Disusun oleh:
Haris Maulana Yusuf
200401110037
PENDAHULUAN.................................................................................................................3
A. Deskripsi Kasus.................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................3
C. Tujuan Terapi...................................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................................4
KAJIAN PUSTAKA.............................................................................................................4
A. Teori...................................................................................................................................5
BAB III......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN....................................................................................................................6
BAB IV......................................................................................................................................9
PENUTUP.............................................................................................................................9
Kesimpulan...............................................................................................................................9
REFERENSI...........................................................................................................................10
LAMPIRAN............................................................................................................................12
..................................................................................................................................................12
..................................................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Deskripsi Kasus
Pasien schizophrenia paranoid bernama Fakhri berusia 21 tahun dan berasal dari Kota
Batu. Ia memiliki keluarga broken home, dimana ia tidak memiliki orang tua yang
bertanggung jawab terhadapnya. Kondisi ini telah menyebabkan ia mengalami depresi
sejak masa SMP dan sering melakukan percobaan bunuh diri. Saat penyakit
schizophrenia paranoid kambuh, Fakhri menunjukkan perilaku yang agresif. Ia menjadi
mudah tersinggung dan mudah marah, serta sering membentak atau bahkan mengancam
orang lain. Hal ini membuatnya menjadi tidak nyaman untuk diajak berkomunikasi atau
bersosialisasi dengan orang lain. Beberapa bulan yang lalu, sekitar bulan Juni 2022,
Fakhri dibawa ke pusat rehabilitasi Lawang untuk mendapatkan perawatan dan terapi
yang tepat. Di sana, ia mendapatkan perawatan medis serta terapi psikologi dan sosial
untuk mengatasi gejala-gejala penyakit schizophrenia paranoid yang dialaminya.
Namun, karena keluarganya tidak mendukung dan jarang mengunjungi, Fakhri masih
sering mengalami kambuhan penyakitnya dan membutuhkan dukungan lebih dari tenaga
medis dan psikolog di pusat rehabilitasi tersebut. Karena masalah keluarga dan depresi
yang dialami sejak dini, proses pemulihan Fakhri tidak terlalu mudah dan memerlukan
waktu yang cukup lama. Setelah beberapa bulan berada di pusat rehabilitasi, Pasien
Fakhri diberikan treatment oleh terapis dengan menggunakan teknik Rational Emotive
Behavioral Therapy (REBT). REBT adalah salah satu jenis terapi yang menekankan
pada pemahaman dan penanganan emosi yang tidak sehat, serta mengembangkan
ketrampilan untuk menghadapi masalah-masalah dalam hidup secara rasional. Terapi ini
dilakukan secara rutin untuk membantu Pasien Fakhri mengontrol emosi dan perilakunya
saat penyakitnya kambuh. Selain itu, terapis juga mengajarkan Pasien Fakhri cara
mengatasi depresi dan mengurangi risiko percobaan bunuh diri dengan mengembangkan
kemampuan coping positif.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Terapi
Tujuan terapi pada pasien schizophrenia paranoid adalah untuk membantu Pasien
Fakhri mengontrol emosi dan perilakunya saat penyakitnya kambuh, mengatasi depresi
dan mengurangi risiko percobaan bunuh diri dengan mengembangkan kemampuan
coping positif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Teori
Schizophrenia paranoid adalah salah satu jenis schizophrenia yang ditandai dengan
adanya delusi dan halusinasi yang berhubungan dengan ide-ide paranoid. Pasien dengan
schizophrenia paranoid biasanya memiliki delusi bahwa orang lain sedang mengintai
atau membahayakan dirinya, serta halusinasi suara yang mengejek atau menghina
dirinya. Gejala-gejala lain yang muncul pada schizophrenia paranoid adalah gangguan
pikiran, perilaku yang tidak teratur, dan menurunnya fungsi sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al. (2019) menunjukkan bahwa faktor risiko
utama untuk terjadinya schizophrenia paranoid adalah faktor genetik. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pasien dengan schizophrenia paranoid lebih mungkin memiliki
faktor genetik yang menyebabkan gangguan ini. Selain itu, penelitian yang dilakukan
oleh Sambasivan et al. (2018) menunjukkan bahwa faktor risiko lain yang dapat
menyebabkan schizophrenia paranoid adalah faktor lingkungan seperti stres prenatal,
infeksi, dan perkembangan otak yang tidak normal.
