence for contextualized social cognitions.
Developmental Psychology, 51, 841-847. doi: 10.1037/dev0000016
Kartono, K. (1995). Psikologi Anak: Psikologi Perkembangan. Bandung: Mandar
Maju.
Khan, R.I. (2012). Perilaku Asertif, Harga Diri dan Kecenderungan Depresi.
Persona. Jurnal Psikologi Indonesia. 1 (2) : 143-154.
Lange,A.J & Jakubowski,P. (1983). Responsible assertive behavior. 3th edition.
Chicago: Research Press.
Latipun. (2015).Psikologi Konseling. Malang. Universitas Muhammadiyah
Malang Press.
Lenhart, A. (2015). Teens, social media & Technology overview 2015.
http://www.pewinternet.org/2015/04/09/t eens-social media-technology-
2015 (diakses pada tanggal 1 Desember 2020, pukul 21.00 Wita)
Lu, J., Hao, Q. & Jing, M. (2016). Consuming, sharing, and creating content: How
young students use new social media in and outside school. Computers in
Human Behavior, 64, 55-64. http://dx.doi.org/10.1016/j.chb (diakses pada
tanggal 5 November 2020, pukul 21.00 WITA)
Marczak, Magdalena dan Iain Coyne. 2010. Good Practice and Legal Aspects
in the United Kingdom. Australian Journal of Guidance &
72
Counselling, Vol 20. diakses pada tanggal 1 Desember 2020, pukul 23.00
Wita)
Mashudi, Farid. (2012). Psikologi Konseling. Yogyakarta: Ircisod
Maya, Septiani. D, Thahroni. (2018). Hubungan Keterlibatan Ayah Dengan Harga
Diri Remaja Wanita. Jurnal Psikologi. 1(1) : 10-18
Meilena dan Suryanto, (2015). Self Disclosure, Perilaku Asertif dan
Kecenderungan Terhindar dari Tindakan Bullying. Jurnal Psikologi
Indonesia. 4(2) : 208– 215.
Mruk, C. J. (2013). Self esteem and positive psychology research, theory, and
practice fourth edition. New York: Springer Publishing Company.
Noordjanah, A. (2013). Hubungan Harga Diri Dan Optimisme Dengan Motivasi
Belajar Pada Siswa Man Maguwoharjo Sleman Yogyakarta. Jurnal
Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, Vol.1,
No 1 : 17 – 56
Nursalim. 2013. Strategi dan Intervensi Konseling. Surabaya : Unesa University
Press
Novalia dan Dayakisni. (2013). Perilaku Asertif dan Kecenderungan Menjadi
Korban Bullying. Jurnal JIPT: Vol. 1 No. 1. hal. 172-178
Okthavia, S. W. (2014). Hubungan antara dukungan sosial keluarga terhadap
tingkat self esteem pada penderita pasca stroke. Jurnal Psikologi Pendidikan
dan Perkembangan Vol. 3, No. 2. 110 – 118
Ozsaker M. (2013). Assertiveness and self esteem in Turkish adolescent: a study
on athletes and nonathletes. International Journal on Disability and Human
Development. Volume 12, Issue 1.
Patchin, J. W. & Hinduja, S. (2010). Cyberbullying and self-esteem. Journal
School Health. 80 (12), 137-142
Priyanka, Parasar, A., & Dewangan, R. L. (2018). A Comparative Study of Self
Esteem and Level of Depression in Adolescents Living in Orphanage Home
and Those Living With Parents. International Journal of Humanities and
Social Science Research, 4(2), 51–53
Ramadhani, A. & Retnowati,S. (2013). Depresi pada remaja korban bullying.
Jurnal Psikologi. 9.(2).73-79
Razak, N. (2014). Studi Terakhir: Kebanyakan Anak Indonesia sudah online,
namun masih banyak yang tidak menyadari potensi resikonya.
https://unicecf.org/indonesia/id/media_22169.html (di akses pada tanggal 5
September 2020, pukul 20.00 WITA)
Riana, M. (2011). Emosi Anak Usia Dini Dan Strategi. Jakarta : Kencana
Rifauddin, M. (2016). Fenomena cyberbullying pada remaja. Jurnal Ilmu
Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan Khizanah Al-Hikmah, 4(1),35-44.
Rivai, Veithzal (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan.
Jakarta : Raja Grafindo Persada
73
Romas, M. Z. (2010). Kaitan Antara Asertivitas dengan Komunikasi Interpersonal
Pasangan Suami Istri (PASUTRI). Journal Piskologi. 11(2), 45-57.
Rowley, C. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rajawali Pers
Safaria, T. (2016). Prevalence and impact of cyberbullying in a sample of
Indonesian junior high school students. The Turkish Online Journal of
Educational Technology, 15(1), 82-91
Saifullah, F. (2016). Hubungan antara konsep diri dengan bullying pada siswa-
siswi SMP Samarinda. eJurnal Psikologi. 4(2). 200-214.
Salmivalli, C,. Kaukiainen, A., Kaistaniemi, L., Lagerspetz, K. M. J. (1999). Self
evaluated self-esteem, peer-evaluated self-esteem, and defensive egotism as
predictors of adolescents‟ participation in bullying situations. Personality
and Social Psychology Bulletin. 25 (10) 1268-1278.
Sandha., T. P, & Hartati., S, & Naiful., F. (2012). Hubungan antara self esteem
dengan penyesuaian diri pada siswa tahun pertama SMA Krista Mitra
Semarang. Jurnal Psikologi,1 (1), 47 -82.
Sandhu, D. (2015). Bully Victimizaton and pupil well-being. Indian Journal of
Health and WellBeing, 260-266.
Santrock, J.W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Serdar, S. Dkk. (2015). The Relationship with Self Esteem Between Assertiveness
Levels of Sub-Elite In-Door Soccer Players. International Journal of
Science Culture and Sport (IntJSCS). 4(3).
Sipayung, M. (2007). Pengaruh pelatihan asertivitas terhadap peningkatan harga
diri. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, 2(1). ISSN: 1907-7157.
Medan: Universitas Negeri Medan.
Sobur, Alex. (2013). Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka
Setia.
Sraddha, V. (2016). Studying the Implications of Bullying on Perceived Parenting
Styles and Adolescents Personality. International Journal of
Multidisciplinary Allied Research, 3(2), 471-482.
Srisayekti,W., & Setiady, D. A. (2015). Harga-diri (Self-esteem) Terancam dan
Perilaku Menghindar. Jurnal Psikologi. 42(2). 141-156.
Sriyanto., Aim, A., Asmawi, Z., &Enok, M. (2014). Perilaku Asertif dan
Kecenderungan Kenakalan Remaja Berdasarkan Pola Asuh dan Peran
Media Massa. Jurnal Psikologi. 41 (1) : 74-88.
Tannous, F. G. (2015). The effectiveness of assertiveness training in improving
self-esteem among a sample of students with low emotional- behavioral
traits. International Journal of Adult and Non Formal Education, 3(1), 55-
61.
West, R., & Beck, C. S. (2019). The routledge handbook of communication and
bullying . New York: Routledge.
74
Widiharto, A. C. Sandjaja, S. S, & Erian. jcy, P. 2010. Perilaku Bullying Ditinjau
Dari Harga Diri dan Pemahaman Moral Anak. Semarang: Procceding
Psikologi UNIKA Soegijapranata.
Widodo, A.S, & Pratitis., N.T. (2013). Harga Diri Dan Interaksi Sosial Ditinjau
Dari Status Sosial Ekonomi Orang Tua. Jurnal Psikologi Indonesia. 2(2).
131 – 138.
Wiryada, O.A.B., Martiarini, N., & Budiningsih, T.E. (2017). Gambaran
Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Jejaring Sosial Di SMA Negeri 1
Dan SMA Negeri 2 Ungaran. Jurnal Psikologi Ilmiah. 9(1). 1-7
Yousef, W.S, & Bellamy, A. (2015). The impact of cyberbullying on the
selfesteem and academic functioning of Arab American middle and high
school students. Electronic Journal of Research in Educational Psychology,
13(3), 463-482.
Yusuf, L., & Bagus, C. (2012). Harga diri pada remaja menengah putri di sma
negri 15 kota semarang. Jurnal Nursing Studies, 1(1),225-230.
Zakiyah, E. Z., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Faktor Yang
Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian &
Ppm. (4)2. 129 – 389.
75
LAMPIRAN
76
PELATIHAN
“BERANI MENJADI DIRI SENDIRI”
MODUL
15511031
77
Kata Pengantar
Sebagian besar orang yang tidak mampu berperilaku asertif disebabkan oleh
berbagai hal yang menghambat, seperti yang dikemukakan oleh Pratanti (dalam
dirinya ada rasa takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya tidak
lagi disukai atau pun diterima, takut membuat orang lain sakit hati. Padahal,
dengan membiarkan diri untuk tidak asertif seperti memendam perasaan karena
perbedaan pendapat justru akan mengancam hubungan yang ada, karena salah
satu pihak kemudian akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain Ketakutan atau
kekhawatiran semacam ini lebih banyak dijumpai pada individu- individu pada
usia remaja.
melatih seseorang yang mengalami kesulitan untuk menyatakan perasaan dan hak
dirinya bahwa tindakanya adalah layak atau benar. Pelatihan asertivitas ini
positif lainnya. Caranya adalah dengan bermain peran dalam bimbingan konselor
Menurut Davis (dalam Mardani, 2013), perilaku asertif adalah perilaku yang
mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh
penting karena sikap dan perilaku asertif akan memudahkan korban tersebut
78
diinginkannya secara langsung dan terus terang maka para korban cyberbullying
memiliki sikap asertif, maka para korban dapat dengan mudah mencari solusi dan
lebih efektif. Terakhir, melalui perilaku asertif akan dapat membantu korban
wawasannya tentang lingkungan, dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang
Modul pelatihan asertivitas merupakan yang akan disusun peneliti dalam hal
asertivitas sehingga para korban dapat memiliki penyesuaian sosial yang baik dan
akademik, culture shock dan lain- lain yang mungkin akan terjadi ketika korban
intervensi. Pada modul ini berisi rancangan intervensi hingga penjabaran setiap
79
Tujuan Modul
Tujuan dari pelatihan Asertif yang tertera pada modul ini adalah sebagai
berikut:
2. Subjek mampu membela diri sendiri (mengatakan tidak, menanggapi kritik atau
lain
Pertemuan I
Pembukaan “Pelatihan Asertivitas”
Tujuan:
1. Partisipan dapat menjalin kepercayaan dan memunculkan rasa nyaman dengan konselor
serta partisipan lain selama beralngsungnya pelatihan.