Terapi yang tepat dapat membantu pasien dengan schizophrenia paranoid untuk
mengendalikan gejala-gejala yang muncul dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk pasien dengan schizophrenia paranoid
adalah terapi farmakologi, terapi perawatan sosial, dan terapi psikologis seperti
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa REBT dapat membantu pasien dengan
schizophrenia paranoid untuk mengendalikan gejala-gejala yang muncul. Penelitian
yang dilakukan oleh Tiwari dan Gupta (2016) menunjukkan bahwa REBT dapat
meningkatkan skor kualitas hidup pasien dengan schizophrenia paranoid yang
mengalami gejala-gejala positif dan negatif. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan
bahwa REBT dapat mengurangi skor kecemasan dan depresi pada pasien dengan
schizophrenia paranoid.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Verma dan Singh (2018) menunjukkan
bahwa REBT dapat membantu pasien dengan schizophrenia paranoid untuk
meningkatkan ketrampilan coping dan mengurangi gejala-gejala yang muncul. Hasil
penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa REBT dapat meningkatkan skor kualitas
hidup pasien dengan schizophrenia paranoid.
Alasan memilih pendekatan ini adalah karena REBT dapat membantu pasien
schizophrenia paranoid untuk mengidentifikasi pikiran dan emosi yang tidak rasional
yang mungkin menyebabkan gejala-gejala yang muncul. REBT juga dapat membantu
pasien untuk memperoleh kemampuan untuk mengendalikan pikiran dan emosi yang
tidak rasional sehingga gejala-gejala yang muncul dapat diminimalkan. REBT juga dapat
membantu pasien untuk mengembangkan ketrampilan coping yang lebih efektif untuk
menghadapi situasi-situasi yang menimbulkan stres. Pendekatan ini juga cocok untuk
pasien schizophrenia paranoid karena dapat membantu pasien untuk memperoleh
kembali kontrol atas pikiran dan emosi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Tahap awal adalah tahap pengenalan dan konsultasi, dimana terapis akan melakukan
pengenalan terhadap pasien dan melakukan konsultasi terkait diagnosis dan gejala-gejala
yang muncul. Tahap ini juga merupakan tahap dimana terapis akan menjelaskan tentang
REBT dan bagaimana terapinya akan dilakukan.
Tahap selanjutnya adalah tahap identifikasi pikiran dan emosi yang tidak rasional,
dimana terapis akan membantu pasien untuk mengidentifikasi pikiran dan emosi yang
tidak rasional yang mungkin menyebabkan gejala-gejala yang muncul.
Tahap selanjutnya adalah tahap perubahan pikiran dan emosi yang tidak rasional,
dimana terapis akan membantu pasien untuk mengubah pikiran dan emosi yang tidak
rasional menjadi pikiran dan emosi yang lebih rasional dan realistis. Terapis akan
menggunakan teknik-teknik REBT seperti reframing, teknik disputasi, dan teknik
pengalihan perhatian untuk membantu pasien mengubah pikiran dan emosi yang tidak
rasional.
Tahap selanjutnya adalah tahap peningkatan ketrampilan coping, dimana terapis akan
membantu pasien untuk mengembangkan ketrampilan coping yang lebih efektif untuk
menghadapi situasi-situasi yang menimbulkan stres. Terapis akan menggunakan teknik-
teknik REBT seperti teknik relaksasi, teknik perubahan gaya hidup, dan teknik
komunikasi untuk membantu pasien mengembangkan ketrampilan coping yang lebih
efektif.