2. Partisipan mampu memahami tentang perilaku asertif
3. Partisipan mampu mengenali perubahan-perubahan perilaku terkait pencapaian
berperilaku asertif kepada pelaku cyberbullying.
Waktu
60 menit
80
Agenda kegiatan
Tabel 1.
Sesi 1
Tujuan:
1. Dapat menciptakan suasana yang akrab, terbuka, dan siap mengikuti kegiatan antara
2. Partisipan dan trainer dapat mengenal satu sama lain sehingga pelatihan
Prosedur:
partisipan. Trainer juga mengucapkan terima kasih atas kesediaan partisipan untuk
mau terlibat dalam pelatihan ini. Trainer mengirim link daftar hadir dan kemudian
Instruksi:
1. Selamat pagi adik- adik. Semoga kabar adik- adik hari ini baik dan kita semua
disini selalu diberi kesehatan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Saya mengucapkan
terima kasih atas kesediaan adik- adik telah meluangkan waktu hadir di google
meet untuk mengikuti kegiatan pelatihan ini. Sebelum memulai kegiatan, mari kita
81
berdoa menurut agama dan kepercayaan masing- masing. Selanjutnya mari kita
trainer yang akan memandu adik- adik dari awal hingga akhir pertemuan.
Sekarang saya minta untuk adik- adik memperkenalkan diri. Dimulai dari
____________”.
mempersilahkan adik- adik untuk mengisi link daftar hadir yang sudah trainer
share”
Sesi 2
Penjelasan Pelatihan
Tujuan:
asertivitas dan memahami manfaat yang akan diperoleh dengan mengikuti pelatihan
ini.
Prosedur:
partisipan. trainer menjelaskan penelitian yang akan dilakukan selama 3 kali pertemuan
dengan durasi waktu 60 menit. Penelitian ini akan mengajak partisipan untuk dapat
Instruksi :
1. “baiklah adik- adik sekalian, sebelum kita memulai kegiatan pada pertemuan
ini, saya akan memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan kita
lakukan.
2. “kegiatan ini bertujuan untuk membantu adik- adik dalam memahami bagaimana
cara menolak dan mengungkapkan perasaan adik- adik apabila mengalami situasi
82
yang tidak adik- adik suka.
3. “pelatihan ini terdiri dari 3 kali pertemuan yang setiap pertemuan dipandu
oleh saya dan dibantu oleh 2 rekan saya (konselor mempersilahkan 2 observer
dan peneliti untuk memperkenalkan diri). Di setiap kegiatan kita akan berbagi
cerita atau apa saja pengalaman adik- adik dalam menghadapi situasi yang tidak
menyenangkan.”
4. “Pelatihan ini akan dilakukan maksimal selama 1 jam dan aka nada lembar
kerja membuat cerita pada sesi ke-2. Hasil tulisan tersebut menjadi bahan bagi
kita untuk dipertemuan berikutnya yaitu pertemuan ke-3. Hasil tulisan dapat
adik- adik tampilkan pada layar dengan men’klik tulisan share presentation pada
5. “bagaimana adik- adik? Apa sudah jelas dengan yang saya jelaskan?” (Trainer
memberi jeda untuk membuka penanya, jika tidak ada pertanyaan dari partisipan
Sesi 3
Pengantar mengenai asertivitas
Tujuan:
Partisipan mampu mengenali apa yang dimaksud dengan asertivitas dan dapat
Prosedur:
menyampaikan apa yang diinginkan, dipikirkan dan dirasakannya kepada orang lain
serta mampu menjaga haknya dan hak orang lain. Individu yang memiliki perilaku
asertif maka individu tersebut merasa percaya diri, terbuka, jujur dan merasa dihormati.
83
Ciri-ciri orang yang tidak asertif, yaitu :
b. Dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut.
d. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri – ciri
a. Berikan penjelasan atas penolakan anda secara singkat, jelas, dan logis.
Penjelasan yang panjang lebar hanya akan mengundang argumentasi pihak lain.
b. Gunakan kata-kata yang tegas, seperti secara langsung mengatakan “tidak” untuk
c. Pastikan pula, bahwa sikap tubuh anda juga mengekspresikan atau mencerminkan
“bahasa” yang sama dengan pikiran dan verbalisasi anda. Seringkali orang tanpa
sadar menolak permintaan orang lain namun dengan sikap yang bertolak
untuk…..” dari pada “Saya sulit….”. Karena kata-kata “saya sudah memutuskan
untuk….” lebih menunjukkan sikap tegas atas sikap yang anda tunjukkan.
e. Jika anda berhadapan dengan seseorang yang terus menerus mendesak anda
padahal anda juga sudah berulang kali menolak, maka alternatif sikap atau
84
tindakan yang dapat anda lakukan : mendiamkan, mengalihkan pembicaraan,
f. Anda tidak perlu meminta maaf atas penolakan yang anda sampaikan (karena
anda berpikir hal itu akan menyakiti atau tidak mengenakkan buat orang lain).
Sebenarnya, akan lebih baik anda katakan dengan penuh empati seperti : “saya
g. Janganlah mudah merasa bersalah ! anda tidak bertanggung jawab atas kehidupan
Sesi 4
Tujuan:
asertif
Prosedur:
Trainer meminta peserta untuk membuat pernyataan asertif lalu partisipan membuat
Instruksi:
“pada sesi kali ini, adik- adik diminta untuk membuat pernyataan asertif dan
diketik pada kolom komentar yang ada dilayar leptop samping kanan atas. Setelah
itu, trainer akan bermain peran menjadi seseorang yang melakukan tindakan
asertif atau merespon dengan pernyataan asertif ketika bertemu dengan seseorang
85
yang melakukan tindakan yang kurang menyenangkan kepada adik- adik. Baiklah
sekarang saya akan memberi waktu adik- adik menuliskan terlebih dahulu satu
pernyataan asertif dan waktu saya berikan 1 menit” (trainer menunggu partisipan
asertif maka saya ingin adik- adik secara bergantian untuk merespon dengan
Sesi 5
Kesimpulan dan Penutup
Tujuan:
Partisipan dapat memahami manfaat dari pelatihan ini dan memiliki komitmen untuk
Prosedur:
Trainer menyimpulkan hasil dari pertemuan melalui googlemeet pada pertemuan ini
dan memberikan apresiasi kepada partisipan di pertemuan pertama ini. Trainer juga
Instruksi :
1. “Adik- adik sekalian, di pertemuan hari ini kita telah menyelesaikan sesi “pre-test”,
“materi tentang asertif”, dan “membuat pernyataan asertif”. Pada ketiga sesi ini,
kita sudah dapat mengerti apa itu asertif pada diri, bagaimana ciri asertif, dan
bagaimana kita merespon apabila terdapat seseorang yang melakukan tindakan yang
2. “baiklah, untuk pertemuan hari ini saya akhiri dengan mengucapkan terima kasih
86
atas kesediaan adik- adik berpartisipasi dan meluangkan waktu dalam pelatihan ini.
selama proses pelatihan) adik- adik sekalian sepanjang proses kegiatan di hari ini.
Semoga proses pelatihan ini dapat membantu adik- adik merubah menjadi lebih
asertif. Selanjutnya kita akan bertemu kembali pada esok hari _______dijam yang
sama seperti hari ini pada pukul _______ sampai berjumpa esok hari ya adik- adik”
87
Pertemuan II
Pembukaan “Pelatihan Asertivitas”
Waktu:
60 menit
Media/alat:
Alat tulis dan kertas
Metode:
Interaktif, menulis
Agenda kegiatan
Tabel 2
Agenda kegiatan
No. Waktu Kegiatan Metode Bahan
1 15 menit Pembukaan dan Review kegiatan pada Interaktif -
pertemuan I
2 15 menit Teknik meninggalkan situasi Permainan -
cyberbullying
3 20 menit Partisipan memecahkan topik Sharing Lembar kerja
permasalahan melalui studi kasus
4 10 menit Tugas dan penutup Interaktif Lembar kerja
Sesi 1
Tujuan:
orang lain ketika dihadapkan pada suatu tantangan yang sulit untuk diselesaikan
sendiri
4. Partisipan dapat menilai dan mengenali perubahan- perubahan positif yang telah
terjadi dimulai dari rentang waktu partisipan memutuskan bersedia terlibat sampai
88
5. Partisipan mampu melanjutkan langkah-langkah yang sudah dilakukan pada
pertemuan sebelumnya
Prosedur:
2. Trainer menanyakan apakah sikap asertif sudah dilakukan dirumah dan seperti apa
contohnya
3. Satu orang perwakilan dari partisipan diminta untuk menceritakan sikap asertif
Instruksi:
1. “selamat pagi adik- adik, hari ini kita jumpa lagi dikegiatan pelatihan. Apakabar
hari ini adik- adik?_____ Astungkara semua masih dalam keadaan sehat ya.
Sebelum kita memulai kegiatan hari ini, mari kita berdoa terlebih dahulu sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing- masih, berdoa mulai. (jeda berdoa).
Baiklah, hari ini saya akan bertanya kepada adik- adik, apakah sikap asertif
sudah adik- adik lakukan di rumah?_____ jika sudah, boleh tidak kalau saya
minta satu perwakilan untuk menceritakan seperti apa sikap asertif yang sudah
untuk bercerita) “baiklah, tadi kita sudah mendengarkan cerita dari teman kita
89
Sesi 2
Tujuan:
video
Prosedur:
cyberbulling
3. Setelah diberikan video, trainer mengajak partisipan untuk membahas tentang isi
Instruksi:
1. “baiklah adik- adik, saat ini kita masuk pada sesi teknik meninggalkan situasi
cyberbullying. Sekarang kita akan bermain peran, instruksinya adalah adik- adik
akan diberikan tontonan video tentang cara meninggalkan situasi cyberbullying, lalu
saya minta adik- adik untuk berdiskusi tentang apa isi dari video tersebut, apakah
cara seseorang yang ada di video tersebut sudah baik dalam mengatasi situasi yang
menayangkan video)
90
2. “video sudah selesai ditayangkan, sekarang mari kita diskusikan seperti apa sikap
asertif yang ditunjukkan oleh korban saat menghadapi situasi yang tidak
menyenangkan? Lalu adik- adik yang sudah dibagi dalam kelompok silahkan
memilih perannya, ada yang menjadi pelaku da nada yang menjadi korban. Silahkan
3. “selanjutnya sekarang saya ingin tahu apakah cara tersebut sudah sesuai atau tidak,
adakah adik- adik yang mau mewakili untuk menjawab? Beserta alasannya”
Sesi 4
Tujuan:
Prosedur:
studi kasus
Instruksi:
1. “adik- adik, sekarang kita masuk pada sesi memecahkan topic permasalahan melalui
studi kasus. Adik- adik akan saya berikan beberapa kasus yang telah terjadi di
Negara lain dan di Negara kita. Nanti dari kasus yang saya berikan, adik- adik dapat
mendiskusikan sikap asertif apa yang dapat dilakukan korban cyberbullying tersebut.