Tahap akhir adalah tahap evaluasi dan rencana terapi selanjutnya, dimana terapis akan
melakukan evaluasi terhadap perkembangan dan respon pasien terhadap terapi REBT
yang telah dilakukan. Terapis juga akan menyusun rencana terapi selanjutnya yang lebih
efektif bagi pasien berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
Harapan hasil tritmen yang dilakukan pada pasien schizophrenia paranoid adalah
terjadinya perubahan pikiran dan emosi yang tidak rasional menjadi lebih rasional dan
realistis sehingga gejala-gejala yang muncul dapat diminimalkan. Selain itu, harapan lain
adalah pasien dapat memperoleh ketrampilan coping yang lebih efektif untuk
menghadapi situasi-situasi yang menimbulkan stres sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidupnya.
Pemilihan pendekatan REBT sebagai terapi yang akan dilakukan pada pasien ini
didasarkan pada latar belakang diagnosis pasien yaitu schizophrenia paranoid, dimana
REBT dapat membantu pasien untuk mengidentifikasi pikiran dan emosi yang tidak
rasional yang mungkin menyebabkan gejala-gejala yang muncul. REBT juga dapat
membantu pasien untuk memperoleh kemampuan untuk mengendalikan pikiran dan
emosi yang tidak rasional sehingga gejala-gejala yang muncul dapat diminimalkan.
Tantangan ketiga adalah kurangnya sumber daya yang tersedia untuk melakukan
terapi pada pasien schizophrenia paranoid. Banyak pasien dengan schizophrenia
paranoid yang tidak memiliki akses terhadap terapi yang tepat karena keterbatasan
sumber daya seperti biaya terapi atau ketersediaan terapis yang kompeten.
Tantangan terakhir adalah stigma yang masih melekat pada pasien schizophrenia
paranoid. Banyak orang yang masih memandang stigma terhadap pasien dengan
schizophrenia paranoid sehingga pasien seringkali mengalami diskriminasi dan kecaman
dari lingkungan sekitarnya. Stigma tersebut dapat menyebabkan pasien menjadi kurang
percaya diri dan mengurangi motivasi untuk menjalani terapi.
Kesimpulan
Proses pelaksanaan tritmen yang dilakukan terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap
pengenalan dan konsultasi, tahap identifikasi pikiran dan emosi yang tidak rasional,
tahap perubahan pikiran dan emosi yang tidak rasional, tahap peningkatan ketrampilan
coping, dan tahap evaluasi dan rencana terapi selanjutnya.
Evaluasi tantangan yang dihadapi dalam proses pelaksanaan tritmen pada pasien
schizophrenia paranoid meliputi pasien yang tidak mau atau tidak mampu untuk
berpartisipasi dalam terapi, gejala-gejala yang tidak stabil, kurangnya sumber daya yang
tersedia untuk terapi, dan stigma yang masih melekat pada pasien schizophrenia
paranoid. Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut diperlukan upaya yang
konsisten dan terpadu dari semua pihak yang terlibat dalam terapi.
REFERENSI
Chen, Y. C., Chen, C. Y., Chen, C. H., Chen, C. T., & Chen, C. Y. (2019). Genetic
and environmental risk factors for schizophrenia: A review. Frontiers in Psychiatry, 10,
667. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2019.00667
Sambasivan, S., Chellappan, A., & Chandy, S. (2018). Risk factors for schizophrenia:
A systematic review. Frontiers in Psychiatry, 9, 697.
https://doi.org/10.3389/fpsyt.2018.00697
Tiwari, A. K., & Gupta, S. (2016). Impact of rational emotive behavior therapy on
patients with schizophrenia. Indian Journal of Positive Psychology, 7(3), 296-301.
Verma, R., & Singh, A. (2018). Effectiveness of rational emotive behavior therapy on
coping strategies and quality of life among patients with schizophrenia. Indian Journal of
Positive Psychology, 9(4), 480-487.
LAMPIRAN