Baiklah, sekarang saya akan share kasusnya dilayar leptop adik- adik”
Kasus pertama :
Anak laki-laki asal Amerika tersebut lahir dari keluarga yang harmonis dengan penuh
cinta dan kasih sayang. Namun nahas, pada tanggal 7 Oktober 2003 ia harus
91
meninggalkan keluarganya untuk selamanya. R tewas dengan menggantungkan
dirinya di kamar mandi. Kejadian memilukan itu disaksikan sendiri oleh adiknya M
sehingga sampai saat ini masih menyisahkan trauma yang membekas baginya. Kasus
pem-bullyan terjadi ketika R bercerita suatu hal yang memalukan kepada teman
sehingga satu sekolahan mengetahuinya. Sejak saat itu ia mulai dibully oleh teman-
temannya di media sosial bahkan ketika ia masuk sekolah pem-bullyan juga terus
berlanjut. Lebih parahnya, ketika itu ada seorang wanita yang mendekatinya hanya
Kasus kedua
rumah temannya tersebut. Di dalam rumah itu terdapat 20 orang termasuk A. Mereka
Terlalu asyik berpesta, tanpa disadari Audrie telah menghabiskan banyak sekali
minuman beralkohol yang membuatnya terjatuh tidak sadarkan diri. Hal itu dijadikan
melakukan sesuatu yang tidak senonoh kepada A, yaitu dengan mencoret seluruh
tubuh gadis malang itu dengan spidol, kemudian difoto dan menyebarkannya ke
media sosial serta teman-teman kampus. Sontak saja media sosial pun langsung
Orang tua dan kerabatnya terpukul atas kejadian itu serta menyayangkan perilaku
92
2. “nah sekarang silahkan adik- adik mendiskusikan masalah korban cyberbully
tersebut dan berikan tanggapan adik- adik mengenai cara bersikap asertif pada
korban tersebut. Silahkan untuk diskusi, waktu saya persilahkan” (jeda diskusi)
3. “sekarang saya minta untuk satu perwakilan menyampaikan hasil diskusi, saya
Sesi 5
Tujuan:
Prosedur:
1. Partisipan diberikan tugas membuat sebuah cerita pendek tentang sikap asertif
2. Partisipan diminta untuk review kegiatan hari kedua secara bergantian serta kesan-
3. Trainer mengingatkan agar partisipan kembali hadir dalam pelatihan esok harinya
Instruksi:
1. “Pada pertemuan kedua ini, adik- adik sudah mengetahui perbedaan apabila
dapat bersikap asertif dan tidak. Dari sesi awal sampai akhir, adik- adik sudah
mampu memunculkan sikap asertif dengan baik. Selanjutnya, dalam rentang waktu
2 hari ke depan saya mengajak adik- adik untuk mengenali dan mencatat berbagai
perubahan positif yang terjadi pada diri adik-adik sehubungan dengan sikap
asertif. Adik- adik dapat menceritakan sikap asertif apa saja yang sudah adik- adik
93
lakukan selama 2 hari. Link akan saya share di group whatsapp, nanti adik- adik
dapat buka melalui ponsel dan langsung mengetik di ponsel sehingga lebih praktis
2. “baiklah, pada sesi hari ini kita tutup dan kita bertemu lagi 2 hari kedepan di
hari_______ pada pukul _______ dan saya harap adik- adik masih tetap semangat
mengikuti pelatihan ini. Sebelum kita meninggalkan tempat ini, mari kita
hening sejenak untuk mengucap syukur atas kelancaran dan kebaikan hari ini.
Hening dipersilahkan. (jeda doa) berdoa selesai, baiklah adik- adik sampai jumpa
94
95
LEMBAR TUGAS
Nama :
Jenis kelamin :
Kelas :
Alamat :
1. Sebutkan dan Ceritakan pengalaman Anda ketika Anda tidak memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi asertif !
96
PERTEMUAN III
PELATIHAN ASERTIVITAS
Waktu:
60 menit
Metode:
Interaktif, diskusi
Agenda kegiatan
Tabel 2
Agenda kegiatan
No. Waktu Kegiatan Metode Bahan
1 15 menit Pembukaan dan pembahsan tugas Interaktif -
2 15 menit teknik tetap tenang Diskusi dan interaktif -
dalam situasi menekan
3 10 menit Relaksasi fisik interaktif -
4 5 menit Post test skala -
5 5 menit Pengisian lembar evaluasi pelatihan Lembar kerja -
6 10 menit Penutup Interaktif -
Sesi 1
Tujuan:
Prosedur:
pelatihan
Instruksi:
“selamat pagi adik- adik, apakabar hari ini? semoga kita selalu diberi kesehatan dan
keselamatan. Nah adik- adik, sebelum kita memulai pelatihan hari ini, mari kita
97
berdoa menurut agama dan kepercayaan masing- masing, berdoa dimulai. (jeda doa)
berdoa selesai. Baiklah adik- adik, hari ini adalah pertemuan ketiga kita. Terlihat
adik- adik semangatnya. Saya ucapkan terimakasih atas partisipasinya dan telah
menyediakan waktu untuk mengikuti pelatihan ini. sekarang kita lanjut pada sesi
pembahasan tugas. Tugas adik- adik sudah saya baca. Hasilnya baik semua ya, semua
sudah tahu cara bersikap asertif dalam kehidupan sehari- hari baik dilingkungan
keluarga maupun di social media. Bagaimana perasaan adik- adik setelah bersikap
asertif kepada teman yang melakukan bully di media social? ada yang mau mencoba
menunjukkan sikap asertif dengan baik. Adik- adik bisa coba terus untuk melatih diri
Sesi 3
Tujuan:
2. Peserta memahami teknik kontrol pernafasan agar tetap tenang dalam situasi
menekan
3. Peserta mampu menampilkan teknik kontrol pernafasan agar tetap tenang dalam
Prosedur:
98
Sesi 4
Relaksasi Fisik
Tujuan:
1. Peserta memahami teknik relaksasi fisik agar tetap tenang dalam situasi menekan
2. Peserta mampu menampilkan teknik relaksasi fisik agar tetap tenang dalam
Prosedur:
Instruksi:
1. “baiklah adik- adik, sekarang saya minta adik- adik duduk senyamannya.
Silahkan mencari posisi yang nyaman terlebih dahulu (partisipan diberi waktu
baik, sekarang adik- adik Tarik nafas lalu hembuskan. Pelan- pelan Tarik nafas
lagi lalu hembuskan. Pelan- pelan adik- adik dapat menutup mata sambil terus
mengatur nafas. Tarik nafas lagi, hembuskan… terik nafas lagi lalu hembuskan.
(jeda) Sekarang adik- adik sedang berada di situasi yang sangat nyaman, amat
nyaman, dan membuat hati adik- adik tenang.(jeda) Bayangkan saat ini adik-
adik berada di tempat yang adik- adik suka. Indah sekali tempatnya. Bayangkan
tempat tersebut penuh dengan orang- orang yang paling adik- adik sayangi.
Senang sekali dapat bersama dengan mereka. Bayangkan adik- adik bermain,
99
bercanda tawa, dan bercerita dengan bahagia. (jeda) saat ini adik- adik berada
di situasi yang sangat membuat adik- adik nyaman, tenag dan bahagia. (jeda)
Tarik nafas, lalu hembuskan. Tarik nafas lagi, lalu hembuskan. Sekarang adik-
adik bisa pulang dari tempat tersebut dengan senang. Bayangkan adik- adik
pulang dengan keadaan senang, semangat, dan bahagia. Sekarang adik adik
Tarik nafas, buang nafas pelan pelan. Lalu Tarik nafas lagi, hembuskan (jeda).
Sekarang adik- adik buka mata pelan- pelan sambil terus mengatur nafas. Saya
hitung sampai tiga, adik- adik dapat membuka mata pelan- pelan. Satu, dua,
setelah adik- adik membuka mata, adik- adik akan merasakan kesegaran dan
sekarang kita akan lanjut pada sesi selanjutnya yaitu post test”
Sesi 5
Post-test
Tujuan:
Untuk dapat mengukur harga diri partisipan setelah proses pelatihan asertivitas
Prosedur:
Trainer memberikan lembar posttest sambil menjelaskan tentang alat ukur yang akan
Instruksi:
Sebelum kita mengakhiri segala rangkaian kegiatan, saya meminta adik- adik untuk
mengisi link posttest yang saya akan share di kolom komen. Isilah lembar posttest
dengan sejujurnya sesuai dengan apa yang adik- adik rasakan setelah
100
dipahami? Jika tidak ada pertanyaan, silahkan adik- adik mengisi dan jika sudah
Terima kasih.”
Sesi 6
Tujuan:
Prosedur:
Disusun dengan metode angket yang terdiri dari beberapa bagian pilihan dan bagian
esai. Evaluasi ini diberikan kepada masing-masing peserta tepat setelah kegiatan
Instruksi:
1. “baiklah adik- adik, sebelum kita menuju sesi penutupan, saya minta untuk adik-
adik mengisi link lembar evaluasi pelatihan. Mohon untuk diisi sejujur- jujurnya.
Link sudah saya kirim di kolom komentar, bisa adik- adik klik. Silahkan
dikerjakan.”
101
Lembar Evaluasi Pelatihan
Lingkarilah pilihan pendapat yang paling sesuai dengan yang Anda rasakan!
1. Seberapa menarikkan pelatihan yang diberikan?
a. Sangat menarik
b. Menarik
c. Cukup menarik
d. Kurang menarik
e. Tidak menarik
2. Apakah setelah mengikuti pelatihan ini, Anda merasa mendapatkan pengetahuan
yang berkualitas?
a. Sangat dapat
b. Ya, dapat
c. Cukup dapat
d. Kurang dapat
e. Tidak
3. Berapa banyak informasi baru yang telah Anda peroleh?
a. Sangat banyak
b. Banyak
c. Cukup banyak
d. Kurang
e. Tidak ada
4. Apakah menurut Anda pengetahuan yang didapatkan akan bermanfaat untuk Anda?
a. Sangat manfaat
b. Bermanfaat
c. Cukup manfaat
d. Kurang manfaat
e. Tidak manfaat
102
B. Kepuasan
Lingkarilah pilihan skor yang paling sesuai menurut Anda! Skor bergerak dari
103
Sesi 7
Penutup
Tujuan:
Mengetahui pendapat peserta tentang pelaksanaan kegiatan pelatihan
Prosedur:
Trainer menutup rangkaian proses kegiatan pelatihan
Instruksi:
1. “Adik- adik semua, dengan ini berakhir sudah keseluruhan rangkaian kegiatan
pelatihan asertivitas yang sudah kita lakukan selama 3 hari. Saya, mewakilli
tim peneliti, berharap adik- adik semua dapat memeroleh manfaat dari pelatihan
ini, sebagaimana kami mendapat manfaat yang luar biasa karena mendapatkan
banyak pembelajaran yang berharga dari pengalaman adik- adik semua. Kami
meminta maaf jika selama sesi pelatihan ini berjalan terjadi kesalahan kami, baik
yang disengaja maupun tidak sengaja. Kami mengucapkan terima kasih atas
partisipasi adik- adik sekalian dalam kegiatan ini dan sampai jumpa di lain
kesempatan.”
2. “Kita menutup pertemuan hari ini dengan hening sejenak untuk mengucap syukur
atas kelancaran dan kebaikan hari ini. Hening dipersilahkan.”
104
Skala Belum di Uji Coba
Nama :
Kelas :
Usia :
Jenis Kelamin :
Petunjuk:
Jawablah semua pernyataan pada kolom sebelah kiri dengan cara memilih salah satu jawaban
yang terdapat pada kolom sebelah kanan, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pilihan jawaban terdiri atas 4 (empat) alternatif, yakni:
SS = jika penyataan tersebut Sangat Sesuai
S = jika penyataan tersebut Sesuai
TS = jika penyataan tersebut Tidak Sesuai
STS = jika penyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai
2. Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban yang tersedia sesuai dengan penilaian
Anda.
3. Contoh cara mengerjakan:
No. Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S TS STS
1 Saya suka belanja X
2 Saya suka kumpul dengan teman X
4. Jawaban yang Anda berikan tidak bersifat benar-salah, jawaban sesuai dengan
keadaan Anda yang sebenarnya.
5. Pastikan semua nomor Anda jawab.
6. Terimakasih atas partisipasi Anda dan selamat mengerjakan.
105
No Item SS S TS STS
1 Saya menerima diri saya apa adanya
2 Saya yakin mampu mencapai apa yang saya inginkan
3 Saya mengetahui kemampuan yang saya miliki
4 Saya optimis ketika akan mencapai sesuatu yang
saya inginkan
5 Secara keseluruhan, saya puas akan diri saya
6 Saya tidak yakin dengan kemampuan saya
7 Saya sering merasa tidak mampu menyelesaikan
tugas dengan baik
8 Saya tidak dapat melihat kemampuan yang saya
miliki
9 Saya sering merasa kurang berguna bagi orang lain
10 Terkadang saya merasa diri kurang baik
11 Saya dapat membangkitkan semangat teman
ketika melakukan kegiatan
12 Teman- teman seringkali yakin kepada saya dan
mengikuti gagasan saya
13 Saya mampu menjadi contoh yang baik
14 Saya mampu memimpin kegiatan kelompok
15 Saya mampu membantu kelompok dalam
memecahkan masalah
16 Saya tidak mampu mengajak teman masuk dalam
organisasi di sekolah
17 Saya tidak dapat menentukan apa yang saya
inginkan
18 Saya tidak dapat memberikan masukan yang
membangun kepada teman
19 Saya kurang percaya diri saat menjadi pemimpin
20 Saya merasa masih banyak yang belum saya ketahui
21 Saya senang ketika dapat membantu teman yang
dalam kesusahan
22 Saya akan berusaha menjadi contoh yang baik bagi
orang lain
23 Saya akan menepati janji yang telah saya buat
24 Saya mampu bersikap sopan terhadap orang lain
25 Saya mampu berkata sopan dengan teman dan
orang lain
26 Saya berbicara sesuka hati
27 Saya tidak suka dinasehati teman dan orang lain
28 Saya senang membicarakan orang lain
29 Saya mengajak teman untuk tidak menyukai orang
yang tidak saya suka
30 Ketika teman meminta bantuan, saya akan berpura-
pura sibuk
31 Saya bangga akan prestasi yang saya raih dari hasil
kemampuan diri
32 Saya percaya apabila saya rajin, saya akan mudah
mencapai cita- cita
33 Saya tidak pernah malu bertanya untuk
meningkatkan pengetahuan saya dalam mencapai
perstasi
34 Saya lebih banyak belajar untuk meningkatkan
prestasi
35 Saya senang berdiskusi dengan orang yang memiliki
pengetahuan luas
36 Saya merasa bahwa saya kurang pandai dari teman
37 Saya merasa lebih malas dari orang lain
38 Saya memerlukan waktu yang lama untuk memulai
beraktivitas
39 Saya merasa tidak mudah mencapai prestasi
40 Saya merasa kurang mampu ketika berdiskusi dalam
mengerjakan tugas
107
Skala Sudah Uji Coba
Nama :
Kelas :
Usia :
Jenis Kelamin :
Petunjuk:
Jawablah semua pernyataan pada kolom sebelah kiri dengan cara memilih salah satu jawaban
yang terdapat pada kolom sebelah kanan, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pilihan jawaban terdiri atas 4 (empat) alternatif, yakni:
SS = jika penyataan tersebut Sangat Sesuai
S = jika penyataan tersebut Sesuai
TS = jika penyataan tersebut Tidak Sesuai
STS = jika penyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai
2. Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban yang tersedia sesuai dengan penilaian
Anda.
3. Contoh cara mengerjakan:
No. Pernyataan Pilihan Jawaban
SS S TS STS
1 Saya suka belanja X
2 Saya suka kumpul dengan teman X
4. Jawaban yang Anda berikan tidak bersifat benar-salah, jawaban sesuai dengan
keadaan Anda yang sebenarnya.
5. Pastikan semua nomor Anda jawab.
6. Terimakasih atas partisipasi Anda dan selamat mengerjakan.
108
No Item SS S TS STS
1 Saya menerima diri saya apa adanya
2 Saya yakin mampu mencapai apa yang saya inginkan
3 Saya optimis ketika akan mencapai sesuatu yang
saya inginkan
4 Secara keseluruhan, saya puas akan diri saya
5 Saya tidak yakin dengan kemampuan saya
6 Saya sering merasa tidak mampu menyelesaikan
tugas dengan baik
7 Saya tidak dapat melihat kemampuan yang saya
miliki
8 Saya sering merasa kurang berguna bagi orang lain
9 Saya dapat membangkitkan semangat teman
ketika melakukan kegiatan
10 Teman- teman seringkali yakin kepada saya dan
mengikuti gagasan saya
11 Saya mampu menjadi contoh yang baik
12 Saya mampu memimpin kegiatan kelompok
13 Saya mampu membantu kelompok dalam
memecahkan masalah
14 Saya tidak mampu mengajak teman masuk dalam
organisasi di sekolah
15 Saya tidak dapat menentukan apa yang saya
inginkan
16 Saya tidak dapat memberikan masukan yang
membangun kepada teman
17 Saya kurang percaya diri saat menjadi pemimpin
18 Saya merasa masih banyak yang belum saya ketahui
19 Saya senang ketika dapat membantu teman yang
dalam kesusahan
20 Saya akan berusaha menjadi contoh yang baik bagi
orang lain
21 Saya akan menepati janji yang telah saya buat
22 Saya mampu bersikap sopan terhadap orang lain
23 Saya tidak suka dinasehati teman dan orang lain
24 Saya senang membicarakan orang lain
25 Ketika teman meminta bantuan, saya akan berpura-
pura sibuk
26 Saya bangga akan prestasi yang saya raih dari hasil
kemampuan diri
27 Saya percaya apabila saya rajin, saya akan mudah
mencapai cita- cita
28 Saya senang berdiskusi dengan orang yang memiliki
pengetahuan luas
29 Saya merasa bahwa saya kurang pandai dari teman
30 Saya merasa lebih malas dari orang lain
109
31 Saya memerlukan waktu yang lama untuk memulai
beraktivitas
32 Saya merasa tidak mudah mencapai prestasi
33 Saya merasa kurang mampu ketika berdiskusi dalam
mengerjakan tugas
110
Scale: ALL VARIABLES
Excludeda 0 0,0
Reliability Statistics
Item-Total Statistics
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
109,5200 226,515 15,05041 40
NPAR TESTS
/WILCOXON=Pretest WITH Posttest (PAIRED)
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Notes
Output Created 03-DEC-2020 05:32:26
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data 8
File
[DataSet0]
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Pretest 8 61,5000 2,56348 57,00 65,00
Posttest 8 109,6250 7,96308 96,00 120,00
Ranks
Ties c
0
Total 8
a. Posttest < Pretest
b. Posttest > Pretest
c. Posttest = Pretest
Test Statisticsa
Posttest - Pretest
Z -2.521b
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,012
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
Tabulasi Data Pretest, Posttest, dan Follow Up
Mean 61,5
DPA 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 4 2 4 4 4 4 2 3 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 115
FAP 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 2 2 4 2 4 3 3 3 3 3 4 4 3 105
FN 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 2 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 115
Posttest
HNN 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 4 2 3 3 2 1 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 3 102
HA 4 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 3 2 2 4 3 3 2 3 3 4 2 3 3 4 4 3 2 3 3 3 4 96
KNRD 3 3 4 4 4 3 4 2 3 2 4 4 4 4 4 3 3 2 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 113
MRAT 4 3 4 3 2 3 3 2 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 2 3 4 2 4 4 4 3 2 4 4 4 111
ZTD 4 3 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 120
Mean 109,6
Nomor Aitem Skor
Partisipan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Total
DPA 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 117
FAP 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 108
Follow FN 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 116
Up HNN 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 4 2 3 3 2 3 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 3 104
HA 4 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 2 4 3 3 3 3 3 4 2 3 3 4 4 3 2 3 3 3 4 99
KNRD 3 3 4 4 4 3 4 3 3 2 4 4 4 4 4 3 3 2 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 114
MRAT 4 3 4 3 2 3 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 2 3 4 2 4 4 4 3 3 4 4 4 113
ZTD 4 3 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 121
Mean 111,5